“Apa, Sayang? Kamu mau mangga muda? Kamu ngidam?” tanya Edgar dengan kedua mata membulat lebar.“Iya. Kamu tidak keberatan untuk mencarikannya kan? Demi anak kita.” Bella memasang wajah manis dengan tatapan penuh harap. Sementara tangannya tampak mengusap perutnya.“Tapi, Sayang … ini bukan musim buah mangga. Dimana aku bisa mendapatkan mangga muda?”“Aku juga tidak tahu, Edgar. Kalau saja aku tahu, mungkin aku sudah berusaha mencarinya sendiri.” Mendadak Bella memasang wajah sedihnya, sembari kedua tangannya masih membelai perutnya yang rata.“Eh, Sayang.”Tiba-tiba saja ada rasa bersalah yang menyelimuti hati Edgar. Rasanya ia tak tega melihat Bella menjadi sedih seperti itu.Segera diraihnya wajah cantik kekasihnya itu, dengan tatapan mata dalam yang saling beradu.“Baiklah kalau begitu. Aku akan berusaha mencari mangga muda itu sekarang juga. Demi anak kita,” ucap Edgar dengan senyuman meyakinkan.Mendengar kesanggupan Edgar, refleks membuat Bella langsung menyunggingkan senyumny
“Baik, Pa. Aku akan pulang sekarang juga.” Edgar menganggukkan kepalanya cepat.Setelah selesai menelfon, pria itu cepat-cepat menyimpan ponselnya kembali. Sedangkan Bella masih mengernyit menatapnya, seakan ada pertanyaan besar yang harus ia sampaikan kepada Edgar.“Siapa yang menelfon? Papa kamu?” tanya Bella yang langsung menebak jawaban dari pertanyaannya sendiri.“Iya, Sayang. Papa menyuruhku pulang sekarang juga,” jawabnya dengan terlihat terburu-buru.“Memangnya apa yang terjadi? Dan kenapa tadi wajahmu terlihat sangat pucat?” tanya Bella. Raut khawatir terlihat sangat jelas di wajahnya.“Besok aku akan ceritakan semuanya, Sayang. Tapi saat ini aku harus pulang dulu. Jaga diri kamu baik-baik ya.”Cup!Edgar mengecup kening dan bibir Bella sekilas. Dengan terburu-buru, pria itu pun langsung melangkah cepat, pergi meninggalkan Bella di sana.Tak sengaja tatapan Bella kembali terarah pada luka gores di tangan Edgar. Bella pun semakin khawatir dan cemas dengan keadaan kekasihnya it
Wajah Edgar mendadak berubah tegang kala ia mendapat pertanyaan seperti itu dari Naomi. Namun, sebisa mungkin ia berusaha menetralkan irama jantungnya yang berdegup kencang, dan bersikap biasa seolah tak terjadi apa-apa.“A … apa maksudmu? Aku sama sekali tidak mengerti.” Edgar menggelengkan kepalanya cepat.“Aku hanya menebak saja. Hilangmu dari kampus sangat bertepatan dengan hilangnya Bella dari rumah sakit jiwa. Bukankah itu adalah suatu yang kebetulan?” Naomi bertanya sembari tersenyum licik penuh curiga.Degh!Jantung Edgar terasa berhenti berdetak seketika itu juga. Kini rasa cemas dan kekhawatiran yang teramat besar mulai menguasai dirinya, karena ia yakin tidak saat ini Naomi sudah menaruh curiga kepadanya dan juga Bella.Mata Edgar memicing, menatap penuh tak suka pada ibu tiri yang seumurannya itu. Wanita itu memang terlihat sangat licik dan angkuh, dimana ia masih terus menatap sinis pada Edgar sambil melipat kedua tangan di dadanya.“Aku sama sekali tidak mengerti dengan
