"Lili, sepertinya Lidya sedang pacaran." Mirna merendahkan suaranya dan berkata dengan ekspresi misterius di wajahnya."Benarkah? Bagaimana kamu bisa tahu? Apa Lidya yang memberitahumu?"Mirna menggelengkan kepalanya. "Beberapa hari yang lalu, aku nggak sengaja mendengar Lidya sedang mengobrol dengan pria itu di telepon. Kedengarannya mereka berdua sedang menjalin hubungan.""Sulit untuk menyimpulkan hal semacam itu. Kenapa kamu nggak tanya saja sama Lidya? Kalau dia benar-benar lagi pacaran, suruh dia membawa pacarnya itu ke rumah untuk bertemu dengan kita. Jadi, kita juga bisa menilainya."Lili tidak akan pernah menyangka jika kekasih Lidya itu adalah putra kesayangannya sendiri."Hari ini hari Sabtu. Lidya nggak kerja. Aku berencana pergi ke rumahnya untuk membawakannya beberapa sosis, sekalian mengorek-ngorek informasi darinya."Setelah mengantar Lili pulang, tanpa mampir dahulu ke rumah Lili, Mirna langsung pergi ke rumah Lidya.Sementara itu, Lidya yang sedang berada di rumah dan
Mirna berdiri di ambang pintu kamar tidur dan melihat sekeliling. Kemudian, dia menoleh dengan marah, menatap Lidya, lalu bertanya, "Apa kalian berdua tinggal bersama?"Di dalam lubuk hatinya, jantung Lidya berdegap kencang tak karuan. Dia begitu gugup, hingga tidak tahu harus berkata apa."Bibi Mirna, Bibi salah paham. Kami nggak tinggal bersama. Aku baru saja datang hari ini.""Sudahlah. Apa menurut kalian, aku ini bocah kecil yang baru berusia tiga tahun? Coba lihat. Siapa pun yang melihatnya pasti akan tahu kalau kalian berdua tinggal bersama." Mirna menunjuk baju tidur Andi yang ada di atas ranjang.Jika mereka berdua tidak tinggal bersama, kenapa baju tidur Andi bisa muncul di kamar tidur Lidya? Lidya dan Andi langsung tidak bisa berkata-kata.Mirna keluar dari kamar tidur dengan wajah murung, lalu duduk di sofa dengan marah. Suasana di ruang tamu menjadi sangat sunyi. Andi dan Lidya berdiri di depan Mirna dengan kepala tertunduk, layaknya dua anak kecil yang sudah melakukan kesa
"Memangnya apa lagi? Apa kalian ingin aku menyembunyikannya bersama kalian, lalu berpura-pura nggak ada yang terjadi ketika aku bertemu Lili?" tanya Mirna. Dia sama sekali tidak mungkin bisa berpura-pura tidak terjadi apa-apa, lalu berinteraksi dengan Lili seperti biasa.Mirna menghubungi nomor Lili tanpa ragu-ragu. Panggilan itu pun segera tersambung."Lili, aku minta maaf padamu. Tolong kamu segera datang ke tempat tinggal Lidya," kata Mirna dengan penuh kesedihan."Mirna, apa yang terjadi? Kamu tunggu, ya. Aku akan segera ke sana. Jangan khawatir." Lili mengira sesuatu telah terjadi pada Lidya. Dia pun buru-buru menutup telepon.Lili khawatir masalah ini akan membutuhkan banyak bantuan, jadi dia mengirim pesan kepada Amel dalam perjalanan."Cepat datang ke rumah Lidya. Sepertinya telah terjadi sesuatu. Aku juga sedang dalam perjalanan ke sana."Dimas baru saja menjemput Amel, lalu berkendara pulang saat Amel mendapat pesan itu."Sayang, cepat pergi ke rumah Lidya. Sepertinya sudah t
