Dimas dan Amel saling memandang dalam diam. Kemudian, Dimas segera berdiri menghampiri Amel untuk mengambil piring dari tangan Amel dan berkata, "Nggak ada, hanya mengobrol santai saja."Amel bergumam kecil, lalu berbalik untuk kembali memasak.Tanpa disadari, Amel sudah sangat memercayai Dimas sampai-sampai dia tidak perlu bertanya pada Lidya.Lidya berjalan mendekat dan mendesah pelan.Lidya selalu merasa bahwa Dimas tidak sesederhana yang ditunjukkan. Sementara itu, Amel sangat polos. Dia tidak akan tertipu, 'kan?Setelah semua makanan siap, Lidya terus berada di sekitar Amel dan menolak untuk meninggalkannya.Sebaliknya, Dimas tidak memprotes sedikit pun. Dia duduk di depan Amel dengan patuh.Namun, makin Dimas tidak mengatakan apa-apa, Amel makin merasa bersalah.Jika bukan karena Lidya mengatakan bahwa dia merindukan masakan Amel dan bersikeras untuk makan bersama mereka, Dimas mungkin tidak akan merasa seperti ini.Setelah beberapa saat, ketiganya selesai makan. Dimas berjalan k
Lidya memegang lengan Amel sambil berkata, "Kalau begitu kenapa kamu nggak ikut denganku? Rumahku cukup besar, jadi kita berdua bisa mengobrol sepanjang malam. Bagaimana?"Benar juga!Amel tanpa sadar menatap ke arah Dimas. Pria itu menunjukkan ekspresi lemah dan muram, seperti anak anjing kecil yang menunggu pemiliknya menghiburnya.Amel tiba-tiba membeku.Tidak, dia tidak bisa meninggalkan Dimas sendirian.Jika dia masih lajang seperti sebelumnya, Amel pasti akan menyetujui dengan senang hati. Lagi pula, dia juga sendirian di rumah.Namun, sekarang ...."Bagaimana menurutmu, Mel?" Merasakan ancaman yang ada, Lidya memilih untuk bersikap manja. Dulu, selama dia bertingkah manja, Amel pasti akan menyetujui semua permintaannya.Amel tak kuasa melirik ke arah Dimas yang berdiri tidak jauh dari tempatnya.Pria itu sudah berganti pakaian tidur, tubuh tingginya berdiri di anak tangga sambil menatap ke bawah. Dia seakan menunjukkan penantian yang berusaha dia tekan.Namun, Dimas sepertinya t
Lidya menaruh kembali ponselnya, lalu menoleh untuk menatap pasangan itu dengan kesal. Kebanggaan di wajah Dimas membuatnya merasa sangat tidak senang.Lidya sudah melihat banyak gadis licik, tapi ini pertama kalinya dia melihat seorang pria selicik ini.Kemudian, Lidya dengan enggan mengalihkan tatapannya."Dimas, Lidya sebenarnya adalah orang yang sangat ramah. Mungkin kalian belum saling mengenal dengan baik, jadi dia ...." Amel jelas menyadari sikap penuh permusuhan Lidya. Dia khawatir Dimas akan memikirkannya. Namun, sebelum dia bisa menyelesaikan kata-katanya, Dimas menyelanya.Pria itu berkata dengan penuh pengertian, "Aku tahu. Bagaimanapun juga, pernikahan kita ini pernikahan kilat. Sebagai teman baikmu, sudah seharusnya dia mengkhawatirkanmu."Amel merasa hatinya hangat. Pria ini sungguh pengertian!Saat ini, nada dering yang tajam terdengar dari ponsel. Dimas melihat ponselnya sekilas dan menyadari bahwa panggilan itu berasal dari asistennya."Aku mandi dulu," kata Amel saat
