Maira membekam mulutnya takut tertawa melihat reaksi menggelikan lelaki yang dikemudi itu. Melihat wanita tersebut di kaca, ia melotot saat menoleh ke belakang. Membuat Maira segera menunduk. "Bibir Papanya agak kering, Sayang. Makanya gitu, mendingan kamu bobo aja, nanti kalau udah sampe butik Grandma, Papa bangunin." Gadis kecil itu mengangguk karena memang saat malam bergadang menonton disney. Dengan cepat Hana terlelap di di samping Maira, wanita tersebut spontan membelai rambut calon anak sambungnya. "Awas aja kamu cuma numpahin kasih sayang ke Hana cuma pas kita belum nikah aja," sungut Hafiz pelan. Wanita tersebut langsung mendongak menatap Hafiz lalu mencebik kesal. "Memang aku pas ketemu Hana pura-pura sayang gitu? Tau Hana anakmu aja kagak." Ia membalas dengan nada sinis walau suaranya pelan. Mendengar ucapan wanita itu dia mengedikan bahu. "Mana tau, kan. Udahlah, kamu tidur gih! Kayanya masih ngantuk, emang lagi malam ngapain sih," balas lelaki itu. Walau dengan
Maira mengangguk dengan lesu, ia menuruti perkataan Anggrek. Mereka melangkah bersamaan masuk ke butik."Ayo ke ruangan Mama, kayanya Hafiz di sana deh," ujar wanita itu.Wanita yang menggendong calon anak sambungnya itu mengangguk. Jalan wanita itu sedikit mengampit paha, membuat Anggrek yang melihat mengeryitkan alis."Kamu kenapa, Ra? Kok jalannya gitu," tanya Anggrek. Maira mendekati Anggrek dan memberikan sesuatu. Mendengar perkataan sang calon menantu, wanita itu membulatkan mata. "Kenapa gak bilang dari tadi, sini biar Hana, Mama gendong. Kamu langsung ke toilet aja," ucap Anggrek.Anggrek langsung mengambil alih Hana, wanita itu segera menunjukan di mana toilet berada. Dengan cepat perempuan tersebut melangkah ke arah yang ditunjukan Anggrek."Akhirnya ketemu juga, butik Mama luas banget deh," kata perempuan itu.Wanita itu segera memasuki toilet dan menutup pintu lalu lekas melaksanakan hajatnya. Tak berselang lama, terdengar suara pintu terbuka disamping. "Huh! Nyebelin b
Maira mengembuskan napas saat ditegur seperti itu. Apalagi melihat Thania mendekat dengan seringai di bibir. "Ampun ... dia pasti mau mempermalukanku," batin Maira.Wanita yang tadi menegur Maira kembali bersuara. "Mbak, denger perkataanku gak sih! Jangan bikin emosi dong," sungut pegawai itu.Maira kembali menatap pegawai itu lalu menganggukan kepala. "Iya denger kok," sahut Maira.Thania yang baru saja sampai langsung menyambar."Mendingan usir dia aja, Mbak. Dia itu orang miskin, palingan ke sini cuma mau foto terus pamer di sosial media."Mendengar perkataan Thania, mata pegawai itu langsung berubah sinis. "Iya, kayanya orang kismin deh, dia tadi dilihat cuma keliling aja gak liat pakaian di sini, bahkan buat nanya hargapun enggak," sinis pegawai itu.Maira memutarkan bola mata malas mendengar perkataan pegawai tersebut. "Saya ke sini mau fitting baju sama calon suami saya," jelas Maira.Pegawai itu tertawa mendengar perkataan Maira. Wanita yang berstatus calon menantu Anggre
