"Nona Miana, ayo jalan, Nyonya sudah menunggumu," ujar Bibi Wita dengan suara kecil kepada Miana.Bibi Wita telah melayani Yunita selama lebih dari dua puluh tahun, tetapi tidak bisa memahami mengapa suasana hati Yunita hari ini begitu buruk."Oke, ayo jalan," sahut Miana.Bibi Wita kemudian memimpin jalan dan mengantarnya masuk.Yunita adalah orang yang lembut, temperamen Giyan juga mirip dengannya.Saat kecil, Miana sering bersama Yunita, tahu bahwa Yunita menyukainya.Setelah jatuh cinta pada Henry, dia jarang menemui Yunita lagi. Hal in membuat dia selalu merasa bersalah atas kebaikan Yunita selama ini.Selama tiga tahun setelah menikah dengan Henry, dia juga tahu Giyan menghilang, tetapi tidak pergi ke rumah keluarga Ferno untuk menanyakan kabar Giyan.Dia sengaja menjaga jarak dengan keluarga Ferno.Tidak hanya karena keluarga Senora mengawasinya, tetapi juga karena dia tidak ingin Henry tahu tentang hubungannya dengan keluarga Ferno. Henry bukanlah orang yang baik hati. Dia khaw
Setelah melihat reaksi Miana, Yunita merasa Miana tidak sedang berbohong.Jika Miana tidak tahu masalah tersebut, lalu mengapa kedua orang itu bertemu?"Setelah makan, aku akan ke rumah sakit untuk menjenguknya." Miana menuangkan teh untuk Yunita, lalu bertanya dengan lembut, "Bibi sudah memesan makanan? Kalau belum, aku akan pesan sekarang.""Ya, kamu yang pergi pesan saja," ujar Yunita sambil lambaikan tangannya.Miana berdiri dan berjalan keluar.Sambil menatap punggung Miana, Yunita mengernyit, hatinya masih gelisah.Dia sangat mengenal putranya. Meskipun di luar tampak lembut, sebenarnya sangat keras kepala. Setelah bertahun-tahun, putranya masih menyimpan perasaan pada Miana.Dia khawatir putranya akan melakukan hal yang berlebihan demi Miana.Tiga tahun lalu, ketika berita Miana tidur dengan Henry tersebar, jika bukan karena tiba-tiba pingsan, putranya itu pasti akan membawa kabur Miana.Mungkin seumur hidup tidak akan kembali ke Kota Jirya.Selama tiga tahun putranya berobat di
Mendengar itu, Miana pun tertawa dan berkata, "Kamu sepanjang hari nggak bekerja dengan serius, malah mencari gosip! Ayo, ceritakan, kali ini gosip apa lagi.""Tommy sebenarnya anak haram salah satu dari empat keluarga besar di Kota Jirya, keluarga Lucario. Semua orang bertaruh apakah dia akan diakui dan kembali ke keluarga Lucario!" Amanda berkata dengan suara sangat kecil.Masalah ini sudah diketahui banyak orang di firma hukum.Namun, dia tetap tidak berani terlalu membicarakannya secara terbuka.Bagaimanapun, masalah ini adalah urusan pribadi orang lain. Akan sangat canggung jika orang digosipkan mendengarkan ini.Miana tertegun sejenak, lalu teringat akan Yosef.'Berarti Tommy dan Yosef adalah saudara tiri seayah?'"Kamu nggak tahu, Angela hari ini begitu arogan, berjalan saja banyak lagaknya, seakan-akan dia akan segera menjadi nyonya besar!" cibir Amanda.Sebagai pelakor, bisa-bisanya Angela bersikap begitu angkuh.Benar-benar tidak tahu malu."Jauhi dia, hati-hati dia mencari a
"Mia, kamu sudah menikah beberapa tahun, sudah saatnya punya anak."Perasaan Miana sangat kacau, dia menatap Yunita dan berkata, "Aku sekarang masih fokus karier, jadi nggak berencana punya anak."Dia dan Henry akan segera bercerai, dia tidak ingin ada yang tahu tentang kehamilannya.Jika kabar ini sampai ke telinga Henry, anaknya pasti tidak akan selamat.Dia tidak bisa mengambil risiko itu!"Perempuan yang sudah menikah seharusnya di rumah mengurus suami dan anak, urusan karier biarkan saja pada pria! Mia, kamu tahu posisi Henry di Kota Jirya. Selain itu, dia juga memiliki wajah yang tampan, ada banyak wanita yang ingin bersamanya! Sebagai Nyonya Jirgan, kamu harus memikirkan cara untuk mengikat hatinya! Kalau kalian punya anak, hatinya juga akan kembali." Meskipun kehidupan rumah tangga Yunita bahagia, sebagai seorang istri di keluarga kaya, dia tahu betul betapa tidak setianya para pria di lingkaran ini.Berita tentang Henry dan Janice hampir setiap hari muncul, dia tentu tahu Mian