"Oke." Yunita sudah mendapatkan jawaban yang dia inginkan. Dia pun segera menutup telepon.Dia sangat penasaran dengan calon kakak iparnya ini. Wanita seperti apa yang bisa memenangkan hati kakaknya yang sekeras batu itu? Untuk memuaskan rasa penasarannya, Yunita sudah bersiap untuk mencari tahu.Sementara itu, Amel yang tidak tahu tentang latar belakang Dimas, sedang berbaring di tempat tidur dan menonton drama di ponselnya.Saat Dimas yang mengenakan pakaian tidur masuk ke dalam kamar, Amel buru-buru menyingkir ke bagian tempat tidurnya."Apa kamu sedang menonton?" tanya Dimas sambil menatap Amel.Amel mengangguk sambil menjawab, "Aku bosan, jadi aku menonton drama. Tapi sekarang aku akan tidur."Setelah selesai mengatakan itu, Amel mematikan ponselnya dan menutup matanya dengan agak malu. Dia tidak merasa malu ketika berada sendirian dengan Dimas, tapi ketika mereka hanya mengenakan piama dan berbaring di tempat tidur yang sama, pipi Amel tidak bisa tidak merona.Dimas sepertinya ta
"Jaga perkataanmu," kata Dimas sambil menatap tajam pada Hardi.Hardi memaki dengan penuh amarah, "Siapa kamu? Ini nggak ada hubungannya denganmu. Sebaiknya kamu menjauh dariku, kalau nggak aku akan membereskanmu juga!""Aku suaminya Amel. Kamu datang ke rumah ibu mertuaku untuk membuat masalah, tentu saja ini semua ada urusannya denganku."Dimas mengucapkan kata demi kata dengan tegas.Tak diragukan lagi, kata-kata Dimas ini tepat mengenai luka di hati Hardi."Ternyata kamu si bajingan itu!"Hardi menggertakkan giginya dan maju untuk meraih kerah Dimas.Sejak awal, Hardi tidak setinggi Dimas. Dia juga tidak punya bentuk tubuh yang kekar. Pada saat ini, ada perasaan lucu yang menyelimuti hati Dimas.Dimas mengerutkan kening. Kali ini adalah pertama kali dalam hidupnya dia melihat pria yang tidak tahu diri.Dimas meraih lengan Hardi dan mengalahkan pria itu dengan mudah."Ah!"Hardi berteriak kesakitan. Tanpa sadar, dia melepaskan cengkeramannya dari kerah Dimas dan berteriak, "Lepaskan
Lili dan Gibran merasa sedikit bingung saat mendengar ini. Mereka tanpa sadar menatap Dimas."Aku memegang posisi manajer dan nggak perlu berdiskusi dengan kepala departemen sepertimu," kata Dimas dengan nada datar sambil tersenyum kecil.Jantung Hardi berdetak kencang saat mendengar ini. Dia mencoba berdalih, "Kepala departemen apanya? Aku adalah manajer umum!"Sebagai seorang profesor di universitas, Gibran sudah bertemu dengan banyak orang dan dengan sekilas dia tahu bahwa Hardi sedang berbohong.Ada perbedaan besar antara posisi kepala departemen dan manajer umum.Gibran mengerutkan kening, merasa ragu di dalam hatinya. Dia bahkan meragukan kualifikasi akademis Hardi.Sebagai seorang profesor, hal yang paling dibenci Gibran adalah orang yang memalsukan kualifikasi akademisnya. Hal ini namanya penistaan terhadap ilmu pengetahuan!Gibran memang tidak memiliki koneksi di Grup Angkasa, tapi dia memiliki banyak sumber daya di dunia pendidikan.Tanpa sadar, dia bertanya, "Jurnal apa yang
Sebenarnya, Lili juga merasa janggal, dia pun bertanya, "Dimas, kenapa orang tadi bilang nggak pernah melihatmu di Grup Angkasa?"Dimas memang menantu idamannya, tapi kalau dia adalah seorang penipu, Lili tidak akan segan-segan untuk menyuruh putrinya bercerai dengan Dimas.Dimas tidak langsung menjawabnya, melainkan mengeluarkan ponsel dan mencari email penerimaan karyawan yang dikirim oleh Grup Angkasa."Ayah, Ibu, ini adalah email penerimaan karyawan yang dikirimkan oleh Grup Angkasa padaku, di dalamnya juga ada cap Grup Angkasa.""Hardi nggak pernah bertemu denganku di perusahaan karena aku adalah manajer lokasi konstruksi. Apalagi, aku baru menikah dengan Amel. Aku ingin menemaninya selama beberapa hari, jadi aku mengundur hari untuk masuk kerja dan belum melapor ke Grup Angkasa. Wajar kalau dia nggak tahu soal ini.""Tapi bagaimana kamu bisa tahu kalau dia adalah kepala departemen Grup Angkasa?" tanya Amel dengan heran."Dia adalah kepala Departemen Penjualan. Aku memang berniat
