Maira langsung bergegas menutup pintu dan berlari ke dapur. Segera menyiapkan makanan dan terus menoleh melihat jam dinding. Dewi melangkah keluar kamar karena ingin buang air kecil dan mengeryitkan alis kala melihat tingkah anaknya yang selalu melirik benda yang berada di tembok."Kenapa Maira ngeliatin jam terus, sampe gak enggeh aku yang lewat sini. Sibuk banget masak sama nengokin arah jarum jam," batin wanita itu. Kala hendak bertanya, wanita itu malah buang gas. Membuat dirinya langsung memegang perut, sedangkan Maira menoleh dan segera membekam bibir agar tidak tertawa. Dewi segera berlari ke bilik mandi dan karena tidak tahan Maira terbahak."Aduh ... perutku sakit," kata wanita itu. Lalu kala mencium bau hangus, ia langsung menoleh ke wajan dan segera mengangkat tempe yang lumayan gosong. "Yah ... gosong, pasti ini aku dapet karma karna ngetawain Ibu," ujarnya. Ia segera melakukan pekerjaannya lagi, beberapa menit kemudian. Dewi keluar dari bilik mandi dan memilih lesehan
Wanita itu mengambil napas sangat banyak lalu mengembuskan dengan terburu-buru. Ia lekas bangkit dan mengambil benda pipih, segera menelepon Hafiz. Tetapi, lelaki tersebut sudah beberapa kali ditelepon masih belum diangkat."Kayanya Tuan sibuk, kalau gitu aku kirim pesan aja. Kasih tau kalau Nyonya ada disini," ucapnya. [Tuan, yang datang ngejemput itu Nyonya, gimana ini? Aku bingung.] Setelah mengirim pesan, Maira langsung menoleh mendengar panggilan dari Hana. Gadis kecil itu berdiri di tengah pintu Maira segera mendekat dan menarik Hana untuk masuk ke kamarnya."Hana jangan berdiri di sana, kalau kata ibu mama, pamali," tegur Maira.Hana mengerutkan dahi tetapi mengangguk kan kepala mengiyakan teguran salon Mamanya."Tapi, pamali itu apa Mah?" tanya perempuan kecil itu.Perempuan itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal, mendengar pertanyaan gadis kecil di hadapannya. "Mendingan kita ke luar aja, takut Mamanya Papa kamu nunggu lama," ajak Maira.Hana menganggukan kepala lalu men
Memiringkan kepala sambil menyipitkan mata. "Emang kenapa, Mah?" tanya gadis itu. Sedangkan Anggrek baru saja membuka pintu dan ia menatap cucu dan calon menantunya. "Kalian lagi bahas apa," lontar Anggrek. Wanita itu langsung mendaratkan bokong di kursi depan. Lalu menyuruh supir segera melajukan kendaraan roda empat ini."Eum ... itu, Grandma. Kata Mama, Hana gak boleh sembarangan cium orang. Apalagi kalau cowok," lapor Hana. Anggrek menoleh mendengar perkataan Hana dan menganggukan kepala. "Emang bener kata Mamamu, ini. Jangan asal cium sembarangan orang." Hana mengangguk tanda paham, lalu dia mulai mengoceh memecahkan keheningan di sana. Ia terus mengajak berbicara Anggrek dan Maira. Sedangkan di tempat lain, mata Hafiz membulat mendapati pesan dari sang calon istri. "Haduh ... kenapa Mama yang turun tangan," keluh lelaki itu. Lelaki itu segera mengirim pesan pada Maira dan ia mengembuskan napas kasar karena pekerjaan masih ada yang belum dikerjakan. [Sekarang apa kamu u