Ekspresi Henry seketika berubah, matanya menyipit dan sekujur tubuhnya memancarkan hawa dingin. "Miana, keluar!" serunya lagi.Pergelangan tangan yang ditarik dan tangan yang masih menggenggam pegangan lift sudah terasa sangat sakit. Miana sudah tidak bisa menahannya.Pada saat ini, tiba-tiba ada orang yang mendorong Henry dan menghardiknya, "Kalian berdua menindas seorang wanita, bukankah ini sudah keterlaluan!"Henry kehilangan kestabilannya dan mundur beberapa langkah, tangan yang menggenggam pergelangan Miana pun terlepas.Segera, pintu lift mulai tertutup.Melalui celah pintu lift yang akan segera merapat, Henry melihat Miana sedang berbicara dengan seseorang di samping, dengan ekspresi sangat cemas.Janice menggigit bibirnya sebelum berkata dengan hati-hati, "Henry, aku nggak antar kamu lagi, aku kembali ke kamarku dulu."Setelah mengatakan itu, dia buru-buru menekan tombol lift.Henry hanya mengiakan dengan ekspresi dingin.Janice menatapnya sejenak, lalu berkata dengan suara ke
Kelihatannya, asistennya ini harus diganti."Saat makan siang, aku kebetulan bertemu dengannya dan kami minum beberapa gelas. Aku yang nggak kuat minum, lalu datang ke rumah sakit karena merasa nggak enak badan," jawab Giyan dengan santai.Menyadari Giyan tidak ingin mengatakan yang sebenarnya, Miana tidak bertanya lebih lanjut. Dia duduk di kursi, lalu mengalihkan topik pembicaraan, "Bagaimana kondisimu sekarang? Sudah mendingan?"Miana sebenarnya merasa sangat bersalah pada Giyan ketika dia mendengar dari Yunita bahwa Giyan masuk rumah sakit karena keracunan alkohol setelah makan bersama Henry.Dia yakin, Henry memperlakukan Giyan seperti itu karena dirinya.Dia tidak memiliki kemampuan untuk marah pada Henry, hanya bisa merasa bersalah pada Giyan."Aku baik-baik saja, kamu nggak perlu cemas," ujar Giyan sambil tersenyum lembut. Kemudian, dia mengambil sebotol air, membuka tutupnya dan memberikannya pada Miana sambil berkata, "Minumlah, bibirmu terlalu kering."Miana mengambilnya dan
Giyan dengan cepat meraih pergelangan tangan Celine, menariknya ke dalam pelukan dan memperingatkannya dengan nada dingin, "Diam! Kalau kamu membuat keributan, pernikahan kita dibatalkan!"Celine mendongak untuk menatap Henry dan berkata, "Giyan! Demi membantu Miana si wanita jalang ini, bisa-bisanya kamu mengancamku dengan membatalkan pernikahan!"Celine sangat membutuhkan tempat untuk melampiaskan amarahnya ini, jika tidak, dia akan mengamuk besar-besaran.Saat kecil, dia ditinggalkan oleh Miana, lalu dijual orang ke desa dan hidup tersiksa selama belasan tahun.Dia hidup menderita di desa, sementara Miana menikmati kemewahan di keluarga Senora. Karena inilah dia sangat membenci Miana sampai ke tulang-tulang.Giyan adalah pria yang paling dia cintai, dan akan segera menjadi suaminya.Sebelumnya, dia tidak pernah melihat Giyan membela Miana secara langsung, hanya tahu bahwa Giyan memiliki perasaan untuk Miana, dan itu saja sudah membuatnya sangat cemburu.Sekarang, setelah melihat sen
