“Aku baru beberapa saat lalu tiba di sini. Kamu baru pulang?” Naomi bertanya sambil berjalan menghampiri Regan yang ternyata merupakan saudara sepupunya.“Iya. Tadi ada urusan sebentar di kampus,” angguk Regan mengiyakan.“Lebih baik Regan istirahat dulu. Nanti kalian bisa kembali berbincang-bincang,” saran dari Arini.“Baik, Ma.”“Baik, Tante.”Regan melenggang ke kamarnya di lantai atas, dan langsung melemparkan tas ke atas tempat tidurnya. Pria itu membersihkan diri sejenak dan berganti pakaian, sebelum akhirnya ia kembali ke ruang bawah untuk menemui Naomi.“Tumben kamu kesini? Ada keperluan apa?”Regan mendudukkan tubuhnya dengan kasar ke atas sofa. Kedua matanya terpejam tak serius, dan mendadak bayangan kemesraan Bella bersama Edgar tadi muncul dalam ingatannya.“Shit!”“Hah? Aku belum juga bicara padamu, tapi kamu sudah mengumpatku seperti itu,” dengus Naomi ketus, seraya memasang wajah kesalnya.“Ah, sorry! Maksudku, aku tidak sedang mengumpatmu.” Regan terkekeh dan buru-buru
Walaupun sebenarnya Edgar merasa enggan untuk pergi ke sekitar kampusnya, tapi ia terpaksa pergi untuk memenuhi keinginan Bella. Pria itu pun kemudian pergi mengemudikan mobilnya, menuju ke toko burger yang ada di depan kampusnya.Selang beberapa menit kemudian, akhirnya mobil Edgar pun tiba juga di toko tersebut. Gegas langkahnya tergesa, masuk ke dalam toko burger sebelum ada mahasiswa yang melihatnya.Ia memilih burger yang sesuai dengan keinginan Bella. Dan setelah semuanya selesai, ia lekas keluar sambil terus memperhatikan ke sekitar.“Edgar, kau di sini?”Degh!Edgar terkesiap, saat tiba-tiba terdengar suara pertanyaan yang ditujukan kepadanya. Dengan cepat ia langsung menoleh ke asal suara tersebut, dan saat itu juga dia melihat sosok Regan yang sedang berdiri tak jauh darinya.“Regan, kau … sejak kapan kau di sini?” Edgar bertanya dengan gugup, khawatir karena Regan melihatnya di sana.“Aku? Ah, aku baru saja masuk ke toko ini. Memangnya kenapa? Apa hari ini kau tidak masuk k
“Naomi? Kamu ….”Lidah Edgar terasa kelu untuk menyebut nama wanita yang kini sedang berdiri di hadapannya. Suaranya serasa tercekat di tenggorokan, begitu sulit untuk menanyakan satu kalimat pun pada Naomi.“Hay, Edgar,” sapa Naomi dengan mengukir senyum licik di wajahnya.Edgar merasakan kini jantungnya berdegup sangat kencang, bahkan nyaris saja melompat jatuh dari tempatnya. Rasa gugupnya saat ini sangat bertolak belakang dengan sikap Naomi yang santai dan begitu tenang, sembari melipat kedua tangan di dadanya, tampak begitu arogan.“Naomi, a … apa yang kamu lakukan di sini?” Edgar bertanya dengan suara terbata.Terlihar jelas rasa gugup dan kecemasannya, tapi sebisa mungkin ia berusaha untuk menyembunyikannya agar tak menimbulkan kecurigaan pada wanita muda yang merupakan ibu tirinya itu.“Aku tidak melakukan apa pun. Aku hanya ingin berkunjung saja. Apa itu salah?”Bruk!Naomi menabrak tubuh Edgar dengan sangat keras, menerobos masuk begitu saja. Edgar tercengang, lalu cepat-cep
Regan kini sudah berdiri di hadapan Naomi, membuat sepupunya itu langsung mengerucutkan wajah dengan raut kesal.“Pria itu benar-benar sialan! Dia nyaris saja membunuhku. Lihat ini!” Naomi kemudian menunjukkan lehernya yang tampak guratan merah akibat tadi dicekik oleh Edgar.Regan memperhatikan bekas merah di leher sepupunya itu. Bukannya merasa iba, ia justru tersenyum miring melihatnya.“Tapi Edgar tidak akan ada apa-apanya dibandingkan aku. Tak lama lagi aku pasti akan mengalahkannya,” gumam Regan dengan nada meremehkan.“Hah? Maksudmu?” Kening Naomi mengernyit, merasa cukup keheranan dengan kata-kata Regan barusan.Regan buru-buru tersadar bahwa dia baru saja salah bicara. Dengan cepat pria itu segera menggelengkan kepalanya, sebab ia memang tak ingin mengatakan kepada Naomi perihal rencananya mendekati Bella.“Ah tidak! Tidak ada apa-apa.” Ia menggeleng cepat.“Ya sudah. Kalau begitu aku pulang dulu. Terima kasih atas informasimu. Tapi kau harus tetap mengawasi mereka berdua, da
