"Pak, Pak Steve ... tolong!" teriak Tangguh begitu masuk ke dalam pekarangan rumah Steve. Ia meletakkan Linda berbaring di atas kursi panjang terbuat dari rotan yang ada di teras rumah Steve.
Clek
"Loh, ada apa ini?" tanya Steve saat membuka pintu dan melihat istrinya tengah terkulai lemas. Pria setengah baya itu berjongkok di dekat istrinya sambil mengecek hidung dan juga denyut nadi.
"Ada apa, Guh? Kenapa bisa istri saya pingsan seperti ini? Cepat ambilkan minyak kayu putih di dalam! Ada di dapur. Kotak obat berwarna putih yang menempel di dinding," seru Steve dengan wajah khawatir. Tangguh bergegas masuk ke dalam rumah untuk mengambil minyak kayu putih sesuai perintah Steve. Setelah menemukannya, Tangguh kembali berlari ke teras untuk memberikan minyak itu pada Steve, lalu dengan inisiatifnya sendiri Tangguh masuk kembali ke dalam rumah untuk membuatkan teh.
"Papa," lirih Linda membuka matanya dengan perlahan.
"Syukurlah kamu sudah sadar. Aku sangat khawatir, Sayang." Dengan penuh kasih sayang, Steve mengusap kepala Linda.
"Maaf, Pak, ini tehnya. Tadi, Ibu lari pagi, tapi tiba-tiba saja pingsan. Kebetulan kami bertemu di taman depan sana. Apa Bu Linda baik-baik saja?" tanya Tangguh degan wajah begitu cemas. Pemuda itu memberikan cangkir teh pada Steve untuk diberikan pada Linda. Wanita itu tersenyum hangat. "Saya baik-baik saja, terima kasih."
"Besok kamu tidak boleh lari pagi lagi kalau seperti ini. Untung Tangguh yang menemukan kamu pingsan, kalau lelaki hidung belang, bisa-bisa istriku yang cantik dan semok ini dibawa kabur," tegur Steve mencoba berkelakar. Linda dan Tangguh pun ikut tertawa.
"Tangguh tadi sempat memijat kakiku yang keseleo, tetapi tiba-tiba saja kepalaku berat, Pa. Mungkin karena belum sarapan," kata Linda sambil tersenyum sangat lebar.
"Wah, kamu bisa memijat juga. Hebat sekali kamu, Tangguh, banyak keahliannya," puji Steve takjub. Tangguh hanya bisa menggaruk rambutnya yang tidak gatal sambil berkata, "biasa saja, Pak. Saya pamit pulang dulu ya, Pak, Bu. Semoga lekas sembuh ya, Bu," ujar Tangguh sambil membungkukkan sedikit badannya.
Linda masuk ke dalam rumah dengan dibantu oleh suaminya. Wanita itu tidak diijinkan untuk memasak di dapur. Sarapan pagi ini, Steve yang membuatnya. Roti bakar dengan telur mata sapi. Juga segelas susu.
"Tangguh, ayo sarapan!" teriak Steve dari jendela kamarnya. Tangguh yang baru saja selesai mandi dan menikmati segelas air putih di teras, langsung menoleh pada asal suara, lalu ia mengangguk patuh. Tangguh berjalan ke rumah Steve untuk memenuhi ajakan sarapan bersama. Sebenarnya ia sangat sungkan, tetapi mau bagaimana lagi? Cacing di perutnya sudah berteriak lapar sejak di taman tadi.
"Bu, apa boleh saya masuk?" suara Tanggung dari depan pintu. Linda yang tengah duduk di kursi meja makan yang tidak terlalu besar, lalu memanjangkan lehernya untuk melihat kedatangan pemuda yang cukup membuatnya simpati.
"Masuklah. Maaf, aku tidak bisa membukakan pintu untukmu karena kakiku masih sakit. Dorong saja pintunya," seru Linda lagi dengan gerakan tangannya. Tangguh mengangguk paham, lalu mendorong pintu agar terbuka sedikit lebar.