Wanita itu menatap dengan mata melebar dan alis terangkat, bahkan kini tangannya berpindah menutup mulut mendengar suara bosnya. Maira melost speaker benda pipih tersebut, sedangkan Thania mendengar dan melihat adegan di hadapan dengan pandangan tak percaya bahkan mulutnya terbuka saking syok."Mama, aku ada masalah. Aku pegawai Mama yang ngelarang aku masuk ke ruangan, bahkan dia mau mengusirku. Apa yang harus aku lakuin Mah? Bisa Mama keluar dulu biar dia percaya kalau aku calon menantu Mama," ujar Maira.Maira menekan kata calon menantu, membuat wanita itu tanpa sadar tubuhnya bergetar. Sedangkan perempuan yang dibantu dia matanya melebar menatap Maira. "Kalau gitu Mama keluar, padahal Mama udah kasih tau kalau hari ini khusus Hafiz dan kamu aja yang fitting gaun pengantin," balas Anggrek. Perempuan yang berstatus calon istri Hafiz itu mengulas senyum. Sedangkan para pengunjung langsung mengalihkan pandangan saat Maira menoleh. Sahabat Thania segera menarik wanita hamil tersebut
Dia langsung menundukkan kepala, meremas pakaian yang dipakai. Sedangkan Anggrek langsung memegang bahu anaknya, membuat lelaki tersebut melengos. "Tenangkan amarahmu, Fiz. Mama tau kamu kesel dengan tingkah dia," seru Anggrek. Lelaki itu mengembuskan napas kasar lalu melangkah ke belakang mensejajarkan dengan calon istrinya. "Ayo ikut saya ke ruangan lain!" perintah Anggrek. Mendengar bosnya berkata demikian, wanita itu langsung menjatuhkan lutut lalu memegang kaki perempuan yang melahirkan Hafiz."Bos ... Tolong jangan pecat saya, saya masih butuh uang." Dia mengeluarkan tangisan, sedangkan Anggrek menampilkan riak datar. Ia tidak terlihat tersentuh atau membenci. Bibirnya bahkan membentuk garis datar. "Menurutmu apa kelakuanmu itu masih pantas dimaafkan dan tidak dipecat?" "Apa kamu tidak mendengar peraturan di sini? Atau kamu gak kasih tau Kakak iparmu, Farah," seru Anggrek. Ia tadinya tidak menatap siapapun, kini tatapannya jatuh pada wanita yang meminta agar Qila masuk.
Saat namanya disebut lelaki itu mendelik. Sedangkan Anggrek meringis mendengar ucapan calon menantunya. "Gak tau, Ra. Mama sekarang lagi malas banget aja gitu," jawab wanita itu. Anggrek langsung mendapatkan ceramahan calon menantu. Setelah itu Maira segera memesan makanan lewat aplikasi go food, ia lekas menyodorkan pesanannya tersebut. "Malas banget, Ra," keluh wanita itu. Maira memutarkan bola matanya, ia terus memaksa Anggrek agar makan. Akhirnya wanita tersebut melahap makanan yang dibelikan calon menantu. Setelah itu mereka mulai sibuk fitting gaun pengantin. Celoteh Hana menemani mereka, dua jam berlalu akhirnya mendapatkan yang sesuai selera. Gadis kecil itu langsung mengajak kedua manusia tersebut untuk pergi jalan-jalan. "Jangan lupa beli cincin lho, Fiz!" Pria tersebut menganggukkan kepala, mereka menikmati waktu bertiga. Sedangkan di tempat lain, Thania tengah meluapkan amarahnya. Wanita itu tengah mencecar sang suami di telepon. "Jadi bener kata Maira, kamu gak se
Dia segera bergegas pergi dan hanya mengirim pesan ke istrinya. Setelah itu memasukan benda pipih ke saku dengan sesekali melirik sertifikat di tangannya. "Aku bakal gadaian ini," gumam lelaki itu. Syafa yang memang membawa ponsel di sakunya. Saat merasa benda pipih tersebut bergetar segera memeriksa. Ia mengembuskan napas dan mematikan kompor. Lutut wanita itu terasa lemah seperti jeli, berjongkok dan menutup wajah menangis pilu. "Syafa, kamu di mana?" Teriakan Ibunya membuat dia semakin nangis menjadi. Mendengar suara tangisan sang anak, Devi segera berlari ke arah dapur dan menemukan Syafa tengah duduk di lantai dengan memeluk lutut dan wajahnya berurai air mata. "Kenapa kamu ada di sini, Fa? Ayo sini Ibu bantuin buat bangun, kamu harus banyak-banyak istirahat," seru wanita itu. Devi memapah sang anak, sedangkan Syafa masih terus menangis. Setelah membantu wanita itu untuk duduk selonjoran di depan rumah, ia ikut mendaratkan bokong di samping perempuan tersebut. "Kenapa kamu
