Share

Bab 7. Datang Ke Kantor

“Berhentilah menatap ku, aku tau kalau aku ini sangat tampan.”

Sylvia langsung mengalihkan pandangannya saat Edgar menyindirnya. Ucapannya Edgar memang benar, dengan bentuk tubuh yang tinggi, atletis serta kulit yang putih dan bersih, Edgar terlihat sangat tampan bak selebritis papan atas. Namun, ketampanannya itu selalu tertutupi dengan sikapnya yang sangat menyebalkan.  

Sambil beranjak dari sofa Sylvia berucap, “Gak usah terlalu narsis, kucing liar di luar, jauh lebih tampan daripada kamu, tau!” 

Sylvia yang enggan bertengkar pagi-pagi dengan Edgar, langsung mengambil handuk serta pakaian. Bahkan ketika Edgar juga berjalan ke arah lemari pakaian untuk mengambil pakaiannya. Sylvia kembali memperingatkan Edgar untuk memakai pakaian yang rapi.

“Pakai jas dan kemeja yang rapih. Jangan lupa juga pilih dasi yang bagus. Ingat! Kamu akan berperan sebagai Edward hari ini di kantor, bukan sebagai Edgar.” 

“Iya, Nyonya!” Edgar terdengar kembali menyindirnya. Tidak seperti ucapannya yang sopan, ekspresi pria itu terlihat dingin. “Dasar bawel!"

Sylvia yang masih bisa mendengar ucapannya Edgar sebelum menutup pintu kamar mandi, hanya melirik sinis dan mendengus. Seharusnya Edgar beruntung memiliki istri seperti dirinya. Kalau bukan Sylvia tetap setuju menikah tanpa Edward, sudah pasti ibu akan selalu merendahkannya dan terus membandingkannya.

Brak!

Sebagai pelampiasan kekesalannya, Sylvia menutup pintu kamar mandi dengan keras. Ia tidak peduli kalau pria itu kembali mengomel di dalam kamar.

***

Hampir satu jam Sylvia habiskan waktu untuk bersiap. Kini, ia sudah tampil sangat cantik dengan blouse berwarna merah maroon yang dipadukan dengan rok hitam ketat selutut yang memiliki belahan pendek. Wajahnya dipoles make up elegan, lipstiknya yang berwarna nude membuat bibir itu tampak lebih sensual.

Rambut bergelombang kecokelatan Sylvia diikat satu, membuat leher jenjangnya terlihat seksi. Setelah menyemprotkan parfum, ia segera keluar dari kamar Edgar untuk sarapan pagi terlebih dahulu. 

Ketika dirinya berjalan ke arah meja makan, Sylvia mengerutkan keningnya saat melihat Edgar dengan santainya duduk di sofa. Tangannya malah sibuk memainkan ponsel.

“Kamu kenapa masih di sini? Ayo cepat kita sarapan!" 

Namun, Edgar malah berdecak. “Iya, sabar, lagi tanggung nih game-nya."

Bagi Sylvia setiap sedetik sangat amat berharga, sikap Edgar yang pemalas dan hobi membuang waktu untuk melakukan hal yang tidak penting, tentu saja hal itu membuat Sylvia kesal. Wanita itu mendekat, lalu berdiri tepat di depan Edgar, sampai bayangannya menutupi pria itu.

Sylvia melipat tangannya di dada. “Hentikan game-nya sekarang juga! Atau aku akan membatalkan untuk membantumu dalam mencari investor untuk bisnis pribadimu itu.” 

Sepertinya, ancaman Sylvia berhasil. Pria itu langsung mendengus dan menurunkan tangannya. Ponselnya dimatikan, lalu tanpa berbicara apa pun, ia segera berpindah ke meja makan. Edgar bahkan dengan sengaja menyenggol sedikit bahu Sylvia.

Sylvia mengurut keningnya sendiri. Mengurus pria menyebalkan dan susah diatur seperti Edgar, lebih sulit dari merawat seekor kucing liar. Sylvia memang harus menggunakan sedikit ancaman. Kalau tidak begitu, Edgar akan bertindak seenaknya.

Jika hal itu terjadi, Sylvia-lah orang yang akan kerepotan untuk memperbaiki setiap kekacauan yang dilakukan oleh Edgar.

Sarapan dilakukan dalam hening. Catherine juga ikut sarapan, walaupun sedikit telat. Wanita itu terus mengoceh dan menasehati Edgar agar mengikuti perkataan Sylvia nanti. Namun, yang namanya sudah bebal, pria itu hanya menanggapi seadanya.

Setelah sarapan, mereka berangkat bersama dalam satu mobil. Walaupun hati Sylvia sama sekali tidak mau, tapi ia terpaksa melakukan itu. Ia harus menunjukkan kepada khalayak umum jika pernikahannya dengan Edward (palsu) berjalan dengan harmonis.

Sylvia hanya berharap bahwa pria itu tidak melakukan hal bodoh yang akan membuat karyawan di perusahaan ini curiga dengan Edgar.

Sambil berjalan memasuki kantor, Sylvia berbisik untuk memperingati Edgar, “Pandangan harus tetap ke depan. Jaga wibawamu, jangan bersikap narsis. Ingat! Sekarang, kamu ini Edward, bukan Edgar.” 

“Iya, aku juga tau. Gak usah diingatkan terus kali,” sahut Edgar.

Sylvia berusaha mempercayai ucapan Edgar kali ini. Namun, seketika kepercayaannya itu langsung runtuh ketika melihat Edgar jelas-jelas memberikan kedipan genit kepada resepsionis perempuan. Langsung saja Sylvia menghadiahkan cubitan "mesra" di pinggang Edgar.

“Shhh!" Edgar meringis, sambil m enoleh ke arah Sylvia dengan mata melotot, tapi mulutnya masih berusaha tersenyum. "Kamu ngapain cubit pinggang aku? Sakit tau!” bisik Edgar.

Sekarang, Sylvia yang memasang wajah tersenyum kepada para karyawan. Ia menjawab, “Ini kantor, bukan forum jumpa fans. Para karyawan akan curiga kalau melihat bos mereka mendadak narsis dalam satu hari."

Edgar lagi-lagi hanya mendengus, terlihat ingin protes banyak tapi ia tahan. Akhirnya, pria itu mempercepat langkahnya untuk menuju ke ruangan Edward. Begitu pun dengan Sylvia, ia bergegas menyusul Edgar. 

Hari ini seperti ia harus banyak bersabar, karena sepertinya, membimbing Edgar untuk menjadi pengusaha sukses seperti Edward tidak semudah membalikkan telapak tangannya.

Buktinya, baru datang ke kantor saja, ia sudah dibuat kesal oleh sikap Edgar yang tidak bisa menunjukkan wibawanya seperti Edward di depan para karyawan.

‘Ya Tuhan, tingkatkan stok kesabaranku untuk menghadapi pria menyebalkan itu...’ batin Sylvia sambil terus mengikuti Edgar berjalan ke ruangan Edward.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status