Gadis Manis
"Kakak penolongku." Ucap Fio sambil menatap lekat wajah Matty
"Iya, gadis manis." Jawab Matty yang tak henti-hentinya menebar senyuman manis
"Sejak kapan kakak mengenaliku?"
"Sejak pertama kita bertemu di IGD."
"Lalu kenapa kakak bertingkah begitu menyebalkan hari itu?"
"Maafkan kakak gadis manis. Maafkan karena kakak tak menyapamu dengan baik. Hari itu kayak agak canggung ketika hendak menyapamu. Kamu terlihat begitu cantik sama seperti 21 tahun yang lalu hanya kamu lebih dewasa."
"Benarkan ini kakak yang menolongku 21 tahun yang lalu? Aku masih tak percaya jika kakak ada di hadapanku saat ini."
"Iya, ini kakak gadis manis."
"Oh Tuhan.. Akhirnya aku menemukan kakak setelah sekian lama aku bertanya-tanya. Siapa dan dimana kakak berada."
"Sekarang kamu menemukanku Fiona." Ucap Matty sambil membelai lembut kepala Fio yang justru menimbulkan perasaan nyaman di hati Fio.
Saat ini Fio dan Matty sedang duduk di sebuah cafe di dekat rumah sakit. Matty sengaja meminta Wendi memesan seluruh Cafe untuk dirinya. Diluar dugaan memang, bahwa hari ini begitu luar biasa. Seakan membawa memori Fio dan Matty pada kejadian 21 tahun lalu. Kejadian yang mengubah hidup Matty.
Matty adalah penyelamat bagi Fio ketika Fio kecil masih berusia 10 tahun dan Matty masih remaja berusia 14 tahun. Saat itu Fio pernah hampir diculik orang saat menemani ayahnya yang sedang meeting di rumah sakit. Saat itu ayah Fio baru merintis usahanya untuk mensuplai keperluan medis ke rumah sakit. Hari itu Fio diajak sang ayah untuk menghadiri sebuah meeting penting dengan pihak rumah sakit Prince University untuk bekerjasama dalam penyediaan alat-alat medis.
* Flashback On
" Fi, tunggu papah disini ya, jangan kemana-mana. Fio doain papah yah supaya meetingnya berjalan lancar dan kita bisa bekerjasama dengan rumah sakit ini."
"Iya pah."
"Kalau urusan papah disini berhasil, apapun yang Fio minta akan papah turutin."
"Beneran pah? Janji?"
"Iya, papah janji sama Fio."
Meeting yang Fio kira akan berjalan sebentar ternyata memakan waktu yang cukup lama. Fio kecil yang bosan akhirnya berjalan-jalan disekitar ruang meeting, tanpa disadari Fio sudah berjalan hingga ke kafetaria. Fio melihat kerumunan banyak orang di kafetaria. Dia mulai tampak kebingungan dan kehilangan arah. Tiba-tiba ada seorang pria yang menggunakan seragam perawat mendatangi Fio dan bertanya.
"Hai cantik, kamu kok sendirian disini. Ayah kamu dimana?"
"Papah sedang meeting disana." Ucap Fio kecil dengan polosnya
"Ooo.. Mau om antar ke tempat papah?"
"Mau om."
"Okey, ini buat kamu."
"Wah, permen. makasih ya om."
"Sama-sama. Yuk om gendong, kita ke tempat papah yah."
"Ya om."
Matty remaja yang sebenarnya ada didekat Fio saat itu terus mengamati gerak gerik mereka. Hari itu Matty memang berkunjung ke rumah sakit untuk menemui sang ayah. Matty adalah putra bungsu dari Jacob Prince seorang dokter spesialis penyakit dalam yang terkenal sekaligus pemilik rumah sakit Prince University.
Pria berpakaian perawat itu kemudian menggendong Fio kecil menuju ke luar rumah sakit melalui pintu samping. Matty terus mengikuti mereka hingga dia yakin bahwa Fio mungkin akan menjadi korban penculikan anak, Matty langsung berteriak dan mengejar pria yang membawa Fio pergi.
"Penculik...Penculik.. Berhenti kamu!!!" Teriak Matty yang membuat semua orang disekitarnya menoleh.