“Aaaa!” Bella memekik keras, membuat kedua matanya refleks terpejam erat.Ia merasakan tubuhnya terhuyung dan hendak terjatuh. Bella sudah membayangkan jika tubuhnya akan jatuh menyentuh tanah. Akan tetapi, hal itu sama sekali tak terjadi.Bella tak merasakan sakit di tubuhnya. Namun, ia justru merasa tubuhnya mendarat dengan lembut, karena ada yang menahan tubuhnya itu agar tak terjatuh.“Apa kamu baik-baik saja?”Terdengar suara seorang pria yang bertanya dengan lembut kepadanya. Bella cukup terkejut dan takut-takut. Ia mengumpulkan keberanian untuk membuka kedua matanya perlahan.Dan begitu matanya terbuka, terlihat jelas sosok berwajah tampan dengan hidung mancung dan iris berwarna hazel yang tengah menatap cemas pada Bella saat ini.Bella masih tercengang, menatap pria itu tanpa sengaja. Hingga akhirnya ia tersadar bahwa pria itu sedang merengkuh pinggangnya dan menahan tubuh Bella supaya tak terjatuh.“Non Bella tidak apa-apa?” Suara Bi Marni seketika membuat Bella mengerjap cep
“Kau siapa?” Edgar memicingkan mata, menatap pada Regan dengan penuh tanda tanya.“Aku Regan, dan aku kemari karena ingin bertemu dengan Bella,” jawab Regan dengan santai.Ia tak peduli dengan siapa pria yang tengah bersama Bella saat ini. Regan bahkan terus menatap Bella dengan menyunggingkan senyum manis di bibirnya.Mata Edgar tiba-tiba saja membeliak cepat. Tampak segaris guratan merah di mata tegasnya itu. Rasa kesal yang mendadak muncul, membuatnya dengan cepat menatap pada Regan begitu tajam.“Mencari Bella? Memangnya kau ini siapa?” Edgar bertanya dengan suara berat, karena rahangnya telah mengeras saat ini.“Bukankah sudah kukatakan kalau namaku Edgar,” dengus pria berwajah agak kebulean itu dengan intonasi kesal.Regan berada di sana seolah tanpa rasa bersalah sama sekali. Ia tak tahu bahwa Edgar sedang dilanda oleh amarah yang nyaris saja meletup.Berbeda dengan Bella yang kini justru nampak cemas dan ketakutan. Gadis itu bahkan menyembunyikan tubuhnya rapat-rapat di belaka
Regan tengah memukul kemudi mobilnya dengan perasaan kesal. Tatapannya terus mengarah tak suka pada mobil di depan sana, dimana ada Bella dan Edgar di dalamnya.“Huft! Sayang sekali karena dia ternyata sudah punya kekasih,” gumam Regan dengan perasaan tak suka.Setelah tadi ia pergi dari rumah Bella, sebenarnya Regan tak kunjung pulang. Ia tetap menunggu di depan rumah, dan saat Bella keluar bersama Edgar, saat itulah Regan langsung mengikuti mereka dengan mobilnya.Kini mobil yang dikemudikan oleh Edgar pun tiba di sebuah taman, dimana terdapat banyak lampu beraneka warna yang menerangi sekitar taman. Di tengah-tengah taman itu terdapat sebuah air mancur raksasa yang bisa menari dan menyala dalam gelap.“Bagaimana kalau kita pergi ke air mancur sekarang?” tanya Edgar sembari menggenggam erat tangan Bella.“Terserah kamu saja, Sayang. Aku nurut,” angguk Bella sambil mengulas senyum kecil di bibirnya.“Kamu adalah calon istri yang sangat baik. Dan ini yang membuat aku jadi semakin jatu
“Hay semuanya. Namaku Regan Sebastian, dan mulai hari ini aku akan belajar di fakultas ini bersama dengan kalian.”Suara tepuk tangan dari para mahasiswa terdengar sangat riuh, ketika Regan memperkenalkan dirinya. Dosen kemudian meminta Regan untuk duduk di sebelah Raymond, tepat di belakang Edgar.“Hay,” sapa Regan begitu ia duduk di belakang Edgar.“Hay juga,” sahut Edgar datar.“Kau yang kemarin di rumah Bella kan? By the way, aku belum mengenal siapa namamu,” kata Regan sambil mengulurkan tangannya ke arah Edgar.“Namaku Edgar,” jawab Edgar lagi, kemudian membalas uluran tangan Regan sekilas.Seketika Regan menarik sebuah senyum di sebelah sudut bibirnya. Ia merasa senang, karena setidaknya kini ia bisa lebih dekat dengan Edgar. Dan hal itu tentu juga akan membuatnya semakin dekat dengan Bella, dan bisa mulai mendekati gadis itu.Mata kuliah hari itu pun berjalan dengan lancar sebagaimana biasanya. Hari pertama Regan kuliah di sana, ia sudah bisa mendapatkan banyak teman dan juga
