“Berhentilah menatap ku, aku tau kalau aku ini sangat tampan.”
Sylvia langsung mengalihkan pandangannya saat Edgar menyindirnya. Ucapannya Edgar memang benar, dengan bentuk tubuh yang tinggi, atletis serta kulit yang putih dan bersih, Edgar terlihat sangat tampan bak selebritis papan atas. Namun, ketampanannya itu selalu tertutupi dengan sikapnya yang sangat menyebalkan.
Sambil beranjak dari sofa Sylvia berucap, “Gak usah terlalu narsis, kucing liar di luar, jauh lebih tampan daripada kamu, tau!”
Sylvia yang enggan bertengkar pagi-pagi dengan Edgar, langsung mengambil handuk serta pakaian. Bahkan ketika Edgar juga berjalan ke arah lemari pakaian untuk mengambil pakaiannya. Sylvia kembali memperingatkan Edgar untuk memakai pakaian yang rapi.
“Pakai jas dan kemeja yang rapih. Jangan lupa juga pilih dasi yang bagus. Ingat! Kamu akan berperan sebagai Edward hari ini di kantor, bukan sebagai Edgar.”
“Iya, Nyonya!” Edgar terdengar kembali menyindirnya. Tidak seperti ucapannya yang sopan, ekspresi pria itu terlihat dingin. “Dasar bawel!"
Sylvia yang masih bisa mendengar ucapannya Edgar sebelum menutup pintu kamar mandi, hanya melirik sinis dan mendengus. Seharusnya Edgar beruntung memiliki istri seperti dirinya. Kalau bukan Sylvia tetap setuju menikah tanpa Edward, sudah pasti ibu akan selalu merendahkannya dan terus membandingkannya.
Brak!
Sebagai pelampiasan kekesalannya, Sylvia menutup pintu kamar mandi dengan keras. Ia tidak peduli kalau pria itu kembali mengomel di dalam kamar.
***
Hampir satu jam Sylvia habiskan waktu untuk bersiap. Kini, ia sudah tampil sangat cantik dengan blouse berwarna merah maroon yang dipadukan dengan rok hitam ketat selutut yang memiliki belahan pendek. Wajahnya dipoles make up elegan, lipstiknya yang berwarna nude membuat bibir itu tampak lebih sensual.
Rambut bergelombang kecokelatan Sylvia diikat satu, membuat leher jenjangnya terlihat seksi. Setelah menyemprotkan parfum, ia segera keluar dari kamar Edgar untuk sarapan pagi terlebih dahulu.
Ketika dirinya berjalan ke arah meja makan, Sylvia mengerutkan keningnya saat melihat Edgar dengan santainya duduk di sofa. Tangannya malah sibuk memainkan ponsel.
“Kamu kenapa masih di sini? Ayo cepat kita sarapan!"
Namun, Edgar malah berdecak. “Iya, sabar, lagi tanggung nih game-nya."
Bagi Sylvia setiap sedetik sangat amat berharga, sikap Edgar yang pemalas dan hobi membuang waktu untuk melakukan hal yang tidak penting, tentu saja hal itu membuat Sylvia kesal. Wanita itu mendekat, lalu berdiri tepat di depan Edgar, sampai bayangannya menutupi pria itu.
Sylvia melipat tangannya di dada. “Hentikan game-nya sekarang juga! Atau aku akan membatalkan untuk membantumu dalam mencari investor untuk bisnis pribadimu itu.”
Sepertinya, ancaman Sylvia berhasil. Pria itu langsung mendengus dan menurunkan tangannya. Ponselnya dimatikan, lalu tanpa berbicara apa pun, ia segera berpindah ke meja makan. Edgar bahkan dengan sengaja menyenggol sedikit bahu Sylvia.
Sylvia mengurut keningnya sendiri. Mengurus pria menyebalkan dan susah diatur seperti Edgar, lebih sulit dari merawat seekor kucing liar. Sylvia memang harus menggunakan sedikit ancaman. Kalau tidak begitu, Edgar akan bertindak seenaknya.
