Olivia tersenyum kecut saat mendapatkan ancaman dari Paula. Dia dengan cekatan mengambil senjata tajam itu dan sekarang keadaan berbalik. Dia mulai memain-mainkan senjata milik Paula. “Apa kamu yakin ingin melukai wajahku? Apakah kamu tidak takut jika aku yang melakukan itu pada wajahmu?” “Kamu ....” “Kamu pikir aku wanita lemah? Aku tahu jika kamu adalah orang yang ada di balik penculikan itu?” “Lakukan saja! Aku sama sekali tidak takut denganmu! Aku juga tidak peduli jika kamu melukai wajahku,” “Kamu pikir aku wanita sepertimu?” Olivia membuka kaca pintu mobil dan melempar pisau itu ke luar. Dia pun membuka pintu mobil lalu ke luar dari dalam mobil. Sebelum pergi meninggalkan Paula dia menatap wanita itu dengan tajam. “Jangan mengancamku karena kamu bukan lawanku,” Olivia berkata pada Paula. Dengan nada meremehkan. Dia kembali tersenyum tatkala melihat rasa kesal dari raut wajah wanita itu. Setelah itu dia berjalan meninggalkan Paula. Dia terus berjalan meski tidak tahu a
"Mengapa masih menyembunyikan sesuatu dariku,” Olivia kembali berkata pada Nolan. Olivia terus menatap pria itu dengan tatapan penuh selidik. Dia yakin jika Nolan memang merencanakan sesuatu hal yang tidak diketahuinya. Rasa ingin tahunya begitu besar dan pria itu masih tetap saja diam. “Aku takut kamu akan terkejut dan merasa jijik denganku. Bahkan kamu akan membenci aku.” “Jelaskan padaku! Sebenarnya apa yang akan kamu lakukan?” Olivia terus saja bertanya pada Nolan. “Aku berencana untuk ....” Sebelum Nolan melanjutkan kalimatnya ada seseorang yang mengetuk pintu kamarnya. Olivia mengabaikan itu dan dia menunggu Nolan melanjutkan kalimatnya. “Sebaiknya aku pergi! Jika tidak mereka akan terkejut dan membuat keributan,” Nolan berkata lalu dia berjalan menuju balkon. Olivia hanya memandangi kepergian Nolan. Dia benar-benar yakin jika pria itu menyembunyikan rencana yang sangat besar. Dia semakin kesal karena orang yang ada di balik pintu kamarnya terus saja mengetuk. Dia pun t
"Sudah cukup! Aku tidak ingin mendengar perdebatan lagi. Sekarang Aku menyerahkan perusahaan pada Olivia. Dan kamu Sayang lebih baik pikirkan dulu bisnismu yang lainnya!” ucap Leon pada Miranda. “Tapi ....” “Tidak ada tapi-tapi lagi! Jika kamu tidak menurut maka kamu akan menyesal!” potong Leon sebelum istrinya melanjutkan kalimatnya. Olivia tersenyum melihat drama yang ada di depannya. Dia sedikit merasa bingung juga dengan sikap ayahnya. Namun, dia berpikir jika ayahnya memang sengaja menjadikannya perisai perusahaan agar dirinya bisa menyelesaikan semua kekacauan yang dibuat oleh Miranda. Dia pun melihat ibu tirinya yang merasa kesal dengan sikap sang ayah. Olivia melihat sekilas wajah sang ayah yang terlihat sedih. Ada kemungkinan ayahnya merasa sedih karena harus berkata tegas pada istrinya itu. “Sayang, kamu sudah tidak percaya lagi padaku?” tanya Miranda pada suaminya. Sembari menatapnya dengan saksama. “Aku bukannya tidak percaya padamu. Namun, semuanya sudah seperti ini
“Apa ini?” tanya Olivia pada asisten ayahnya. Sembari menatap melihat amplop yang sudah ada di tangannya. “Nona, baca saja di rumah. Biar Anda bisa mencerna semuanya dengan baik. Sehingga bisa memutuskan apa yang harus dilakukan.” Sang asisten sedikit membungkuk sebagai tanda hormat. Setelah itu dia pergi meninggalkan nonanya. Dan kembali ke ruangan untuk menjaga sang tuan yang masih perlu perlindungan darinya. Olivia menatap pria itu pergi menjauh darinya. Setelah itu dia kembali melihat amplop yang ada di tangannya. Dia pun naik ke dalam taksi yang tidak begitu lama baru menurunkan penumpangnya. Selama di dalam perjalanan dia hanya memandangi amplop yang ada di tangannya. Dia hendak membukanya dan membacanya tetapi diurungkan olehnya karena dia ingat dengan pesan asisten ayahnya itu. “Lebih baik aku membacanya di rumah,” gumam Olivia. Akhirnya Olivia tiba di rumah. Dia dikejutkan dengan kehadiran Miranda. Wanita itu sedang duduk di atas sofa sembari menatapnya dengan soro