Setelah mengatasi keributan yang terjadi, Amel dan Dimas menemani orang tua Amel. Mereka baru pulang saat sudah malam.Di perjalanan pulang, Amel masih merasa agak tidak enak hati, "Aku minta maaf atas kejadian hari ini. Untung ada kamu, kalau nggak kami pasti akan dirugikan.""Karena kita sudah menikah, kita adalah keluarga. Lain kali, kalau ada masalah, kamu bisa memberitahuku. Aku pasti akan membantu sebisaku," ucap Dimas dengan tegas.Dibandingkan Amel menganggapnya sebagai orang asing dan tidak memberitahunya apa-apa, Dimas lebih berharap untuk masuk ke kehidupan Amel dan merasakan susah senangnya kehidupan bersama Amel."Ya, baiklah."Amel tertawa pelan dan mengedipkan mata dengan genit.Melihat hal tersebut, perasaan Dimas pun ikut membaik.Esoknya.Karena harus pergi kerja, Amel bangun sangat pagi. Dia menoleh dan tidak melihat orang di sampingnya. Setelah membasuh diri dan mengganti pakaian, dia keluar dari kamar dan melihat sarapan yang sudah siap di meja makan."Kemarin kamu
Lidya sudah terbiasa bebas dan tidak ingin terlalu cepat terikat oleh pernikahan."Baiklah, kita berdua nggak perlu terburu-buru. Orang tuamu dan orang tuaku mungkin sudah nggak sabar untuk menyuruh kita menikah karena ingin segera punya cucu," kata Andi dengan nada bercanda."Kalau Amel nggak menceraikan Dimas, dia mungkin harus mengikuti Dimas kembali ke Kota Ambara. Akan sulit untuk bertemu dengannya lagi di masa depan," sahut Lidya dengan sedih ketika memikirkan hal ini.Andi memeluk bahu Lidya dengan hangat sambil berkata, "Nggak apa-apa. Kalau kamu merindukan kakakku, kita bisa mengunjunginya kapan saja. Lagi pula, sekarang masih ada aku yang menemanimu, 'kan?"Lidya menghela napas, lalu menjawab, "Bagaimana kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu."Di sisi lain, Dimas mengambil sup penghilang rasa mabuk yang sudah dimasak, lalu dengan hati-hati menyuapkannya kepada Amel. Setelah sibuk selama setengah malam, dia baru tertidur di samping Amel dengan mengantuk.Sinar matahari pagi me
Pada saat ini, Amel sudah tersungkur di atas meja, sementara Lidya terbelalak saat melihat Dimas melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah ke arah mereka. Lidya pun mengguncang bahu Amel dengan lembut sambil berkata, "Amel, Dimas ada di sini.""Dimas? Dia itu penipu besar. Aku nggak akan pernah peduli lagi padanya," ucap Amel dengan tidak jelas sambil memeluk botol bir.Dimas mengerutkan kening saat mendengar kata-kata Amel. Melihat Amel dalam keadaan mabuk seperti itu, Dimas merasakan sakit di dalam hatinya."Amel, aku akan mengantarmu pulang," kata Dimas dengan lembut. Amel memaksakan diri untuk mengangkat kepalanya, lalu menatap Dimas yang ada di depannya. Dimas tampak tersenyum kepadanya."Aku nggak akan pulang." Amel menegaskan setiap kata yang diucapkannya. Dia masih marah karena Dimas sudah menipunya."Ka ... kalau begitu, aku serahkan Amel kepadamu. Aku pergi dulu." Melihat suasananya tidak terlalu bagus, Lidya pun bersiap untuk menyelinap pergi. Identitas Dimas sebagai dir