Meskipun sedang mengenakan rok, Celine tidak peduli apakah bagian dalamnya akan terlihat atau tidak.Asisten memalingkan wajahnya, dengan hormat berkata, "Nona Celine, maaf kalau begitu!"Setelah mengatakan itu, dia langsung mengangkat Celine dari sofa.Celine terkejut sejenak, lalu menampar asisten itu dengan keras dan membentaknya, "Berani sekali kamu! Cepat turunkan aku!"Tamparan itu membuat telinga asisten mendengung, tetapi dia menggertakkan giginya dan tetap mengendong Celine keluar."Giyan, aku adalah wanitamu, bagaimana bisa kamu membiarkan pria lain menyentuhku!" seru Celine yang marah besar. "Kamu ini laki-laki atau bukan sih!" tambahnya.Giyan memijat pelipisnya, membuka laptop untuk membaca dokumen.Walaupun dia akan segera menikah dengan Celine, dia tidak akan memiliki hubungan apa pun dengan Celine, jadi dia tidak peduli ada pria lain yang mengendong Celine.Melihat ketidakpedulian Giyan, amarah Celine seketika memuncak. "Giyan, kamu nggak takut aku akan menyerang Miana!
Amanda tidak pernah meragukan Miana.Dia hanya meragukan dirinya sendiri."Duduklah, kita diskusikan lagi," ujar Miana dengan suara lembut, sambil mengangkat cangkir kopinya dan mengaduknya perlahan."Oke!" Amanda menarik kursi dan duduk di depannya, kemudian mereka mulai berdiskusi.Diskusi mereka selesai tepat sebelum waktu yang ditentukan.Amanda segera mengemas dokumen-dokumen dengan rapi, lalu dia dan Miana meninggalkan kantor bersama-sama.Kendati sudah empat tahun meninggalkan Kota Jirya, Miana tetap menjadi sosok yang dihormati dan diingat.Setibanya di pengadilan, banyak wajah akrab yang menyapanya dengan antusias.Pemandangan itu membuat Amanda teringat pertama kali dia berada di pengadilan.Saat itu, tubuhnya gemetar karena gugup, tetapi Miana segera membantunya duduk dan menenangkan dirinya.Setelah beberapa saat, sidang hari ini pun dimulai.Sidang berlangsung penuh ketegangan, kedua belah pihak saling beradu argumentasi dalam perdebatan sengit, masing-masing mengupayakan
Menurut Miana, reaksi Ariz terasa sedikit berlebihan.Sepertinya Ariz juga menyadari hal itu, lalu mencoba untuk tenang sebelum bertanya, "Apa yang terjadi dengan Bu Sherry? Kenapa dia dirawat di rumah sakit?"Dalam beberapa hari terakhir, dia menganggap Sherry sedang dalam perjalanan bisnis karena tidak bisa dihubungi.Namun, dia tidak pernah menduga bahwa Sherry sebenarnya berada di rumah sakit.Miana memandangnya, mempertimbangkan ucapan sebelum mengungkapkan berita berat itu. Dengan suara pelan, dia berkata, "Dia mengalami kecelakaan mobil, kehilangan salah satu kakinya, dan kini dirawat di rumah sakit."Wajah Ariz memucat, seolah sulit mencerna informasi itu, sebelum akhirnya bertanya, "Bagaimana ... keadaannya sekarang?'"'Kehilangan salah satu kaki, dia pasti sangat terpukul.''Aku bahkan sama sekali nggak menyadari apa yang sebenarnya terjadi.'"Dia memang terlihat biasa saja, tapi aku yakin hatinya nggak sepenuhnya tenang," ujar Miana, sorot matanya tajam memperhatikan Ariz, m
Selesai berbicara dengan kepala sekolah, Miana menuju tempat parkir dan sebuah mobil Maybach sengaja menghalangi mobilnya.Dia berjalan mendekat dan mengetuk kaca mobil ituBegitu kaca jendela mobil diturunkan, wajah dingin Henry terlihat."Tolong pindahkan mobilmu," ujar Miana yang masih dengan nada sopan."Masuklah, aku akan mengantarmu," ujar Henry dengan nada tegas.Miana mengernyit dan nada bicaranya berubah ketus, "Aku bawa mobil sendiri, nggak perlu kamu antar. Kalau ada yang ingin kamu bicarakan, langsung saja!"Dia pikir, setelah kejadian semalam, Henry tidak akan mengusiknya untuk sementara waktu.Dia sungguh tidak menyangka, pagi ini, Henry muncul lagi.Benar-benar pria tidak tahu malu!"Kapan kamu akan membawa putra kita dan tinggal bersamaku?" Henry memandang wajah Miana yang begitu dekat, dan perasaan yang lama terpendam dalam dirinya mengalir kembali dengan kuat.Dia mencintai Miana.Namun, Miana tidak mencintainya lagi."Henry, bisakah kamu bertindak normal?" Miana mera
