Tak terasa dua bulan sudah berlalu begitu saja. Akhirnya hari yang ditunggu Putri beserta seluruh kru film Balada Gadis Nelayan pun tiba.
Hari ini mereka mengadakan Gala Premiere di salah satu bioskop ternama di ibu kota sedangkan filmnya sendiri bakal tayang di semua bioskop dua hari lagi.Untuk acara ini, para pemeran diminta datang dengan kendaraan dan kostum sendiri. Untunglah Putri punya 'orang besar' di belakang layar, sehingga keperluannya sudah diurus jauh-jauh hari."Kak, ada aksesoris lain yang mau ditambahkan?"Suara penata rias bikin Putri berhenti dari kegiatan mengira-ngira jumlah rupiah yang dikeluarkan Arya untuk membeli semua perlengkapannya malam ini."Nggak ada, Kak. Begini saja sudah bagus. Terlalu banyak aksesoris bikin dress-nya jadi tak menarik nanti." Putri berkilah padahal alasan sebenarnya karena dia memang tidak punya perhiasan apapun yang layak ditampilkan di depan umum.Rupanya pendapat ini justrPutri hanya geleng-geleng saat menyadari betapa tidak bertanggung jawabnya pria tengil itu. Setelah membuatnya terlibat perang berdarah-darah dengan Marion, dia malah kabur begitu saja.Dengan cepat dia mengetik pesan balasan. [Sebaiknya kamu di sini, aku takut digigit]Yang lantas dibalas Arya dengan emotikon hati. Bosan, akhirnya Putri memutuskan menutup ponsel lalu menyudahi acara makannya. Sambil lalu dia mendenga percakapan antara Marion dan asisten Johan. Keduanya terlibat pembicaraan seru layaknya teman akrab. Ketika Putri masih asyik menguping sambil mengamati sekeliling, tiba-tiba Marion menatapnya. "Selamat, ya. Kamu pantas jadi bintang di acara ini."Terang saja, Putri agak kaget. Pasalnya, Marion selama ini selalu merendahkan dia namun sekarang tiba-tiba mengulurkan tangan. Agak ragu, Putri menyambutnya walau cuma berani menyentuh ujung jari Marion. Bukannya berniat mau sombong, ini semata mekan
Keributan di Gala Premiere menggelinding bagai bola panas, dan yang paling banyak mendapat sorotan tentu saja Putri Maharani. Setidaknya, ada tiga hal yang pantas membuatnya jadi bintang acara. Pertama : Datang dengan gaun termahal karya perancang ternama, kedua : Memasuki ruang perjamuan bergandengan dengan Arya Bharata, lajang paling diincar kaum borjuis di tanah air. Terakhir, ibu dan saudara tiri datang, namun dia tak menyambut mereka dengan ramah. Dan berita terakhir ini jadi pukulan telak bagi reputasinya yang mulai membaik. Seperti biasa, komentar jahat para netizen mulai membanjiri media sosial resminya. [@chocopie : tak kusangka dibalik wajah cantik, tersimpan hati yang dingin][@lala_land : once a bitch, forever will be a bitch][@iron_man : Malin Kundang versi cewek][@beautiful_paradise: apa gunanya banyak uang tapi durhaka sama ibu sendiri. Disambar petir, baru tahu rasa!][ ... ]Putri
"Putri! Kamu ngapain?"Teriakan Arya menyentak Putri dari lamunannya hingga pisau buah yang sudah dalam genggaman, jatuh ke lantai beralas karpet bulu. Sigap, Arya langsung menghampiri Putri dan memeluk tubuh ramping itu dalam dekapannya. Hati Arya yang biasanya keras, kini dipenuhi emosi yang dalam. "Sweetheart, ada aku di sini, jangan menanggungnya sendiri, tolong... ."Detik ini, perasaan Arya terhadap Heru campur aduk. Disatu sisi dia benci dengan pria itu karena tak bisa diandalkan pada saat sulit, namun di sisi lain dia juga senang. Peluangnya untuk mendekati Putri, jadi terbuka lebar. "Putri, kamu dengar aku? Jangan menanggungnya sendirian."Bahu ringkih dalam dekapannya makin bergetar disertai isak tangis yang menghebat. "Tapi... aku sudah lelah Arya. Aku... mau menyerah saja. Rasanya... hidupku selalu kembali ke titik nol.""Tidak, kamu tak begitu. Kamu hebat."Sebisa mungkin, Arya berusaha