"Bagaimana dengan, Angel? Apakah dia masih ingin membalas dendam padaku?” tanya Olivia pada orang yang ada di sampingnya. “Jika melihat gerak-geriknya ... dia sudah tidak peduli dengan masalahmu. Karena tujuannya saat ini adalah balas dendam pada suaminya.” “Apa kamu yakin akan hal itu?” “Iya. Aku yakin dan aku merasa dia sama sepertimu yang sudah terobsesi untuk balas dendam.” Orang itu pun beranjak setelah mengatakan semua hal yang memang perlu dikatakan pada Olivia. Sekarang dia harus melakukan pekerjaan lainnya. Dia menghela napasnya dan berharap jika Olivia dan Angel bisa kembali seperti dulu. Namun, dia merasa jika semuanya tidak akan terjadi apabila dendam masih ada di dalam hati mereka. Dia pun terus berjalan meninggalkan taman dan menaiki motornya. Sedangkan Olivia masih ada di taman. Dia melihat apa yang ada di depannya. Dia sedang memikirkan tentang Angel. Rasa bersalah yang ada di dalam benaknya pada Angel begitu besar. “Andaikan aku tidak membawanya masuk ke dala
"Hanya sedikit kejutan saja,” Nolan menimpali Olivia. Sembari menatap mereka yang ada di depannya. “Aku pikir mereka sudah tidak ingin bersama lagi.” “Bagaimana jika mereka berdua memutuskan untuk bersama kembali?” “Aku tidak masalah. Yang terpenting adalah Adel bahagia dengan pria yang menjadi pilihannya.” Olivia melayangkan senyumannya pada Adel yang tersenyum juga padanya. Dia pun mendekat ke arah Adel dan Ian yang sepertinya sudah menunggu kehadirannya dan Nolan. “Kamu tidak mengatakan padaku jika malan ini akan hadir di sebuah pesta?” tanya Olivia pada Adel yang ada di depannya. “Bagaimana aku tidak datang. Ini adalah pesta salah satu temanku.” “Kita masuk sekarang!” Nolan memotong pembicaraan antara Olivia dan Adel. Mereka semua pun masuk ke dalam ruangan. Di mana pesta malam ini diselenggarakan. Olivia melihat semua orang yang ada di dalam ruangan itu adalah para pengusaha muda. Yang bisa dikatakan sukses. “Nolan, bagaimana kabarmu?” tanya seorang pria yang baru saja
Olivia menatap kedua mata Nolan. Seraya mencari tahu apakah pria itu memang akan menciumnya di depan mereka semua atau tidak. Dia pun tersenyum dan sedikit demi sedikit mendekatkan wajahnya pada wajah Nolan. “Sudah cukup! Nanti dia akan menjadikan aku musuhnya. Sana seperti Paula dan juga, Miranda,” ucap Olivia dengan nada lirih. “Bagaimana jika malam ini kamu menginap di rumahku?” “Sepertinya tidak bisa. Sebab masih banyak yang harus aku kerjakan.” “Bawa saja ke rumahku.” “Ayolah. Lepaskan aku dulu. Lihatlah mereka semua sedang melihat ke arah kita,” Olivia menimpali Nolan. Nolan pun akhirnya melepaskan Olivia. Dia sama sekali tidak peduli dengan tatapan orang-orang yang ada di ruangan itu. Sebab dia melakukan semua itu dengan kekasihnya. Olivia juga sebenarnya tidak memedulikan tatapan mereka. Namun, menurutnya sikap Nolan sudah cukup memperlihatkan siapa dirinya yang sebenarnya. “Aku tidak mengira jika kamu memang sangat mencintainya. Sehingga bisa melakukan semua ini di
Olivia melihat Nolan menggelengkan kepalanya. Namun, dia masih belum percaya dengan pria itu. Dia pun mendekatkan dirinya pada Nolan dan menatapnya dengan sorot mata penuh selidik. “Jangan bohong! Katakan apa ada yang salah denganku?” Olivia kembali bertanya pada Nolan. Dengan sedikit menekan. “Kamu ingin tahu?” “Iya.” “Sungguh?” Nolan kembali bertanya dengan senyum yang penuh arti. Olivia merasa senyum Nolan begitu mengandung arti yang berbahaya. Dia sedikit menjauh dari Nolan. Namun, pria itu memegang tangannya dan menarik ke dalam pelukannya. “Mari kita berdansa!” ucap Nolan setelah dia mendengar suara musik dansa yang baru dimainkan oleh pemusik yang diundang untuk pesta malam ini. “Aku pikir kamu akan melakukan hal ....” “Mesum ... Sayang jangan berpikir seperti itu di sini,” potong Nolan. Olivia tertawa kecil sembari terus mengikuti gerakan Nolan. Yang diiringi oleh musik yang indah. Beberapa pasangan pun mulai ikut berdansa. Begitu juga dengan Adel dan Ian. Pesta pu