Lelaki itu langsung menjelaskan semua, ia bahkan menyuruh Kayla untuk berteman sang baik dengan Maira. Setelah mengatakan segalanya pria tersebut segera mendekati Maira. "Maafkan saya ya, saya gak maksud fitnah kamu. Cuma syok aja gitu, Bos perusahaan saya bisa menikah sama kamu," ujar lelaki itu. Maira langsung menoleh mendengar ujaran suami Kayla. Ia menganggukan kepala mengiyakan ucapan lelaki tersebut. Lalu mereka segera pamit karena cowok yang berstatus pasangan sang teman akan mengantar pulang istrinya. "Ra, udah jam berani ini, mendingan kamu cepetan anterin pesanan. Gak boleh ngecewain pelanggan lho," seru Dewi. Mendengar perkataan Ibunya Maira mengangguk, wanita itu langsung masuk dan mengambil orderan. Setelah itu ia segera menaiki sepeda, baru saja hendak menggoes. Sebuah telepon menghentikannya, memilih mengangkat panggilan tersebut. Sedangkan Dewi tengah menjemur pakaian tak jauh dari dia duduk di kendaraan yang harus di goes. "Ada apa, Bi?" tanya Maira. Dewi langsu
Dua hari berlalu, kini Maira masih menikmati kesibukan mengantar orderan. Saat hendak pergi, ia dihentikan oleh Dewi. Dia langsung menoleh ke asal suara, wanita itu keluar dengan menenteng sesuatu. "Kamu bisa anterin ini buat Syafa, gak? Ini kata orang-orang bagus buat mulihin setelah operasi sesar," lontar Dewi. Maira menghela napas tetapi mengangguk sebagai jawaban. Ia segera mengambil plastik yang berisi makanan itu lalu menaruh di keranjang. "Kalau gitu Maira anterin dulu ya, Bu. Ass alamualaikum," ucap wanita itu. Dia segera menggoes sepeda mengantar pesanan. Karena ia akan mengirim titipan Ibunya saat searah dengan orderan yang memang dekat dengan kediaman Bibinya. Satu jam berlalu, Maira berhenti di kediaman Devi, ia turun dari sepeda dan menyodorkan titipan sang Ibu pada Syafa. Lumayan beberapa orang tengah menjenguk Syafa, wanita itu bersandar di teras. Melihat kedatangan Maira dengan sepeda, wanita itu menyeringai karena mendapatkan bahan omongan. "Ini titipan dari Ibu
Hari libur kembali tiba, Hafiz saat malam menyuruh agar Maira tidak berjualan minggu ini. Lelaki itu jam enam pagi sudah berada di depan kediaman sang calon istri bersama Hana. "Hana yang ketuk pintunya, ya, Pah," seru gadis itu. Hafiz menganggukan kepala, Hana dengan semangat mengetuk pintu. Kala benda itu terbuka, Dewi yang terlihat. Kedua manusia yang baru datang ini langsung mencium punggung tangan wanita tersebut. "Assalamualaikum, Bu. Hafiz mau ngajak Maira pergi buat fiting baju sama cari cincin." Dewi langsung menganggukan kepala paham lalu mengajak mereka untuk masuk. Ia segera ke dapur, mengambil cemilan dan minuman dan diberikan kepada tamu yang datang pagi hari ini."Maaf Bu, jadi ngerepotin. Padahal gak usah disuguhin apapun, karena mau langsung pergi," ujar Hafiz. Wanita itu hanya tersenyum kecil mendengar perkataan Hafiz. Ia langsung mendaratkan bokongnya di sofa lusuh berhadapan dengan kedua tamu tersebut."Gak bisa langsung pergi, Nak Hafiz. Soalnya Maira aja be