Suara keributan yang dibuat Matty jelas membuat security yang kebetulan sedang berjaga di sekitar area tersebut ikut bergerak mengejar penculik anak itu bersama Matty. Fio kecil yang mendengar teriakan Matty berubah jadi ketakutan. Fio berusaha untuk meronta dari gendongan sang penculik sambil berteriak-teriak minta tolong dan menangis.
"Lepasin... Lepasin Fio... Om jahat.." ucap Fio yang sudah memukuli tubuh si penculik.
"Diam kamu. Kalau kamu nggak mau diam om bunuh kamu!" Ancam penculik itu. Walaupun Fio takut tapi dia tak mau berhenti meronta.
Hingga mereka terjebak di sebuah lorong yang ternyata buntu. Penculik itu menurunkan Fio dari gendongan dan mulai menodongkan pisau ke leher Fio kecil. Fio yang merasa terancam hanya bisa menangis keras namun sudah tak berani meronta karena takut pisau itu langsung menusuknya.
"Berhenti kalian disitu. Kalau kalian berani mendekat lagi akan saya bunuh anak ini." Ancam sang penculik, tapi ancaman itu tak membuat Matty remaja merasa takut. Dia malah mendekat perlahan sambil menatap Fio yang masih menangis.
"Hai gadis manis, jangan takut yah. Kakak disini akan menolongmu. Sekarang pejamkan matamu saja gadis manis, bukalah nanti saat kakak memintanya." Ucap Matty tanpa mengalihkan pandangannya dari Fio. Fio rasanya tak punya pilihan lain selain menuruti kata-kata Matty.
"Berhenti kamu disitu atau aku benar-benar akan membunuh anak ini."
"Jangan dengarkan apa kata-kata pria disampingmu gadis manis."
Saat sudah dirasa cukup dekat, dan sang penculik hendak menusuk Fio dengan pisau yang ada di tangannya, dengan serangan cepat dari Matty yang ternyata jago bela diri segera melemahkan pria tersebut. Matty mengeluarkan beberapa serangan dan membekuk pria tersebut. Sejumlah orang dan security yang ada di belakang Matty segera ikut menyergap penculik itu.
Sang penculik meronta-ronta berusaha meloloskan diri dari sergapan para petugas security namun semua usahanya sia-sia. Penculik itu segera di gelandang oleh petugas security ke pos keamanan untuk diserahkan ke kantor polisi. Matty kemudian mendekati Fio yang masih berdiri di tempat yang sama lalu berjongkok di depan Fio sambil menatap gadis manis yang masih ketakutan itu.
"Hei gadis manis, bukalah matamu sekarang. Jangan takut kakak disini." Ucap Matty sambil membelai kepala Fio. Seketika itu juga Fio membuka matanya dan menghambur dalam pelukan Matty.
"Terima kasih kakak. Kakak penolongku." Ucap Fio masih sedikit terisak.
"Sama-sama gadis manis. Siapa namamu?"
"Fiona Arlita Sanjaya."
"Okey Fiona, dimana tadi kamu bilang ayahmu sedang berada?"
"Di ruangan meeting."
"Kalau begitu ayo kakak antar kamu kesana ya. Jangan takut dan jangan menangis lagi." Ucap Matty sambil menggenggam erat tangan Fio.
"Iya kak."
Matty menggandeng tangan Fio dan membawanya ke ruang tunggu di sekitar area ruang meeting. Setibanya disana Matty segera meminta seorang OB membawakan segelas jus buah untuk Fio.
"Ini minumlah. Jangan takut ya. Kakak akan temani kamu sampai ayah kamu selesai meetingnya."
"Iya kak, terima kasih. Kakak baik sekali. Fio senang bisa ketemu orang sebaik kakak."
"Sekarang habiskan dulu jus nya. Mungkin sebentar lagi ayahmu akan selesai meeting." ucap Matty sambil tersenyum manis pada Fio.
Tak lama kemudian ayah Fio keluar dari ruang meeting.
"Ayo Fio kita pulang." Ucap pak Dimas sambil tersenyum lebar pada Fio dan Matty.
"Iya pah." Ucap Fio berdiri dari duduknya kemudian berjalan mendekati ayahnya.
"Ah.. Pah tunggu sebentar." Kata Fio menghentikan langkah pak Dimas. Lalu dia kembali mendekati Matty.
"Kak, ini untuk kakak. Terima kasih karena tadi kakak sudah tolong Fio dan jagain Fio." Ucap Fio sambil menyerahkan sebuah gelang mainan yang dipakainya tadi pada Matty. Matty menerima hadiah dari Fio dengan senyuman lebar di wajahnya.