"... seperti yang kalian lihat, begitu terpojok, puteri saya langsung bawa-bawa hukum. Dia jelas tahu bahwa ibunya cuma manusia tak berpendidikan, tapi kenapa... ."Pernyataan ini ditutup oleh tangis pilu yang lain, seolah Dahlia punya stok air mata yang melimpah. Dan respon terakhir sang ibu memutus rasa apapun yang masih tersisa di hati Putri. Berurai air mata, dia menelepon pamannya yang tinggal di kampung. Mendengar penuturannya, kakak ibunya itu marah bukan main. "Kamu jangan menangis lagi. Maafkan Paman dan nenek yang tidak mendidik ibumu dengan baik. Tenanglah, kita hadapi ini sama-sama."Perkataan pamannya meneguhkan hati Putri. Hatinya menghangat sebab pada saat sulit ini, masih ada kerabat yang berpihak padanya. "Nenek jangan sampai tahu, Paman. Kasihan beliau... ." Putri berkata ketika mengingat neneknya yang sudah dalam kondisi sakit-sakitan. Lewat telepon, pamannya di seberang sana menukas geram. "Bagai
Tak menunggu lama, besoknya Dahlia Mustika membuat pengumuman lewat media sosial milik kedua puterinya. "Saya Dahlia Mustika meminta maaf pada seluruh khalayak karena cerita bohong yang sudah tersebar luas di jagad maya. Saya hanya khilaf, tergiur uang yang ditawarkan seseorang berinisial PM. Setelah ini saya mau tobat dan pulang kampung... ."Sekali lagi dunia hiburan bergejolak. Selain sibuk mengumpat Dahlia dan kedua anak tirinya, netizen juga mulai mencari-cari identitas asli pemilik inisial PM yang disebut-sebut Dahlia. Sebagian menebak Putri Marion, namun segera dibantah yang lain sebab citra aktris tenar itu terlalu murni di mata penggemarnya. Selain itu, Dahlia juga tak menyebutkan profesi manusia dengan inisial tersebut. Siapa yang tahu, oknum itu dari kalangan selebritis atau bukan? Netizen yang sudah terlanjur penasaran, mulai mengulik kampung asal Dahlia. Rencananya, mereka akan beramai-ramai kesana dan menyogok wanita serakah itu a
Sesudah peristiwa mengejutkan kemarin, Putri tak lagi tinggal di kontrakan lamanya. Dengan rayuan standar, dia berhasil membuat Arya mencarikan apartemen di bilangan elit. Yang paling penting lokasinya pun strategis, dekat ke kampus juga ke kantor Arda Pictures. "Kelihatannya waktu luangmu terlalu banyak, hingga masih sempat mampir kemari," tegurnya pada Arya yang sudah selonjoran di sofa miliknya padahal hari masih terbilang pagi. "Habis mau bagaimana lagi, Sweetheart? Kita ini tetangga. Harus menjalin silaturahmi."Putri nyaris menyemburkan jus jeruk dari mulutnya. Secara teknis mereka memang tetangga. Bukan, ini bukan kebetulan. Tapi Arya memang sengaja membeli satu unit di sebelahnya ketika tahu Putri bakal pindah. Semuanya demi status tetangga. Dan Arya yang laknat memanfaatkan statusnya dengan baik. Setiap ada kesempatan dia selalu mampir ke rumah Putri. Entah numpang makan, minum, rebahan, dan alasan klise lainnya. Me
