Serta-merta Putri menyalakan senter ponselnya, bersamaan dengan itu dia juga menekan tombol lain yang kelak bisa dipakai membela diri bila terjadi hal tak diinginkan.
"Hai, pak Soni. Ada apa malam-malam ke toilet wanita?"Suara Putri begitu tenang padahal telapak tangannya sudah keringat dingin. Menurut pelajaran yang dia dapat waktu kelas kepribadian kemarin, seharusnya tetap tenang dalam situasi terdesak. Terlebih karena predator macam Soni lebih bernafsu bila mangsanya tampak ketakutan."Hahaha...menarik! Anak ayam kecil itu tidak lagi mencicit."Seraya mengucapkan kalimat ini, Soni mendekat perlahan, mengitari Putri, dan mengendus-endus mirip anjing kelaparan."Tidak usah bertele-tele. Sekarang katakan apa mau Anda?" tegas Putri dingin.Soni berhenti. Dia menatap Putri dalam kegelapan yang kian pekat. Sementara sorot lampu mengarah ke depan, Soni berdiri dengan jarak satu langkah di sisi kanan gadis muda itu."A"Maaf, aku nggak bawa jam, jadi lupa waktu."Sesudah jawaban singkat ini, Putri langsung melangkah, tanpa peduli tatapan tajam Windy. Saat dia kembali ke rumah utama, rupanya makanan sudah tersaji di meja panjang. Tak menunggu lama, Putri langsung menyantap makanan itu secepat yang dia bisa kemudian bergerak menuju lokasi syuting. Adegan kali ini mengambil set di pabrik pembuatan terasi dan ikan asin. Putri akan tampil sebagai buruh pemotong ikan. Untuk kepentingan syuting, dia sudah berlatih menggunakan pisau sejak dua minggu terakhir. Dan hasilnya cukup memuaskan. Dia bisa memotong ikan dengan cepat dan presisi, seperti gadis nelayan pada umumnya. "Bagus sekali, Putri." Sutradara kembali memuji meskipun dia syuting bersama Claudia dan yang lain.Tak bisa dipungkiri, Claudia dan seorang figuran lain nampak kikuk memegang pisau. Beberapa kali tangan mereka nyaris tersayat hingga pengambilan gambar harus take beberapa kali. Us
Mendengar perkataan Putri, sontak Claudia kesal. "Lantas apa? Memangnya apa yang bisa kita buat? Bagaimana kalau dalam upaya menyelamatkan mereka, justru kita yang mati konyol? Ingat, ini wilayah mereka."Penjelasan temannya yang bertubi-tubi membuat Putri sadar bila situasi mereka segenting itu. Dalam hati dia jadi bertanya siapa yang merekomendasikan kampung menyeramkan untuk dijadikan lokasi syuting. "Lantas, kita harus membiarkan mereka begitu saja?" ujarnya masih tak rela. Claudia tak menyahut lagi. Usai menguap panjang, dia menutup muka dengan selimut. "Sudah ya, aku tidur dulu. Ngantuk."Terpaksalah Putri menyudahi cerita sedihnya. Sebab matanya tak kunjung mengantuk, dia membuka gawai lalu melihat pesan balasan pada Heru, ternyata masih centang satu. Sinyal di daerah ini memang payah. Kadang timbul, lebih sering tenggelam, apalagi bila cuaca sedang tidak bersahabat. Makanya sejak di sini, Putri tak pernah bertelepon d
Besoknya, ada cerita yang sedikit berbeda.Hari ini memang jadwalnya Dewi Amor datang untuk syuting adegan terakhir, dimana dia meratap pilu sebab putrinya pulang sebagai buronan setelah membunuh suami yang kerap melakukan tindak KDRT. Namun yang membuat segalanya makin runyam adalah kehadiran Putri Marion dan Lady Sophia pada saat bersamaan. Keduanya akrab seperti teman lama padahal dalam jagat hiburan nasional, perseteruan mereka yang berlarut-larut bukan barang baru. Selain itu, datang pula Produser Direktur (PD) yang tengah naik daun, Armando. Belakangan, acara reality show dan variety show yang diproduksinya mendapat tanggapan positif dan selalu tayang pada jam utama. "Wah, aku seperti di nirwana. Mimpi apa aku semalam sehingga bertemu dua bidadari cantik?" Seperti biasa, Soni menyapa selayaknya bajingan tengil. Bila kata-katanya ini tak mendapat respon apapun dari Putri Marion, beda lagi ceritanya dengan Lady Sophia. Mantan reka