Matanya mencari keberadaan Steve, tetapi tidak ada.
"Suamiku sedang mandi. Ayo duduk di sini," ujar Linda lagi sambil menunjuk kursi di depannya. Tangguh berjalan dengan canggung, lalu duduk di kursi yang sudah ditunjuk oleh majikannya.
"Kamu terbiasa minum susu? Ini susu murni, pasti sangat sehat jika diminum secara rutin setiap hari. Kamu mau?" pertanyaan yang sangat ambigu bagi seorang lelaki normal sepertinya. Tubuhnya mendadak berkeringat, karena Linda terus saja memperhatikan dirinya tanpa berkedip. Bukannya GR, tetapi hatinya begitu merasa bahagia saat diperhatikan begitu intens oleh wanita kota yang cantik seperti Linda.
"Tangguh, kamu mau susu?"
"Eh, eng ... nggak usah, Bu. Saya biar minum air putih saja. Saya ambil dulu ke belakang." Tangguh menjawab gugup dan salah tingkah. Ia yakin, wajah meronanya kini menjadi tontonan sangat menarik bagi Linda.
Kursi makan itu ia geser dan kakinya bergegas melangkah ke dapur untuk menuangkan air putih ke dalam gelas berukuran sedang. Berdua saja dengan Linda membuat hatinya selalu was-was. Entah kenapa oksigen di dalam paru-parunya seakan habis tersedot oleh pesona istri majikannya itu.
"Tangguh, kamu ke Jakarta untuk bekerja, bukan untuk bermain api dengan istri orang. Sadarlah!" gumam Tangguh di dalam hati.
Steve keluar dari kamar dengan tubuh segar dan juga baju yang rapi. Tangguh menghela napas lega setelah melihat Steve, seakan lelaki itu mampu membantunya sedikit terlepas dari kegugupan di hadapan Linda.
Steve meminta Tangguh untuk kembali ke meja makan, lalu mereka pun makan bersama. Jika Steve fokus pada roti bakarnya, sambil berbincang dengan istrinya, maka Tangguh mengunyah roti sambil menunduk. Bagaimana ia mau mengangkat wajah? Sedangkan bola mata Linda tidak pernah putus mencuri pandang padanya. Apakah ia terlalu GR? Apakah istri majikannya ini menyukainya? Ayolah Tangguh. Bangun dari mimpimu. Ingat ada Rucita yang memerlukan perhatian dan usahamu.
"Jadi, ceritakan tentang kamu dan keluargamu, serta pekerjaan apa yang biasa kamu lakukan di kampung?" tanya Steve dengan sangat antusias.
"Tidak ada yang istimewa, Pak. Hanya saja, saya membutuhkan cukup banyak uang untuk membantu acara pernikahan adik saya yang akan digelar kurang dari lima bulan lagi, kalau tidak salah. Semua menjadi tanggung jawab saya karena ayah dan ibu saya sudah lama tiada. Yah, walau tidak bisa membantu banyak, paling tidak saya bisa menyambut tamu undangan dengan baik." Steve dan Linda mendengarkan kisah yang diutarakan oleh Tangguh. Keduanya saling pandang lalu tersenyum dengan hangat.
"Teman saya mengajak kerja di restoran, tetapi malah ia tersandung masalah dan ada di penjara. Saya yang kebingungan, akhirnya memilih mampir ke tukang bubur dan tidak tahu kalau tas ransel saya dirusak dan dompet saya menghilang. Saya tidak punya uang seribu rupiah sama sekali."
"Aku bisa melihatnya," timpal Steve sambil mengeluarkan dompet dari saku celananya.
"Ini, ambilah untuk biaya kamu selama tinggal di sini. Kamu bisa memasak makanan jika sedang ingin. Karena dapur di belakang sana bisa dipakai."
