“Brengsek, lepaskan dia!”Suara teriakan lantang itu seketika membuat gerakan Regan terhenti. Pria itu menoleh cepat ke asal suara, dan begitu juga dengan Bella. Tepat dari arah pintu, terlihat dua orang pria dan seorang wanita paruh baya yang muncul dari luar. Mereka melangkah cepat menghampiri Regan dan Bella, yang seketika itu juga langsung membuat Regan bergegas turun dari tempat tidur.“Edgar! Andrew! Ba … bagaimana kalian bisa bersama dengan mamaku?” tanya Regan dengan suara tergagap. Wajahnya kini mendadak pucat pasi.Sama halnya dengan Regan yang merasa sangat terkejut saat melihat kedatangan Edgar, demikian juga dengan yang dirasakan oleh Bella. Mata sayu gadis itu tampak melebar, merasakan lega yang merayapi hatinya ketika melihat sang kekasih ada di sana.“Edgar,” lirih Bella dengan matanya yang semakin berembun, penuh dengan air mata haru.Edgar datang kesana bersama dengan Andrew dan mamanya Regan. Begitu melihat apa yang akan dilakukan oleh Regan terhadap Bella, pria it
Tubuh Bella setengah membungkuk, sementara kedua tangannya tampak memegangi perutnya. Raut wajahnya seolah mengatakan jika gadis itu sedang menahan kesakitan.“Akh! Sakit,” rintihnya.Melihat itu, tentu saja Edgar langsung panik. Ia lekas meraih wajah Bella, lalu menangkupnya dengan menatap gadis itu cemas.“Sayang, kamu kenapa? Apa yang terjadi sama kamu?” tanya Edgar panik.“Aku tidak tahu, Edgar. Tiba-tiba saja perutku sakit. Mungkin karena ….” Bella sejenak menggantungkan ucapannya, terlihat ragu untuk mengatakan sesuatu.“Karena apa, Sayang? Apa sudah terjadi sesuatu pada calon anak kita?” desak Edgar yang semakin bertambah cemas.“Apa mungkin karena tadi Regan sempat menindih perutku,” lirih Bella sembari menggigit bibir bawahnya, mencoba meredam rasa sakit itu.Ia bahkan tak berani mengangkat wajahnya untuk sekedar menatap pada Edgar. Sebab ia tahu jika saat ini pria pujaan hatinya itu sedang sangat marah.“Apa? Berani-beraninya pria itu melakukannya padamu! Aku benar-benar aka
Besoknya pagi-pagi sekali, Bella benar-benar sudah diizinkan pulang oleh dokter. Sepanjang malam berada di rumah sakit, Edgar selalu setia menemani dan memberikan apapun yang ia butuhkan. Sementara Andrew sudah pulang lebih dulu sejak malam tadi.“Sayang, kamu benar-benar siap untuk pulang hari ini?” tanya Edgar ketika ia sedang membantu Bella dari kamar mandi.“Iya, Edgar. Aku tidak betah jika lama-lama berada di rumah sakit. Aku ingin pulang sekarang,” keluh Bella sembari memeluk tubuh kekar kekasihnya itu.“Baiklah. Sebentar lagi kita pulang ya.”“Tapi, Edgar ….”“Kenapa?” Edgar memicingkan matanya, saat tiba-tiba Bella menggantung ucapannya.Kini tatapan Bella mengarah pada kekasihnya itu. Ada rasa cemas yang tersirat di sana, dan Edgar bisa melihatnya dengan jelas.“Ada apa, Sayang?”“Edgar, kalau kita pulang ke rumah itu, bagaimana jika Naomi atau Regan datang kembali? Atau mungkin Naomi akan mengajak papamu kesana,” cemas Bella dengan suara lirih.Seolah tak memiliki beban piki
Wajah Naomi mendadak terlihat sangat pucat. Kedua bibirnya bahkan sudah setengah terbuka dengan bergetar dan tampak memutih. Sekujur tubuhnya kini terasa sangat gemetar, ketika berhadapan dengan Barta saat ini.“Tu … Tuan, aku tidak mengerti maksudmu,” kilah Naomi seraya menggeleng cepat, meskipun ia tahu benar apa maksud dari pertanyaan Barta.“Jangan coba-coba membohongiku, Naomi!” Suara Barta mulai terdengar meninggi, melengking hingga membuat telinga Naomi terasa sakit mendengarnya.Tubuh wanita itu semakin gemetar ketakutan. Kepalanya segera tertunduk, tanpa berani menatap pada Barta sedikit pun. Ia sama sekali tak menyangka bahwa Barta akan mendengar ucapannya tadi.“Sialan! Bisa mampus aku kalau begini!” cemas Naomi dalam hatinya.Ia masih tampak menundukkan wajahnya, saat tiba-tiba sebuah cengkeraman kasar terasa sangat perih di pipinya.“Jangan diam saja! Katakan apa yang terjadi sebenarnya! Apa selama kau tahu dimana Bella, hah?” bentak Barta dengan sangat marah.Pria itu ba