Tentu saja kebahagiaan Armando tak sampai di telinga Marion sebab aktris ternama itu lebih suka menghabiskan waktu dalam van mewahnya. Yang jelas, saat dia turun dari sana untuk melanjutkan proyek reality show, wajahnya sudah tak secerah tadi. Dengan gaya angkuh seperti puteri kerajaan dia memanggil Soni ke dalam van untuk mendiskusikan sesuatu. Tak jelas apa yang mereka bicarakan, namun begitu kembali ke rumah singgah, Soni memberi pengumuman yang mengejutkan semua orang. "... berhubung kita adalah rekan satu tim, maka semua kru dan pemeran yang ambil bagian dalam film Balada Gadis Nelayan akan turut serta dalam reality show ini."Sontak semua kru menunduk lemas namun tak ada yang berani protes sebab mereka tahu persis bila Marion punya pengaruh besar dalam kelangsungan karir mereka. "Dasar nenek lampir! Gara-gara dia, niatku untuk bersantai pupus sudah," gerutu Claudia dalam suara nyaris berbisik. Sementara itu, aktris-aktris lain,
Kedua gadis yang dulunya terkenal sebagai musuh bebuyutan itu mulai berjibaku dengan udang yang beratnya paling satu kilogram. Sesekali mereka saling memuji dan bersenda gurau. Sungguh pemandangan yang manis! "Astaga! Putri kok duduk aja sih di situ, bantuin kita dong."Seperti tadi, Lady Sophia melakukan tugasnya sebagai gadis culas dengan maksimal. Tak banyak bicara, Putri mendekat lalu mulai mengupas udang tersebut satu-persatu. Pertama dia membuang kepalanya, kemudian menekan ujung ekor dan menariknya hingga seluruh cangkang yang tersisa lepas. Tak menunggu lama, semua udang dalam ember sudah terkupas sempurna. Setelah itu dia mengambil pisau dan menyiangi ikan secepat kilat. "Wah, kamu ini artis apa pelayan sih? Kok bisa cepat kerjanya? Padahal menyiangi ikan, lho." Lady Sophia kembali mamerkan ketajaman bibir. Melihat rivalnya sudah diserang sejak tadi, Putri Marion akhirnya turun tangan. "Jangan begitu. Putri punya pe
Akhirnya kita bebas," gumam Putri ketika yang tersisa malam itu tinggal tim yang bertugas dalam pembuatan film. Claudia yang berbaring di sisinya tidak menyahut, justru sibuk mengamati layar gawainya sejak tadi. Padahal sinyal sangat buruk. Sebab tak mendapat tanggapan, Putri memeriksa pesan yang dia kirim pada Arya. Ternyata sudah centang dua namun belum dibaca penerima.Dia membuka game dan streaming video, ternyata tak berhasil. Beberapa kali dicobanya, tetap saja jendela aplikasi sulit dibuka. Akhirnya Putri memutuskan tidur karena matanya tiba-tiba sangat mengantuk. "Bestie... ." Dia berkata lirih namun tak ada sahutan.Tak sabar lagi, diguncangnya bahu Claudia namun temannya itu tak bergeming. Setelah diamati lebih dekat, barulah kelihatan bila Claudia sudah tertidur nyenyak. "Aneh." Putri bergumam pada dirinya sendiri terlebih waktu melihat ketiga rekan yang lain juga tertidur sangat pulas. Pada saa