Jika hal itu terjadi, Sylvia-lah orang yang akan kerepotan untuk memperbaiki setiap kekacauan yang dilakukan oleh Edgar.
Sarapan dilakukan dalam hening. Catherine juga ikut sarapan, walaupun sedikit telat. Wanita itu terus mengoceh dan menasehati Edgar agar mengikuti perkataan Sylvia nanti. Namun, yang namanya sudah bebal, pria itu hanya menanggapi seadanya.
Setelah sarapan, mereka berangkat bersama dalam satu mobil. Walaupun hati Sylvia sama sekali tidak mau, tapi ia terpaksa melakukan itu. Ia harus menunjukkan kepada khalayak umum jika pernikahannya dengan Edward (palsu) berjalan dengan harmonis.
Sylvia hanya berharap bahwa pria itu tidak melakukan hal bodoh yang akan membuat karyawan di perusahaan ini curiga dengan Edgar.
Sambil berjalan memasuki kantor, Sylvia berbisik untuk memperingati Edgar, “Pandangan harus tetap ke depan. Jaga wibawamu, jangan bersikap narsis. Ingat! Sekarang, kamu ini Edward, bukan Edgar.”
“Iya, aku juga tau. Gak usah diingatkan terus kali,” sahut Edgar.
Sylvia berusaha mempercayai ucapan Edgar kali ini. Namun, seketika kepercayaannya itu langsung runtuh ketika melihat Edgar jelas-jelas memberikan kedipan genit kepada resepsionis perempuan. Langsung saja Sylvia menghadiahkan cubitan "mesra" di pinggang Edgar.
“Shhh!" Edgar meringis, sambil m enoleh ke arah Sylvia dengan mata melotot, tapi mulutnya masih berusaha tersenyum. "Kamu ngapain cubit pinggang aku? Sakit tau!” bisik Edgar.
Sekarang, Sylvia yang memasang wajah tersenyum kepada para karyawan. Ia menjawab, “Ini kantor, bukan forum jumpa fans. Para karyawan akan curiga kalau melihat bos mereka mendadak narsis dalam satu hari."
Edgar lagi-lagi hanya mendengus, terlihat ingin protes banyak tapi ia tahan. Akhirnya, pria itu mempercepat langkahnya untuk menuju ke ruangan Edward. Begitu pun dengan Sylvia, ia bergegas menyusul Edgar.
Hari ini seperti ia harus banyak bersabar, karena sepertinya, membimbing Edgar untuk menjadi pengusaha sukses seperti Edward tidak semudah membalikkan telapak tangannya.
Buktinya, baru datang ke kantor saja, ia sudah dibuat kesal oleh sikap Edgar yang tidak bisa menunjukkan wibawanya seperti Edward di depan para karyawan.
‘Ya Tuhan, tingkatkan stok kesabaranku untuk menghadapi pria menyebalkan itu...’ batin Sylvia sambil terus mengikuti Edgar berjalan ke ruangan Edward.
