POV : Diva
"Hiii Diva! Wellcome back... Gak nyangka banget kamu bisa kerja di sini lagi. Biar kutebak... ini pasti karena kamu sekarang adalah adik ipar yang punya gedung ini... eya kaaaan.."
Suara itu dari Nara, wanita itu teman lamaku yang berkerja di sini. Dia mengikutiku hingga ke meja tempat dudukku. Posisi tempatku berbeda dari tempatku yang dulu. Aku diberikan meja satu ruangan dengan staf penting yang lainnya. Termasuk dengan Nara, wanita itu dengar-dengar sudah naik jabatan.
Setiap staf berhak mendapatkan promosi jika dia bekerja lebih dari 3 tahun. Dan setahuku Nara sudah lima tahun bekerja di sini.
"Aku seneng banget bisa satu kerja sama kamu lagi, Nara. Gila sih... gak nyangka bisa bareng kamu lagi," komentarku padanya, lalu kami berpelukan sambil tertawa riang.
Hari ini aku mengenakan celana jeans panjang dengan atasan blouse putih ditutupin jas berwarna cream, tidak lupa tas selempang creamku yang menambah kesan femi
POV : DivaAku tahu bahwa aku melakukan kesalahan saat harus memeriksakan milik pribadi suamiku. Melihat ponselnya kepada siapa dia sering berkomunikasi. Jika benar Liam selingkuh, apakah aku harus memberikan dia kartu kuning atau kartu merah?Jika itu benar terjadi maka pernikahan kami akan di cap pasangan hasil selingkuh yang mendapatkan karma.Aku meraih ponsel Liam yang kebetulan aku tahu paspornya. Perlahan aku membuka kotak pesan teksnya. Tapi tidak ada yang kudapat, semua pesan teksnya sudah dihapus, apakah itu bisa membuktikan bahwa Liam sengaja melakukannya?Jika Liam bisa menghianati Samira, apa mungkin itu juga akan terjadi padaku? Liam bukan orang jahat, ya... dia pernah berselingkuh denganku. Tapi, dia mengatakan mencintaiku. Dia baik padaku."Diva? Kok belum tidur sayang?" suara Liam pelan terdengar. Aku hanya menggeleng pelan. Untung aku sudah meletakkan ponselnya kembali. Aku berusaha tersenyum memaksa menatapnya."Sini bobo.
Samira sedang berada di kantor, ia bersyukur mendapatkan meja kerjanya dekat dengan jendela yang dapat melihat pemandangan di luar. pandangannya tak terhalang apa pun. Ia bisa melihat langit yang berwarna biru.Pada usia yang masih terbilang muda Samira sudah menyandang status janda, tetapi ia tidak merasa terbebani dengan itu. Wanita itu menikmati hidupnya meskipun tidak sempurna. Ia sadar semua mata memandangnya sebelah mata karena status jandanya. Orang akan berpikir negatif jika ia dekat dengan lawan jenis walaupun hanya sebatas teman saja.Dia mengetik terus di laptopnya dan sesekali melirik ke arah ponselnya yang tak berdering, biasanya setiap hari akan banyak pesan dari teman-temannya untuk mengajaknya sekedar nongkrong di kafe atau minum di bar. Dia menyukai bersenang-senang dan berkumpul--club malam, minum, shopping. Tapi sekarang semua orang seperti menjauh darinya.Ketika Samira sedang berjalan di lorong, langkahnya terhenti mendengar suar
POV Diva"Sayang, saya duluan berangkat kerja ya. Ada yang harus saya urus pagi ini. Kamu gak pa-pa kan berangkat sendiri hari ini?" Ucap Liam sambil mencium keningku. Aku mengangguk melihat dia terburu-buru mengambil kunci mobilnya."Hati-hati di jalan sayang, jangan ngebut," kataku sambil mengekor."Kamu tenang aja, saya pasti hati-hati. Hari ini ada kerjaan yang hanya saya yang bisa handle, Mas Ray menyerahkan pekerjaan ini untuk saya urus." Liam berkata sambil memakai jas hitamnya tanpa menoleh padaku."Aku gak pa-pa kok berangkat sendiri, kamu tenang aja. Setelah sarapan aku berangkat naik taxi."Liam memelukku sebelum pergi, aku merasakan pelukannya sangat erat dan sepertinya dia berat mendengar aku berangkat naik taxi. Aku masih memakai lingerie hitam, mataku juga masih berat dan mengantuk."Maaf ya kamu harus naik taxi. Saya janji akan membelikan kamu mobil secepatnya." Liam kembali mencium keningku, dan aku h