"Breaking news. Pemirsa, kepala desa beserta sekelompok warga ditangkap atas kasus penculikan dan perdagangan manusia. Peristiwa ini jadi ramai karena mereka juga menyasar sekelompok artis yang sedang syuting di sana ... ."Seorang reporter dengan penampilan rapi memaparkan berita yang bikin geger tanah air, langsung dari kampung nelayan. Putri menatap nanar kepala desa dan warga dengan tangan terborgol, yang jadi background reporter tadi dari dalam mobil milik Arya. Perempua hamil yang disekap kemarin serta beberapa yang lain, terlihat menangis sesenggukan di sisi petugas wanita yang mendampingi mereka.Rencananya, wanita-wanita malang ini akan dipulangkan ke daerah asal sebab mereka adalah korban penculikan yang nyasar kemari karena iming-iming pekerjaan. "Bagaimana perasaanmu, Sayang? Sudah lebih mendingan?" tanya Arya sambil mengelus rambut Putri. Sontak Putri menjauh, kengerian semalam masih terbayang di benaknya. Dia ma
Saat Putri sudah pucat pasi ditengah situasi canggung, tiba-tiba Heru maju mendekati Arya, mengulurkan tangan, dan berkata, "kenalkan, aku Heru. Terima kasih sudah mengantar calon istriku."Arya menatap dengan tangan Heru dengan seringai tipis di wajah, setelah itu tatapannya beralih ke mata Heru. Ada sekian detik kedua pria itu saling tatap, seolah mengukur kekuatan masing-masing, ketika tiba-tiba Arya mencetus, "tak perlu berterima kasih. Aku hanya melakukan hal kecil untuk orang yang berharga."Tanpa menyambut uluran tangan Heru, dia menoleh pada Putri yang tengah memberinya tatapan mematikan. "Kalau begitu, aku pulang dulu Sweetheart, jaga dirimu baik-baik."Usai berpamitan, dia langsung masuk ke mobil, lalu menjauh pergi setelah membunyikan klakson satu kali. Heru segera mendekati Putri yang masih berdiri tegak serupa arca batu. "Rupanya Arya atasanmu? Kenapa tak pernah bilang?""Apa yang mau dibilang? Punya atasan macam A
"Sebaiknya, si Putri jangan tinggal bersama kita."Duarr! Kata-kata ini seperti geledek yang menyambar di siang bolong bagi telinga gadis kecil yang tengah meringkuk ketakutan dalam kamar tidurnya. "Tapi Pa, dia masih kecil. SD saja belum tamat.""Dia kan sudah sepuluh tahun, harusnya sudah bisa mengurus diri sendiri."Gadis kecil itu mengusap air matanya yang jatuh berderai. Percakapan antara ibu dan ayah tirinya bagai godam yang memukul telinganya bertalu-talu. Sejak ibunya menikah lagi, dia sudah seperti orang asing di rumah sendiri. Padahal rumah yang mereka tempati ini, ibunya yang beli. Ayah dan kedua saudara tirinya yang menumpang tinggal. Tapi kenapa sekarang... "Lantas kemana Putri mesti pergi, Pa?"Suara ibunya terdengar sendu, meragu. Namun dia yakin satu hal. Sebentar lagi beliau bakal mengambil keputusan yang berpihak pada ayah tirinya. Sudah setahun belakangan, situasi mereka selalu b
Sementara itu Marion yang sudah lama menghilang dari sorotan kamera, kini sedang duduk berhadapan dengan seseorang di sebuah kafe kecil di bandara. Wanita yang duduk di depannya tak lain Marion Shelby, yang sekejap lagi akan terbang ke Amerika karena dideportasi akibat skandal penipuan saham yang dia lakukan bersama Aryo. "Mion, you shouldn't leave me here. Bring me along with you," pintanya untuk kesekian kali. "Mereka semua sudah membuangku... bahkan... bahkan perempuan jalang itu konon akan menikah dengan Arya, Mom."Wajah cantik Shelby menatap puterinya datar. "Why should I? Kamu tak akan bertahan di sana dengan sikap manja itu. That bitch has taught you so well," geramnya. Marion terkesima. Kata bitch pada kalimat ibunya jelas mengacu pada nyonya Mahendra. "Kenapa Mion bilang begitu? Beliau selalu baik dan memberi semua keinginanku.""Stupid lass. Gara-gara itulah kamu tumbuh jadi gadis manja dan sombong. Selalu merasa d