Sherry dan Miana bertukar pandang, lalu dia melambaikan tangan kepada Nevan sambil berkata, "Baiklah, kamu pergilah ke taman kanak-kanak. Jangan lupa dengarkan gurumu dengan baik, ya. Ibu angkat pasti akan merindukanmu!"Miana tertawa mendengar perkataan Sherry.Nevan menggembungkan pipinya, memberungut marah. Matanya memerah menahan amarah, lalu dia mengentakkan kakinya beberapa kali dengan keras sebelum bergegas keluar."Dia benaran marah?" tanya Sherry kepada Miana.Miana tersenyum sambil menjawab, "Tentu saja dia marah. Baginya, Kamu itu adalah harapannya, dan ternyata kamu membuatnya kecewa. Jangan khawatir, dia anak yang mudah dibujuk. Sebentar lagi dia akan kembali ceria.""Baguslah kalau begitu. Jangan buang waktu lagi, kamu cepat pergi bujuk dia." Sherry akhirnya merasa lega."Setelah selesai sarapan, kamu kembali istirahat saja. Nanti aku akan mengirim Ariz ke sini," ujar Miana sambil melambaikan tangan kepada Sherry, sebelum dia berbalik dan pergi.Di pos suster, Nevan sedan
Pada hari itu, Sherry keluar dari kantor dekan dengan tergesa-gesa, lalu tertabrak sepeda Ariz dan terjatuh ke tanah.Ariz segera memarkir sepedanya dengan baik, lalu mengendong Sherry ke klinik kampus.Setelah itu, Ariz tetap bersikeras mengantar Sherry kembali ke perusahaan, meskipun Sherry terus meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja.Hari pertama Ariz bergabung di perusahaan, barulah Sherry sadar bahwa Ariz adalah orang yang menabraknya waktu itu.Sejak saat itu, Ariz tetap berada di sisinya hingga kini.Dalam beberapa tahun kebersamaan mereka, Sherry merasa sangat bersyukur atas keputusan yang dia buat pada hari itu."Kalau begitu, minta Ariz ke Universitas Jirya dan carikan orang berbakat seperti dirinya untuk membantu perkembangan perusahaan kita ke depannya." Miana sangat puas dengan kemampuan Ariz. Dia percaya, dengan Ariz bertanggung jawab atas perekrutan, hasilnya akan sangat memuaskan. Selain itu, dia memang sudah berencana merekrut orang baru untuk belajar darinya."Baikl
"Begitu aku bangun pagi ini, aku langsung menyadari kalau informasi lokasi adikmu nggak lagi dapat dilacak. Aku mencoba beberapa cara untuk menemukannya, tetapi hasilnya nihil. Akhirnya, aku meretas ponselnya dan memeriksa riwayat panggilan. Panggilan terakhirnya adalah kepada Nyonya Besar keluarga Jirgan."Miana menyipitkan matanya, sementara otaknya bekerja keras menyusun setiap petunjuk yang telah dia dapatkan.'Untuk apa Celine mencari Felica?''Hubungan mereka sangat dekat?'"Bos, apa masih perlu mencari keberadaannya?""Tetap cari!" Miana merasa ada sesuatu yang tidak beres.'Ke mana Celine pergi?'"Oke, aku akan segera mencarinya! Lalu, bagaimana dengan penyelidikan kecelakaan Sherry?""Begitu urusanku selesai, aku akan langsung mengecek ulang informasi tentang orang itu untuk memastikan identitas aslinya.""Baiklah."Setelah menutup telepon, Miana bersandar di dinding. Kekhawatiran membanjiri pikirannya.Tiba-tiba, terdengar suara Nevan dari kamar perawatan. "Ibu, cepat masuk!"
