Theo terkejut mendengar perkataan Sarah. Dia segera mengeluarkan uang untuk membayar taksi yang masih berhenti itu."Ambil saja kembaliannya," ucap Theo lalu ikut keluar dari taksi."Tunggu!" panggil Theo sambil berlari mengejar Sarah yang terus berjalan dengan cepat."Tunggu sebentar!" ucap Theo sambil menarik tangan Sarah.Sarah membalikkan tubuhnya dan menghempaskan tangan Theo. Lalu menatap pria itu sambil menaikkan dagunya, seakan-akan menantangnya."Apa maksud perkataanmu? Memangnya aku pria seperti apa?" tanya Theo tidak kalah marah."Apa kau tahu apa yang aku hadapi dalam hidup ini? Apa kau tahu apa yang menyebabkan aku begitu terluka mengetahui bahwa kau juga mengkhianatiku? Aku memang bersalah. Aku tahu! Aku sendiri malu dengan apa yang sudah kulakukan kepadamu dan tidak ada alasan untuk membenarkan tindakanku. Tapi kau juga tidak berhak menilaiku hanya dari satu kejadian itu saja! Tidak berhak! Apalagi membandingkan aku dengan pria kekanak-kanakan tadi!" ucap Theo tegas, la
"Berita buruk? Katakan ada apa. Apa sesuatu terjadi kepada Theo?" tanya Sarah khawatir.Saat ini hanya Theo yang ada dalam pikirannya, karena dialah orang terakhir yang Sarah temui hari ini."Tidak nona, Tuan Theo baik-baik saja.""Grace? Apa ini tentang Grace?" tanya Sarah dengan tidak sabar. Dia bahkan tidak membiarkan Derick menyelesaikan perkataanya."Bukan nona, ini tentang orang lain," jawab Derick tenang."Baiklah, katakan siapa?" "Nona Rachel-""Apa yang terjadi pada Rachel?" Sarah kembali memotong perkataan Derick yang baru saja akan menjelaskan semuanya."Nona Rachel meninggal dunia," jawab Derick pelan."Apa? Apa yang terjadi?""Dia bunuh diri."Sarah terdiam. Dia tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. Tubuhnya melemah dan dia terduduk di lantai. Telepon genggamnya terlepas dari tangan Sarah. "Halo Nona Sarah," panggil Derick.Airmata mengalir di pipi Sarah, dia tidak mengerti mengapa Rachel melakukan tindakan yang tidak seharusnya itu. "Nona Sarah," panggil Derick
Sarah berdiri dan berjalan ke arah Joel. Dia ingin menyapa pria itu, namun langkah Sarah terhenti ketika dia melihat Joel berjalan mendekati Theo. Sarah mengamati kedua pria itu lekat-lekat. Mereka berpelukan cukup lama. Sarah tidak bisa melihat ekspresi wajah Theo. Tapi Joel masih sama, wajahnya masih menunjukkan kemarahan.Setelah selesai berpelukan, mereka berbincang. Wajah Joel melunak, tapi matanya masih memancarkan kemarahan yang sama. Sarah mendekati mereka berdua."Halo Joel," sapa Sarah sambil menjulurkan tangannya.Joel tampak kaget melihat kehadiran Sarah."Kau juga datang?" tanya Joel tidak memperhatikan tangan Sarah.Sarah segera menurunkan tangganya."Iya, aku turut berdukacita untuk kepergian Rachel," ucap Sarah simpati.Joel tampak tidak tertarik namun memaksakan diri untuk menjawab dengan sopan."Terima kasih. Maaf aku masih harus menemui tamu-tamu yang lain," jawab Joel, lalu segera meninggalkan Sarah dan Theo."Mengapa dia tampak sangat marah?" tanya Sarah sambil me