Maira langsung menjerit kala melihat calon suaminya berada di depan pintu. Sedangkan Hafiz yang tersadar lalu berbalik, Dewi segera menutup benda tersebut. Ia lupa jika sang anak hanya memakai tank top dan celana pendek. "Mama kenapa teriak?" tanya Hana. Gadis itu kebingungan dengan Maira tiba-tiba menjerit. Kala mereka bercanda dengan saling mengejar. Sedangkan wanita yang masih terkejut menatap Hana. "Gini Han, kan Mama sama Papamu belum nikah. Jadi Papa gak boleh lihat Mama pake baju terbuka gini. Kecuali kalau udah nikah, baru boleh," jelas wanita.Walau napas wanita itu masih terengah dan dada berebar ia menjawab pertamyaan Hana dengan lancar. Mendengar jawaban dari Mamanya, dia menganggukan kepala."Oh iya, ayo Mah! Kita ke butik Grandma sama jalan-jalan," ajak gadis itu. Maira mengerutkan kening mendengar ajakan gadis itu. Ia segera menggeleng tanda penolak. "Ini pasti suruhan Grandma, ya. Bilang aja ke Grandma, gak usah kasih pakaian lagi. Ini aja banyak yang belum ke pak
Mata wanita itu melebar kala mendengar bisikan lelaki tersebut. Sedangkan Hafiz menyeringai, hanya cara ini agar tidak canggung dengan sang calon istri. "Grandma bukan mau kasih baju lagi sama kamu, tapi kita bakal fiting baju dulu buat acara nikahan sama pre wedding. Terus habis setelah fitting baju baru kita nyari cincin sambil jalan-jalan," jelas Hafiz. Perempuan yang akan dinikahi beberapa hari lagi menganggukan kepala. Ia terus menatap respon wanita itu. "Kalau gitu ayo! Jangan buat Mama menunggu," ujar Maira.Hafiz hanya memutarkan bola matanya lalu saat hendak masuk ke mobil seseorang memanggil. Membuat mereka menoleh dan mengeryitkan alis. "Hallo, Tuan Hafiz. Senang bisa ketemu Anda, saya denger kalau sahabat istri saya itu adalah calon istri Tuan Hafiz. Selamat ya," ujar suami Kayla. Lelaki itu memeluk pinggang istrinya sambil menyodorkan tangan ke arah Hafiz. Melihat hal tersebut, Hafiz menoleh menatap Maira dan melihat sang calon istri mengangguk."Oh iya, jangan lupa
Maira membekam mulutnya takut tertawa melihat reaksi menggelikan lelaki yang dikemudi itu. Melihat wanita tersebut di kaca, ia melotot saat menoleh ke belakang. Membuat Maira segera menunduk. "Bibir Papanya agak kering, Sayang. Makanya gitu, mendingan kamu bobo aja, nanti kalau udah sampe butik Grandma, Papa bangunin." Gadis kecil itu mengangguk karena memang saat malam bergadang menonton disney. Dengan cepat Hana terlelap di di samping Maira, wanita tersebut spontan membelai rambut calon anak sambungnya. "Awas aja kamu cuma numpahin kasih sayang ke Hana cuma pas kita belum nikah aja," sungut Hafiz pelan. Wanita tersebut langsung mendongak menatap Hafiz lalu mencebik kesal. "Memang aku pas ketemu Hana pura-pura sayang gitu? Tau Hana anakmu aja kagak." Ia membalas dengan nada sinis walau suaranya pelan. Mendengar ucapan wanita itu dia mengedikan bahu. "Mana tau, kan. Udahlah, kamu tidur gih! Kayanya masih ngantuk, emang lagi malam ngapain sih," balas lelaki itu. Walau dengan
Maira mengangguk dengan lesu, ia menuruti perkataan Anggrek. Mereka melangkah bersamaan masuk ke butik."Ayo ke ruangan Mama, kayanya Hafiz di sana deh," ujar wanita itu.Wanita yang menggendong calon anak sambungnya itu mengangguk. Jalan wanita itu sedikit mengampit paha, membuat Anggrek yang melihat mengeryitkan alis."Kamu kenapa, Ra? Kok jalannya gitu," tanya Anggrek. Maira mendekati Anggrek dan memberikan sesuatu. Mendengar perkataan sang calon menantu, wanita itu membulatkan mata. "Kenapa gak bilang dari tadi, sini biar Hana, Mama gendong. Kamu langsung ke toilet aja," ucap Anggrek.Anggrek langsung mengambil alih Hana, wanita itu segera menunjukan di mana toilet berada. Dengan cepat perempuan tersebut melangkah ke arah yang ditunjukan Anggrek."Akhirnya ketemu juga, butik Mama luas banget deh," kata perempuan itu.Wanita itu segera memasuki toilet dan menutup pintu lalu lekas melaksanakan hajatnya. Tak berselang lama, terdengar suara pintu terbuka disamping. "Huh! Nyebelin b