Amel ragu-ragu untuk beberapa saat, sebelumnya akhirnya perlahan-lahan berkata, "Sejujurnya, aku benar-benar nggak rela berpisah dari Dimas. Sejak kami menikah sampai sekarang, dia selalu memperlakukanku dengan sangat baik. Dimas adalah contoh sempurna dari suami yang baik."Semalam saat berbaring di tempat tidur, yang terlintas di benak Amel hanyalah kebaikan Dimas kepada dirinya. Amel pun menjadi tidak begitu marah lagi."Hatiku masih sangat kacau sekarang." Amel menggaruk-garuk kepalanya dengan kesal."Jangan khawatir. Semua pasti akan ada jalan keluarnya," bujuk Lidya sambil menepuk bahu Amel dengan lembut."Bagaimana kalau kita minum bersama malam ini, untuk menenangkan suasana hati?" usul Lidya saat melihat Amel tampak bingung dan gelisah.Sebelumnya, Amel pasti akan menolaknya. Namun, sekarang Amel langsung menyetujuinya tanpa ragu. "Oke."Dimas menghabiskan sepanjang pagi di rumah sakit. Kondisi Nenek Salma juga sudah stabil. "Ayah, Ibu, Nenek, masih ada beberapa hal yang harus
"Tentu saja, Kak Amel. Aku benar-benar ingin terus bekerja di sini," kata Clara dengan tegas. Dia sudah memantapkan hati untuk tetap bekerja pada Amel."Oke." Raut wajah Amel langsung menunjukkan perasaan lega.Dimas memesan penerbangan paling awal dan bergegas pulang malam itu juga. Sesampainya di rumah sakit, Salma sudah beristirahat di bangsal."Ayah, Ibu, aku datang.""Akhirnya kamu datang juga. Nenekmu terus menyebut-nyebut namamu sepanjang malam tadi," tegur Bela.Dimas berjalan menghampiri ranjang Salma dengan perasaan bersalah. Tiba-tiba saja Dimas menyadari jika neneknya benar-benar sudah sangat tua. Entah sejak kapan, rambut neneknya sudah memutih semua.Untuk sementara waktu ini, Dimas tidak memenuhi kewajibannya sebagai cucu. Dimas juga gagal membina hubungan asmaranya. Tiba-tiba saja, Dimas merasa agak sedih dan kecewa karenanya.Salma perlahan-lahan membuka matanya. Melihat Dimas, raut wajahnya tampak agak emosional."Aku sudah pulang, Nek." Dimas menggenggam erat tangan
Amel memandangi punggung kepergian Dimas. Dia merasa agak kehilangan di dalam hati. Namun, melihat Dimas yang tampak begitu cemas, Amel merasa pasti ada suatu masalah yang sangat penting.Lantaran suasana hatinya sedang buruk, Amel tidak punya keinginan untuk mengurus toko makanan penutup miliknya. Dia memutuskan untuk sementara waktu membiarkan Clara membantunya mengawasi toko. Keesokan harinya, Amel bangun pagi-pagi sekali, lalu pergi ke toko untuk memberi penjelasan pada Clara."Tenang saja, Pak Irfan. Aku pasti akan membantu Bu Amel menjaga toko dengan baik. Aku yakin Pak Dimas dan Bu Amel pasti akan baikan nanti."Begitu memasuki pintu, Amel mendengar suara Clara. Amel pun mengerutkan kening. Dia bertanya-tanya kenapa Clara berkata seperti itu.Memikirkan kembali sikap Clara terhadap Dimas dan fakta bahwa Clara yang merupakan seorang ahli pembuat makanan penutup top, tapi bersedia merendahkan diri untuk bekerja di toko makanan penutup kecil miliknya ini, Amel pun sepertinya sudah
Amel sangat sadar diri dan tahu bahwa dia tidak layak untuk pria di depannya ini. Mungkin sekarang Dimas memiliki perasaan padanya, tetapi jika kesenjangan antara keduanya mulai ditemukan di masa depan, kemungkinan besar cinta mereka akan perlahan-lahan kandas.Dimas cukup baik, orang-orang di sekitar Dimas juga sangat baik. Amel hanya seorang wanita biasa, benar-benar tidak bisa berjalan berdampingan dengan pria itu.Saat mendengar kata cerai, Dimas langsung terbelalak kaget, lalu berkata, "Aku nggak bisa. Amel, jangan cerai, ya? Nggak peduli siapa aku, cintaku padamu nggak akan pernah berubah."Dimas menjelaskan dengan tegas kepada Amel alasan kenapa dia menyembunyikan identitasnya, tetapi Amel tampaknya tetap bertekad untuk menceraikannya."Dimas, beri aku waktu untuk menenangkan diri dulu," jawab Amel, lalu menutup pintunya lagi.Lili menepuk bahu Dimas sambil berkata, "Beri dia waktu. Bagaimanapun, ini bukan masalah sepele. Dia perlu waktu untuk menerimanya."Dimas mengangguk frus