"Ngapain kamu ke sini, Mbak!" sinis Devi.Terdengar helaan napas Dewi sangat berat. Ia langsung menaruh rantang di lantai. "Tadinya mau sambil nginep di sini bantu kamu, tapi karena kamu ngomongan Mbak begitu kayanya gak jadi deh. Biar ucapanmu jadi kenyataan, dan ... Ini Mbak bawa makanan buat kamu, mau dimakan atau enggak itu terserah. Yang penting Mbak masih peduli sama keponakan, Mbak," sahut wanita itu. Dia langsung melangkah pergi sedangkan semua langsung menatapnya. Melihat kepergian wanita itu, salah satu yang hanya diam dari tadi mengeluarkan suara. "Kalian ini kalau belum ada buktinya jangan main bergosip aja napa! Kalau gak sesuai sama kenyataan itu jatuhnya fitnah," lontar wanita tersebut. Perempuan tersebut langsung pamit, ia melangkah pergi ke kediamannya. Karena rumah wanita itu hanya berjarak beberapa langkah dari milik Devi. "Kami pamit dulu kalau gitu, kerjaan rumah belum selesai," ucap salah satu dari mereka. Akhirnya semua pulang ke kediaman masing-masing, ki
"Mas," panggil wanita itu.Dia tidak menanggapi, lelaki itu melangkah lebar dan mengambil kunci. Maira hendak mengejar tetapi sangat kesulitan. "Jangan tunggu aku! Aku gak bakal pulang," seru lelaki itu. Pria tersebut menutup pintu dengan kencang, Maira menatap nanar adegan di depannya. Lalu berusaha mendekati benda tersebut dan membuka, terlihat kendaraan roda empat milik Hafiz telah melaju."Mas ...."Anggrek segera mendekati menantunya lalu mengusap pundak wanita tersebut. "Sayang, tenangin diri kamu. Jangan begini, kamu lagi hamil lho," seru wanita itu.Maira langsung memeluk sang mertua dan menangis tersedu-sedu. Sedangkan Hana masih syok karena kemarahan Hafiz. Gadis kecil itu bergegas mendekati Maira dan memeluk wanita tersebut. "Mama, jangan nangis. Nanti biar Hana bantuin minta maaf sama Papa," ujar gadis itu.Wanita paling tua dari mereka langsung membelai puncuk kepala Hana. Sedangkan Maira segera memeluk anak sambungnya. Anggrek segera mengajak sang menantu untuk masuk
Setelah berkata demikian wanita itu langsung mematikan sambungan telepon, tanpa mendengarkan perkataan sang suami. Sedangkan Hafiz hanya menggelengkan kepala lalu mengetik pesan pada Maira. [Makanan udah mateng, kamu turun makan dulu. Susu juga udah aku buatin,] [Karna kamu gak mau ketemu, aku ke kantor aja kalau gitu ya.]Mata Maira melebar membaca deretan pesan sang suami. Dengan berusaha secepat mungkin ia turun dari ranjang lalu melangkah membuka pintu. Mulutnya baru saja hendak berteriak tetapi, terhenti kala seseorang menarik membuat wanita itu tertarik ke pelukan lalu terhalang perut. "Haha ... untung di depannya bantal, kalau bukan perutku pasti sakit."Lelaki itu ikut terbahak karena ucapan sang istri. Setelah melihat Maira memegang perut, pria tersebut menebak jika Maira merasa sakit akibat tertawa. Ia segera memperintah untuk berhenti."Udah, jangan ketawa mulu. Nanti perutmu sakit, mendingan ayo makan," ajak Hafiz.Dia menganggukan kepala lalu ikut melangkah bersama san