Hari yang dinanti Putri pun tiba. Ajang penghargaan yang diselenggarakan tahunan oleh Magna Vision kembali terulang. Sebagai pioner di industri perfilman dalam negeri, ajang ini merupakan yang paling bergengsi diantara yang lain. Sejak sore Putri sudah bersiap dan karena sekarang dirinya bukan lagi selebritis miskin, banyak brand yang sudah menawarkan produk mereka untuk dia pakai di ajang tersebut. "Kak, kenapa tidak jadi pakai tas yang itu?" Asisten yang ditugaskan Mira bertanya penasaran saat mempersiapkan Putri untuk ajang bergengsi ini. "Tak usah, terlalu mencolok. Aku tak suka."Setelah menyahut singkat, Putri memilih tas dengan model yang lebih sederhana tapi dari brand pesaing Mon Troser. Benar, tas pertama yang ditunjuk oleh asisten tadi adalah produk terbaru Mon Troser. Sejak seminggu lalu, toko tempat dia pernah bekerja itu sudah mengirim sampel produk mereka agar bisa dipakai Putri secara gratis di perhelatan ber
Cepat-cepat Putri menjauh, ketika tiba-tiba bunyi berdebam terdengar nyaring di atas panggung. Rupanya Marion sengaja memegang mikrofon agak longgar sehingga ketika benda itu nyaris di tangan Putri, dia akan menjatuhkannya. Trik yang brilian untuk memberi kesan bahwa Putri cuma gadis udik yang bakal grogi bila mendapat sorotan. Sayangnya, Marion salah prediksi. Bagi manusia yang pernah ikut bela diri, kecepatan dan ketelitian sudah jadi DNA kedua mereka. Untunglah, siaran live di selalu mundur beberapa detik dari yang sebenarnya sehingga kameramen punya waktu mengalihkan fokus ke sudut lain, bila hal darurat terjadi. Putri tersenyum ke arah host pria dan meminta mikrofon dengan sopan. Dia segera mengucapkan kata sambutan agar momen memalukan tadi tak membuat acara jadi buyar. "Terima kasih kepada Tuhan atas berkat dan pertolongan-Nya saya bisa sampai kemari, terima kasih kepada nenek dan paman, ... dan tak lupa terima kasih
"Sebaiknya, si Putri jangan tinggal bersama kita."Duarr! Kata-kata ini seperti geledek yang menyambar di siang bolong bagi telinga gadis kecil yang tengah meringkuk ketakutan dalam kamar tidurnya. "Tapi Pa, dia masih kecil. SD saja belum tamat.""Dia kan sudah sepuluh tahun, harusnya sudah bisa mengurus diri sendiri."Gadis kecil itu mengusap air matanya yang jatuh berderai. Percakapan antara ibu dan ayah tirinya bagai godam yang memukul telinganya bertalu-talu. Sejak ibunya menikah lagi, dia sudah seperti orang asing di rumah sendiri. Padahal rumah yang mereka tempati ini, ibunya yang beli. Ayah dan kedua saudara tirinya yang menumpang tinggal. Tapi kenapa sekarang... "Lantas kemana Putri mesti pergi, Pa?"Suara ibunya terdengar sendu, meragu. Namun dia yakin satu hal. Sebentar lagi beliau bakal mengambil keputusan yang berpihak pada ayah tirinya. Sudah setahun belakangan, situasi mereka selalu b
Sementara itu Marion yang sudah lama menghilang dari sorotan kamera, kini sedang duduk berhadapan dengan seseorang di sebuah kafe kecil di bandara. Wanita yang duduk di depannya tak lain Marion Shelby, yang sekejap lagi akan terbang ke Amerika karena dideportasi akibat skandal penipuan saham yang dia lakukan bersama Aryo. "Mion, you shouldn't leave me here. Bring me along with you," pintanya untuk kesekian kali. "Mereka semua sudah membuangku... bahkan... bahkan perempuan jalang itu konon akan menikah dengan Arya, Mom."Wajah cantik Shelby menatap puterinya datar. "Why should I? Kamu tak akan bertahan di sana dengan sikap manja itu. That bitch has taught you so well," geramnya. Marion terkesima. Kata bitch pada kalimat ibunya jelas mengacu pada nyonya Mahendra. "Kenapa Mion bilang begitu? Beliau selalu baik dan memberi semua keinginanku.""Stupid lass. Gara-gara itulah kamu tumbuh jadi gadis manja dan sombong. Selalu merasa d