“Selamat pagi Pak Edward, Bu Sylvia.” Sapaan tersebut keluar dari mulut sekretaris Edward ketika Edgar dan Sylvia memasuki ruangan CEO. Melihat gelagat Edgar yang kembali ingin bersikap genit terhadap sekretaris tersebut, Sylvia langsung membuka pintu ruangan CEO, dan segera menyeret Edgar masuk ke dalam. Sylvia berdeham, lalu memegang lengan Edgar kuat-kuat dengan tatapan mengancam. “Sayang, karena kemarin kamu udah libur seharian, pasti pekerjaanmu sangat menumpuk hari ini. Lebih baik kita langsung masuk aja.”Edgar sepertinya ingin proses, tapi Sylvia segera membulatkan mata dan berbisik, “Gak usah tebar pesona di depan perempuan itu!” Bukannya takut, Edgar malah menyunggingkan senyum. Tentu saja Sylvia semakin jengkel, apalagi ketika pria itu berbisik di telinga Sylvia, “Apa kamu sedang cemburu?” Sylvia menoleh dengan sinis. “Sampai kiamat pun, hal itu gak akan pernah terjadi!” Brak! Sylvia dengan cepat menutup kembali pintu ruangan CEO setelah mereka masuk. Rasa tidak suka
“Gak mau! Aku sibuk!” Mendengar penolakan dari Edgar, tentu saja hal itu membuat Sylvia sangat kesal. Bagaimana tidak, ia sedang sibuk dengan setumpuk berkas yang harus ia periksa sebelum ditandatangani oleh Edgar. Namun, Edgar sendiri justru sibuk bermain game dan enggan mencari tahu informasi mengenai CH Group. Tanpa rasa takut sedikit pun, Sylvia langsung merampas ponsel Edgar. “Jangan pernah menguji kesabaranku! Lakukan yang aku perintahkan sekarang juga! Atau aku melaporkan tingkah burukmu ini ke Ibu!” Edgar hanya bisa menatap tajam dan mengepalkan tangan ketika Sylvia kembali mengancam untuk kesekian kalinya. Sepertinya Sylvia mulai memahami kelemahannya Edgar. Terbukti, Edgar langsung beranjak dari kursinya saat ia mengancam dengan membawa nama ibunya. “Dasar otoriter!” Sylvia yang samar-samar mendengar ucapan Edgar, langsung menengok ke arah Edgar. “Jangan mengumpat di belakangku. Aku masih bisa mendengarnya, tau!” “Bagus, itu artinya telingamu gak tuli.” Edgar meny
Sekembalinya dari toilet, Sylvia terdiam sejenak di depan pintu ruangan Edward. Ruangan itu tampak tenang dari luar sini. Terlebih, ia tidak melihat sekretaris Edward di mejanya.'Apa pria itu sedang bertingkah macam-macam di dalam sana? Awas saja! Aku akan mencincang kepalanya!'Sylvia sudah bersiap, dan membuka pintu itu lebar-lebar dalam sekali hentakkan. Ia berharap, jika Edgar benar-benar sedang melakukan hal mesum, mereka harus tertangkap basah.Namun, hal yang terjadi malah sebaliknya. Sylvia malah melihat Edgar sudah duduk di meja Edward dan tampak serius membaca berkas-berkas. Pria itu tampak sangat tenang, dengan cahaya matahari yang menjadi background di belakangnya.Sylvia berdeham, sebenarnya malu dengan pikiran buruknya tadi. Tanpa banyak bicara, ia mengambil berkas-berkas dari meja Edward dan mengerjakannya di sofa. Ia tidak akan mengganggu pria itu kali ini. Sylvia kembali memeriksa berkas yang akan ditandatangani oleh Edgar. Namun, tak lama kemudian, Edgar malah meng