Seharian ini lelaki itu dikerjain sang istri, ia didandani seperti ibu hamil. Tetapi keletihan tersebut tergantikan dengan tawa bahagia sang istri."Yang ... udah ya, aku udah ngerasain kok ini. Capek banget baru beberapa jam juga, udah ya aku lepasin semua," pinta Hafiz. Maira yang tertawa langsung cemberut, wanita itu menggelengkan kepalanya. Membuat Hafiz mendapatkan tanggapan tersebut menghela napas. "Ya udah kalau gak boleh, sekarang kita makan yuk! Aku lapar nih," ajak lelaki itu.Wanita itu mengangguk lalu dibantu berdiri oleh sang suami. Ia menggenggam tangan lelaki tersebut kala terulur, dan melangkah bersama ke ruang makan. Terlihat meja yang hanya tersaji buah-buahan, Maira segera duduk di kursi dan Hafiz lekas melihat isi kulkas. "Mau makan apa, Yang?" tanya Hafiz.Semenjak Bi Wati sudah tidak bekerja, lelaki itu mulai belajar memasak kembali. Karena dia sangat sulit percaya dengan orang lain, dan hanya menyuruh pembantu membereskan kediaman saja. Kalau memasak itu ad
Maira akhirnya menelepon nomor handphone Maira, telepon langsung tersambung. Wanita itu segera bertanya pada tetapi ia terdiam kala jawaban dari yang mengangkat."Kamu bohong kan, padahal seminggu yang lalu aku telepon sama Bibi lho," pekik wanita itu. Anggrek yang mendengar teriakan Maira terkejut, bahkan Hana yang terlelap terbangun. Gadis kecil itu kaget kala melihat Mama sambungnya menangis sangat kencang."Ada apa, Ra? Siniin handphonenya!" pinta wanita itu.Dia langsung merebut handphone itu karena tak kunjung diberikan oleh Maira. Hana membantu menenangkan wanita tersebut yang terus menangis tersedu-sedu. Sedangkan Anggrek sekarang tau kenapa menantunya menangis sampai begini. "Makasih ya, kalau gitu saya matiin teleponnya."Setelah mematikan sambungan telepon tersebut, Anggrek segera menelepon handphone anaknya. Hafiz yang memilih bekerja melirik benda pipih itu lalu mengeryitkan alis saat snag Mama menelepon."Kebiasaan banget," gerutu lelaki itu. Hafiz segera mengangkat t
Lima hari berlalu, keinginan Wati untuk pensiun tidak bisa dicegah. Kini mereka tengah mengantarkan wanita itu untuk kembali ke kampung. Hana yang mengetahui hal tersebut terus memeluk perempuan paruh baya ini. "Bibi ... kenapa Bibi pulang, apa Bibi gak sayang sama Hana. Apa Hana nakal bikin Bibi marah," cerocos gadis tersebut. Sesampai di kediaman wanita itu, Hana sudah terlelap karena kelelahan menangis. "Jaga kesehatan ya kalian," ucap Wati.Mereka menganggukan kepala sebagai jawaban, lalu segera pamit karena Hafiz hendak kembali ke kantor. "Maaf mengganggu waktu kalian jadinya," tutur wanita itu. Hafiz dan Maira langsung menggeleng, lalu wanita yang suka dipangil Neng oleh Wati itu memeluk perempuan tersebut."Pokoknya nanti Bibi harus angkat telepon aku," rengek Maira. Wati hanya menganggukan kepala pelan, lalu mereka segera pulang. Hana yang terbangun tidak mendapati perempuan yang menjaganya sangat lama itu menangis kembali. Maira berusaha menenangkan Hana.*** Waktu te
Maira bernapas lega setelah menaruh kue ulang tahun itu ke kulkas. Suara telepon terdengar, Wati terkejut karena hal tersebut. Ia mengelus dada sedangkan Hana tertawa melihat keterkejutan sang pengasuh. "Tuan Hafiz yang nelepon, Neng," lapor Wati. Maira menyuruh wanita ituhmengangkat telepon Hafiz. Sedangkan dia menyuruh sang supir untuk memarkirkan kendaraan di garasi. "Bi! Udah ditangkep belum hewan itu, pokoknya harus di tangkep ya, Bi!" seru lelaki itu. Terdengar suara lelaki itu sedikit gemetar. Wati merasa bersalah karena hal tersebut. "Udah ketangkep Tuan, Tuan bisa keluar sekarang. Nyonya Maira juga udah pulang nih," balas Wati.Hafiz langsung mematikan sambungan telepon, lalu tak lama lelaki itu keluar dari kamar. Tubuh pria tersebut masih gemetar. "Sini Mas, kamu takut banget ya."Lelaki itu menganggukan kepala, ia mendekati Maira dan duduk di tengah-tengah para perempuan. Mereka segera memeluk pria tersebut."Kita peluk nih, Pah. Papa jangan takut lagi ya," ucap Han
