“Apa ini?” tanya Olivia pada asisten ayahnya. Sembari menatap melihat amplop yang sudah ada di tangannya. “Nona, baca saja di rumah. Biar Anda bisa mencerna semuanya dengan baik. Sehingga bisa memutuskan apa yang harus dilakukan.” Sang asisten sedikit membungkuk sebagai tanda hormat. Setelah itu dia pergi meninggalkan nonanya. Dan kembali ke ruangan untuk menjaga sang tuan yang masih perlu perlindungan darinya. Olivia menatap pria itu pergi menjauh darinya. Setelah itu dia kembali melihat amplop yang ada di tangannya. Dia pun naik ke dalam taksi yang tidak begitu lama baru menurunkan penumpangnya. Selama di dalam perjalanan dia hanya memandangi amplop yang ada di tangannya. Dia hendak membukanya dan membacanya tetapi diurungkan olehnya karena dia ingat dengan pesan asisten ayahnya itu. “Lebih baik aku membacanya di rumah,” gumam Olivia. Akhirnya Olivia tiba di rumah. Dia dikejutkan dengan kehadiran Miranda. Wanita itu sedang duduk di atas sofa sembari menatapnya dengan soro
"Bagaimana dengan, Angel? Apakah dia masih ingin membalas dendam padaku?” tanya Olivia pada orang yang ada di sampingnya. “Jika melihat gerak-geriknya ... dia sudah tidak peduli dengan masalahmu. Karena tujuannya saat ini adalah balas dendam pada suaminya.” “Apa kamu yakin akan hal itu?” “Iya. Aku yakin dan aku merasa dia sama sepertimu yang sudah terobsesi untuk balas dendam.” Orang itu pun beranjak setelah mengatakan semua hal yang memang perlu dikatakan pada Olivia. Sekarang dia harus melakukan pekerjaan lainnya. Dia menghela napasnya dan berharap jika Olivia dan Angel bisa kembali seperti dulu. Namun, dia merasa jika semuanya tidak akan terjadi apabila dendam masih ada di dalam hati mereka. Dia pun terus berjalan meninggalkan taman dan menaiki motornya. Sedangkan Olivia masih ada di taman. Dia melihat apa yang ada di depannya. Dia sedang memikirkan tentang Angel. Rasa bersalah yang ada di dalam benaknya pada Angel begitu besar. “Andaikan aku tidak membawanya masuk ke dala
"Hanya sedikit kejutan saja,” Nolan menimpali Olivia. Sembari menatap mereka yang ada di depannya. “Aku pikir mereka sudah tidak ingin bersama lagi.” “Bagaimana jika mereka berdua memutuskan untuk bersama kembali?” “Aku tidak masalah. Yang terpenting adalah Adel bahagia dengan pria yang menjadi pilihannya.” Olivia melayangkan senyumannya pada Adel yang tersenyum juga padanya. Dia pun mendekat ke arah Adel dan Ian yang sepertinya sudah menunggu kehadirannya dan Nolan. “Kamu tidak mengatakan padaku jika malan ini akan hadir di sebuah pesta?” tanya Olivia pada Adel yang ada di depannya. “Bagaimana aku tidak datang. Ini adalah pesta salah satu temanku.” “Kita masuk sekarang!” Nolan memotong pembicaraan antara Olivia dan Adel. Mereka semua pun masuk ke dalam ruangan. Di mana pesta malam ini diselenggarakan. Olivia melihat semua orang yang ada di dalam ruangan itu adalah para pengusaha muda. Yang bisa dikatakan sukses. “Nolan, bagaimana kabarmu?” tanya seorang pria yang baru saja
Olivia menatap kedua mata Nolan. Seraya mencari tahu apakah pria itu memang akan menciumnya di depan mereka semua atau tidak. Dia pun tersenyum dan sedikit demi sedikit mendekatkan wajahnya pada wajah Nolan. “Sudah cukup! Nanti dia akan menjadikan aku musuhnya. Sana seperti Paula dan juga, Miranda,” ucap Olivia dengan nada lirih. “Bagaimana jika malam ini kamu menginap di rumahku?” “Sepertinya tidak bisa. Sebab masih banyak yang harus aku kerjakan.” “Bawa saja ke rumahku.” “Ayolah. Lepaskan aku dulu. Lihatlah mereka semua sedang melihat ke arah kita,” Olivia menimpali Nolan. Nolan pun akhirnya melepaskan Olivia. Dia sama sekali tidak peduli dengan tatapan orang-orang yang ada di ruangan itu. Sebab dia melakukan semua itu dengan kekasihnya. Olivia juga sebenarnya tidak memedulikan tatapan mereka. Namun, menurutnya sikap Nolan sudah cukup memperlihatkan siapa dirinya yang sebenarnya. “Aku tidak mengira jika kamu memang sangat mencintainya. Sehingga bisa melakukan semua ini di