Maira mengembuskan napas saat ditegur seperti itu. Apalagi melihat Thania mendekat dengan seringai di bibir. "Ampun ... dia pasti mau mempermalukanku," batin Maira.Wanita yang tadi menegur Maira kembali bersuara. "Mbak, denger perkataanku gak sih! Jangan bikin emosi dong," sungut pegawai itu.Maira kembali menatap pegawai itu lalu menganggukan kepala. "Iya denger kok," sahut Maira.Thania yang baru saja sampai langsung menyambar."Mendingan usir dia aja, Mbak. Dia itu orang miskin, palingan ke sini cuma mau foto terus pamer di sosial media."Mendengar perkataan Thania, mata pegawai itu langsung berubah sinis. "Iya, kayanya orang kismin deh, dia tadi dilihat cuma keliling aja gak liat pakaian di sini, bahkan buat nanya hargapun enggak," sinis pegawai itu.Maira memutarkan bola mata malas mendengar perkataan pegawai tersebut. "Saya ke sini mau fitting baju sama calon suami saya," jelas Maira.Pegawai itu tertawa mendengar perkataan Maira. Wanita yang berstatus calon menantu Anggre
"Mas," panggil wanita itu.Dia tidak menanggapi, lelaki itu melangkah lebar dan mengambil kunci. Maira hendak mengejar tetapi sangat kesulitan. "Jangan tunggu aku! Aku gak bakal pulang," seru lelaki itu. Pria tersebut menutup pintu dengan kencang, Maira menatap nanar adegan di depannya. Lalu berusaha mendekati benda tersebut dan membuka, terlihat kendaraan roda empat milik Hafiz telah melaju."Mas ...."Anggrek segera mendekati menantunya lalu mengusap pundak wanita tersebut. "Sayang, tenangin diri kamu. Jangan begini, kamu lagi hamil lho," seru wanita itu.Maira langsung memeluk sang mertua dan menangis tersedu-sedu. Sedangkan Hana masih syok karena kemarahan Hafiz. Gadis kecil itu bergegas mendekati Maira dan memeluk wanita tersebut. "Mama, jangan nangis. Nanti biar Hana bantuin minta maaf sama Papa," ujar gadis itu.Wanita paling tua dari mereka langsung membelai puncuk kepala Hana. Sedangkan Maira segera memeluk anak sambungnya. Anggrek segera mengajak sang menantu untuk masuk
Setelah berkata demikian wanita itu langsung mematikan sambungan telepon, tanpa mendengarkan perkataan sang suami. Sedangkan Hafiz hanya menggelengkan kepala lalu mengetik pesan pada Maira. [Makanan udah mateng, kamu turun makan dulu. Susu juga udah aku buatin,] [Karna kamu gak mau ketemu, aku ke kantor aja kalau gitu ya.]Mata Maira melebar membaca deretan pesan sang suami. Dengan berusaha secepat mungkin ia turun dari ranjang lalu melangkah membuka pintu. Mulutnya baru saja hendak berteriak tetapi, terhenti kala seseorang menarik membuat wanita itu tertarik ke pelukan lalu terhalang perut. "Haha ... untung di depannya bantal, kalau bukan perutku pasti sakit."Lelaki itu ikut terbahak karena ucapan sang istri. Setelah melihat Maira memegang perut, pria tersebut menebak jika Maira merasa sakit akibat tertawa. Ia segera memperintah untuk berhenti."Udah, jangan ketawa mulu. Nanti perutmu sakit, mendingan ayo makan," ajak Hafiz.Dia menganggukan kepala lalu ikut melangkah bersama san