Maira membulatkan matanya terkejut dengan perkataan Anggrek. Ia langsung menggeleng lalu tanpa sadar memegang lengan wanita tersebut. "Saya gak bermaksud gitu, Nyonya," kata wanita itu. Wajah Anggrek berubah datar, ia menatap lurus memandang Maira. "Bahkan kamu pake bahasa formal? Memang kita rekan kerja, dan segala panggil Nyonya. Memang kamu bawahan Mama."Mendengar itu pundak Maira melemas, pandangan mata menatap ke bawah. Bibir perempuan tersebut membentuk garis lurus, tidak tahan dengan calon menantunya, Anggrek menyemburkan tawa. Membuat Maira melihat heran. "Udah, kamu rileks sedikit bisa gak? Mama gak bakal gigit kamu kok. Tenang aja," ucap wanita itu. Anggrek menepuk bahu Maira, membuat wanita itu masih kebingungan. Perempuan tersebut segera merangkul calon istri anaknya dan mengajak melangkah menuju dapur. "Gak usah tegang, kan udah Mama bilangin. Lagian ... emang kamu lagi masuk master chef sampe tegang gitu. Oh iya, jangan panggil Nyonya, panggil Mama aja sama kaya H
Hafiz menggelengkan kepala dengan tingkah orang tuanya. "Apa sekarang Mama ganti hoby? Yang dulu hoby ngoleksi tas sekarang koleksi handphone." Ia mengembuskan napas lega karena jam setengah enam pekerjaan telah selesai. Bergegas merapikan barang bawaan lalu melangkah keluar. Para pegawai menyapa sang pemilik perusahaan dan Hafiz hanya menganggukan kepala sebagai jawaban. "Moga aja gak macet, biar bisa secepetnya ke rumah, Mama," gumam lelaki itu. Sedangkan di tempat lain, Maira terkejut kala sebuah box handphone disodorkan padanya. "Ini buat apa, Mah? Mama nyuruh Maira unboxing buat cek handphone bagus atau enggak?" tanya wanita itu pelan. Anggrek hanya menghela napas lalu wanita itu menaruh box yang berisi ponsel di atas meja. Sedangkan Hana tengah asik memainkan games di handphone. "Itu buat kamu, Mama sedih banget lihat kamu masih pake handphone jelek gitu," balas Anggrek. Maira menatap tak percaya dengan perkataan Anggrek lalu ia melihat handphonenya yang tergeletak di so
Semua menoleh kala mendengar suara Hafiz yang memanggil nama sang calon istri. Sesampainya di dekat Maira, ia langsung memegang bahu wanita tersebut lalu pandangan menatap wajah perempuan tersebut walau dengan napas lumayan terengah-engah. "Kamu gak papa kan?" tanya lelaki itu.Maira terkejut dengan tindakan calon suaminya, bahkan kini wanita itu menatap Hafiz tanpa berkedip. Karena tidak mendapatkan jawaban dari calon istrinya, ia membuat perempuan tersebut agar berdiri lalu memutar-mutar tubuh Maira. "Aduh ... stop Tuan, kepala saya pusing," pinta Maira. Lelaki itu segera menghentikan memutar tubuh Maira. Sedangkan perempuan tersebut menggelengkan kepala dan memegang kening yang terasa pening. Melihat tingkah mereka, Anggrek mengulum senyum."Kamu ini, ya! Fiz. Sampe segitunya emang Mama mau ngapain Maira, kamu khawatir keterlaluan banget lho," lontar Anggrek. Hafiz langsung menoleh mendengar sang Mama berbicara, ia menghela napas lalu melepaskan tangannya yang memegang bahu Mai
Maira ikut menatap Hafiz, lelaki itu langsung bangkit kala sang Mama berkata demikian."Mama gak usah ngada-ngada deh, mendingan makanannya dihabisin. Habis itu aku anter pulang dia, jangan kemalaman bawa anak orang," sela Hafiz. Anggrek hanya menyeringai mendengar perkataan anaknya. Ia langsung mendaratkan bokong ke kursi lagi lalu menarik tangan Hafiz agar ikut duduk. "Kamu gak perlu musingin itu, karena Mama udah izin sama calon besan kalau Maira bakal nginep di sini. Malam ini pokoknya khusus girl time," ujar Anggrek. Mata lelaki itu melebar mendengar perkataan Mamanya. Sedangkan Maira terkejut juga dengan ucapan Anggrek. "Kalian gak perlu kaget gitu," kata wanita tersebut. Mendengar perkataan Anggrek, lelaki itu langsung menoleh menatap Maira. Lalu Hafiz segera memandang wanita yang melahirkannya. "Berarti Mama pasti gak ngomong dulu sama Maira, kan. Mama ini main putusin sesuka hati aja," seru lelaki itu. Maira langsung melirik sinis Hafiz dan tertangkap basah oleh Anggre