Lili menyerahkan selembar tisu pada Mirna dengan cemberut. Mirna menyeka air mata di wajahnya, lalu berbalik untuk menatap Lidya dengan marah sebelum berkata, "Katakan semua yang sudah kamu lakukan."Lidya menggigit bibirnya, merasa sulit untuk mengatakan tentang hal ini."Bu, sebenarnya aku sudah punya pacar. Aku dan Kak Lidya sedang menjalin hubungan." Andi tidak ingin melihat Lidya berada dalam kesulitan, jadi dia berbicara terlebih dahulu. Kemudian, dia memeluk Lidya erat-erat, memberi isyarat agar wanita itu jangan gugup.Lidya merasa hatinya tersentuh. Meskipun Andi masih muda, pria itu selalu menjaganya dengan penuh perhatian.Lili melihat keduanya menggenggam tangan satu sama lain. Otaknya berputar cepat, tapi untuk sejenak dia tidak bisa bereaksi terhadap apa yang sedang terjadi.Sementara itu, Amel terbelalak. Dia menatap keduanya dengan tatapan tidak percaya dan rahang yang terbuka lebar."Kalian ... kalian pacaran?" tanya Amel dengan suara bergetar. Dia menegaskan semuanya
"Bibi Lili, kamu baik sekali. Terima kasih sudah menyetujui hubungan kami!" ucap Lidya sambil memeluk Lili dengan gembira."Sejak kapan kalian berdua menjalin hubungan? Kalian menyembunyikannya dengan sangat baik. Kami bahkan nggak mengetahuinya," kata Lili. Sebelumnya Lili sudah mendesak Andi untuk mencari pacar, tapi putranya itu tampak acuh tak acuh. Kemudian, setelah Andi lulus, ada masa di mana dia seperti selalu merasa depresi. Lili pikir putranya itu sedang putus cinta."Bibi Lili, sebenarnya kami berdua sudah pacaran sejak lama. Kami resmi pacaran saat Andi masih kuliah," kata Lidya dengan agak malu-malu."Kalau kalian sudah menjalin hubungan, kenapa nggak mengatakannya pada kami?""Aku takut kalian akan keberatan. Bibi Lili, kamu nggak tahu seperti apa ibuku tadi, dia seakan ingin memakanku. Mana mungkin aku berani mengatakannya?" Lidya masih merasa ketakutan ketika dia memikirkan tentang hal itu.Mendengar itu, Lili pun tertawa kecil. Suasana saat ini sudah jauh lebih baik da
Dimas duduk di samping, menatap mereka berdua seolah sedang menonton pertunjukan."Menurutmu, kenapa aku menatapmu seperti ini? Apa kamu sengaja mengatakan kamu nggak punya tempat tinggal setelah lulus, hanya karena ingin tinggal bersama Lidya?" tanya Amel sambil mendengus dingin.Amel cukup senang adiknya menjalin hubungan dengan sahabatnya, terlebih lagi hal ini bisa menambah kedekatan hubungan mereka semua. Namun, satu-satunya hal yang membuatnya marah adalah mereka berdua menyembunyikan hal ini darinya!"Kalian bahkan menyembunyikannya dariku. Kalian sama sekali nggak menganggapku serius. Sayang, ayo kita pergi." Amel berpura-pura marah, berdiri, lalu hendak pergi.Andi dan Lidya masing-masing memegangi tangan Amel."Amel, tolong jangan marah, ya? Kami juga nggak bermaksud menyembunyikan hal ini darimu," kata Lidya sambil menggoyangkan lengan Amel dengan manja."Nggak bermaksud? Aku rasa kalian memang melakukannya dengan sengaja. Kalian sudah berhubungan begitu lama, tapi masih bis
"Mereka berdua memohon padaku untuk nggak memberitahumu dulu. Aku nggak bisa mengkhianati mereka. Sebenarnya, selama kamu mengamati dengan cermat, kamu akan menemukan bahwa pasti ada sesuatu di antara mereka," ucap Dimas sambil mengangkat bahu dengan tak berdaya. Dia juga tidak ingin menyembunyikan hal ini dari istrinya, tapi dia tidak punya pilihan karena dia sudah berjanji pada Andi."Kamu benar-benar hebat. Aku pikir nggak ada rahasia di antara kita berdua. Aku nggak pernah menyangka kalau kamu akan menyembunyikan hal ini dariku. Katakan dengan jujur, apa ada hal lain yang kamu sembunyikan dariku?" tanya Amel sambil menyipitkan mata dan menatap Dimas dengan tajam.Kilat rasa bersalah melintas di wajah Dimas. Kemudian, dia berkata, "Nggak ada. Sayang, nggak ada lagi yang aku sembunyikan darimu kecuali masalah ini.""Huh, awas saja. Aku paling benci saat orang lain menipuku. Kalau aku tahu kamu menyembunyikan sesuatu dariku, aku nggak akan pernah memaafkanmu," kata Amel dengan sedikit