Seharian ini lelaki itu dikerjain sang istri, ia didandani seperti ibu hamil. Tetapi keletihan tersebut tergantikan dengan tawa bahagia sang istri."Yang ... udah ya, aku udah ngerasain kok ini. Capek banget baru beberapa jam juga, udah ya aku lepasin semua," pinta Hafiz. Maira yang tertawa langsung cemberut, wanita itu menggelengkan kepalanya. Membuat Hafiz mendapatkan tanggapan tersebut menghela napas. "Ya udah kalau gak boleh, sekarang kita makan yuk! Aku lapar nih," ajak lelaki itu.Wanita itu mengangguk lalu dibantu berdiri oleh sang suami. Ia menggenggam tangan lelaki tersebut kala terulur, dan melangkah bersama ke ruang makan. Terlihat meja yang hanya tersaji buah-buahan, Maira segera duduk di kursi dan Hafiz lekas melihat isi kulkas. "Mau makan apa, Yang?" tanya Hafiz.Semenjak Bi Wati sudah tidak bekerja, lelaki itu mulai belajar memasak kembali. Karena dia sangat sulit percaya dengan orang lain, dan hanya menyuruh pembantu membereskan kediaman saja. Kalau memasak itu ad
Maira akhirnya menelepon nomor handphone Maira, telepon langsung tersambung. Wanita itu segera bertanya pada tetapi ia terdiam kala jawaban dari yang mengangkat."Kamu bohong kan, padahal seminggu yang lalu aku telepon sama Bibi lho," pekik wanita itu. Anggrek yang mendengar teriakan Maira terkejut, bahkan Hana yang terlelap terbangun. Gadis kecil itu kaget kala melihat Mama sambungnya menangis sangat kencang."Ada apa, Ra? Siniin handphonenya!" pinta wanita itu.Dia langsung merebut handphone itu karena tak kunjung diberikan oleh Maira. Hana membantu menenangkan wanita tersebut yang terus menangis tersedu-sedu. Sedangkan Anggrek sekarang tau kenapa menantunya menangis sampai begini. "Makasih ya, kalau gitu saya matiin teleponnya."Setelah mematikan sambungan telepon tersebut, Anggrek segera menelepon handphone anaknya. Hafiz yang memilih bekerja melirik benda pipih itu lalu mengeryitkan alis saat snag Mama menelepon."Kebiasaan banget," gerutu lelaki itu. Hafiz segera mengangkat t
Lima hari berlalu, keinginan Wati untuk pensiun tidak bisa dicegah. Kini mereka tengah mengantarkan wanita itu untuk kembali ke kampung. Hana yang mengetahui hal tersebut terus memeluk perempuan paruh baya ini. "Bibi ... kenapa Bibi pulang, apa Bibi gak sayang sama Hana. Apa Hana nakal bikin Bibi marah," cerocos gadis tersebut. Sesampai di kediaman wanita itu, Hana sudah terlelap karena kelelahan menangis. "Jaga kesehatan ya kalian," ucap Wati.Mereka menganggukan kepala sebagai jawaban, lalu segera pamit karena Hafiz hendak kembali ke kantor. "Maaf mengganggu waktu kalian jadinya," tutur wanita itu. Hafiz dan Maira langsung menggeleng, lalu wanita yang suka dipangil Neng oleh Wati itu memeluk perempuan tersebut."Pokoknya nanti Bibi harus angkat telepon aku," rengek Maira. Wati hanya menganggukan kepala pelan, lalu mereka segera pulang. Hana yang terbangun tidak mendapati perempuan yang menjaganya sangat lama itu menangis kembali. Maira berusaha menenangkan Hana.*** Waktu te
Maira bernapas lega setelah menaruh kue ulang tahun itu ke kulkas. Suara telepon terdengar, Wati terkejut karena hal tersebut. Ia mengelus dada sedangkan Hana tertawa melihat keterkejutan sang pengasuh. "Tuan Hafiz yang nelepon, Neng," lapor Wati. Maira menyuruh wanita ituhmengangkat telepon Hafiz. Sedangkan dia menyuruh sang supir untuk memarkirkan kendaraan di garasi. "Bi! Udah ditangkep belum hewan itu, pokoknya harus di tangkep ya, Bi!" seru lelaki itu. Terdengar suara lelaki itu sedikit gemetar. Wati merasa bersalah karena hal tersebut. "Udah ketangkep Tuan, Tuan bisa keluar sekarang. Nyonya Maira juga udah pulang nih," balas Wati.Hafiz langsung mematikan sambungan telepon, lalu tak lama lelaki itu keluar dari kamar. Tubuh pria tersebut masih gemetar. "Sini Mas, kamu takut banget ya."Lelaki itu menganggukan kepala, ia mendekati Maira dan duduk di tengah-tengah para perempuan. Mereka segera memeluk pria tersebut."Kita peluk nih, Pah. Papa jangan takut lagi ya," ucap Han