"Apa yang kau lakukan disana? Kau benar-benar mengagetkanku!" bentak Sarah kesal."Maaf, aku hanya menunggu acara kremasinya selesai," jawab Joel sambil menundukkan kepala."Ada apa?" Theo berjalan mendekati Joel."Aku ... Aku tidak sanggup melihatnya dibakar."Tiba-tiba Joel terisak. Sarah dan Theo kaget melihatnya. Kemarin dia tampak sangat tegar. Namun hari ini, sepertinya dia benar-benar tidak dapat menahannya lagi."Aku tahu," hibur Theo sambil menepuk pelan pundak Joel.Mereka berdiri cukup lama, hingga Joel selesai menangis."Dengar! Aku tahu ini berat. Tapi hidup harus terus berlanjut. Aku yakin Rachel sudah tenang," ucap Theo pelan."Maukah kalian menemaniku?" tanya Joel masih dengan suara bergetar."Kemana?" tanya Sarah lembut."Ke pegunungan, ke sebuah tempat peristirahatan favorit Rachel," jawab Joel sambil mengangkat kepalanya."Maaf Joel. Kami tidak bisa hari ini. Besok ada acara di perusahaanku dan Sarah akan tampil bersama Claudia. Kemarin dia sudah kurang tidur, jadi
Suara tembakan yang terdengar sangat dekat dengan Sarah, mengagetkan semua orang. Suasana tiba-tiba senyap lalu menjadi lebih riuh daripada sebelumnya.Orang-orang mulai panik dan berteriak ketakutan. Theo segera berlari ke arah panggung, setelah matanya terbiasa dengan gelap. Dia melompat naik dari depan panggung dan mencoba mencari Sarah. Dia bisa mendengar suara tembakan itu berasal dari panggung. Theo segera menyalakan senter dari telepon genggamnya.Betapa terkejutnya Theo ketika melihat seseorang tergeletak di lantai. Theo yakin itu seorang wanita. Dengan gaun hitam, dia merintih kesakitan sambil meringkuk menahan sesuatu. Theo menyadari darah wanita itu mengucur dengan deras."Sarah," guman Theo ketakutan.Tanpa berpikir panjang Theo segera menggendong wanita itu. Dia berencana membawanya ke rumah sakit, ketika tiba-tiba lampu menyala. Theo berdiri sambil menggendong seseorang wanita yang sedang menahan sakit, dan tepat di hadapannya Sarah yang menatapnya ketakutan.Theo memand
"Kemana kita akan pergi?" tanya Sarah setelah berada di dalam mobil Joel dan berkendara selama setengah jam."Seperti yang sudah aku katakan, tempat favorit Rachel." "Kalau aku boleh tahu. Mengapa kau sangat ingin membawaku dan Theo kesana?""Karena kalian adalah bagian dari kehidupan dan kematiannya," jawab Joel dingin.Sarah merasa tidak nyaman mendengar suara Joel, tapi dia tidak ingin bersikap jahat kepada pria yang sedang berduka itu."Apakah kau sudah mengirimkan alamatnya kepada Theo? Dia bilang akan menyusul kalau urusannya sudah selesai," ucap Sarah mencoba mencari bahan pembicaraan, sekaligus menenangkan dirinya bila Theo tahu kemana mereka akan pergi."Tidak, nanti saja," jawab Joel sambil terus mengemudi dengan kecepatan maksimal.Mereka sudah keluar dari kota. Sarah melirik Joel dan entah mengapa dia merasa takut melihat ekspresi wajah Joel. Pria itu tampak seperti seseorang yang merencanakan sebuah kejahatan."Ah, sial!" maki Joel."Ada apa?" tanya Sarah bingung."Aku l
"Aku harus ke toilet. Bagaimana kalau kau mengantre dan aku ke toilet?" tanya Sarah yang tiba-tiba mendapatkan ide.Joel terlihat tidak senang."Aku akan memberikan uang untuk membayarnya. Lagipula dengan begini kita bisa lebih cepat selesai," ucap Sarah mencoba terlihat tenang."Tidak usah, aku akan memakai uangku. Cepatlah pergi dan setelah selesai, segera kembali ke mobil!""Baik," sahut Sarah cepat lalu segera keluar dari minimarket menuju ke toilet yang berada di samping minimarket.Sarah terburu-buru masuk ke dalam salah satu bilik kosong dan segera mengunci pintunya. Dia langsung duduk di atas toilet mencoba mengatur napasnya yang tersengal-sengal karena lari dan ketakutan.Dia kembali meraih telepon genggamnya dan mencoba menghubungi Theo sekali lagi. Namun sinyal teleponnya hilang, dia tidak bisa menghubungi siapapun. Sarah semakin takut dan panik."Bagaimana ini? Bagaimana ini?" guman Sarah sambil meremas tangannya dengan keras. Dia bisa saja mengatakan kepada Joel bahwa di