"Kenapa harus memasak? Biar Tangguh makan di sini saja. Kita tidak akan jatuh miskin jika memberi makan anak yatim. Betul tidak, Sayang?" Steve melayangkan satu kecupan di bibir Linda. Pria itu sangat senang dengan istrinya yang memiliki rasa empati yang tinggi terhadap sesama. Lelaki paruh baya itu pun akhirnya mengangguk setuju sambil memberikan senyum terbaiknya pada istri dan juga Tangguh.
"Kamu beruntung kenal dengan istriku. Dia wanita luar biasa," puji Steve lagi sambil menatap sang istri dengan penuh cinta.
"Kamu bisa saja, Mas. Tangguh yang sudah berbuat baik padamu. Jika tidak ada dia, aku bisa-bisa jadi janda miskin dan kesepian." Linda melirik pemuda di depannya dengan senyuman menggoda. Tangguh menunduk malu dengan hidung yang kembang-kempis dan jantung yang tidak sehat.
Wahai hati, jangan sampai kau jatuh pada wanita bersuami.
Bersambung
Pekerjaannya dimulai sekarang, tepat pukul sembilan pagi, Tangguh mulai mengecek satu per satu mobil rongsokan milik Pak Steve. Ada banyak jenis mobil yang Tangguh baru benar-benar melihatnya secara nyata. Biasanya ia hanya melihat sekilas lewat majalah atau internet, sekarang mobil tua hampir punah dan tampilan sangat mengerikan ada di depan matanya."Gimana, kamu suka?" tanya Steve begitu melihat Tangguh antusias. Pemuda itu tentu saja langsung mengangguk senang sembari menarik garis bibirnya."Saya merasa ini berkah untuk saya karena sudah bertemu dengan Pak Steve dan istri. Saya berjanji akan bekerja sebaik-baiknya. Biasanya saya hanya melihatnya dari internet atau majalah saat saya sekolah, namun sekarang semua kendaraan kece ini ada di depan mata saya," papar Tangguh dengan penuh semangat. Kakinya berkeliling memperhatikan tumpukan mobil tua yang hampir punah."Saya yang beruntung bertemu denganmu. Oh iya, sore ini saya akan ke kota, apa kamu ingin m
"Sayang, apa yang kau lakukan pada Tangguh?""Eh, Sayang ... aku membawakan kalian teh dan kue. Kedatanganku yang tiba-tiba membuat kepala anak muda ini terbentur kap mobil dengan cukup keras. Jadi aku melihatnya, khawatir ada luka dalam di sana. Kamu tahu sendiri'kan kalau luka di kepala itu sangat sensitif?" Linda berjalan mendekat pada suaminya dengan sebelah kaki yang pincang. Steve kembali iba dan mengulurkan tangannya untuk membantu Linda yang kesulitan saat berjalan."Harusnya kamu tidak perlu repot, Sayang. Kami baru saja sarapan'kan. Mungkin agak siang, tetapi karena kamu sudah berbaik hati membawakan teh dan kue, aku akan mencicipinya terlebih dahulu, baru ke peternakan." Steve merangkul pinggang istrinya.Tangguh yang merasa malu dengan pemandangan romantis suami istri majikannya, kembali memilih melanjutkan aktivitasnya."Tangguh, apa kepalamu baik-baik saja?" tanya Steve pada Tangguh."Tidak apa-apa, Pak, nanti juga sembuh,
Tangguh memperbaiki keran air dengan cepat, sehingga Linda dapat meneruskan mencuci piring sambil tersenyum sangat manis pada pemuda itu. Melihat baju Tangguh yang kotor, reflek tangan Linda menyentuh bagian dada pemuda itu, menepuk-nepuknya dengan pelan."Kamu berotot sekali," bisik Linda membuat Tangguh kembali menahan napas cukup lama. Steve masih berada di teras rumah sedang menelepon seseorang sehingga ia tidak mengetahui yang terjadi di dapur antara istrinya dan juga Tangguh."S-saya permisi, Bu." Tangguh yang semakin takut, memutuskan untuk pamit undur diri, tetapi Linda dengan sigap menahan tangan Tangguh dan menariknya dengan kasar, hingga tubuh keduanya bertabrakan.Tangguh mendelik kaget dan ia tidak berani mengembuskan napas, saat kedua bola matanya bertatapan begitu lekat dengan bola mata Linda. Ia ingin sekali berontak, tetapi sisi lain hatinya menahannya untuk menikmati momen langka ini.CupDengan sedikit berjinjit, Linda mengecup p