Maira menyipitkan mata mendengar suara Thania. "Beneran kamu Nia? Kok bisa kamu ngemis gini, emang harta Mas Reyhan habis?" tanya wanita itu. Mendengar deretan pertanyaan Maira, wanita itu langsung menatap sinis sang mantan teman."Gak usah pura-pura gak tau, kamu! Aku begini gara-gara kamu. Pasti kamu bilang kalau anakku bukan anak Mas Reyhan, kan! Kamu menghasut dia kan," sentak wanita itu.Alis Maira sampai menyatu mendengar sentakan wanita di hadapannya ini. "Dia tau kalau kamu bukan hamil anaknya? Lagian emang bukan anak Mas Reyhan, kan. Ngaku aja kamu, karena Mas Reyhan itu mandul.""Lagian main nuduh aja, aku gak pernah ketemu dia semenjak menikah. Hidupku udah bahagia, Nia, ngapain ngurusin kalian. Kita jalani masing-masing aja," lontar Maira. Setelah mengatakan hal itu semua mobil melaju, Maira segera menyuruh sang supir agar menjalankan kendaraan roda empat ini. Sedangkan Hana, gadis kecil tersebut mengeluarkan suara."Mah, Tante-Tante yang tadi itu yang pernah ngomelin
Mendapatkan notifikasi balasan dari istrinya, ia segera membaca lalu mengelus dada kala mendapatkan deretan permintaan istrinya lagi. "Kenapa gak minta beliin aja sih, Yang. Kamu demen banget buat aku nyobain hal baru," keluh lelaki itu."Untung cinta, kalau enggak. Huh ...."Hafiz langsung bangkit dari duduknya lalu melangkah menuju dapur. Wati yang mau keluar, terkejut dengan kedatangan sang majikan yang tiba-tiba."Kenapa jalan Tuan gak kedengaran suara," lontar wanita itu. Pria tersebut tidak menjawab, malah helaan napas yang terdengar. Wati mengerutkan kening kala sang majikan mengambil cobek dan ulekan. "Bi, ini gimana caranya buat sambel rujak?" tanya Hafiz. Mendengar pertanyaan Hafiz, Wati segera melihat kulkas mengambil bahan untuk membuat rujak. "Tuan pengen ngerujak? Sini biar saya aja yang bikinin," ucap Wati. Lelaki itu menggeleng, lalu menganggukan kepala saat paham. "Ini biar saya yang siapin ya, terus Tuan yang ulek," lontar perempuan tersebut. Hafiz hanya meng
Hafiz langsung menyuruh Wati untuk tidak mengatakan hal itu. Ia segera bangkit dan melangkah keluar, dia lekas menoleh menatap wanita tersebut. "Kamu ikut, Bi. Sekalian videoin sebagai bukti kalau aku yang beneran minta mangga itu ke pemiliknya," ajak pria tersebut. Wati langsung menganggukan kepala, ia segera mengeluarkan benda pipih miliknya dan menvideokan lelaki itu yang melangkah. Saat sampai di kediaman sang tetangga, Hafiz segera memencet bel. Pintu terbuka terlihat seorang wanita yang perkiraan lebih muda dari pengasuh Hana. "Boleh minta tolong panggilin pemilik rumah ini gak," pinta Hafiz. Wanita itu mengerutkan keningnya tetapi menganggukan kepala mengiyakan permintaan Hafiz. Dia pamit sebentar untuk memanggil sang majikan. Beberapa menit kemudian, keluar seorang wanita yang lebih tua dari perempuan tadi. "Ada apa ya, Hafiz?" tanya wanita itu. Hafiz menundukan kepala dan mengatur napasnya. Sedangkan wanita paruh baya itu mengerutkan kening melihat pembantu pria tersebu