Besoknya, setelah pengumuman resmi kembalinya puteri yang hilang, Dewa langsung membawa Putri menuju perusahaan kosmetik milik keluarga Mahendra. "Kamu siap untuk tugas pertamamu?" selidiknya ketika mereka sudah mencapai ambang pintu. "Siap, Papa."Jawaban Putri yang mantap membuat Dewa tersenyum puas. Rasanya, semakin mengenal Putri, dia makin bangga. Meski lahir dan dibesarkan ditengah kaum jelata, puterinya bisa menyesuaikan diri dengan cepat. Dewa tak tahu saja bila semua yang diraih Putri saat ini merupakan hasil kerja keras selama bertahun-tahun, termasuklah didalamnya pelatihan etika dan kepribadian. Ruang pertemuan sudah dihadiri semua petinggi perusahaan, hingga Putri yang tadinya sudah siap nyaris gugup. " .... untuk selanjutnya Putri Maharani akan menjabat sebagai presiden direktur yang baru dari Mayapada Beauty." Dewa Mahendra menutup sambutannya dan tepukan riuh langsung bergema memenuhi ruangan. Perbe
Satu minggu kemudian, keluarga Mahendra mengumumkan kembalinya puteri kandung mereka yang hilang. "... seperti yang kalian tahu selama ini kami mengadopsi Putri Marion dari mantan istri almarhum adikku, Marion Shelby. Sebabnya tak lain karena puteri kandung kami hilang akibat tipu muslihat yang keji ... waktu itu dia masih orok yang baru keluar dari rahim istriku. Gara-gara ini pula, istriku tak berani lagi mengandung. Kehilangan puteri bungsu membuatnya trauma. Siapa sangka, pertemuan tak disengaja akhirnya membuat kami bisa bertemu lagi ... ."Sambutan ini diucapkan dengan penuh haru bahkan sampai menitikkan air mata. Putri yang diminta berdiri di salah satu sudut tersembunyi hanya bisa menatap takjub kemampuan akting kedua manusia di depan sana. Puteri yang hilang katanya? Padahal untuk memaksa nyonya Mahendra agar mau mengangkat dirinya sebagai puteri yang hilang itu, Dewa harus memberi kompensasi. Deva akan tetap jadi satu-satunya pewaris
Walau suaranya terdengar mantap, sejujurnya Putri sangat hancur di dalam. Kalau bukan karena memaksa diri agar kuat, dia sudah pasti menangis detik ini. Dewa menarik nafas panjang dan menatap Putri serius, "sesudah itu apa? Kamu mau kembali hidup luntang-lantung sendirian? Jadi objek hinaan semua orang? Putri, aku tak akan membiarkan darah Mahendra diinjak-injak begitu saja."Putri tertawa sangat keras. Ya! Apa yang penting bagi Dewa bukanlah dirinya atau ibunya atau siapapun melainkan nama keluarganya, Mahendra. "Persetan dengan namamu! Aku bahkan jijik harus memiliki DNA-mu dalam tubuhku," sahutnya begitu tawa pahit itu usai. "Kalau begitu, manfaatkan aku. Kamu membenciku, kan? Kenapa harus membiarkan aku hidup tanpa beban setelah menghadirkanmu ke dunia?"Sekarang Putri makin bingung. Sejak tadi dirinya sudah bertindak sangat kurang ajar namun Dewa tidak murka sedikit pun. Dia justru memberikan persuasi yang masuk akal. La