Keesokan harinya, Dimas dan Amel dibangunkan oleh nada dering ponsel yang berisik.Amel mengeluarkan ponselnya dari bawah bantal, lalu menjawab panggilan itu dengan setengah sadar."Amel, apa kamu punya waktu pagi ini? Ayo kita belanja bersama!" Suara ceria Lidya terdengar dari ujung lain telepon."Oke," setuju Amel yang masih setengah sadar."Oke, kita sepakat, ya. Sampai ketemu nanti."Sementara itu, Dimas sudah sadar dari kantuknya. Dia bangkit dari tempat tidur, lalu langsung pergi ke kamar mandi. Setelah mandi, dia melihat bahwa Amel masih tidur. Dia pun berjalan ke sisi Amel, membungkuk, lalu dengan lembut mencium wajah Amel.Amel membuka matanya yang masih mengantuk, lalu berujar, "Sayang, selamat pagi!""Sayang, ayo cepat bangun. Bukankah kamu sudah membuat janji dengan Lidya untuk pergi belanja bersama? Jangan sampai terlambat!" ingat Dimas.Amel terkejut sebelum akhirnya segera bangun. Dia hanya tidur sebentar, tapi hampir saja melupakan hal ini.Setelah berganti pakaian, Ame
Lidya sudah terbiasa bebas dan tidak ingin terlalu cepat terikat oleh pernikahan."Baiklah, kita berdua nggak perlu terburu-buru. Orang tuamu dan orang tuaku mungkin sudah nggak sabar untuk menyuruh kita menikah karena ingin segera punya cucu," kata Andi dengan nada bercanda."Kalau Amel nggak menceraikan Dimas, dia mungkin harus mengikuti Dimas kembali ke Kota Ambara. Akan sulit untuk bertemu dengannya lagi di masa depan," sahut Lidya dengan sedih ketika memikirkan hal ini.Andi memeluk bahu Lidya dengan hangat sambil berkata, "Nggak apa-apa. Kalau kamu merindukan kakakku, kita bisa mengunjunginya kapan saja. Lagi pula, sekarang masih ada aku yang menemanimu, 'kan?"Lidya menghela napas, lalu menjawab, "Bagaimana kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu."Di sisi lain, Dimas mengambil sup penghilang rasa mabuk yang sudah dimasak, lalu dengan hati-hati menyuapkannya kepada Amel. Setelah sibuk selama setengah malam, dia baru tertidur di samping Amel dengan mengantuk.Sinar matahari pagi me
Pada saat ini, Amel sudah tersungkur di atas meja, sementara Lidya terbelalak saat melihat Dimas melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah ke arah mereka. Lidya pun mengguncang bahu Amel dengan lembut sambil berkata, "Amel, Dimas ada di sini.""Dimas? Dia itu penipu besar. Aku nggak akan pernah peduli lagi padanya," ucap Amel dengan tidak jelas sambil memeluk botol bir.Dimas mengerutkan kening saat mendengar kata-kata Amel. Melihat Amel dalam keadaan mabuk seperti itu, Dimas merasakan sakit di dalam hatinya."Amel, aku akan mengantarmu pulang," kata Dimas dengan lembut. Amel memaksakan diri untuk mengangkat kepalanya, lalu menatap Dimas yang ada di depannya. Dimas tampak tersenyum kepadanya."Aku nggak akan pulang." Amel menegaskan setiap kata yang diucapkannya. Dia masih marah karena Dimas sudah menipunya."Ka ... kalau begitu, aku serahkan Amel kepadamu. Aku pergi dulu." Melihat suasananya tidak terlalu bagus, Lidya pun bersiap untuk menyelinap pergi. Identitas Dimas sebagai dir