POV Diva.{ Maaf, Kali ini tolong kamu mengerti. Saya gak bisa menemani kamu makan siang. Kita bisa makan malam di rumah nanti. Jangan merajuk, sayang }Aku menatap pesan teks Liam tak berkedip. Siang ini aku masih duduk di kantor seorang diri. Jam makan siang seperti ini kantor akan sepi, hanya aku yang belum makan siang karena menunggu kedatangan Liam.Waktu berlalu dengan cepat, hari semakin sore. Aku mengemas barang-barangku, lalu kumasukan ke dalam tasku. Aku berjalan tidak bersemangat dengan langkah pelan menuruni tangga.Sampai di luar gedung, aku memesan taxi online pulang ke rumah. Di persimpangan jalan di dalam mobil, aku memutuskan mengganti alamat tujuanku."Pak, saya minta tolong mobilnya putar balik, saya arahin tempatnya. Nanti saya tambahin ongkosnya.""Baik Bu."Apa aku sudah siap dengan kenyataan buruk yang nantinya aku terima. Pengalaman
POV DivaMalam ini lebih panjang dari satu hari untukku yang bermimpi buruk ini, dan siang lebih panjang dari malam untukku yang menunggu kedatangan Liam saat ini. Hanya terdengar rintik hujan yang menemaniku malam ini.Saat malam semakin larut, aku berbaring di sofa putih yang terletak di ruang tamu memejamkan mata, membiarkan kekhawatiranku memudar. Hanya tidur lelap yang bisa membantuku dapat memulai hari besok dengan seperti biasa.Kenapa Liam tidak mengabariku jika dia pulang terlambat? Pikiranku penuh dengan banyak pertanyaan untuk Liam. Memikirkan kemana saja Liam seharian ini.Tidak lama suara pintu terbuka terdengar, mataku masih terpejam namun kupingku tajam mendengar suara langkah kakinya."Sayang... kamu sudah tidur?" Dia menyentuh bahuku, terpaksa aku pura-pura seperti orang yang baru bangun tidur, "Lihat saya bawa apa ini? Di seberang gedung tadi ada pembukaan kafe, saya dengar spaghettinya enak jadi saya ngantri untuk membelika
Liam terbangun setelah mendengar suara horden tergeser. Mata besarnya menangkap Diva yang sedang membuka horden putih itu, bibirnya melengkung. "Morning, sayang.""Nanti temenin aku ya beli bahan makanan, hari ini kan libur."Liam bangkit ke posisi duduk, kemudian berkata. "Maaf sayang, bukan saya gak mau. Tapi, Papa nyuruh saya dateng ke rumahnya. Saya juga gak tau ada apa."Diva masih diam dan hanya mengamati wajah suaminya, dengan perasaan curiga Diva bertanya. "Jangan bilang keluarga kamu ngelarang kamu bawa aku?""Mm-mm ya gaklah sayang. Kalau kamu mau ikut ya gak apa-apa. Kamu bisa ikut." Liam tampak kesulitan menjawab ucapan Diva. Orang tuanya bahkan terang-terangan mengingatkan Liam untuk tidak membawa Diva ikut ke acara keluarga mereka.Diva segera masuk ke kamar mandi dan bersiap-siap untuk pergi bersama Liam sebelum pria itu memberikan banyak alasan untuk meralat kembali ucapannya. Liam menyisir rambutnya dengan kasar dan fru