Dewasa 21+ "Apa kau benar-benar mencintaiku?" bisik Linda saat keduanya sudah berada di dalam kamar yang dikunci. "Tentu saja, saya mencintai Bu Linda. Apa itu boleh?" tanya balik Tangguh sambil menahan aliran darah yang tiba-tiba begitu kencang menuju senjata miliknya. Kedua masih mengunci pandangan dengan kedua tangan Tangguh memeluk pinggang Linda. "Aku pun sama," jawab Linda begitu lembut sambil melepas pelukan Tangguh pada pinggangnya, lalu tangan wanita itu memegang tangan Tangguh, jemari mereka bertautan dengan tatapan saling mengunci. Linda mendorong lembut tubuh pemuda itu hingga menabrak dinding. Meletakkan tangan Tangguh di atas kepalanya dan sedikit berjinjit untuk mengulum mesra bibir kekasihnya. Linda menekan kakinya pada kedua kaki Tangguh dalam keheningan yang membuat desah napas Linda dan juga Tangguh, serta alunan gesekan kedua tubuh mereka terdengar semakin keras. Tangguh menur
Linda sangat senang dengan Tangguh. Pemuda itu begitu sehat dan kuat sehingga mereka bisa mengulanginya hingga beberapa kali. Tak terlihat lelah atau napas yang tersengal karena kelelahan. Wanita muda itu tahu ia tidak pernah salah menentukan lelaki selama hidupnya. Tangguh berbaring memejamkan kedua matanya dengan kedua tangan sebagai alas kepalanya. Pemuda itu tidak benar-benar tidur hanya ia tengah memikirkan perbuatannya yang terlalu nekat dan membahayakan.“Sebaiknya saya kembali bekerja, Nyonya,” kata Tangguh sembari mencoba bangun dari posisinya. Linda yang tengah memeluknya dengan tubuh polos tentu tidak akan membiarkan momen langka ini berlalu begitu cepat. Baru pukul satu siang dan masih ada tiga jam lagi sampai suaminya pulang. Ia masih ingin bermalas-malasan bersama pemuda tampan dan juga kuat seperti Tangguh.“Nanti saja, aku masih ingin memelukmu,” bisik Linda dengan menahan lengan Tang
“Eh, ini, Pak, saya tadi buang air kecil di dekat pohon sana karena udah tidak tahan. Tiba-tiba ada kodok, saya jadi kaget dan lupa mengancing kembali,” jawab Tangguh dengan terpaksa berkilah.“Oh, oke. Kita langsung pulang saja ya. Nanti malam ada pembeli yang sudah mau menjemput si Kijang. Kamu akan saya kasih bonus, Guh,” kata Steve dengan antusias.“Wah, rejeki emang gak kemana ya, Pak. Udah langsung ada yang beli. Saya jadi semangat untuk benerin mobil yang lain,” sahut Tangguh yang tidak kalah senang. Jujur ia begitu merasa bangga ketika apa yang ia kerjakan sangat berarti bagi orang lain. Tidak disangka-sangka juga, lewat jalan ini ia menemukan pujaan hati—wanita kota yang sangat cantik dan juga panas.Menikah? Bagaimana caranya menikah dengan istri orang lain? Apakah poliandri? Sepertinya tidak ada hukum yang mengatur pernikahan aneh seperti itu. Ah … gimana nant
Terjerat Skandal Istri Bos 11 “Apa?” Tangguh memekik dengan kedua bola mata hampir saja terlempar dari tempatnya. “Ha ha … aku hanya bercanda, Guh. Mana mungkin kita nekat melakukan semua itu. Untuk sementara seperti ini saja aku tidak keberatan,” kata Linda sambil mengeratkan pelukannya pada Tangguh. Pemuda desa yang sudah terperosok dalam cinta buta itu pun hanya bisa tersenyum tipis, lalu mendaratkan satu kecupan di bibir kekasihnya. “Mau ke mana?” tanya Linda saat Tangguh mengurai tangannya, lalu menyeret tubuhnya yang kekar untuk turun dari tempat tidur Linda.