Besoknya, setelah pengumuman resmi kembalinya puteri yang hilang, Dewa langsung membawa Putri menuju perusahaan kosmetik milik keluarga Mahendra. "Kamu siap untuk tugas pertamamu?" selidiknya ketika mereka sudah mencapai ambang pintu. "Siap, Papa."Jawaban Putri yang mantap membuat Dewa tersenyum puas. Rasanya, semakin mengenal Putri, dia makin bangga. Meski lahir dan dibesarkan ditengah kaum jelata, puterinya bisa menyesuaikan diri dengan cepat. Dewa tak tahu saja bila semua yang diraih Putri saat ini merupakan hasil kerja keras selama bertahun-tahun, termasuklah didalamnya pelatihan etika dan kepribadian. Ruang pertemuan sudah dihadiri semua petinggi perusahaan, hingga Putri yang tadinya sudah siap nyaris gugup. " .... untuk selanjutnya Putri Maharani akan menjabat sebagai presiden direktur yang baru dari Mayapada Beauty." Dewa Mahendra menutup sambutannya dan tepukan riuh langsung bergema memenuhi ruangan. Perbe
Satu minggu kemudian, keluarga Mahendra mengumumkan kembalinya puteri kandung mereka yang hilang. "... seperti yang kalian tahu selama ini kami mengadopsi Putri Marion dari mantan istri almarhum adikku, Marion Shelby. Sebabnya tak lain karena puteri kandung kami hilang akibat tipu muslihat yang keji ... waktu itu dia masih orok yang baru keluar dari rahim istriku. Gara-gara ini pula, istriku tak berani lagi mengandung. Kehilangan puteri bungsu membuatnya trauma. Siapa sangka, pertemuan tak disengaja akhirnya membuat kami bisa bertemu lagi ... ."Sambutan ini diucapkan dengan penuh haru bahkan sampai menitikkan air mata. Putri yang diminta berdiri di salah satu sudut tersembunyi hanya bisa menatap takjub kemampuan akting kedua manusia di depan sana. Puteri yang hilang katanya? Padahal untuk memaksa nyonya Mahendra agar mau mengangkat dirinya sebagai puteri yang hilang itu, Dewa harus memberi kompensasi. Deva akan tetap jadi satu-satunya pewaris
Walau suaranya terdengar mantap, sejujurnya Putri sangat hancur di dalam. Kalau bukan karena memaksa diri agar kuat, dia sudah pasti menangis detik ini. Dewa menarik nafas panjang dan menatap Putri serius, "sesudah itu apa? Kamu mau kembali hidup luntang-lantung sendirian? Jadi objek hinaan semua orang? Putri, aku tak akan membiarkan darah Mahendra diinjak-injak begitu saja."Putri tertawa sangat keras. Ya! Apa yang penting bagi Dewa bukanlah dirinya atau ibunya atau siapapun melainkan nama keluarganya, Mahendra. "Persetan dengan namamu! Aku bahkan jijik harus memiliki DNA-mu dalam tubuhku," sahutnya begitu tawa pahit itu usai. "Kalau begitu, manfaatkan aku. Kamu membenciku, kan? Kenapa harus membiarkan aku hidup tanpa beban setelah menghadirkanmu ke dunia?"Sekarang Putri makin bingung. Sejak tadi dirinya sudah bertindak sangat kurang ajar namun Dewa tidak murka sedikit pun. Dia justru memberikan persuasi yang masuk akal. La