Maira menyipitkan mata mendengar suara Thania. "Beneran kamu Nia? Kok bisa kamu ngemis gini, emang harta Mas Reyhan habis?" tanya wanita itu. Mendengar deretan pertanyaan Maira, wanita itu langsung menatap sinis sang mantan teman."Gak usah pura-pura gak tau, kamu! Aku begini gara-gara kamu. Pasti kamu bilang kalau anakku bukan anak Mas Reyhan, kan! Kamu menghasut dia kan," sentak wanita itu.Alis Maira sampai menyatu mendengar sentakan wanita di hadapannya ini. "Dia tau kalau kamu bukan hamil anaknya? Lagian emang bukan anak Mas Reyhan, kan. Ngaku aja kamu, karena Mas Reyhan itu mandul.""Lagian main nuduh aja, aku gak pernah ketemu dia semenjak menikah. Hidupku udah bahagia, Nia, ngapain ngurusin kalian. Kita jalani masing-masing aja," lontar Maira. Setelah mengatakan hal itu semua mobil melaju, Maira segera menyuruh sang supir agar menjalankan kendaraan roda empat ini. Sedangkan Hana, gadis kecil tersebut mengeluarkan suara."Mah, Tante-Tante yang tadi itu yang pernah ngomelin
Mendapatkan notifikasi balasan dari istrinya, ia segera membaca lalu mengelus dada kala mendapatkan deretan permintaan istrinya lagi. "Kenapa gak minta beliin aja sih, Yang. Kamu demen banget buat aku nyobain hal baru," keluh lelaki itu."Untung cinta, kalau enggak. Huh ...."Hafiz langsung bangkit dari duduknya lalu melangkah menuju dapur. Wati yang mau keluar, terkejut dengan kedatangan sang majikan yang tiba-tiba."Kenapa jalan Tuan gak kedengaran suara," lontar wanita itu. Pria tersebut tidak menjawab, malah helaan napas yang terdengar. Wati mengerutkan kening kala sang majikan mengambil cobek dan ulekan. "Bi, ini gimana caranya buat sambel rujak?" tanya Hafiz. Mendengar pertanyaan Hafiz, Wati segera melihat kulkas mengambil bahan untuk membuat rujak. "Tuan pengen ngerujak? Sini biar saya aja yang bikinin," ucap Wati. Lelaki itu menggeleng, lalu menganggukan kepala saat paham. "Ini biar saya yang siapin ya, terus Tuan yang ulek," lontar perempuan tersebut. Hafiz hanya meng
Hafiz langsung menyuruh Wati untuk tidak mengatakan hal itu. Ia segera bangkit dan melangkah keluar, dia lekas menoleh menatap wanita tersebut. "Kamu ikut, Bi. Sekalian videoin sebagai bukti kalau aku yang beneran minta mangga itu ke pemiliknya," ajak pria tersebut. Wati langsung menganggukan kepala, ia segera mengeluarkan benda pipih miliknya dan menvideokan lelaki itu yang melangkah. Saat sampai di kediaman sang tetangga, Hafiz segera memencet bel. Pintu terbuka terlihat seorang wanita yang perkiraan lebih muda dari pengasuh Hana. "Boleh minta tolong panggilin pemilik rumah ini gak," pinta Hafiz. Wanita itu mengerutkan keningnya tetapi menganggukan kepala mengiyakan permintaan Hafiz. Dia pamit sebentar untuk memanggil sang majikan. Beberapa menit kemudian, keluar seorang wanita yang lebih tua dari perempuan tadi. "Ada apa ya, Hafiz?" tanya wanita itu. Hafiz menundukan kepala dan mengatur napasnya. Sedangkan wanita paruh baya itu mengerutkan kening melihat pembantu pria tersebu