Linda mencoba bersikap biasa saja, tetapi berbeda dengan Tangguh yang wajahnya mendadak kaku dan berkeringat. Mobil Steve memasuki pekarangan rumah. Itu tandanya jika ia memarkirkan mobilnya ke depan bengkel, maka Linda akan terlihat berada di sana bersama dirinya."Aku akan bersembunyi di balik mobil ini. Kau buat suamiku sedikit menjauh, apa kau paham?" titah Linda sudah berjalan di balik-balik mobil rongsokan suaminya. Sandal yang ia gunakan juga sudah ia lepas dan ia pegang erat, agar gerak langkahnya nanti tidak dicurigai oleh Steve.Beruntunglah Steve langsung menuju bengkel, tidak mencari Linda ke dalam rumah. Tangguh berusaha memperbaiki air wajahnya dengan berdeham beberapa kali. Lalu juga ia berpura-pura keluar dari bengkel sambil mencuci tangan."Hai, Tangguh, bagaimana kerjamu hari ini?" sapa Steve sambil meletakkan topinya di atas meja kecil yang nampak berdebu. Hidung Steve membaui aroma nasi Padang yang cukup kental menusuk hidungnya.
"Aah... yah... yah.... " Tangguh menjatuhkan tubuhnya di samping Linda. Ia tidak bisa melukiskan kata malu pada istrinya mengenai kekuatan di ranjangnya yang hanya bisa bertahan lima menit saja. Linda belum merasakan apa-apa, hanya nikmat pembuka saja, tetapi dirinya malah sudah selesai. Harga dirinya sebagai lelaki benar-benar sedang dipertaruhkan."Tidak apa-apa, Yah. Ibu gak papa. Ini sudah lebih baik dari bulan lalu yang benar-benar hanya dua menit saja." Linda menyentuh pundak polos suaminya. Mendekatkan tubuhnya agar berada dalam pelukan suaminya."Ini sudah dua tahun, Sayang, dan aku hanya bisa bertahan lima menit saja. Ya ampun, aku bingung harus bagaimana lagi," suara Tangguh terdengar begitu getir."Aku belum bisa mengisi rahim kamu dengan anak. Padahal si Kembar sudah ingin adik. Aku minta maaf ya," lirih Tangguh dengan mata berkaca-kaca."Tolong jangan tinggalkan aku karena lima menit ini. Aku tidak mau, Linda, aku bena
"Selamat untuk kalian berdua," kata Darwis sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman. Awalnya Tangguh ragu untuk menyambut tangan itu, tetapi karena Linda mengangguk pelan, maka Tangguh pun akhirnya menerima jabat tangan dari Darwis."Apa Linda belum menceritakan semuanya padamu? Wajah calon pengantin pria sepertinya begitu marah," sindir Darwis sambil mengulum senyum. Matanya tanpa sengaja menoleh pada dua anak lelaki yang baru saja naik ke atas pelaminan yang masing-masing tengah memegang cup es krim."Apa mereka yang waktu itu di perutmu?" tanya Darwis lagi sambil berbisik. Tangguh mengepalkan tangan, ingin sekali ia memukul lengan wajah Darwis hingga babak-belur, tetapi Linda kembali menahannya dengan mengusap punggung suaminya.Darwis berjalan menghampiri si Kembar, lalu ikut berjongkok di depan mereka."Halo, kenalkan, ini Opa Darwis. Kami siapa namanya?""Tarung, Opa.""Kalau kamu?""Toliq, Opa." Darwis terta