Edgar yang muak karena selalu diancam oleh Sylvia, ia langsung meletakkan ponselnya. Lalu ia mengambil pulpen untuk menandatangani tumpukan berkas yang ada diatas meja.Melihat Edgar akan menandatangani berkas itu. Ia lupa bahwa tanda tangan Edward dan Edgar pasti berbeda. Lalu ia dengan cepat menghentikan Edgar. “Tunggu sebentar,” ucap Sylvia.“Apa lagi?” tanya Edgar.Sylvia yang tidak mau sekretaris Edward curiga saat melihat tanda tangan yang berbeda, ia langsung beranjak dari sofa. Lalu ia pergi ke meja Edward untuk mencari contoh tanda tangan Edward. Tak lama kemudian ia kembali menghampiri Edgar dengan membawa sebuah berkas yang ia dapat dari laci meja kerjanya Edward.Sylvia meletakkan berkas tersebut didepannya Edgar. “Pastikan tanda tangan yang kamu bikin sama persis dengan tanda tangannya Edward yang ada di berkas itu!” Edgar langsung mendengus kesal. “Merepotkan sekali.” Sambil kembali duduk di sofa, Sylvia menimpali ucapannya Edgar. “Gak usah kebanyakan ngeluh. Lakukan a
Sylvia yang merasa bersalah karena sudah menghina Edgar, ia pun keluar untuk mencari keberadaan Edgar. Setelah cukup lelah berkeliling di kantor, Sylvia belum juga menemukan keberadaan Edgar. Ia bahkan khawatir bahwa Edgar tidak ingin kembali lagi ke perusahaan karena hinaan yang tidak sengaja diucapkan oleh Sylvia.Dengan bertolak pinggang serta melihat ke berbagai arah, Sylvia bergumam. “Kemana ya perginya pria itu?” Lalu ia mengerutkan keningnya. “Jangan bilang kalau dia pulang ke rumah?” Sylvia yang khawatir jika Edgar pulang kerumah dan melaporkan dirinya ke Catherine. Ia langsung bergegas turun ke lantai bawah. Di lantai bawah, seorang resepsionis langsung berdiri saat melihat kedatangan Sylvia. Melihat resepsionis tersebut menundukkan kepalanya saat ia melintas. Sylvia kembali mundur untuk menanyakan keberadaan suaminya kepada resepsionis tersebut. Mungkin saja resepsionis itu tahu kemana perginya Edgar. Atau bahkan Edgar sempat mengatakan ia akan pergi kemana kepada resepsio
Sylvia langsung mendengus kesal. Edgar benar bahwa sebelumnya Sylvia sudah lebih dulu menghina dirinya. Namun, dengan sikap Edgar yang menyebalkan hal itu membuat Sylvia enggan untuk meminta maaf lebih dulu. Sudah pasti jika Sylvia yang meminta maaf duluan, pria itu akan besar kepala.Dengan melipat kedua tangannya didada dan mengalihkan pandanga, Sylvia dengan angkuh berkata. “Tidak mau! Aku tidak mau minta maaf duluan!” “Ya sudah.” Edgar mengangkat kedua pundaknya. Lalu ia berbalik untuk berjalan ke arah sofa. “Aku juga gak mau meneruskan sandiwara ini.” Mendengar ucapannya Edgar Sylvia semakin kesal. Jika Edgar tidak ingin bersandiwara lagi di kantor sebagai Edward. Maka perusahaan ini akan kacau balau. Jika hal itu terjadi maka perusahaan ayah Sylvia yang bekerjasama dengan perusahaan keluarga Edward akan terkena imbasnya juga. Alhasil Sylvia menurunkan gengsinya untuk minta maaf lebih dulu ke Edgar.Dengan menoleh ke Edgar, Sylvia berkata. “Baiklah, aku akan melakukan yang kamu
Sore harinya.Tak terasa karena kesibukan mereka masing-masing, jam dinding diruang Edward sudah menunjukkan pukul 4 sore. Sylvia yang teringat bahwa sore ini Edgar harus menghadiri undangan dari salah satu client perusahaan, ia langsung menghentikan pekerjaannya. Lalu ia beranjak dari sofa.Sambil berjalan menghampiri Edgar, Sylvia berkata. “Ayo kita pergi sekarang. Udah saatnya kamu datang untuk memenuhi undangan pak Calvin.” Edgar langsung berdeham. “Tunggu sebentar.” Melihat Edgar sangat fokus melihat sebuah berkas, Sylvia tidak ingin mengganggu konsentrasinya. Bahkan Sylvia memilih untuk menarik kursi agar ia bisa duduk sejenak. Namun, belum ada 5 menit, Sylvia harus kembali beranjak dari kursinya. “Sudah selesai! Ayo kita berangkat sekarang,” ucap Edgar.Sylvia langsung mengepalkan tangannya. “Edgar!!” Lalu ia menepuk meja Edgar. “Kamu bisa gak sih, gak bikin aku kesel, sehari aja.” Edgar yang tidak tau kesalahannya, ia langsung mengerutkan dahinya. “Memangnya kapan aku biki