“Mmph, Edgar, sudah!” Perlahan Bella mendorong tubuh Edgar supaya menjauh darinya.Begitu tautan bibir mereka terlepas, kesempatan itu segera dimanfaatkan oleh Bella untuk meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Selama mereka berciuman, Edgar terus saja melahap habis bibirnya tanpa memberikan kesempatan sama sekali pada Bella untuk bernafas.“Huft! Kamu benar-benar berniat untuk membunuhku, Edgar. Kamu sama sekali tidak memberiku kesempatan untuk bernafas,” keluh Bella sembari memegangi dadanya yang naik turun karena tengah meraup oksigen untuk mengisi rongga paru-parunya.“Hehe, maafkan aku, Sayang. Aku terlalu bersemangat saat berciuman denganmu.” Edgar terkekeh.“Hmm, ya sudah. Sekarang kita masuk dulu. Kamu sudah makan atau belum?” tanya Bella yang segera menautkan jemarinya pada jemari Edgar, kemudian menuntun tangan kekasihnya itu masuk ke dalam rumah.“Tentu saja aku belum makan, Sayang. Aku ingin makan di sini bersamamu.” Edgar tersenyum sambil mengecup punggung tangan Bella dengan
Satu tahun kemudian, memasuki usia Bryan dan Nancy yang ke 6. Tepat hari itu pula, sebuah acara besar-besaran digelar dengan sangat meriah.Hari ini adalah hari dimana Naomi akan melangsungkan pernikahan dengan Galih. Setelah sebelumnya Edgar dan Bella berusaha untuk menjodohkan mereka, akhirnya keduanya kembali dekat dan saling mengungkapkan perasaan.Hingga akhirnya setelah satu tahun menjalin hubungan, kini Naomi dan Galih pun memutuskan untuk melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan.“Sayang, aku sangat bahagia karena akhirnya Naomi dan Galih benar-benar akan menikah,” kata Bella pada Edgar, sesaat setelah mereka tiba di aula pernikahan tersebut.“Aku juga sangat bahagia, Sayang. Tidak sia-sia kita membuat kedekatan di antara mereka lagi.” Edgar mengangguk setuju.Bella hanya terkekeh mendengar perkataan sang suami. Kini mereka melanjutkan langkah mereka, menjadi saksi pernikahan antara Naomi dan Galih.Tepat di atas pelaminan, keduanya tampak bersanding dengan senyum yan
“Rencana kita pagi ini mau kemana?” tanya Edgar pada anak-anak dan istrinya.Mereka telah menyelesaikan acara sarapannya dan kini tengah bersiap untuk berangkat menuju tempat liburan.“Bagaimana kalau ke water park atau ke pantai saja, Pa?” Nancy menawarkan.“Hmm, sepertinya bagus juga. Ya sudah, kalau begitu kita pergi ke water park dulu, setelah itu baru kita pergi ke pantai.” Edgar mengangguk setuju.“Yeeii.” Bryan dan Nancy bersorak kegirangan.Kedua anak kecil itu dengan antusias segera masuk ke dalam mobil, hendak disusul oleh Bella dan Edgar. Namun sebelum mereka masuk mobil, tiba-tiba saja datang sebuah taksi yang berhenti tepat di depan rumah mereka.Tak lama setelah itu, terlihat seorang wanita yang melangkah masuk ke halaman dan berhenti di hadapan Bella.“Bella,” ucapnya menyapa wanita itu.Mendengar suara itu, sontak membuat Bella terkejut dan segera mengangkat wajahnya. Seketika ia tercengang, saat melihat sosok Naomi sedang berdiri di hadapannya.“Naomi!” pekik Bella kag