“Regan, ada apa kamu datang ke sini malam-malam begini?” Bella menautkan alisnya dengan perasaan heran, saat melihat Regan berjalan memasuki halaman rumah.Seolah tak menyadari sikap kurang nyaman yang ditunjukkan oleh Bella, pria itu justru melangkah dengan santai menghampiri gadis itu. Ketika langkah Regan sudah semakin dekat, refleks Bella pun juga segera menggerakkan kakinya mundur beberapa langkah.“Maaf, Bella, aku datang malam-malam begini. Aku hanya ingin bertemu denganmu saja,” ucap Regan tanpa rasa bersalah.“Bertemu denganku? Untuk apa?” Gadis itu bertanya, dengan rasa tak nyaman yang semakin terlihat jelas di wajahnya.“Bukan apa-apa. Aku hanya ingin mengenalmu lebih jauh. Apa kamu mengizinkannya?”“Kalau aku tidak mengizinkannya?” Bella justru balik bertanya.“Maka aku akan pergi dari sini,” jawab Regan seraya mengangkat kedua bahunya.“Ya sudah, kalau begitu silahkan kamu pergi dari sini. Aku harus segera istirahat!”Brak!“Bella, tunggu ….”Setelah mengusir Regan secara
“Kakak, apa yang kau lakukan di sini?” pekik Naomi tertahan.Matanya membeliak lebar, tak menyangka jika malam ini ia akan melihat Martinus di rumahnya. Kakaknya itu cepat-cepat menurunkan hoodie yang semula menutupi kepalanya.“Naomi, seperti biasa. Aku butuh bantuanmu,” ucap Martinus nampak tergesa-gesa.“Bantuan apa, Kak? Uang?” Naomi mendelik kaget.“Iya, aku sangat membutuhkannya.”“Tapi, Kak … dua hari lalu aku baru memberimu uang seratus juta. Apa uang sebanyak itu sudah habis?” Naomi nyaris saja berkata dengan nada tinggi, jika saja ia tak ingat bahwa pria di hadapannya itu adalah kakaknya.“Penyakit kakak iparmu kambuh lagi, Naomi dan hanya kamu yang bisa membantuku. Tolonglah, Naomi,” pinta Martinus dengan memasang wajah iba.Pria itu bahkan sampai berlutut di kaki adiknya, berharap jika Naomi akan mengabulkan permintaannya.Naomi hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan kakaknya itu. Akhir-akhir ini Martinus memang sering sekali minta uang kepadanya.Wanita itu pun membe
Edgar melangkahkan kakinya cepat, menuruni tangga lantai kamarnya dan tergesa-gesa menuju ke ruang depan. Tanpa menoleh lagi, pria itu pun segera keluar kemudian pergi ke mobilnya.Selang beberapa detik kemudian, terdengar deru mobil yang langsung pergi menjauh meninggalkan rumah tersebut.“Apa dia mau menemui Bella lagi?” batin Naomi yang ternyata sejak tadi sedang memperhatikan tingkah laku Edgar dari depan pintu kamarnya.Kini Naomi terus memutar otak, berusaha untuk mencari akal agar bisa memisahkan Bella dan Edgar. Sebab jika Bella masih ada dalam kehidupan Edgar, maka tidak mungkin jika Barta juga akan tertarik lagi pada gadis itu. Meskipun saat ini pria tua itu lebih mencintainya.“Aku harus berusaha untuk membuat Bella benar-benar pergi dari kehidupan Tuan Barta dan juga Edgar. Tapi bagaimana caranya?”Naomi berjalan mondar-mandir dengan masih mengenakan piyama tidurnya. Ia menggigit kuku jarinya, berharap akan dapat jalan dengan cara seperti itu.“Ah, Regan.” Wanita itu menje
“Kalian suami istri kan?” tanya dokter wanita itu dengan ucapan berhati-hati, khawatir jika ternyata ia telah salah bicara.“Bu ….”“Benar, Dok. Saya suaminya Bella.” Regan menyahut cepat, sebelum Bella sempat menyelesaikan ucapannya.Sontak saja Bella langsung menoleh cepat pada Regan. Mata gadis itu membeliak lebar menatap Regan, dan rasanya ia ingin sekali mencakar wajah tampan pria itu sekarang juga.“Baiklah kalau begitu. Mohon Tuan tebus obat dan vitamin di rumah sakit ya.”“Baik, Dok. Terima kasih banyak,” ucap Regan menyahut. Sedangkan Bella memilih untuk tetap diam.“Sama-sama, Tuan dan Nyonya.”“Kalau begitu kami permisi dulu, Dok,” pamit Regan sambil berdiri dan menyentuh bahu Bella untuk membantunya bangkit. Namun, gadis itu segera menepisnya kasar.“Silahkan.”Tanpa mau mendapat bantuan dari Regan, Bella pun langsung berdiri dan berjalan lebih dulu meninggalkan ruangan tersebt. Ia bergegas menghampiri Bi Marni dengan perasaan kesal.“Bi, kenapa Bi Marni tidak menyusulku k