Setibanya di kantor, Edgar langsung pergi ke ruangan Edward dengan terburu-buru. Sedangkan Sylvia yang tertinggal jauh di belakang, justru semakin bingung dengan tingkah lakunya Edgar.Sambil terus berjalan ke arah ruang Edward, Sylvia berpikir. ‘Ada apa sih dengan dia? Kenapa dia terlihat sangat ingin pergi ke ruangan Edward? Apa jangan-jangan dia udah berhasil menemukan password laptop Edward? Tapi kapan? Sejak tadi dia kan selalu bersama dengan ku.” Setelah sampai diruangan Edward, Sylvia terlebih dahulu menutup pintu sebelum ia mendekati Edgar. Lalu, ia mulai berjalan menghampiri Edgar. Dikursi Edward, Edgar terlihat sangat serius. Bahkan Sylvia juga semakin bingung saat melihat Edgar menghitung sesuatu menggunakan jari tangannya. Tidak ingin menganggu keseriusan Edgar, Sylvia memilih untuk duduk dikursi. “Yes! Berhasil!” sorak Edgar.Sylvia yang terkejut sekaligus penasaran, ia langsung bertanya kepada Edgar, “Apanya berhasil?” “Passwordnya,” ucap Edgar. Lalu ia memutar laptop
Melihat istrinya panik, Edgar bukannya melepaskan pelukannya ia justru semakin menggoda Sylvia. Sedangkan Sylvia sendiri terus berontak agar bisa melepaskan diri dari pelukan Edgar. "Edgar!! Lepasin aku!" Sylvia berucap sambil mendorong dada Edgar."Tidak mau! Aku tidak akan membiarkan kamu kabur. Hari ini juga kamu akan menjadi milikku seutuhnya. Muaacchh." Edgar menyahut dengan mencium bibir istrinya diakhir ucapannya.Sylvia yang sudah kesal, ia langsung mencubit lengannya Edgar. Sontak, hal itu membuat Edgar melepaskan pelukannya. "Aaaaaaa!!" jerit Edgar."Syukurin emangnya enak! Genit sih jadi cowok," ucap Sylvia."Kamu kenapa cubit tangan aku sih? Aku kan cuma pengen mesra-mesraan sama kamu." Edgar bertanya sambil mengusap tangannya yang bekas dicubit Sylvia."Aku kan udah pernah bilang sama kamu, aku belum mau melakukan hal itu sama kamu sebelum semua masalah ini selesai dan status pernikahan kita jelas," ucap Sylvia."Masih lama dong kalau begitu." Edgar menyahut sambil meng
Satu jam kemudian.Setelah berada di kantor, Edgar langsung langsung mengeluarkan surat pernyataan mengenai pemecatan Frans. Hanya berselang setengah jam setelah Edgar mengesahkan surat tersebut, ponsel Edgar tiba-tiba saja berbunyi. Edgar pun mengambil ponselnya.Kriinngg..."Ibu." Edgar berucap saat menatap layar ponselnya.Menyadari bahwa ibunya pasti udah mendapatkan kabar tentang pemecatan Frans, Edgar pun meletakkan ponselnya dan membiarkan ponselnya terus berbunyi. Catherine yang merasa kesal karena panggilan telponnya diabaikan oleh Edgar, ia pun memutuskan untuk pergi ke kantor guna menemui putranya."Aaarrrgghh!! Edgar pasti sengaja tidak menjawab ponselku. Sebaiknya aku temui saja dia dikantor," ucap Catherine. Catherine langsung mengambil tasnya untuk pergi menemui Edgar. Setelah melewati kemacetan yang cukup parah, Catherine akhirnya sampai di depan kantor. Setelah turun dari mobil, dengan langkah cepat, Catherine langsung berjalan menuju ke ruangan Edgar. Tak lama ia pu