"Kamu yakin mau pergi begitu saja, Putri?"Suara Claudia menarik Putri kembali ke dunia nyata. Sejak tadi dia memang masih gamang, tapi mau bagaimana lagi? Rasanya sudah terlalu lelah dengan semua masalahnya di sini. "Ya, Kak. Mungkin saja, suasana kampung bakal bikin hidupku lebih happy. Aku sudah muak dengan kekejaman ibu kota. Sepertinya, takdirku memang jadi orang desa," sahut Putri dengan seulas senyum getir di bibirnya. Claudia hanya bisa mendesah pasrah. Setelah memastikan semua bawaan Putri siap, dia pun memeluk wanita yang sudah dianggapnya seperti adik itu. "Jaga dirimu baik-baik, ya. Kamu orang baik, hidup tak akan selamanya kejam."Air mata Putri kembali menitik. Dengan rasa haru dia merangkul sahabatnya dan berpamitan. Sejurus kemudian, dia sudah duduk di dalam taksi menuju stasiun bus. Semalam, setelah melarikan diri dari Arya, Putri langsung menuju kontrakan Claudia. Usai menghabiskan waktu berpikir s
Akhirnya, hari yang mendebarkan itu pun tiba. Arya mengajak Putri bertandang ke kediaman utama keluarga Bharata yang terletak di bilangan elit ibu kota. Begitu mereka sudah di ambang pintu, nyonya Bharata beserta Andini menyambut mereka. "Wah, akhirnya bisa ketemu langsung dengan aktris tenar kita," nyonya Bharata berkata sambil menempelkan pipinya ke wajah Putri. Tak jauh berbeda, Andini juga menyambut ramah mantan mahasiswanya itu. Segera, setelah basa-basi singkat usai, nyonya Bharata langsung menghela mereka semua ke ruang makan. Kesan pertama yang didapat Putri soal nyonya Bharata adalah beliau pribadi yang hangat dan cerdas, persis puterinya, Andini. Sementara tuan Bharata sendiri adalah pengamat yang baik. Sejak tadi beliau tak banyak bicara, namun matanya kedapatan menyorot Putri beberapa kali. Bukan tatapan genit melainkan meneliti. "Jadi, bagaimana perasaanmu setelah memenangkan award di festival film Asia?" Andini yang dud
Kontan idenya ini ditolak Johan mentah-mentah. "Mengapa jadi begitu? Ada lima aktris yang akan audisi untuk peran ini dan kita harus menyaksikan kemampuan mereka berlima."Meski agak cemberut, pria muda itu akhirnya menuruti perkataan sang paman. Ketika Marion sudah selesai dengan aktingnya, Putri yang didaulat untuk maju. Berbeda dengan Marion, Putri memulai adegannya dengan merapikan rok dan seragam, lalu mengusap mata. Setelahnya, dia membuka pintu seolah di tangannya ada anak kunci, lalu menyapa seseorang yang dipanggilnya ibu. Setelah itu, dia membuka pintu yang lain dan berpura-pura menyalakan keran, lalu mengusap tubuhnya berulang-ulang. Matanya dipenuhi keputus-asaan namun tak bisa bercerita pada siapapun. Sebagai gantinya, dia cuma terisak sambil menutup mulut agar ibunya yang sedang duduk di luar ruangan, tidak mendengar apa-apa. Hebatnya, semua lakon Putri ini hanya bermodal imajinasi. Didepannya tak ada pintu, tak ada Ibu, tak ada a
Sesuai janjinya pada Arya mengenai konsep setara, Putri mulai berbenah. Untuk langkah awal, dia mendirikan perusahaan akuntan publik pertamanya, dan sebagai bentuk dukungan, Arya merelakan Arda Pictures sebagai klien pertama. Bila itu belum cukup, dia juga mempengaruhi rekan-rekannya agar mempercayakan laporan keuangan dan masalah perpajakan mereka ke perusahaan pacarnya. Hal ini membuat perusahaan milik Putri langsung mencicip laba di bulan pertama setelah launching. "Wah, ternyata ini enaknya punya kenalan orang dalam," gurau Putri ketika Arya tengah bertandang ke ruang kerjanya. "Itu sudah pasti. Silakan manfaatkan aku sesukamu, Sweetheart." Seperti biasa, Arya langsung menyahut dengan mulut manisnya. Putri mencibir dan tetap fokus menekuni laporan di atas mejanya. Sebagai perusahaan baru, dia belum berani mempercayakan masalah finansial sepenuhnya pada orang lain. "Putri, sekarang bagaimana? Kamu sudah merasa 'sejajar' belum sam