Waktu berlalu begitu cepat, kini masa iddah Maira telah usai. Bahkan sudah beberapa bulan ia menerima akte cerai. Semenjak dirinya menginap di kediaman Anggrek, wanita tersebut terus mengajak jalan-jalan."Sayang, hari ini Hafiz bakal jemput kamu. Kita bakal bicarain soal pernikahan kamu," seru Anggrek.Mata wanita itu membulat, ia sangat terkejut karena baru saja selesai masa iddah. Anggrek telah membicarakan hal tersebut, tetapi karena tidak mau mengecewakan ia mengiyakan perkataan wanita yang melahirkan calon suaminya."Siap, Mah. Kalau gitu Maira bakal siap-siap," balas wanita itu.Setelah mengatakan demikian, Anggrek langsung pamit untuk mematikan sambungan telepon. Wanita tersebut bergegas ke bilik mandi untuk membersihkan diri, lalu memakai pakaian di ruangan untuk tidur. Suara deru mobil terdengar, membuat ia yang tengah dandan mengintip di kaca jendela kamar."Kok gak pake mobil biasanya? Ini kaya mobil Mas Reyhan," gumam Maira. Wanita itu mengeryitkan alis lalu memilih tid
"Mas," panggil wanita itu.Dia tidak menanggapi, lelaki itu melangkah lebar dan mengambil kunci. Maira hendak mengejar tetapi sangat kesulitan. "Jangan tunggu aku! Aku gak bakal pulang," seru lelaki itu. Pria tersebut menutup pintu dengan kencang, Maira menatap nanar adegan di depannya. Lalu berusaha mendekati benda tersebut dan membuka, terlihat kendaraan roda empat milik Hafiz telah melaju."Mas ...."Anggrek segera mendekati menantunya lalu mengusap pundak wanita tersebut. "Sayang, tenangin diri kamu. Jangan begini, kamu lagi hamil lho," seru wanita itu.Maira langsung memeluk sang mertua dan menangis tersedu-sedu. Sedangkan Hana masih syok karena kemarahan Hafiz. Gadis kecil itu bergegas mendekati Maira dan memeluk wanita tersebut. "Mama, jangan nangis. Nanti biar Hana bantuin minta maaf sama Papa," ujar gadis itu.Wanita paling tua dari mereka langsung membelai puncuk kepala Hana. Sedangkan Maira segera memeluk anak sambungnya. Anggrek segera mengajak sang menantu untuk masuk
Setelah berkata demikian wanita itu langsung mematikan sambungan telepon, tanpa mendengarkan perkataan sang suami. Sedangkan Hafiz hanya menggelengkan kepala lalu mengetik pesan pada Maira. [Makanan udah mateng, kamu turun makan dulu. Susu juga udah aku buatin,] [Karna kamu gak mau ketemu, aku ke kantor aja kalau gitu ya.]Mata Maira melebar membaca deretan pesan sang suami. Dengan berusaha secepat mungkin ia turun dari ranjang lalu melangkah membuka pintu. Mulutnya baru saja hendak berteriak tetapi, terhenti kala seseorang menarik membuat wanita itu tertarik ke pelukan lalu terhalang perut. "Haha ... untung di depannya bantal, kalau bukan perutku pasti sakit."Lelaki itu ikut terbahak karena ucapan sang istri. Setelah melihat Maira memegang perut, pria tersebut menebak jika Maira merasa sakit akibat tertawa. Ia segera memperintah untuk berhenti."Udah, jangan ketawa mulu. Nanti perutmu sakit, mendingan ayo makan," ajak Hafiz.Dia menganggukan kepala lalu ikut melangkah bersama san