“Papa, ayo kita main!” Suara seorang anak laki-laki memecahkan kesunyian di pagi hari yang cerah.Bersamaan dengan itu, terdengar suara ketukan pintu yang cukup keras dari arah luar kamar.Tak terasa lima tahun kemudian berlalu dengan sangat cepat. Kehidupan Edgar dan Bella semakin bahagia sekarang. Mereka tinggal di rumah utama milik Barta, bersama dengan kedua anaknya dan ditemani oleh kedua asisten rumah tangga yang setia, Bi Marni dan Bi Imah yang merupakan mantan asisten rumah tangga Barta dulu.Tok! Tok! Tok!“Papa, bangun!”Edgar membuka selimutnya dengan cepat. Pria itu tampak menghembuskan nafasnya kasar. Ia memutar bola matanya malas, seraya melirik pada Bella yang sedang tertawa kecil sambil menyandarkan kepala di dadanya.“Astaga, Sayang! Kenapa sepagi ini Bryan sudah mengganggu momen kebersamaan kita?” dengus Edgar pelan.“Karena dia tahu kalau hari ini kamu tidak masuk kantor, Sayang. Jadi dia ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk bermain denganmu,” jawab Bella sembari
Edgar menajamkan pandangannya, untuk memastikan jika pria pengemis yang dilihatnya itu memang benar-benar adalah Barta.“Iya, tidak salah lagi. Itu memang papa.” Ia mengangguk cepat.Setelah memastikan bahwa pria pengemis itu adalah Barta, maka Edgar pun lekas turun dari mobilnya. Ia berniat untuk menemui papanya itu. Dari kejauhan, Edgar sudah mengamati setiap detail penampilan papanya. Barta tampak mengenakan pakaian dan topi compang camping yang seolah menyembunyikan jati dirinya.Tak akan ada satu orang pun yang mengira jika pria itu adalah Barta Wijaya, sosok rentenir kaya raya yang terkenal kejam.Tak butuh waktu lama, kini akhirnya langkah Edgar pun tiba juga di hadapan Barta. Ia melihat pria itu terus saja membungkukkan kepalanya.Namun satu hal yang membuat Edgar merasa kebingungan, karena sejak tadi papanya itu tampak sembunyi-sembunyi memainkan sebuah ponsel mewah dari balik bajunya.“Papa,” panggil Edgar dengan keheranan.Suara panggilan dari Edgar itu pun sontak membuat
“Sudah apa, Bi?” desak Edgar merasa penasaran, karena ia merasa jika ART nya itu terlalu berbelit-belit untuk bicara padanya.“Begini, Den. Setahu bibi, Tuan Barta pernah mempunyai seorang nasabah yang tidak sanggup membayar hutangnya. Dia juga tidak punya apa-apa untuk bisa dijadikan sebagai jaminan atau penebus hutang. Jadi Tuan Barta mengirim para debt colector untuk menagih hutang nasabahnya itu. Tapi rupanya tak hanya sekedar menagih hutang saja, para debt colector itu bahkan sampai mencelakai nasabah itu dan membuatnya meninggal dunia,” terang wanita paruh baya itu dengan sedikit takut-takut.“Astaga!” Edgar membeliak, sebab rupanya pernyataan dari asisten rumah tangga di rumah papanya itu cukup membuatnya terkejut bukan main.Edgar meraup wajahnya kasar, merasa frustasi dengan apa yang sudah dilakukan oleh papanya. Pria itu bahkan tampak menghembuskan nafasnya yang terasa berat, seolah menyimpan sebuah beban besar di dadanya.“Bibi serius? Orang itu sampai meninggal dunia?” tan
Edgar merasa sangat terkejut saat melihat ada foto Brata yang terpampang di dalam sebuah artikel berita. Namun yang lebih membuatnya terkejut, yakni karena artikel itu memuat berita jika Barta masuk dalam DPO atau Daftar Pencarian Orang, alias buronan.“Ini benar papa kan? Lalu kenapa papa bisa jadi DPO?” Edgar bertanya pada dirinya sendiri, dengan kedua mata yang membelalak kaget.Pria itu terus menatap lekat ke arah foto pria yang terpampang di ponselnya tersebut. Ia ingin memastikan sekali lagi, bahwa pria di foto itu bukanlah Barta.Namun, mau sekeras apapun Edgar berusaha untuk meyakinkan dirinya, tetap saja tak bisa memungkiri bahwa pria di berita itu memanglah papanya.“Astaga! Ini memang benar-benar papa. Sebaiknya nanti aku cari dia dan tanyakan apa yang sebenarnya terjadi,” angguk Edgar pada dirinya sendiri.Jam sudah menunjuk ke angka setengah tujuh, membuat Edgar tak punya banyak waktu lagi untuk lebih berlama-lama berada di tempat perbelanjaan tersebut.Pria itu pun denga