"Diam kau!" bentak Joel sambil terus berusaha menarik Sarah yang masih melawan.Akhirnya Joel kehabisan kesabaran. Dia segera mengangkat tubuh Sarah dan memasukkannya ke dalam mobil."Diam disini!" ancam Joel sambil memasang sabuk pengaman Sarah."Joel, apa yang kau lakukan? Mengapa memaksaku seperti ini?" tanya Sarah lembut.Dia mencoba mengubah strateginya. Sarah berpikir mungkin suara lembut akan mempengaruhi Joel."Aku mohon, tolong biarkan aku pulang. Apa gunanya kau menawanku seperti ini?" lanjut Sarah berharap Joel tersentuh dan melepaskannya."Diam kau!" bentak Joel yang sama sekali tidak terpengaruh dengan strategi Sarah."Joel, tolong jangan seperti ini. Aku adalah sahabat Rachel. Mengapa kau harus bertindak sejauh ini?" tanya Sarah kali ini sambil menangis tersedu-sedu."Sahabat Rachel? Jauhkan mulut kotormu itu dari nama Rachel!" maki Joel semakin marah. Sarah terdiam. Joel segera berlari ke pintu pengemudi dan masuk ke dalam mobil. Dia segera mengunci pintu mobil, menjal
"Aku memikirkan perkataan Derick tadi," ucap Theo saat dia dan Sarah sudah selesai membersihkan diri. Malam ini adalah malam pertama mereka. Kemarin mereka kelelahan setelah pesta yang diadakan hingga lewat tengah malam. Mereka segera tidur dan menyiapkan fisik untuk pesta hari ini. Sarah dan Theo duduk berdampingan di atas tempat tidur besar milik Theo. "Kenapa? Apa kau tidak ingin punya anak?" tanya Sarah berhati-hati. "Memiliki anak terasa seperti mimpi buruk bagiku," desah Theo lalu menutup wajah dengan kedua tangannya. Sarah mendekati Theo lalu memeluknya perlahan. "Apa karena Grace?" "Ya, karena aku takut kehilanganmu. Bagaimana kalau kau juga mengalami hal yang sama dengan Grace?" Sarah terdiam. Ternyata Theo khawatir dengan dirinya. Dia khawatir melahirkan seorang anak bisa mencabut nyawa Sarah. Sementara Sarah memiliki kekhawatiran yang berbeda. Dia takut akan melahirkan anak seperti Grace. Dia takut akan melahirkan anak yang harus berjuang lebih keras dari orang lai
"Kau tidak anti pernikahan?" tanya Theo lagi untuk memastikan."Aku? Anti pernikahan? Tidak mungkin. Aku selalu menginginkan pernikahan," jawab Sarah tanpa penjelasan lebih jauh.Dia tidak ingin membuat Theo menjauhinya karena terlalu bersemangat membicarakan pernikahan."Tadi katamu ingin minuman hangat. Mau ke kafe sebentar?" ajak Theo sambil menunjuk sebuah kafe yang ada di depan mereka."Ayo," jawab Sarah berpura-pura bersemangat.Dia kecewa karena Theo tidak menanggapi perkataannya. Dia tahu Theo pasti kecewa dan merasa tertekan karena ternyata Sarah menginginkan pernikahan."Masuklah duluan, aku harus menelepon seseorang. Aku akan menyusul," ucap Theo setelah mereka keluar dari mobil.Sarah masuk ke dalam kafe yang sepi. Dia duduk di pojok dan mulai memeriksa buku menu yang diberikan pelayan. Sarah memesan coklat hangat dan sepotong kue manis. Tidak berapa lama kemudian Theo masuk sambil tersenyum."Maaf, ada beberapa pekerjaan penting yang cukup mendesak," ucap Theo lalu memes