Amel ragu-ragu untuk beberapa saat, sebelumnya akhirnya perlahan-lahan berkata, "Sejujurnya, aku benar-benar nggak rela berpisah dari Dimas. Sejak kami menikah sampai sekarang, dia selalu memperlakukanku dengan sangat baik. Dimas adalah contoh sempurna dari suami yang baik."Semalam saat berbaring di tempat tidur, yang terlintas di benak Amel hanyalah kebaikan Dimas kepada dirinya. Amel pun menjadi tidak begitu marah lagi."Hatiku masih sangat kacau sekarang." Amel menggaruk-garuk kepalanya dengan kesal."Jangan khawatir. Semua pasti akan ada jalan keluarnya," bujuk Lidya sambil menepuk bahu Amel dengan lembut."Bagaimana kalau kita minum bersama malam ini, untuk menenangkan suasana hati?" usul Lidya saat melihat Amel tampak bingung dan gelisah.Sebelumnya, Amel pasti akan menolaknya. Namun, sekarang Amel langsung menyetujuinya tanpa ragu. "Oke."Dimas menghabiskan sepanjang pagi di rumah sakit. Kondisi Nenek Salma juga sudah stabil. "Ayah, Ibu, Nenek, masih ada beberapa hal yang harus
"Tentu saja, Kak Amel. Aku benar-benar ingin terus bekerja di sini," kata Clara dengan tegas. Dia sudah memantapkan hati untuk tetap bekerja pada Amel."Oke." Raut wajah Amel langsung menunjukkan perasaan lega.Dimas memesan penerbangan paling awal dan bergegas pulang malam itu juga. Sesampainya di rumah sakit, Salma sudah beristirahat di bangsal."Ayah, Ibu, aku datang.""Akhirnya kamu datang juga. Nenekmu terus menyebut-nyebut namamu sepanjang malam tadi," tegur Bela.Dimas berjalan menghampiri ranjang Salma dengan perasaan bersalah. Tiba-tiba saja Dimas menyadari jika neneknya benar-benar sudah sangat tua. Entah sejak kapan, rambut neneknya sudah memutih semua.Untuk sementara waktu ini, Dimas tidak memenuhi kewajibannya sebagai cucu. Dimas juga gagal membina hubungan asmaranya. Tiba-tiba saja, Dimas merasa agak sedih dan kecewa karenanya.Salma perlahan-lahan membuka matanya. Melihat Dimas, raut wajahnya tampak agak emosional."Aku sudah pulang, Nek." Dimas menggenggam erat tangan
Amel memandangi punggung kepergian Dimas. Dia merasa agak kehilangan di dalam hati. Namun, melihat Dimas yang tampak begitu cemas, Amel merasa pasti ada suatu masalah yang sangat penting.Lantaran suasana hatinya sedang buruk, Amel tidak punya keinginan untuk mengurus toko makanan penutup miliknya. Dia memutuskan untuk sementara waktu membiarkan Clara membantunya mengawasi toko. Keesokan harinya, Amel bangun pagi-pagi sekali, lalu pergi ke toko untuk memberi penjelasan pada Clara."Tenang saja, Pak Irfan. Aku pasti akan membantu Bu Amel menjaga toko dengan baik. Aku yakin Pak Dimas dan Bu Amel pasti akan baikan nanti."Begitu memasuki pintu, Amel mendengar suara Clara. Amel pun mengerutkan kening. Dia bertanya-tanya kenapa Clara berkata seperti itu.Memikirkan kembali sikap Clara terhadap Dimas dan fakta bahwa Clara yang merupakan seorang ahli pembuat makanan penutup top, tapi bersedia merendahkan diri untuk bekerja di toko makanan penutup kecil miliknya ini, Amel pun sepertinya sudah
Amel sangat sadar diri dan tahu bahwa dia tidak layak untuk pria di depannya ini. Mungkin sekarang Dimas memiliki perasaan padanya, tetapi jika kesenjangan antara keduanya mulai ditemukan di masa depan, kemungkinan besar cinta mereka akan perlahan-lahan kandas.Dimas cukup baik, orang-orang di sekitar Dimas juga sangat baik. Amel hanya seorang wanita biasa, benar-benar tidak bisa berjalan berdampingan dengan pria itu.Saat mendengar kata cerai, Dimas langsung terbelalak kaget, lalu berkata, "Aku nggak bisa. Amel, jangan cerai, ya? Nggak peduli siapa aku, cintaku padamu nggak akan pernah berubah."Dimas menjelaskan dengan tegas kepada Amel alasan kenapa dia menyembunyikan identitasnya, tetapi Amel tampaknya tetap bertekad untuk menceraikannya."Dimas, beri aku waktu untuk menenangkan diri dulu," jawab Amel, lalu menutup pintunya lagi.Lili menepuk bahu Dimas sambil berkata, "Beri dia waktu. Bagaimanapun, ini bukan masalah sepele. Dia perlu waktu untuk menerimanya."Dimas mengangguk frus