“Aku sama sekali tidak tahu dimana Tuan Barta, Pa. Sejak semua permainan licikku terbongkar dan para polisi menangkapku, dia marah dan pergi begitu saja meninggalkan aku. Aku tahu kalau dia pasti marah dan kecewa, apalagi setelah tahu bahwa anak kami bukanlah anak laki-laki seperti yang dia harapkan,” jawab Naomi dengan suaranya yang serak menahan isak tangis.“Tapi kenapa kamu sampai nekat melakukan itu, Naomi? Sedangkan kamu tahu sendiri, seperti apa Tuan Barta itu.” Mamanya Naomi ikut menimpali.Naomi kembali mengangkat wajahnya, menatap pada kedua orang tuanya itu secara bergantian. Gadis itu pun juga lekas menyeka air matanya dengan kasar.“Karena Tuan Barta berjanji untuk memberikan hartanya pada anakku, jika aku berhasil melahirkan anak laki-laki, Ma. Kalau sampai aku melahirkan anak perempuan, maka dia pasti tidak akan mau memberikan hartanya pada kami.” Naomi masih saja menangis tanpa bisa ia bendung lagi.Kedua orang tuanya pun kini nampak saling berpandangan. Rasa iba mulai
“Bagaimana, Sayang? Apa kamu setuju?” tanya Edgar, membuat Bella segera tersadar atas pertanyaan suaminya barusan.“Tentu saja aku sangat setuju, Edgar. Lagipula aku juga sudah mulai menyayangi bayi ini, sama seperti aku menyayangi Bryan.” Bella mengangguk, setuju dengan apa yang disarankan oleh Edgar, jika mereka akan mengasuh bayi itu.“Syukurlah kalau kamu setuju. Sekarang kita harus memberi nama pada bayi ini.”“Kalau begitu, biar aku saja yang memberi nama pada bayi ini,” sahut Bella tiba-tiba.“Silahkan, Sayang.”Bella segera tersenyum manis, sembari menatap bayi mungil dalam gendongannya itu. Dibelainya pipi sang bayi yang masih merah itu, lalu dikecupnya kening bayi tersebut dengan sangat lembut.“Aku akan memberinya nama Nancy. Ya, Nancy Wijaya,” ucap Bella dengan wajah yang sangat bahagia.“Wah, nama yang sangat indah, Sayang. Mulai sekarang, kita punya sepasang bayi yang tampan dan cantik. Bryan dan Nancy.” Edgar pun turut merasa bahagia.“Iya, dan mereka adalah anak kita.
“Syukurlah karena sekarang kamu sudah kembali ke pelukan papa, sayang,” ucap Edgar sambil terus menciumi wajah baby Bryan berulang kali.Pria itu tak hentinya menitikkan air mata, tapi buru-buru menyekanya karena perasaan haru kini sudah mulai menguasainya. Edgar mengangkat wajah, menatap pada para polisi yang membawa Naomi ke mobil mereka. Lalu pandangannya kembali tertuju pada Baby Bryan yang kini nampak tertawa-tawa di pelukan Edgar.“Semuanya sudah berakhir, Sayang. Sekarang kita pulang dan temui mama kamu. Oke?”Edgar tersenyum dan menciumi wajah putranya sekali lagi. Dengan langkah tergesa, pria itu pun lekas menuju ke mobilnya yang terparkir di basement hotel tersebut.Tanpa membuang waktu lebih lama lagi, kini ia pun lekas mengemudikan mobilnya menuju ke rumahnya, dimana saat ini Bella pasti sedang menunggu kedatangannya.***Di rumahnya, sejak tadi Bella terus saja mondar-mandir dengan perasaan panik. Ia terus berdecak cemas, memikirkan nasib Edgar yang kini entah berada dim