"Apa? Menikah sekarang? Tapi Tuan-""Kalau kau tidak mau menikah sekarang, maka sebaiknya kalian berhenti berhubungan." Theo memotong perkataan Derick dengan perintah yang jelas. Derick dan Mona saling bertatapan dengan bingung. Mereka sama sekali belum merencanakan hubungan yang sejauh itu. Tapi Theo malah memaksa mereka menikah."Mengapa kami harus menikah sekarang, Tuan?" tanya Derick yang tidak mengerti dengan pikiran Theo."Aku tidak mau keponakanku bingung. Kau sudah terlalu dekat dengan mereka tapi mereka tidak bisa mengatakan bahwa kau ayahnya di hadapan teman-temannya. Kau akan selalu menjadi teman ibunya, yang bersikap seperti ayahnya. Lebih baik kalau kalian menikah dan kau menjadi ayah mereka.""Tapi aku memang bukan ayah mereka. Bagaimanapun juga, Tuan Tommy adalah ayah mereka.""Aku tahu itu! Tapi apa kau bisa berhubungan dengan Mona dan tidak berinteraksi dengan si kembar?"Derick menggelengkan kepalanya."Atau bisakah kau memperlakukan mereka seperti anak-anak lain? K
Derick mengangkat kepalanya perlahan. Dia menatap Mona dan Theo bergantian. Lalu berdiri dan menatap Theo dengan berani."Tuan, saya minta maaf.""Minta maaf untuk apa?" tanya Theo yang sepertinya sudah bisa menduga kemana arah pembicaraan Derick."Saya dan Mona saling jatuh cinta. Sebenarnya kami kemari untuk meminta restu Tuan untuk hubungan kami," jawab Derick yakin dengan suara yang hampir berbisik."Apa?" teriak Theo tidak percaya.Sarah menutup mulut menganganya dengan tangan. Dia juga tidak percaya dengan apa yang di dengarnya."Tuan, tolong maafkan saya. Saya juga tidak menyangka kalau akhirnya akan seperti ini," jelas Derick mencoba menenangkan tuannya.Sementara Mona hanya bisa diam menatap lelaki yang dicintainya memohon di hadapan kakak iparnya yang juga atasan kekasihnya."Sudah berapa lama kalian menjalin hubungan?" tanya Theo mencoba menenangkan pikirannya.Theo tidak percaya bagaimana bisa adik iparnya berhubungan dengan Derick. Bukan karena derajat atau pekerjaan Deri
Theo yang sebenarnya tidak suka Sarah bekerja dengan orang dewasa, tidak bisa berbuat apa-apa ketika Sarah ingin melakukannya. Dia tidak punya alasan yang masuk akal selain tidak suka Sarah berinteraksi dengan pria lain. Membayangkannya membuat Theo cemburu dan kesal. Tapi Sarah akan menganggap dia picik jika terus memaksanya untuk menolak pekerjaan yang berhubungan dengan orang dewasa. Karena itu Theo akhirnya tidak punya pilihan selain menerima dengan pikiran terbuka. Lagipula Sarah sama sekali tidak meminta izinnya, dia hanya memberitahu Theo bahwa dia menerima pekerjaan mengajar di salah satu instansi pemerintahan.Sarah memberitahu Theo bahwa dia hanya akan mengajar sampai sebelum jam makan siang. Karena itu, Theo ingin memberikan kejutan dengan mendatangi tempat Sarah mengajar dan mengajaknya makan siang.Theo sengaja menunggu di luar gedung, dia tahu Sarah harus keluar dari pintu depan karena dia akan naik taksi. Dia ingin mengejutkan kekasihnya itu di hari pertama dia kembali
"Ada apa? Kenapa kau tampak marah?" tanya Theo bingung.Dia hanya berusaha membuat Sarah yakin kalau dia akan selalu ada di sisi Sarah apapun pilihan Sarah. Kalau Sarah tidak mau menikah, maka Theo akan mendukungnya meski dia sangat menginginkan Sarah menjadi istrinya."Ayo kita sapa Frank dan Claudia lalu pulang," sahut Sarah tidak menjawab pertanyaan Theo.Sarah tahu Theo tidak mau menikah, tetapi mengapa dia harus sesenang itu hidup tanpa ikatan dengan Sarah. Apakah Sarah tampak seperti wanita yang tidak perlu diperjuangkan, dijaga dan dimiliki selamanya.Sarah benar-benar marah dan kali ini dia tidak dapat menyembunyikannya."Baik, kalau itu maumu," jawab Theo yang masih bingung.Mereka berjalan ke arah pengantin tanpa memperhatikan apa yang sedang terjadi. Sarah dan Theo kaget karena tiba-tiba sebuah buket bunga muncul dari langit dan jatuh tepat di dada Sarah. Secara otomatis Sarah menangkapnya. Seluruh ruangan bertepuk tangan sambil tertawa bahagia.Sarah menatap Theo heran dan