"Jangan lupain Fio ya kak." Ucap Fio lagi lalu berjalan meninggalkan Matty. Saat agak jauh Fio berbalik badan dan melambaikan tangan pada Matty.
* Flashback Off
Hari itu adalah hari yang mengubah seluruh hidup Matty. Ini pertama kalinya dia merasa dirinya begitu berharga dan berguna bagi orang lain. Hari itu dia menjadi pahlawan yang menolong seorang gadis manis dan bukanlah si pembuat onar.
Sedangkan bagi Fio hari itu dia merasa bahwa dia telah menemukan pangeran impiannya. Dia tau tipe pria yang di idamkannya untuk menjadi pendampingnya di masa depan. Ini adalah alasan kenapa Fio begitu mencintai Bramandi. Sosok Bram yang melindungi selalu mengingatkannya pada Matty, remaja yang pernah menolongnya dari penculikan di masa kecilnya.
"Kamu cantik Fi, nggak berubah sejak 21 tahun yang lalu." Kata Matty mengamati wajah cantik Fio.
"Apaan sih kakak." Ujar Fio yang salah tingkah
"Beneran deh. Aku rasanya masih mengingat dengan jelas wajah cantikmu waktu itu."
"Gombal yah."
"Kamu masih inget ini?" Kata Matty menunjukkan gelang pemberian Fio 21 tahun yang lalu.
"Kakak masih simpan?"
"Iya dong, kan kamu yang minta waktu itu supaya kakak nggak lupain kamu." Ujar Matty membuat Fio merasa malu.
"Fi, ijinkan kakak menyapamu dengan lebih baik kali ini." ucap Matty lembut, tatapan matanya begitu menggetarkan hati Fio. Matty bahkan tak melepaskan pandangannya dari Fio semenjak dari rumah sakit tadi.
"Hai, Fiona Arlita Sanjaya. Gadis Manisnya kakak. Apa kabar?"
Ucap Matty sambil menatap lekat iris mata coklat Fio. Fio hanya tersenyum manis.
"Baik kak. Kakak apa kabar?" Jawab Fio yang wajahnya tersipu menerima tatapan manis dari Matty.
Kepergok Sepagian ini Fio main kucing-kucingan dengan Ipeh dan Ijul. Puluhan Chat dari Ipeh dan Ijul tak ada satupun yang di balas hingga kedua sahabatnya itu begitu panik. "Nyet, lo kemana semalem?" Seru Ipeh sambil menyergap tubuh Fio dari belakang saat di bertemu di kafetaria. "Eh lo wak. Gue kemarin cuma makan." Ucap Fio menutupi kejadian semalam, karena tak ingin sahabatnya ini cemas. "Kenapa nggak ngabarin gue, gue panik tau nyariin lo. Mana gue denger dari Erwin katanya lo ada yang nguntit yah sejak keluar dari OK?" Cerocos Ipeh "Ah... Maaf Wak, kelupaan ngabarin lo. Iya kemarin ada..." Ucap Fio terhenti menyadari dirinya yang hampir kece
Minnie"Mbak Fio." Panggil Wendi asisten pribadi Matty"Ya.. Siapa ya?" Tanya Fio bingung karena dicegat orang tak dikenal di lobbi apartemennya."Saya Wendi, asistennya mas Matty. Bisa ikut saya sekarang. Mbak Fio udah di tunggu mas Matty soalnya.""Ooo.. Saya ganti baju sebentar ya. Nggak usah mbak Fio, nanti aja. Yuk keburu ada yang lihat." Ucap Wendi sambil menyeret tangan Fio menuju mobil Alphard milik Matty yang sudah di modif sedemikian rupa hingga terasa luas dan nyaman."Hai gadis manis. Sorry harus gini jemputnya." Ujar Matty sambil menarik tangan Fio masuk kedalam mobil."Berasa kaya di culik akunya." Ucap Fi
KejutanMatty memang pria yang tak dapat diduga. Suka semau dan seenaknya sendiri tanpa memikirkan keadaan orang lain. Kadang dia tidak memikirkan resiko yang mungkin dihadapi orang lain akibat tindakannya. Seperti kejadian siang ini."Pasien atas nama Ahmad Suwendi." Panggil suster Asri perawat yang menjadi asisten Fio."Masih ada berapa lagi sih sus?" Tanya Fio sambil membuka catatan medis pasien."Ini yang terakhir kok dok.""Okey, abis ini saya istirahat dulu ya. Kalau ada darurat baru panggil saya. Terus nanti saya visitnya agak sorean aja tolong anak koas suruh siap 1 jam sebelumnya yah." Ujar Fio pada suster Asri.