Sekarang Diva sedang berada di rumah mewah keluarga Liam Kavindra. Ia sendiri tidak tahu keluarga itu sedang membuat acara apa, Liam hanya bilang berkunjung biasa dan makan siang bersama.Sejak menikah Liam memang tidak pernah membawa Diva ke rumah keluarganya, karena Rayhard masih belum menerima Diva sebagai istri Liam. Bagi Rayhard Diva adalah perusak rumah tangga Liam dan Samira.Liam menggandeng Diva untuk masuk dan menyapa keluarganya. Diva tidak menyangka Samira juga ada di sana, wanita itu berpikir positif. Mungkin keluarga Liam masih menganggap Samira sebagai bagian dari keluarga ini. Dari tempatnya berdiri Diva bisa melihat Samira sedang asyik mengobrol bersama Ibu mertuanya dan Viona."Apa kabar Mah? Maaf Diva gak bawa apa-apa soalnya tadi buru-buru." Ucap Diva kepada wanita yang berambut disasak itu.Ibu Liam menoleh dan berkata, "Santai aja, gak apa-apa." Lalu kembali melanjutkan obrolannya dengan Samira dan Viona. "Kap
Diva kembali ke dalam, duduk di sofa dan kembali melihat interaksi keluarga Liam dengan Samira. Dia diam saja mendengar suara tawa Samira. Sejujurnya Diva sangat merindukan kehangatan di rumah bersama keluarganya, tapi sayangnya hal itu pun tidak ia dapatkan di keluarga Liam.Seandainya saja ibunya masih hidup dan ayahnya tidak berselingkuh mungkin keadaan keluarganya tidak seperti ini."Kenapa dari tadi diam aja?" Ujar Liam.Diva menghela pelan, ia berusaha tersenyum kepada Liam. "Gak apa-apa. Aku hanya merasa iri melihat keluarga kamu tertawa bahagia, kelihatan sangat seru berkumpul seperti ini."Liam melirik ke arah Samira, ada perasaan tidak nyaman terbersit. "Kamu mau pulang, sayang?"Sebenarnya Diva ingin pulang saja, tapi ia malah menggeleng. "Jangan. Kan belum malem, gak enak kalau kita pulang begitu saja." Ucap Diva. Liam mengelus kepala Diva lembut."Yaudah kita bentar lagi pulangnya, tapi kalau kamu pingin kita pulang sekarang bil
Diva PoVTiga hari. Sudah tiga hari aku memata-matai apartemen Samira untuk mengetahui apakah Liam di sana. Apa saja yang mereka lakukan? Aku bodoh, harusnya aku mendobrak pintu rumahnya dan mencari suamiku. Aku benar-benar akan gila!! Hatiku terasa tidak pernah tenang setelah tahu semua kebenaran itu. Walau aku masih berstatus istri Liam, tetapi hati dan pikiran Liam sekarang hanya untuk Samira dan juga anaknya. Beberapa kali aku melihat tetangga berbisik-bisik sambil melihatku dengan wajah sinis, tapi ada juga yang bersimpati padaku. Entah apa yang mereka pikirkan.Liam, apa kamu tahu kondisi lingkungan kita sekarang? Semua orang tengah bergosip tentang kita dan Samira. Nanti, setelah sembilan bulan anaknya lahir. Apakah kamu akan menjadi sosok ayah yang akan selalu berada di sampingnya ?Tuhan, hatiku hancur membayangkan itu."Diva." Suara di belakang membuatku kaget, saat aku menoleh wanita itu tersenyum. Tetangga lantai atas. Kami sering berpapasan di lift. "Wajahmu pucat sekali
POV: DivaWaktu masih kecil aku tidak punya alasan untuk merenungi kehidupanku yang tidak mempunyai saudara kandung. Aku anak tunggal yang tidak kekurangan kasih sayang ibu dan ayahku.Tetapi semua berbeda ketika Ayahku berselingkuh dan ibuku menjadi depresi. Aku tidak punya siapa pun untuk diajak berbagi.Setelah kepergian ibuku, tidak ada siapapun yang memperingatkanku tentang pesta dan laki-laki, hingga aku kehilangan arah. Sampai aku bertemu si tampan Liam dan ternyata dia sudah mempunyai istri. Segala terjadi begitu cepat---akhirnya aku dan Liam menikah. Tapi aku belum juga hamil."Aku membencimu, Liam," ucapku, sambil berusaha membuat suaraku tidak gemetar. "Kamu pria brengsek yang pernah aku temui.""Tenang, Diva." Jawab Liam mendekat. "Kasih aku kesempatan untuk memperbaiki keadaan kita.""Gak. Kamu mempermainkan aku!" Teriakku melemparnya dengan bantal di atas ranjang. Kamar ini menjadi ruang neraka yang kutinggali.Kamar ini tempat kami saling berbagi cerita dan perasaan, t