Seharian ini lelaki itu dikerjain sang istri, ia didandani seperti ibu hamil. Tetapi keletihan tersebut tergantikan dengan tawa bahagia sang istri."Yang ... udah ya, aku udah ngerasain kok ini. Capek banget baru beberapa jam juga, udah ya aku lepasin semua," pinta Hafiz. Maira yang tertawa langsung cemberut, wanita itu menggelengkan kepalanya. Membuat Hafiz mendapatkan tanggapan tersebut menghela napas. "Ya udah kalau gak boleh, sekarang kita makan yuk! Aku lapar nih," ajak lelaki itu.Wanita itu mengangguk lalu dibantu berdiri oleh sang suami. Ia menggenggam tangan lelaki tersebut kala terulur, dan melangkah bersama ke ruang makan. Terlihat meja yang hanya tersaji buah-buahan, Maira segera duduk di kursi dan Hafiz lekas melihat isi kulkas. "Mau makan apa, Yang?" tanya Hafiz.Semenjak Bi Wati sudah tidak bekerja, lelaki itu mulai belajar memasak kembali. Karena dia sangat sulit percaya dengan orang lain, dan hanya menyuruh pembantu membereskan kediaman saja. Kalau memasak itu ad
Maira akhirnya menelepon nomor handphone Maira, telepon langsung tersambung. Wanita itu segera bertanya pada tetapi ia terdiam kala jawaban dari yang mengangkat."Kamu bohong kan, padahal seminggu yang lalu aku telepon sama Bibi lho," pekik wanita itu. Anggrek yang mendengar teriakan Maira terkejut, bahkan Hana yang terlelap terbangun. Gadis kecil itu kaget kala melihat Mama sambungnya menangis sangat kencang."Ada apa, Ra? Siniin handphonenya!" pinta wanita itu.Dia langsung merebut handphone itu karena tak kunjung diberikan oleh Maira. Hana membantu menenangkan wanita tersebut yang terus menangis tersedu-sedu. Sedangkan Anggrek sekarang tau kenapa menantunya menangis sampai begini. "Makasih ya, kalau gitu saya matiin teleponnya."Setelah mematikan sambungan telepon tersebut, Anggrek segera menelepon handphone anaknya. Hafiz yang memilih bekerja melirik benda pipih itu lalu mengeryitkan alis saat snag Mama menelepon."Kebiasaan banget," gerutu lelaki itu. Hafiz segera mengangkat t
Lima hari berlalu, keinginan Wati untuk pensiun tidak bisa dicegah. Kini mereka tengah mengantarkan wanita itu untuk kembali ke kampung. Hana yang mengetahui hal tersebut terus memeluk perempuan paruh baya ini. "Bibi ... kenapa Bibi pulang, apa Bibi gak sayang sama Hana. Apa Hana nakal bikin Bibi marah," cerocos gadis tersebut. Sesampai di kediaman wanita itu, Hana sudah terlelap karena kelelahan menangis. "Jaga kesehatan ya kalian," ucap Wati.Mereka menganggukan kepala sebagai jawaban, lalu segera pamit karena Hafiz hendak kembali ke kantor. "Maaf mengganggu waktu kalian jadinya," tutur wanita itu. Hafiz dan Maira langsung menggeleng, lalu wanita yang suka dipangil Neng oleh Wati itu memeluk perempuan tersebut."Pokoknya nanti Bibi harus angkat telepon aku," rengek Maira. Wati hanya menganggukan kepala pelan, lalu mereka segera pulang. Hana yang terbangun tidak mendapati perempuan yang menjaganya sangat lama itu menangis kembali. Maira berusaha menenangkan Hana.*** Waktu te
Maira bernapas lega setelah menaruh kue ulang tahun itu ke kulkas. Suara telepon terdengar, Wati terkejut karena hal tersebut. Ia mengelus dada sedangkan Hana tertawa melihat keterkejutan sang pengasuh. "Tuan Hafiz yang nelepon, Neng," lapor Wati. Maira menyuruh wanita ituhmengangkat telepon Hafiz. Sedangkan dia menyuruh sang supir untuk memarkirkan kendaraan di garasi. "Bi! Udah ditangkep belum hewan itu, pokoknya harus di tangkep ya, Bi!" seru lelaki itu. Terdengar suara lelaki itu sedikit gemetar. Wati merasa bersalah karena hal tersebut. "Udah ketangkep Tuan, Tuan bisa keluar sekarang. Nyonya Maira juga udah pulang nih," balas Wati.Hafiz langsung mematikan sambungan telepon, lalu tak lama lelaki itu keluar dari kamar. Tubuh pria tersebut masih gemetar. "Sini Mas, kamu takut banget ya."Lelaki itu menganggukan kepala, ia mendekati Maira dan duduk di tengah-tengah para perempuan. Mereka segera memeluk pria tersebut."Kita peluk nih, Pah. Papa jangan takut lagi ya," ucap Han