"Nadine, bagaimana ini?" bisik Angel yang juga terkejut melihat rekaman yang ditunjukkan asisten Theo."Itu pasti rekaman palsu!" teriak Nadine panik, meski dia tahu rekaman itu asli."Kalau begitu mari kita buktikan di kantor polisi," ajak Theo santai."Kan ... kantor polisi? Tuan Theo saya rasa anda tidak perlu bertindak sejauh itu," ucap Angel dengan gugup."Kenapa tidak? Kalian sudah menjebak dan mengancam saya. Itu adalah tindak pidana!" bentak Theo yang sudah tidak tahan lagi."Sarah, Sarah, aku mohon bujuklah Tuan Theo untuk tidak memperpanjang masalah ini. Kami tidak bermaksud seperti itu," mohon Angel kepada Sarah yang langsung menyingkirkan tangan Angel.Sementara Nadine hanya berdiri dengan tegang. Dia tidak tahu harus bertindak apa. Semua rencananya sudah sempurna. Dia sudah merusak kamera pengawas dan bersandiwara di hadapan seluruh rekan kantornya. Siapa yang tahu kalau ada kamera pengawas lain di ruangan Theo? Itu benar-benar mengacaukan semuanya."Ayo mama, kita pergi
"Ada apa?" tanya Sarah penasaran melihat wajah Theo yang berseri-seri."Ayo, ikut aku kembali ke kantor," ajak Theo sambil menarik tangan Sarah.Theo segera menghentikan taksi dan memberitahu alamat tujuannya."Apa kau tidak mau memberitahuku, ada apa?" tanya Sarah sekali lagi."Nanti juga kau akan tahu," jawab Theo sambil mencubit pipi Sarah dengan lembut.Setibanya di kantor Theo langsung menghubungi asistennya dan memintanya menemui Theo di ruangannya."Panggilkan kepala pengawas keamanan gedung ini!" perintah Theo kepada asistennya."Tapi tuan, hari ini dia tidak bertugas-""Suruh dia datang ke kantor sekarang!" bentak Theo yang kesal mendengar jawaban asistennya."Baik, Tuan," jawab asisten Theo sambil berlari keluar.Sarah hanya duduk di sofa tamu, memperhatikan Theo yang tampak sangat bersemangat sekaligus emosional."Dia benar-benar berbeda dengan Derick," guman Theo sambil menatap Sarah."Mana ada orang yang sama di dunia ini. Kalau kau tidak bisa hidup tanpa Derick sebaiknya
"Apa? Tidak ada gambarnya? Apa maksudnya tidak ada gambar?" tanya Theo panik. Itu adalah satu-satunya alat bukti yang dapat menyelamatkan Theo. Kalau itu tidak ada maka dia tidak punya pilihan lain kecuali memberikan 10 milyar yang diminta Nadine."Sepertinya seseorang merusaknya, Tuan." "Merusaknya? Apakah para petugas di ruang pengawasan tidak menyadari kalau kameranya rusak?" tanya Theo marah."Sepertinya tidak, Tuan.""Brengsek! Kapan kameranya rusak?" bentak Theo yang tidak percaya dengan kinerja para pegawainya."Gambar terakhir yang terekam adalah gambar tadi pagi, Tuan," jawab asisten Theo ketakutan."Siapa yang terakhir masuk ke ruanganku sebelum kameranya rusak?""Saya ... saya tidak memeriksanya, Tuan.""Pergi dan periksa sekarang!" perintah Theo dengan nada tinggi.Di saat-saat seperti ini, Theo benar-benar membutuhkan Derick. Asistennya yang satu itu benar-benar tahu apa yang harus diperbuat. Theo selalu merasa bahwa Derick bisa membaca pikirannya. Selain itu, Derick ju