Perawat sibuk bekerja, menyeka tangan Sherry dengan lembut.Ketika Nevan masuk ke kamar perawatan, suaranya yang ceria memecah keheningan."Ibu angkat, aku datang!" serunya sambil berlari kecil menuju ranjang.Mendengar suara ceria Nevan, senyum langsung menghiasi wajah Sherry. Dia menoleh kepada perawat dan berkata dengan lembut, "Kamu siapkan sarapan dulu."Perawat mengangguk dan berjalan keluar ruangan.Dengan langkah-langkah kecil yang penuh semangat, Nevan tiba di sisi ranjang. Sepasang mata jernihnya menatap Sherry yang sedang berbaring, dan dia bertanya dengan suara manis, "Apakah Ibu merindukan?"Sherry merasa hatinya terisi kebahagiaan, dia tertawa sambil meraih tangan Nevan. "Tentu saja sangat merindukanmu!"Nevan berjinjit, berusaha memanjat ke ranjang, tetapi tinggi tubuhnya membuatnya kesulitan. Dengan senyum kecil, dia menundukkan kepala dan memberikan ciuman hangat di punggung tangan Sherry. "Aku juga merindukan Ibu angkat!"Miana menyaksikan interaksi hangat antara Neva
Miana tertegun.Dia pernah memikirkan kemungkinan menikah dengan Giyan suatu hari nanti.Namun, tidak terlintas dalam benaknya bahwa Giyan akan menyatakannya pada waktu seperti sekarang.Ekspresi tertegun Miana membuat Giyan merasa sedikit kecewa, tetapi dia tetap mempertahankan senyumnya. "Aku hanya bercanda! Aku nggak bermaksud memaksamu untuk menikah! Sore nanti, kalau kamu punya waktu, aku bisa membawamu melihat rumah itu. Kalau kamu merasa cocok, kita bisa langsung pindah besok, bagaimana?"Dia tidak yakin apakah Henry masih memiliki tempat di hati Miana, tetapi dia sangat menyadari bahwa perasaan Miana terhadapnya belum cukup kuat untuk membangun masa depan bersama.Tentu saja, ini membuat hatinya terasa perih.Namun, dia tahu bahwa memaksakan sesuatu bukanlah jawabannya.Yang bisa dia lakukan hanyalah menunggu Miana siap."Giyan ...." Miana menyadari bahwa senyum di wajah Giyan terlihat dipaksakan, membuat hatinya diliputi rasa bersalah. Namun, dia tahu bahwa dia harus jujur. "M
Miana dengan penuh hati-hati menggeser Nevan ke samping dan bangkit dari ranjang.Setelah mencuci muka dan bersiap-siap, dia turun ke lantai bawah.Giyan sudah menyiapkan sarapan dan sedang membersihkan ruang tamu."Kenapa bangun sepagi ini? Tidur lagi saja sebentar," ujar Giyan, sembari menghentikan penyedot debu. Tatapan lembutnya tertuju pada Miana, dan suaranya tetap penuh kehangatan."Nggak deh, terlalu banyak yang harus aku kerjakan hari ini," ujar Miana dengan lembut, sambil mendekat dan merangkul pinggang Giyan."Kalau begitu, kamu sarapan dulu. Aku akan pergi membangunkan Nevan," ujar Giyan dengan suara yang agak serak, lalu mencium kening Miana."Oke, kamu pergi bangunkan dia," ujar Miana sambil menyandarkan wajahnya ke dada Giyan.Dengan Giyan di sisinya, semuanya tampak begitu damai dan hangat.Hidup dalam momen ini terasa begitu menyenangkan."Kamu makanlah, aku naik ke atas sekarang." Giyan mencubit pipi Miana dengan lembut.Miana menyadari telinga Giyan yang agak merah,