“Papa,” lirih Edgar tertahan, kala sepasang matanya menangkap keberadaan Barta dan Naomi di luar pintu rumahnya.“Dasar anak bangsat!”Bugh! Bugh! Bugh!Bogem mentah Barta bersarang di wajah Edgar bertubi-tubi. Anaknya itu sedang berada dalam posisi yang tak siap, sehingga dengan mudah Barta bisa memukulinya habis-habisan.Tubuh Edgar langsung tersungkur, dan Barta kembali menghajar putranya itu dengan menendang tubuhnya. Edgar hendak bangkit dan melawan, tapi tiba-tiba saja beberapa anak buah Barta muncul dengan memasang wajah garang mereka.“Cepat bangun! Kau harus benar-benar diberi pelajaran agar bisa jera!” geram Barta murka.“Apa mau papa, hah?” sentak Edgar yang masih bisa mengumpulkan kekuatannya untuk bangkit.Namun, baru saja dia hendak bangkit, Barta sudah kembali menendang tubuhnya dengan sangat keras. “Kau masih bertanya apa mauku, hah? Tentu saja aku mau memberimu pelajaran, karena kau sudah berani menculik Bella dan membawanya tinggal bersama di rumah ini. Apa menurutm
Malam terasa kian larut, dengan suasana tegang yang dirasakan oleh sebagian orang. Seperti halnya yang dialami oleh Edgar dan Bella saat ini.Dengan terpaksa, kini mereka harus pergi meninggalkan rumah mendiang ibunya Edgar. Sepanjang berada di perjalanan, Edgar dan Bella terus saja terdiam dalam mobil yang berbeda.Bella berada di mobil yang sama dengan Naomi dan Barta. Sedangkan Edgar bersama dengan para anak buah Barta. Kini mobil pun terus melaju dengan kecepatan tinggi, hingga akhirnya tiba di halaman rumah Barta yang mewah.“Cepat turun!” paksa Naomi yang lekas menarik tangan Bella dengan kasar.“Lepaskan, Naomi! Ini sakit,” rintih Bella, merasakan perih di pergelangan tangannya.“Aku tidak peduli. Sekarang cepat turun dan jangan membuat pekerjaanku semakin bertambah berat!” dengus Naomi kesal.“Naomi, jaga sikapmu!” sentak Barta yang seketika menatap tajam pada kedua istrinya itu.Mendapat bentakan dari Barta, sontak membuat Naomi terdiam. Lalu dengan kesal, ia melangkah keluar
“Jadi malam ini Tuan tidak tidur di sini?” sungut Naomi kesal, sembari berdiri membelakangi Barta.Sejak pulang beberapa waktu lalu, wanita itu memang langsung memilih pergi ke kamarnya. Ia masih dilanda perasaan kesal dan cemburu, karena Barta lebih memilih bersama Bella daripada dirinya.Seperti saat ini, dimana terang-terangan pria tua itu mengatakan bahwa dia hendak tidur di kamar Bella, bukan di kamar Naomi.“Naomi, jangan marah seperti itu dong, Sayang. Aku kan hanya malam ini saja bersama dengan Bella,” ujar Barta yang segera berjalan menghampiri Naomi, lalu memeluk tubuh istrinya itu dari belakang.“Lalu setelah malam ini berlalu, pasti Tuan juga akan lebih memilih menghabiskan waktu bersama Bella daripada bersamaku,” dengus Naomi yang masih kesal, lalu cepat-cepat melepaskan lengan Barta yang melingkar di perutnya.Hentakan kakinya melangkah kesal ke arah tempat tidur, lalu merebahkan tubuhnya begitu saja.Barta hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan Naomi. Tapi ia juga
“Aaaaa! Tidak!”Suara Barta terdengar memekik dengan sangat kencang dari arah kamar mandi. Suara kencangnya itu bahkan membuat Bella sampai tersentak kaget dan refleks berdiri dari tempat duduknya.“Astaga! Apa yang terjadi?” Bella berucap dalam hatinya dengan perasaan cemas.Ia khawatir jika Barta akan menaruh kecurigaan terhadapnya. Namun, Bella memutuskan untuk tetap tenang dan bersikap seolah tak terjadi apa-apa.Brakk!Bella terlonjak kaget saat mendengar suara yang sangat keras, bersamaan dengan itu Barta terlihat keluar dari kamar mandi dengan wajah merah padam. Sontak Bella pun langsung berdiri, kemudian menatap Barta dengan takut-takut.“Tu … Tuan.” Bella tergagap.Barta segera menghampiri Bella dengan tatapan tajamnya. Pria tua itu bahkan langsung mendekatinya dan memegang kedua bahu Bella dengan kasar.“Sialan kamu! Apa yang sudah kamu lakukan padaku, hah?” Barta membentak marah, bahkan sampai mencengkeram kedua bahu Bella dengan kuatnya.“Ampun, Tuan. Saya tidak mengerti m