Olivia melihat Nolan menggelengkan kepalanya. Namun, dia masih belum percaya dengan pria itu. Dia pun mendekatkan dirinya pada Nolan dan menatapnya dengan sorot mata penuh selidik. “Jangan bohong! Katakan apa ada yang salah denganku?” Olivia kembali bertanya pada Nolan. Dengan sedikit menekan. “Kamu ingin tahu?” “Iya.” “Sungguh?” Nolan kembali bertanya dengan senyum yang penuh arti. Olivia merasa senyum Nolan begitu mengandung arti yang berbahaya. Dia sedikit menjauh dari Nolan. Namun, pria itu memegang tangannya dan menarik ke dalam pelukannya. “Mari kita berdansa!” ucap Nolan setelah dia mendengar suara musik dansa yang baru dimainkan oleh pemusik yang diundang untuk pesta malam ini. “Aku pikir kamu akan melakukan hal ....” “Mesum ... Sayang jangan berpikir seperti itu di sini,” potong Nolan. Olivia tertawa kecil sembari terus mengikuti gerakan Nolan. Yang diiringi oleh musik yang indah. Beberapa pasangan pun mulai ikut berdansa. Begitu juga dengan Adel dan Ian. Pesta pu
Olivia masih penasaran saat melihat Adel pergi setelah saat ponselnya berdering. Serta raut wajahnya berubah. Dan tidak begitu lama wanita itu pun mengiriminya pesan singkat padanya. Adel menuliskan bahwa dia sudah pulang lebih dulu. Tanpa menunggu lagi. Olivia pun ke luar dari dalam ruangannya dan dia langsung menuju ke mobilnya. Saat dia hendak menjalankan mobilnya ada telepon yang masuk dan itu berasal dari Nolan. “Iya ada apa?” tanya Olivia setelah dia mengangkat teleponnya. Dia mendengarkan jawaban yang dilontarkan oleh Nolan. Dia tersenyum sembari menggelengkan kepalanya. Sebab pria itu terus mengingatkannya untuk kembali ke rumahnya. “Sayang, apakah kamu tidak percaya padaku jika aku tidak akan ke rumahmu?” Olivia kembali bertanya pada pria yang ada di ujung telepon. Dia pun menutup sambungan teleponnya setelah Nolan mengatakan sesuatu padanya. Setelah itu dia menjalankan mobilnya meninggalkan area perusahaan. Jalanan yang sudah padat membuatnya tiba di rumah Nolan puku
"Jangan membuatku penasaran. Apa yang sebenarnya ingin kamu katakan?” tanya Olivia pada Nolan. “Semua ini ada kaitannya dengan, Paula.” Nolan kembali melanjutkan ceritanya. Dia mengatakan jika Paula adalah salah satu penyebab kekacauan yang ada di perusahaan Leon Sander. Dia juga sudah memastikan jika semua hal yang diinginkan olehnya sudah didapatkan. Sehingga Nolan sudah tidak peduli lagi dengan wanita itu. Olivia mendengarkan pria itu dengan tenang dan saksama. Agar tidak ada hal yang terlewat. Sesekali dia bertanya jika ada hal yang tidak dimengerti dari cerita Nolan padanya. “Apa kamu yakin semua informasi yang ada di Paula sudah kamu dapatkan?” Olivia kembali bertanya pada Nolan. “Aku yakin. Sekarang dia sudah tidak bisa mengancamku lagi.” “Baguslah kalau begitu.” “Sayang, apakah kamu tahu jika Paula yang ada di balik kekacauan di perusahaan ayahmu?” “Tentu saja. Aku sudah tahu. Dan aku juga tidak mengira jika Miranda akan bisa dikalahkan oleh, Paula.” Olivia pun menata
"Nolan, mengapa kamu melakukan semua ini?” tanya seorang pria pada Nolan. “Apa yang sudah aku lakukan?” “Kamu menekan Miranda sehingga dia pergi dari kota ini, ‘kan?” “Dean, apakah kamu masih membelanya?” Nolan bertanya kembali pada Dean. Yang hingga detik ini masih terus saja membela wanita itu. Nolan sebenarnya sudah tidak ingin bertemu lagi dengan Dean. Namun, dia selalu mengingat setiap perbuatan dan tindakan pria itu yang selalu membantunya saat dirinya dalam kesulitan. Akan tetapi, Dean berubah setelah dirinya mengenalkan Miranda. Itulah yang membuatnya sangat menyesal hingga hari ini. Sampai detik ini juga dia belum tahu apa yang sudah dilakukan oleh Miranda pada Dean hingga terus membelanya. “Olivia, bukankah aku sudah memintamu untuk menjauh dari Nolan! Mengapa kamu masih terus saja ada di sisinya? Kamu bukan wanita yang pantas untuknya!” ujar Dean. Olivia mengerutkan dahinya saat mendengar apa yang barusan dikatakan oleh Dean. Dia merasa bingung saja mengapa pria