"Kami nggak bisa menerima permintaan maaf dari seorang direktur," sahut Gibran dengan kesal.Dimas mengerutkan keningnya dan kembali menjelaskan "Ayah, Ibu, aku benar-benar nggak bermaksud menyembunyikan identitasku.""Kalau begitu, beri tahu aku kenapa kamu menyembunyikan identitasmu?" sahut Lili dengan nada dingin.Saat menghadapi Dimas, Lili masih mengalah dan ingin memberi Dimas kesempatan untuk menjelaskan. Bagaimanapun, dia masih bisa memercayai karakter Dimas.Mereka juga dapat melihat bahwa Dimas tidak memperlakukan putri mereka hanya untuk bermain-main saja."Orang yang bertanggung jawab atas cabang Grup Angkasa adalah kerabat jauh Keluarga Cahyadi. Ketika aku meninjau dana pada akhir tahun lalu, aku menemukan ada celah keuangan yang besar. Aku menyelidikinya secara pribadi dan menemukan kalau dia telah menggelapkan dana publik. Dia sering mengabaikan tugasnya dan membeli properti dalam jumlah besar. Tapi karena kurangnya bukti, aku dan asistenku menyembunyikan identitas kami
Sebagai seorang profesor, Gibran tidak pernah memperhatikan ketenaran dan kekayaan selama bertahun-tahun. Meskipun identitas asli Dimas adalah direktur Grup Angkasa, menurutnya juga tidak ada yang istimewa dengan itu."Kenapa Dimas menyembunyikan identitasnya? Mungkinkah dia sengaja melakukannya pada kita karena takut kita menginginkan uangnya?" sahut Lili dengan nada kecewa.Lili selalu merasa bahwa Dimas lumayan baik. Dia bahkan menganggap Dimas seperti putranya sendiri."Amel, karena kamu sudah memikirkannya dan memutuskan untuk menceraikannya, Ayah akan mendukung keputusanmu. Keluarga Santoso nggak peduli apakah dia direktur atau bukan," ucap Gibran. Pria itu adalah orang pertama yang mengungkapkan sikapnya."Ibu juga mendukungmu. Hal yang paling penting bagi pasangan untuk hidup bersama adalah kejujuran. Dia bahkan nggak bisa melakukan integritas paling dasar. Meskipun Keluarga Cahyadi kaya, Amel juga nggak bisa menikmatinya. Jadi, lebih baik lupakan saja," ujar Lili dengan nada k
"Aku ingin menceraikannya. Dia adalah seorang direktur Grup Angkasa, sementara aku cuma gadis biasa. Kami nggak berasal dari dunia yang sama dan nggak akan mendapatkan hasil apa pun di masa depan," tukas Amel. Ketika mengatakan itu, Amel merasa sakit yang menyesakkan datang dari hatinya.Ketika mendengar itu, Lidya langsung mengerutkan dahinya. Dia bisa melihat betapa Amel sangat mencintai Dimas."Huh ...." Lidya menghela napas panjang."Aku nggak pernah mengira bahwa hal dramatis yang ditampilkan di TV akan terjadi padaku," ujar Amel. Dia merasa sangat kecewa dengan Dimas ketika mengingat kembali berapa banyak kebohongan yang sudah dibuat pria ini untuk menipunya sejak mereka menikah."Ya, ini sudah keterlaluan. Kupikir hal semacam ini hanya ada di TV, tapi nggak disangka hal ini benar-benar terjadi di kehidupan nyata," sahut Lidya dengan emosi.Setelah suasana hati Amel sedikit stabil, Lidya mengantarnya pulang ke rumah Keluarga Santoso.Saat ini, Mirna sedang berbicara dengan Lili,