"Kamu yakin mau pergi begitu saja, Putri?"Suara Claudia menarik Putri kembali ke dunia nyata. Sejak tadi dia memang masih gamang, tapi mau bagaimana lagi? Rasanya sudah terlalu lelah dengan semua masalahnya di sini. "Ya, Kak. Mungkin saja, suasana kampung bakal bikin hidupku lebih happy. Aku sudah muak dengan kekejaman ibu kota. Sepertinya, takdirku memang jadi orang desa," sahut Putri dengan seulas senyum getir di bibirnya. Claudia hanya bisa mendesah pasrah. Setelah memastikan semua bawaan Putri siap, dia pun memeluk wanita yang sudah dianggapnya seperti adik itu. "Jaga dirimu baik-baik, ya. Kamu orang baik, hidup tak akan selamanya kejam."Air mata Putri kembali menitik. Dengan rasa haru dia merangkul sahabatnya dan berpamitan. Sejurus kemudian, dia sudah duduk di dalam taksi menuju stasiun bus. Semalam, setelah melarikan diri dari Arya, Putri langsung menuju kontrakan Claudia. Usai menghabiskan waktu berpikir s
Akhirnya, hari yang mendebarkan itu pun tiba. Arya mengajak Putri bertandang ke kediaman utama keluarga Bharata yang terletak di bilangan elit ibu kota. Begitu mereka sudah di ambang pintu, nyonya Bharata beserta Andini menyambut mereka. "Wah, akhirnya bisa ketemu langsung dengan aktris tenar kita," nyonya Bharata berkata sambil menempelkan pipinya ke wajah Putri. Tak jauh berbeda, Andini juga menyambut ramah mantan mahasiswanya itu. Segera, setelah basa-basi singkat usai, nyonya Bharata langsung menghela mereka semua ke ruang makan. Kesan pertama yang didapat Putri soal nyonya Bharata adalah beliau pribadi yang hangat dan cerdas, persis puterinya, Andini. Sementara tuan Bharata sendiri adalah pengamat yang baik. Sejak tadi beliau tak banyak bicara, namun matanya kedapatan menyorot Putri beberapa kali. Bukan tatapan genit melainkan meneliti. "Jadi, bagaimana perasaanmu setelah memenangkan award di festival film Asia?" Andini yang dud
Kontan idenya ini ditolak Johan mentah-mentah. "Mengapa jadi begitu? Ada lima aktris yang akan audisi untuk peran ini dan kita harus menyaksikan kemampuan mereka berlima."Meski agak cemberut, pria muda itu akhirnya menuruti perkataan sang paman. Ketika Marion sudah selesai dengan aktingnya, Putri yang didaulat untuk maju. Berbeda dengan Marion, Putri memulai adegannya dengan merapikan rok dan seragam, lalu mengusap mata. Setelahnya, dia membuka pintu seolah di tangannya ada anak kunci, lalu menyapa seseorang yang dipanggilnya ibu. Setelah itu, dia membuka pintu yang lain dan berpura-pura menyalakan keran, lalu mengusap tubuhnya berulang-ulang. Matanya dipenuhi keputus-asaan namun tak bisa bercerita pada siapapun. Sebagai gantinya, dia cuma terisak sambil menutup mulut agar ibunya yang sedang duduk di luar ruangan, tidak mendengar apa-apa. Hebatnya, semua lakon Putri ini hanya bermodal imajinasi. Didepannya tak ada pintu, tak ada Ibu, tak ada a
Sesuai janjinya pada Arya mengenai konsep setara, Putri mulai berbenah. Untuk langkah awal, dia mendirikan perusahaan akuntan publik pertamanya, dan sebagai bentuk dukungan, Arya merelakan Arda Pictures sebagai klien pertama. Bila itu belum cukup, dia juga mempengaruhi rekan-rekannya agar mempercayakan laporan keuangan dan masalah perpajakan mereka ke perusahaan pacarnya. Hal ini membuat perusahaan milik Putri langsung mencicip laba di bulan pertama setelah launching. "Wah, ternyata ini enaknya punya kenalan orang dalam," gurau Putri ketika Arya tengah bertandang ke ruang kerjanya. "Itu sudah pasti. Silakan manfaatkan aku sesukamu, Sweetheart." Seperti biasa, Arya langsung menyahut dengan mulut manisnya. Putri mencibir dan tetap fokus menekuni laporan di atas mejanya. Sebagai perusahaan baru, dia belum berani mempercayakan masalah finansial sepenuhnya pada orang lain. "Putri, sekarang bagaimana? Kamu sudah merasa 'sejajar' belum sam