Maira menyipitkan mata mendengar suara Thania. "Beneran kamu Nia? Kok bisa kamu ngemis gini, emang harta Mas Reyhan habis?" tanya wanita itu. Mendengar deretan pertanyaan Maira, wanita itu langsung menatap sinis sang mantan teman."Gak usah pura-pura gak tau, kamu! Aku begini gara-gara kamu. Pasti kamu bilang kalau anakku bukan anak Mas Reyhan, kan! Kamu menghasut dia kan," sentak wanita itu.Alis Maira sampai menyatu mendengar sentakan wanita di hadapannya ini. "Dia tau kalau kamu bukan hamil anaknya? Lagian emang bukan anak Mas Reyhan, kan. Ngaku aja kamu, karena Mas Reyhan itu mandul.""Lagian main nuduh aja, aku gak pernah ketemu dia semenjak menikah. Hidupku udah bahagia, Nia, ngapain ngurusin kalian. Kita jalani masing-masing aja," lontar Maira. Setelah mengatakan hal itu semua mobil melaju, Maira segera menyuruh sang supir agar menjalankan kendaraan roda empat ini. Sedangkan Hana, gadis kecil tersebut mengeluarkan suara."Mah, Tante-Tante yang tadi itu yang pernah ngomelin
Mendapatkan notifikasi balasan dari istrinya, ia segera membaca lalu mengelus dada kala mendapatkan deretan permintaan istrinya lagi. "Kenapa gak minta beliin aja sih, Yang. Kamu demen banget buat aku nyobain hal baru," keluh lelaki itu."Untung cinta, kalau enggak. Huh ...."Hafiz langsung bangkit dari duduknya lalu melangkah menuju dapur. Wati yang mau keluar, terkejut dengan kedatangan sang majikan yang tiba-tiba."Kenapa jalan Tuan gak kedengaran suara," lontar wanita itu. Pria tersebut tidak menjawab, malah helaan napas yang terdengar. Wati mengerutkan kening kala sang majikan mengambil cobek dan ulekan. "Bi, ini gimana caranya buat sambel rujak?" tanya Hafiz. Mendengar pertanyaan Hafiz, Wati segera melihat kulkas mengambil bahan untuk membuat rujak. "Tuan pengen ngerujak? Sini biar saya aja yang bikinin," ucap Wati. Lelaki itu menggeleng, lalu menganggukan kepala saat paham. "Ini biar saya yang siapin ya, terus Tuan yang ulek," lontar perempuan tersebut. Hafiz hanya meng
Hafiz langsung menyuruh Wati untuk tidak mengatakan hal itu. Ia segera bangkit dan melangkah keluar, dia lekas menoleh menatap wanita tersebut. "Kamu ikut, Bi. Sekalian videoin sebagai bukti kalau aku yang beneran minta mangga itu ke pemiliknya," ajak pria tersebut. Wati langsung menganggukan kepala, ia segera mengeluarkan benda pipih miliknya dan menvideokan lelaki itu yang melangkah. Saat sampai di kediaman sang tetangga, Hafiz segera memencet bel. Pintu terbuka terlihat seorang wanita yang perkiraan lebih muda dari pengasuh Hana. "Boleh minta tolong panggilin pemilik rumah ini gak," pinta Hafiz. Wanita itu mengerutkan keningnya tetapi menganggukan kepala mengiyakan permintaan Hafiz. Dia pamit sebentar untuk memanggil sang majikan. Beberapa menit kemudian, keluar seorang wanita yang lebih tua dari perempuan tadi. "Ada apa ya, Hafiz?" tanya wanita itu. Hafiz menundukan kepala dan mengatur napasnya. Sedangkan wanita paruh baya itu mengerutkan kening melihat pembantu pria tersebu