Tak lama kemudian Edgar pun membawa Sylvia keluar dari ruang UGD. Kemudian Edgar pun pergi sebentar ke loket administrasi untuk membayar perawatan Sylvia. "Kamu tunggu disini sebentar ya, aku mau urus administrasi nya dulu," ucap Edgar.Sylvia langsung menganggukkan kepalanya. "Iya." Selagi menunggu Edgar selesai mengurus pembayaran administrasinya, Sylvia pun menunggu di ruang tunggu UGD. Saat mengingat bahwa ponselnya sudah diambil oleh pak Thomas, Sylvia langsung mendengus kesal."Sial! Semoga aja Elis udah melihat email yang aku kirimkan tadi deh," gumam Sylvia.Setelah menunggu cukup lama, Edgar pun datang. "Udah selesai semuanya?" tanya Sylvia."Udah, yuk kita pulang sekarang." Edgar berucap dengan mengulurkan tangannya."Pulang? Kenapa gak kembali ke kantor aja? Urusan kita kan masih banyak yang harus dikerjakan," tanya Sylvia."Urusan kantor, om Dean beser pak Thomas biar jadi urusan aku. Kamu istirahat dirumah aja," ucap Edgar."Edgar! Aku ini bosan istirahat dirumah terus
Sesampainya dirumah sakit, Edgar langsung turun dari mobil. Lalu, ia pun mengeluarkan Sylvia dari dalam mobil. Sambil menggendong Sylvia, ia pun membawa Sylvia ke ruang UGD."Dokter! Suster! Tolong selamatkan istri saya," teriak Edgar.Tak lama seorang dokter pun datang menghampiri Edgar. "Istrinya kenapa pak?" "Istri saya pingsan dok, tolong periksa istri saya dulu." Edgar berucap sambil terus menggendong istrinya.Dokter langsung menunjuk ke arah ruang UGD. "Silahkan bawa istrinya ke dalam, pak."Edgar pun menganggukkan kepalanya. "Baik, dok."Sesuai perintah dokter, Edgar langsung membawa istrinya masuk kedalam ruang UGD. Saat melihat ada ranjang yang kosong, Edgar langsung membaringkan Sylvia diatas ranjang tersebut. Tak lama dokter pun mulai memeriksa kondisi Sylvia. "Sebaiknya bapak tunggu diluar saja ya. Biarkan dokter berkonsentrasi untuk memeriksa kondisi pasien," ucap seorang suster yang menghampiri Edgar.Edgar pun dengan berat hati keluar dari ruang UGD. Selama Sylvia se
"Kenapa om? Om terkejut melihat keberadaan ku disini? Sama om, aku juga terkejut mendengar semua ucapan om. Kenapa om segitu teganya sama Edward? Memangnya salah Edward apa, om?" cecar Edgar.Frans langsung memegang pundak Edgar. "Kamu salah paham Edgar, semua yang kamu dengar gak seperti apa yang kamu pikirkan."Edgar pun menghempaskan tangan omnya. "Salah paham apanya om?! Aku jelas-jelas denger kalau om dan pak Thomas yang membuat rencana untuk melenyapkan Edward. Dia itu saudara kandung ku, om! Keponakan kandung om sendiri!" "Om terpaksa melakukan semua itu Edgar, maafkan om." Frans berucap sambil menundukkan kepalanya."Maaf om bilang?" tanya Edgar. "Saudara kembar ku udah tewas, om!" teriak Edgar.Melihat suaminya yang sudah emosional, Sylvia langsung menghampiri suaminya. Lalu, Sylvia memegang lengan suaminya. "Udah Edgar, kamu gak usah berteriak. Itu hanya membuang energi mu aja. Sebaiknya kita laporkan hal ini ke kantor polisi. Pelakunya harus mendapatkan hukuman yang setim
Siang harinya.Menjelang jam makan siang, Edgar menerima telpon dari sekretarisnya. Ia mengatakan kepada Edgar bahwa ia melihat Frans baru saja pergi. Mendengar kabar tersebut, Edgar langsung menutup telponnya. "Benarkah?" tanya Edgar."Iya pak, baru 3 menit yang lalu saya melihat pak Frans meninggalkan mejanya. Sepertinya ia akan pergi menemui seseorang," ucap sekretaris."Kamu tau dari mana?" tanya Edgar."Pengamatan saya aja pak, karena saya melihat bahwa pak Frans sangat terburu-buru untuk pergi setelah beliau menerima panggilan telpon," ucap sekretaris."Baiklah, terimakasih atas informasinya," sahut Edgar."Sama-sama pak," sahut sekretaris. Edgar langsung meletakkan gagang telponnya. Kemudian ia pun beranjak dari kursinya. Sambil berjalan menghampiri istrinya, Edgar pun berkata. "Ayo Sylvia, kita buntuti om Frans."Sylvia langsung menoleh ke arah Edgar. "Memangnya om Frans udah pergi?""Udah, tadi aku dapet informasi dari sekretaris. Katanya om Frans belum lama ini pergi. Kit