Tangguh ternyata membuktikan ucapannya. Tanggal pernikahan diedit menjadi lebih cepat dua Minggu dari yang ditentukan sejak awal. Semua orang menjadi super sibuk, termasuk Linda dan keluarga besarnya.Seperti hari ini, Linda tengah membagikan belasan batik dan gaun cantik untuk panitia acara pernikahannya. Tangguh yang menyiapkan semuanya, Linda hanya bagian membagikan dan mengatur siapa-siapa saja yang mendapat seragam.Thoriq dan Tarung duduk terdiam di depan televisi, di tengah keriuhan keluarga besar ibunya. Mereka baru saja dijemput pulang sekolah oleh salah satu saudara Linda, karena Linda sudah tidak diperbolehkan keluar rumah oleh Mamanya."Tarung, Thoriq, kenapa?" tanya Linda yang terheran melihat kedua anaknya murung, tetapi tidak ada yang menjawab pertanyaan itu."Kapan ayah Tarung dan Thoriq pulang? Apa nanti saat Ibu menikah lagi, ayah Tarung baru pulang kerja?" tanya Tarung dengan mata berkaca-kaca. Linda menghela nap
Walau dirinya bukanlah gadis, tetap saja mama dari Linda menginginkan anaknya untuk tidak tinggal di rumah Tangguh sampai keduanya sah sebagai suami istri.Ini adalah hari kelima Linda dan Tangguh tidak tinggal berdekatan. Keduanya sesekali bertemu karena ada urusan yang berkaitan dengan mengurus acara pernikahan, sekaligus sekolah untuk si Kembar.Seperti pagi ini, Tarung dan Thoriq sudah rapi dengan pakaian baju kaus, celana jeans, dan juga sepatu boot. Tak lupa tas ransel bergambar Spiderman sudah berada di punggung keduanya.Hari ini adalah hari pertama si Kembar masuk sekolah. Keduanya bersekolah di sekolah alam yang tidak mengenakan seragam. Tangguh sengaja memilih sekolah yang sedikit berbeda dengan yang umum, agar anaknya enjoy bermain sambil belajar."Kamu beneran gak mau sarapan?" tanya Linda pada Tangguh yang sudah duduk di teras rumah orang tua Linda sambil menyesap tehnya."Nggak, belum kepingin. Nanti saja samp
Pertemuan mengharukan pun tidak terelakkan begitu Linda sampai di rumah orang tuanya. Mama dari Linda bahkan pingsan karena terkejut melihat putri yang sudah lama menghilang, kini datang ke rumahnya dengan membawa anak kembar.Satu hal yang membuat keduanya semakin bertangisan, yaitu berita wafatnya ayah dari Linda yang baru saja enam bulan yang lalu."Maafkan Linda, Ma, maaf." Hanya itu yang bisa ia ucapkan berkali-kali di depan mamanya yang terbaring lemas karena pingsan. Tangguh sama sekali tidak berani mengeluarkan suara, walau ia ikut kaget dengan kabar ayah Linda yang sudah tiada."Mbak, ini!" Linda menerima minyak kayu putih dari tangan adik perempuannya. Dengan cekatan dan sangat hati-hati, Linda mengoleskan minyak kayu putih pada hidung dan juga kening mamanya.Wanita paruh baya itu akhirnya membuka mata dengan perlahan. Linda menyuapi sendok demi sendok teh manis hangat kepada Sang mama."Kami darimana saja?" tanyanya de
Pagi hari, keadaan rumah menjadi begitu semarak sejak hadirnya Tarung dan Thoriq. Alicia; anak dari Rucita pun sangat senang dengan dua saudara lelakinya yang berwajah sama. Sering sekali Alicia atau yang biasanya dipanggil Via, tertukar saat bermain dengan si Kembar."Abang Talung dan Abang Tolik kenapa mukanya sama sih, Mom?" tanya Cia pada Rucita yang ia panggil 'mommy'"Karena mereka kembar, Sayang. Lahirnya bersamaan keluar dari perut Uak Linda," jawab Rucita bijak. Ia tengah duduk di teras rumah Tangguh dan sedang mengepang rambut panjang putrinya."Jadi meleka antli pas mau kelual ya, Mom?" (Jadi mereka antre pas mau keluar ya, Mom) Rucita tergelak mendengar celotehan Cia."Iya, harus antre. Biar perut Uak Linda gak sakit," jawab Rucita membenarkan. Cia hanya manggut-manggut paham."Sudah rapi, Cia, sekarang Cia boleh main sama Abang kembar," kata Rucita pada putrinya. Gadis kecil itu pun bergabung dengan kakak sepupunya di depan kolam