ParisParis memang kota yang luar biasa. Traveling and Shopping serasa menjadi hal yang harus dilakukan ketika berkunjung ke Paris. Yang banyak dikenal orang adalah Eiffel Tower yang selalu identik dengan bangunan penuh cinta. Ada juga Arc de Triomphe, Musee du Louvre, dan masih banyak tempat indah lainnya. Deretan cafe, outlet barang-barang branded jelas memanjakan mata dan pasti akan menguras kantong bagi para pecinta fashion dunia.Tapi kali ini pilihan jatuh pada Les Deux Magots, tempat Matty melepas penatnya setelah seharian melakukan sesi pemotretan. Matty dan Zia memilih untuk duduk bersantai di salah satu cafe dengan banyak penggemar ini. Resiko diintai paparazzi jelas ada, tapi biarlah. Mengingat bagaimana dirinya dikuntit paparazzi membuat Matty kesal, karena terkadang foto dan berita yang beredar tak sesuai dengan kenyataannya.&n
Mon AmourPagi ini Fio datang ke rumah sakit dengan malas. Entah kenapa langkahnya terasa begitu berat. Hingga orang-orang yang biasanya melihat senyum ceria Fio mendadak dibuat heran karena melihat Fio lebih banyak diam melamun dengan tatapan kosong."Fi.. Wak.. Nyeti!!” Ucap Ipeh mulai dari halus sampai kencang.“Hah...”“Lo kenapa sih? Di panggil bolak balik nggak nyaut, bengong ajah.” Seru Ipeh kesal saat mereka berdua duduk di kafetaria rumah sakit saat makan siang."Nggak usah teriak-teriak.. Berisik kaya tukang parkir di tanah abang aja lo. gue nggak budeg nyeti.""Ya abis dari tadi
Secret DateHari ini langkah Fio begitu ringan. Hatinya bak kembang setaman yang bermekaran, senyuman tak lepas dari bibirnya hingga tulang pipinya menyembul tinggi dan bersemu merah. Suasana hatinya benar-benar bagus, hingga membuat banyak orang terheran-heran."Wak lo kenapa?" Tanya Ijul."Gue? Nggak kenapa-napa.""Bohong banget lo. Pasti ada apa-apa?""Nggak ada apa-apa Ijul.""Lo punya gebetan ya?" Ujar Ijul yang sontak membuat reaksi tubuh Fio mematung. Ijul yakin tebakannya benar."Siapa orangnya? Gue kenal?" lanjut Ijul berusaha mengorek informasi
Paparazzi GilaNamanya Paparazzi pasti gila. Bisa saja mereka mendapatkan informasi,data diri, bahkan gambar yang rasanya begitu pribadi dan dengan cepat dapat menyebarkannya.Seperti pagi lobby rumah sakit sudah dipenuhi wartawan. Fio yang baru tiba di rumah sakit tampak kebingungan dengan keramaian itu. Dia tidak tahu secara pasti apa yang sebenarnya terjadi."Ini kok banyak banget orang di lobby sih, mana ada kamera pula? Apa ada artis atau pejabat penting negara yang masuk RS yah?" Batin Fio sambil berjalan dengan santai hendak memasuki area lobby tanpa perasaan curiga sama sekali."Dr. Fiona!!" Teriak seorang wartawan yang langsung diikuti serbuan dari banyak wartawan lain.
GhibahFio sedang bersiap diOK untuk menangani kasus apendisitis, suasana moodnya benar-benar kacau. Tapi tadi setelah coba ngobrol dengan Suster Asri membuat perasaannya lebih lega. DIa coba mengumpulkan konsentrasinya dan menyelesaikan OP ini dengan sukses tanpa kesalahan.“Pagi semua.” Ucap Fio saat memasuki OK“Pagi Dokter.”“Semua sehat yah?”“Sehat Dok.”“Dokter nggak kenapa-napa?” Tanya salah satu Koas bernama Rexy.“Memang kamu lihatnya saya kenapa?”