"Kami nggak bisa menerima permintaan maaf dari seorang direktur," sahut Gibran dengan kesal.Dimas mengerutkan keningnya dan kembali menjelaskan "Ayah, Ibu, aku benar-benar nggak bermaksud menyembunyikan identitasku.""Kalau begitu, beri tahu aku kenapa kamu menyembunyikan identitasmu?" sahut Lili dengan nada dingin.Saat menghadapi Dimas, Lili masih mengalah dan ingin memberi Dimas kesempatan untuk menjelaskan. Bagaimanapun, dia masih bisa memercayai karakter Dimas.Mereka juga dapat melihat bahwa Dimas tidak memperlakukan putri mereka hanya untuk bermain-main saja."Orang yang bertanggung jawab atas cabang Grup Angkasa adalah kerabat jauh Keluarga Cahyadi. Ketika aku meninjau dana pada akhir tahun lalu, aku menemukan ada celah keuangan yang besar. Aku menyelidikinya secara pribadi dan menemukan kalau dia telah menggelapkan dana publik. Dia sering mengabaikan tugasnya dan membeli properti dalam jumlah besar. Tapi karena kurangnya bukti, aku dan asistenku menyembunyikan identitas kami
Sebagai seorang profesor, Gibran tidak pernah memperhatikan ketenaran dan kekayaan selama bertahun-tahun. Meskipun identitas asli Dimas adalah direktur Grup Angkasa, menurutnya juga tidak ada yang istimewa dengan itu."Kenapa Dimas menyembunyikan identitasnya? Mungkinkah dia sengaja melakukannya pada kita karena takut kita menginginkan uangnya?" sahut Lili dengan nada kecewa.Lili selalu merasa bahwa Dimas lumayan baik. Dia bahkan menganggap Dimas seperti putranya sendiri."Amel, karena kamu sudah memikirkannya dan memutuskan untuk menceraikannya, Ayah akan mendukung keputusanmu. Keluarga Santoso nggak peduli apakah dia direktur atau bukan," ucap Gibran. Pria itu adalah orang pertama yang mengungkapkan sikapnya."Ibu juga mendukungmu. Hal yang paling penting bagi pasangan untuk hidup bersama adalah kejujuran. Dia bahkan nggak bisa melakukan integritas paling dasar. Meskipun Keluarga Cahyadi kaya, Amel juga nggak bisa menikmatinya. Jadi, lebih baik lupakan saja," ujar Lili dengan nada k
"Aku ingin menceraikannya. Dia adalah seorang direktur Grup Angkasa, sementara aku cuma gadis biasa. Kami nggak berasal dari dunia yang sama dan nggak akan mendapatkan hasil apa pun di masa depan," tukas Amel. Ketika mengatakan itu, Amel merasa sakit yang menyesakkan datang dari hatinya.Ketika mendengar itu, Lidya langsung mengerutkan dahinya. Dia bisa melihat betapa Amel sangat mencintai Dimas."Huh ...." Lidya menghela napas panjang."Aku nggak pernah mengira bahwa hal dramatis yang ditampilkan di TV akan terjadi padaku," ujar Amel. Dia merasa sangat kecewa dengan Dimas ketika mengingat kembali berapa banyak kebohongan yang sudah dibuat pria ini untuk menipunya sejak mereka menikah."Ya, ini sudah keterlaluan. Kupikir hal semacam ini hanya ada di TV, tapi nggak disangka hal ini benar-benar terjadi di kehidupan nyata," sahut Lidya dengan emosi.Setelah suasana hati Amel sedikit stabil, Lidya mengantarnya pulang ke rumah Keluarga Santoso.Saat ini, Mirna sedang berbicara dengan Lili,