POV : Diva"Kalian lucu sekali. Diva hanya mempertanyakan apa yang menjadi hakknya."Tangan Rayhard yang sedang memegang sendok dan hampir memasukkan makanan ke mulutnya berhenti. Lalu ia menatapku. Kakak Liam itu belum pernah membelaku, yang aku tahu dia membenciku. Wajah marah ibu mertuaku terpampang di sana. Mereka semua terlihat tidak nafsu lagi menikmati makanan, kecuali Samira."Bilang saja kamu iri dengan Samira, kan? Kamu belum bisa hamil anak Liam sedangkan Samira telah mengandung." Ucap Ibu mertuaku penuh kedengkian. "Maaf Mam, aku sama sekali gak iri. Dan lagi, Liam ini suamiku. Jelas aku gak terima dia hamil anak Liam." Aku memberanikan diri menatap mata wanita tua itu. Bisa-bisanya dia bilang aku iri. "Sudahlah Diva, kamu jangan menyudutkan Samira terus. Kasihan kan anak di perutnya." Ucapnya lagi, aku tidak mengerti bagaimana jalan pikiran ibu mertua hingga terus membela Samira. "Jawab pertanyaan Diva, Liam. Tunjukkan kalau kamu laki-laki." Terdengar suara Rayhard pe
Di sebuah rumah besar mewah, terdapat seorang wanita yang sedang berjalan tergesa-gesa sambil menenteng dua kresek plastik hitam berisi belanjaan. Terdengar suara gelak tawa di ruang tengah. Seorang pelayan hanya melewati wanita itu tanpa berniat membantunya mengambil dua plastik besar itu dari tangannya."Kenapa kamu lama sekali belanjanya? Kamu kan tahu ini jam makan malam dan semua belanjaan yang kamu beli akan dimasak sekarang," ucap seorang wanita tua memarahinya. Ia meletakkan belanjaannya di atas meja bersiap untuk membereskannya. "Maaf Mam, jalanan tadi macet.""Astaga. Apa yang kamu katakan? Aku tadi menelponmu menjelang sore. Apa sejauh itu mall dari rumahmu hingga berjam-jam kamu menghabiskan waktu?""Maafkan aku, Mam." Ucap wanita yang berkuncir kuda itu. "Aku akan memasak SOP buntut spesial untuk makan malam nanti.""Sop buntut katamu? Kami lihat jam, kamu pikir perut kami masih bisa menunggu masakan kamu itu?" Cecarnya. "Kalau kamu gak ada niat masak untuk makan malam
POV DivaBerhari-hari aku menghabiskan waktuku di kamar sambil memegang ponselku. Menunggu Liam mengabariku, aku masih berharap dia menanyakan keadaanku.Ya, penantian yang tidak ada ujungnya dan terlalu berharap akan membawa seseorang menuju keterpurukan. Begitu saja tanganku membanting ponsel yang tidak pernah kulepaskan dari tadi."Kamu lebih memilih Samira daripada aku istrimu, Liam!""Dia yang mulai perkara denganku, tapi kamu memihak dia?" Dia membuatku kesal. Aku tidak tahu harus bagaimana.Samira, aku benar-benar tersentuh dengan semua caramu menghancurkan hidupku. Aku tidak menyangka kita akan sejauh ini. Aku pikir semua telah berakhir dan Liam menjadi milikku seutuhnya. Tapi, apa yang kamu lakukan? Kamu membuat Liam kembali sukses. Kamu mengacak-acak rumah tanggaku dan mengandung anak Liam.Apa yang harus aku lakukan?Liam, aku ingin kita kembali seperti dulu. Aku ingin kita tetap bersama sebagai pasangan suami-istri. Apakah takdir kita hanya sampai di sini. Katakan padaku b