"Linda, kamu mau'kan?" Tangguh sekali lagi bertanya pada wanitanya. Linda menghapus air matanya dengan punggung tangan. Bik Mirna tidak mau ketinggalan momen dengan merekam adegan manis di depan pintu rumah majikannya."Kalau aku menolah juga pasti kamu paksa!" Kata Linda ambigu. Tangguh tertawa, tetapi ia masih belum ingin berdiri dari simpuhannya."Terima ya, Teh," suara dari balik punggung Tangguh terdengar bergetar. Ia adalah Rucita yang kebetulan ingin mengantarkan durian ke rumah Tangguh dan sangat senang melihat momen Tangguh yang tengah melamar Linda. Tangguh tersenyum penuh haru saat menoleh ke belakang. Linda pun tidak bisa berkata-kata lagi.Rucita dan Tangguh sama-sama menunggu jawaban darinya. Apakah akhirnya ia harus menyerah dengan takdir? Apakah dengan menerima Tangguh maka luka lamanya akan sembuh?"Kita akan mulai semuanya dari awal. Aku janji akan sayang sama kamu dan anak-anak. Aku akan menjaga kalian. Aku mencintai k
Tangguh sudah berada di restoran. Sore ini, ia ada janji bertemu dengan Dian untuk membicarakan masalah mereka ke depannya. Bagaimanapun, lamaran sudah dilakukan dan dia harus memiliki adab saat memutuskan untuk tidak meneruskan sampai ke pelaminan.Cappucino hangat lolos ke dalam tenggorokannya. Menikmati rintik hujan yang tidak terlalu lebat, tetapi mampu menciptakan aroma tanah basah yang sangat nyaman masuk ke dalam indera penciumannya.Sebuah mobil sedan pintu dua masuk ke area restoran. Tangguh berdiri untuk menyambut wanita yang saat ini masih berstatus sebagai tunangannya."Mas, maaf, saya boleh pinjam payung? Mau jemput wanita yang baru tiba di sana!" Tunjuk Tangguh pada mobil Dian yang baru saja berhenti dengan begitu halus di parkiran."Boleh, ini, Mas." Pelayan lelaki itu memberikan payung cukup besar pada Tangguh."Terima kasih, Mas." Tangguh berlari menghampiri Dian yang baru saja keluar dari mobilnya. Lelaki i
"Kamu sangat pemaksa!" Ketus Linda dengan wajah cemberut. Mau tidak mau, ikhlas tidak ikhlas ia membuka mulut saat Tangguh menyuapinya dengan bubur ayam hangat yang rasanya sangat enak. Berbeda dengan bubur di rumah sakit yang rasanya hambar.Tangguh tersenyum melihat Linda makan dengan lahap dan begitu patuh tanpa suara. Si kembar memperhatikan dua orang dewasa di dekat mereka dengan seringai yang begitu lebar."Om sama Ibu pacalan," bisik Thoriq sok tahu."Pacaran itu apa?" tanya Tarung dengan wajah tidak paham."Olang dewasa yang dekat, telus ciuman, telus nanti tidulan baleng(orang dewasa yang dekat, terus ciuman, terus nanti tiduran bareng), hi hi hi ....""Gak boleh tiduran bareng kalau belum jadi pengantin. Kata Bude Yayu seperti itu," jawab Tarung dengan wajah serius."Pengantin itu apa?" gantian Thoriq yang bertanya pada abangnya. Maklum saja lidah Thoriq belum bisa menyebut huruf R dengan jelas, sehingga Tar