Setelah selesai sarapan Edgar dan Sylvia langsung pergi ke kantor. Selama di perjalanan menuju kantor, Edgar terus mengecek laporan keuangan perusahaan. Melihat kesibukan yang dilakukan oleh Edgar, Sylvia memberanikan diri untuk bertanya.Dengan melirik ke arah iPad yang ada di tangan Edgar, Sylvia pun bertanya. “Kamu lagi ngapain sih? Keliatannya sibuk banget.”Sambil terus menatap layar iPadnya, Edgar pun menjawab. “Aku lagi ngecek laporan keuangan perusahaan.”“Memangnya ada yang aneh dengan laporannya?” tanya Sylvia.“Sejauh ini sih belum ada,” ucap Edgar. Lalu, Edgar pun menoleh ke arah Sylvia. “Nanti kamu ikut aku sebentar ya.”“Kemana?” tanya Sylvia.“Membuntuti om Frans secara diam-diam,” ucap Edgar.Sylvia pun mengerutkan keningnya. “Maksudnya gimana?” “Beberapa hari yang lalu, aku minta bantuan sama Richard untuk menyadap ponsel om Frans. Kemarin, Richard mengatakan bahwa om Frans menerima panggilan telpon dari nomor yang gak dikenal dan mereka janjian di sebuah tempat untu
3 hari kemudian.Setelah dirawat dengan telaten oleh Edgar, kini kondisi Sylvia sudah semakin membaik. Bukan hanya itu saja hubungan diantara mereka pun semakin mesra. Bahkan, kini Edgar sudah tidak sungkan untuk mencium pipi Sylvia ataupun memanggilnya dengan sebutan sayang.“Kamu yakin mau ikut ke kantor hari ini?” Edgar bertanya sambil memasang kancing diujung lengannya.“Yakin.” Sylvia berucap sambil menyisir rambutnya. “Aku ingin masalah ini cepat selesai. Aku gak mau hidupku gak bebas hanya karena pak Thomas belum kunjung tertangkap.”Dengan membawa dasinya, Edgar pun menghampiri Sylvia. Saat berada di samping Sylvia, Edgar langsung menyerahkan dasinya. “Baiklah, kamu boleh ikut ke kantor, tapi kamu gak boleh jauh dari aku. Kamu harus selalu berada di depan mata ku.”Sylvia pun mengambil dasinya Edgar. Sambil memasangkan dasi tersebut, Sylvia langsung menimpali ucapan Edgar. “Kalau aku selalu ada di depan mata kamu, nanti kamu gak bisa kerja dong. Gimana coba mau ngecek berkas-b
Setelah mendengar perintah yang diberikan oleh Catherine, para pelayan langsung pergi ke dapur untuk menyiapkan makanan dan potongan buah untuk Sylvia. Sementara itu di dalam kamar, Edgar baru saja membaringkan Sylvia diatas tempat tidur. Sambil menaikkan selimut, Edgar pun berkata. “Hari ini kamu harus banyak istirahat. Gak boleh turun dari tempat tidur.”“Kalau aku mau ke kamar mandi bagaimana?” tanya Syila.Edgar pun duduk disamping Sylvia. “Aku yang akan menggendong kamu ke kamar mandi.”Sylvia langsung tersenyum saat mendengar ucapan Edgar. Lalu, Edgar pun mengusap kepala Sylvia. “Maaf ya, beberapa hari terakhir ini aku jarang pulang dan jarang memperhatikan kamu.”“Dimaafin gak, ya?” Sylvia berpikir sambil mengetuk dagunya.“Muaacchh… harus dimaafin dong. Aku kan suami kamu,” ucap Edgar setelah mencium keningnya Sylvia.Mendapatkan ciuman secara mendadak, Sylvia langsung melirik ke arah Edgar. “Mulai genit deh. Siapa sih yang ngajarin?”“Memangnya gak boleh genit sama istri sen