POV : DivaAku sempat terpaku melihat wanita bergaun kimono masuk ke dalam lift yang sama denganku. Wanita jalang yang sedang mencoba menghancurkan pernikahanku sekarang berada di ruang yang sama denganku. Dia memakai gaun kimono yang aku tebak untuk menutupi perutnya yang mulai buncit."Kenapa kaget? Kamu kira kawasan apartemen ini milik pribadimu. Dasar bodoh." Cemoohnya padaku. Aku memperbaiki raut wajahku agar terlihat tetap tenang. "Siapa yang bodoh?" Aku menggelengkan kepalaky. "Kamu tinggal di sini? Bukankah itu berarti kita akan sering bertemu dan kamu akan melihat aku dan suamiku yang sering bergandengan tangan di kawasan ini."Aku melihat dia menekan tombol satu lantai di atasku. Seketika aku sadar melihat senyum tipisnya. Dia memang sengaja tinggal di sini."Seseorang membelikanku apartemen di sini. Tentu saja aku gak akan menolaknya. Benar, kan?" Dia seperti menikmati wajah tegangku. Jangan bilang Liam yang membeli apartemen di atas untuk Samira. Aku harus sabar dan jang
POV: DivaSelama beberapa hari aku merasa gelisah. Liam belum pernah pulang setelah berita pria itu di semua media. Apakah sekarang Liam telah tinggal bersama Samira? Banyak pertanyaan di kepalaku.Jika terjadi sesuatu pada pernikahanku, aku juga akan kehilangan semangat hidupku lagi. Aku tidak mengira Samira akan kembali pada kehidupan Liam.Jadi selama ini Samira hanya berpura-pura menjauh dari Liam, tapi kenyataannya wanita sialan itu sedang berputar-putar disekeliling suamiku. Dia hanya sedang mempermainkan waktu untuk menghancurkan hidupku perlahan-lahan. Dan keluarga Liam membantunya.Mereka tau semenjak Liam bersamaku, dia mendapatkan banyak tekanan dari keluargaku dan ekonomi kami yang buruk.Aku duduk di sofa putih menghadap jendela kaca yang tertutup tirai putih. Cahaya matahari membuat ruangan ini tidak gelap. Ya, aku sengaja mematikan semua lampu di rumah ini. Agar aku tau jika Liam datang, biasanya dia akan menghidupkan lampu meski siang hari.Samira adalah wanita yang p
"Saya berjanji akan melakukan tugas saya sebagai pemimpin perusahaan dengan baik. Berkontribusi meningkatkan perekonomian perusahaan." Liam mengakhiri pidatonya lalu tersenyum kecil.Nama Liam Kavindra menjadi pembicaraan di manapun. Bahkan sebuah tabloid membuat artikel tentang rumah tangganya juga."Maaf Pak ada artikel yang mengatakan anda telah menikah dengan wanita selingkuhan anda. Apa komentar bapak atas artikel itu?""Pak Liam...""Pak Liam..."Liam tetap berjalan meninggalkan pers dan mengacuhkan pertanyaan wartawan itu.Hari ini adalah hari kemenangan bagi Liam setelah membuat Rayhard turun tahta. Dia sudah menunggu bertahun-tahun untuk menerima kemenangan ini.Salah siapa Rayhard telah menghancurkan hidupnya dulu dengan perselingkuhan yang dilakukannya dengan Diva. Sekarang perusahaan ini menjadi miliknya.Liam masih ingat Rayhard menghina Diva dengan sebutan penggoda pria kaya. Setahun lalu Liam pernah melihat Rayhard sedang makan di restoran mewah bersama wanita muda. Dan
Pagi hari Liam membantu Samira memindahkan barang ke apartemen yang baru ia beli. Lokasinya sangat dekat dengan apartemen miliknya. Dan apartemen itu kelihatan lebih mewah dari pada yang ditempati Diva. Tentu saja hal itu membuat Samira sangat senang, balas dendamnya tercapai. Jika Diva tahu pasti wanita itu akan sakit hati dan menderita.Samira ingin sekali memberitahu Diva tentang ayah anak yang ia kandung. Seharian ini Liam menghabiskan waktunya bersama Samira di apartemen mewah itu, bahkan ia tidak mengangkat panggilan dari Diva."Kamu anterin aku ya belanja kebutuhan bayi." Kata Samira yang sedang menikmati makan siangnya."Kamu kan tau Sa, di luar banyak orang. Apa kata mereka kalau saya jalan sama kamu beli peralatan bayi." "Peduli apa kata orang? Kalau kamu takut, untuk apa memindahkan aku ke apartemen ini? Hanya beberapa langkah dari tempat kamu."Liam meminum air putihnya di gelas, tanda makannya telah selesai. "Saya hanya berjaga-jaga dengan keselamatan kamu. Kalau kamu