Aninda POV
Aku terengah-engah ketika Barra mengucapkan kata-kata itu kepadaku. Maksudku, aku tahu akan ada malam pertama untuk setiap pengantin. Tapi kenapa secepat ini? Aku pikir akan ada istirahat untuk ku. Sedikit ruang bagi ku untuk menerima pernikahan ini.
Aku belum pernah disentuh secara intens oleh seorang pria, bahkan mantan kekasih yang aku putuskan secara sepihak beberapa hari yang lalu, hanya berani menempelkan jarinya di antara sela-sela jemariku. Barra menekankan haknya sebagai suami kepadaku.
"Astaga, aku takut Mas! Aku masih belum siap untuk itu, Mas !" Aku merengek. Barra membelai pipiku, dan garis bibirnya membentuk senyuman padaku.
"Sayang, kita lakuin pelan-pelan oke? Kamu masih malu? Kamu tahu seorang istri tidak bisa menolak jika suaminya meminta kan?" Barra mengelus lenganku.
Dia terus mendorong ku dengan permainan kata-katanya. Ya, aku tahu dia suami ku, tetapi bisakah aku berhubungan intim ketika aku sama sekali tidak yakin dengan perasaan ku padanya? Apakah aku mencintainya? Pria yang menjadi suamiku ini?
Apapun itu, aku hanya tidak ingin menjadi istri yang gagal. Barra adalah pria terpelajar dan dia tahu apa yang dia lakukan untukku, bagaimanapun juga aku adalah istrinya. Itulah kenyataan bahwa alam semesta selalu meneriaki ku untuk itu.
Aku menolak dengan ketakutan ku, dan ketika aku mengangguk Barra segera membawa aku dalam pelukannya, dan meletakkan tubuhku pelan-pelan di tempat tidur.
Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana aku harus bertindak? Gerakan apa yang harus aku lakukan?
Semua pertanyaan itu berputar-putar di kepalaku, sampai aku tidak tahu dan memilih memejamkan mata. Apalagi saat Barra melepas semua pakaianku. Tidak! Aku telah dilihat oleh seorang pria tanpa balutan benang di tubuhku. Aku terguncang, aku ingin lari dari ruangan ini sekarang juga. Aku malu, tapi Barra adalah suamiku!
"Cantik!" kata Bara padaku. Dia mendorong tanganku menjauh, dan dengan lembut mencium bibirku. Aku berteriak dalam hatiku, duniaku seakan berhenti. Apa ini? Sensasi apa ini?
Aku berharap dalam debaran ini agar Barra berhenti, itu sudah cukup. Aku merasakan tubuhku bergetar hebat, aku tidak tahu berapa lama lagi aku akan bertahan dengan semua jemari Barra menyentuh setiap inci tubuhku.
Aku pikir itu akan berakhir, sampai Barra melakukan hal itu. Dia menaklukkan ku, ia mengambil kesucian ku. Rasa sakit ini sangat menyengat, seperti asam menetes di luka. Aku menangis, tentu saja aku menangis. Ini menyakitkan bagiku.
Dibandingkan dengan rasa sakit, aku merasa jauh lebih kehilangan. Yang ampun, dalam hitungan detik kesucianku menghilang begitu saja. Aku merasa perih, bahkan mataku samar-samar bisa menangkap noda merah di bawah sana. Aku menggelengkan kepalaku, dan tangisanku tidak berhenti
Barra berbisik di telingaku, berulang kali menenangkanku sambil terus menghujamku dengan serangannya. Aku tak berdaya sampai tiba-tiba tubuh Barra menegang. Dia mengerang membuatku bingung, lalu Barra berbaring lemas di atasku.
Aku masih merasa pegal, rasanya sulit bagiku untuk menggerakkan kakiku sampai aku hanya bisa menyerah ketika Barra mengubah posisinya menjadi berbaring di sampingku. Mataku menatap langit-langit kamar, aku benar-benar merasa benar-benar tersesat.
Perasaan aneh yang membuat air mataku tidak mengalir, kepada siapa aku mengadu? Tapi itu konyol jika aku mengeluh tentang kesucian ku. Seharusnya aku mengalami hal seperti ini, karena aku sudah menjadi istri seseorang.
Kenapa tiba-tiba aku merasa seperti wanita yang tidak utuh lagi, Aninda sadarlah. Pria yang menggahiku adalah suamiku sendiri, itu tidak salah kan?
*****
Mataku perlahan terbuka, aku masih meluruskan kesadaranku. Aku bergerak sedikit dan terkejut karena paha ku masih terasa sakit “Ya ampun! Masih sakit," gerutuku. Mataku menoleh ke samping, aku tidak menemukan Barra disana.
Bahkan saat aku meraba sprei, tempat tidur Barra sudah terasa dingin. Aku segera melihat jam di dinding, bagaikan disambar petir di siang hari, refleks aku bangun dari tempat tidurku. Anehnya, tubuhku terbungkus piyama sepenuhnya. "Mas Bara?" aku memanggil
Aku tidak menemukan Barra di mana pun, sampai ponsel ku berdering dan nama Barra tertulis di layar ponsel ku. Aku tidak ingat kapan aku menyimpan nomor kontak Barra si ponelku, karena memang percakapan kami sebelumnya cukup singkat.
"Halo Mas?" Aku mengangkat panggilan itu, dari seberang terdengar suara Barra.
"Aku kira, kamu belum bangun!"
"Iya Mas, aku baru bangun!"
“Aku ngajar pagi di kampus! Hmm, bibik mungkin sudah menyiapkan sarapan untukmu! Aku cuman mau pastiin kamu sudah bangun atau belum!"
Aku bergidik, rasanya nada bicara Barra sedikit berbeda, atau mungkin hanya firasatku saja.
"Iya Mas, maaf aku bangun keseiangan!" Aku mengakui lebih dulu, sebelum dia membuatku semakin gugup.
"Lain kali jangan gitu lagi ya! Untuk saat ini aku maafkan karena kamu terlalu lelah semalam! Setiap pagi aku perlu minuman hangat darimu, bukan dari pembantu!" kata Barra tegas
Seperti yang kuduga, meski cara bicaranya tenang, kalimatnya tetap menjadi peringatan bagiku, “Ya, Mas! Aku mengerti!" Aku mengalah karena sebenarnya aku tidak ingin terlibat pertengkaran, apalagi aku tidak begitu mengenal karakter Barra saat sedang marah.
"Kita keluar nanti sore, oke? Kita beli ponsel baru untukmu!"
Aku kembali dikejutkan oleh ucapannya yang tiba-tiba, sekilas aku melihat kembali ponselku. Sepertinya tidak ada yang salah dengan ponsel ku, masih utuh dan dapat digunakan.
"Kenapa Mas? Ponsel aku masih bagus kok!" aku bertanya
“Itu merek lama,udah nggak bagus buat dipakai tahun ini! Nanti kamu pilih yang mana yang kamu suka, oke?" katanya
Aku bingung harus bersikap bagaimana, apakah ini cara ia memanjakan istri nya? Awalnya aku bahkan tidak ingin memberatkan dia dengan kebutuhanku. Aku memiliki tabungan yang cukup, lagi pula aku tidak mau mengganti ponsel, karena aku pikir kebutuhan keluarga ku lebih penting daripada kesenangan ku kala itu.
"Iya Mas!" Aku menyerah.
"Yah, kamu masih mau istirahat atau gimana?" Dia bertanya
Aku memutar bola mataku malas, kenapa dia menanyakan sesuatu yang membuat perasaanku berdebar-debar gelisah. Kita harus punya waktu untuk saling mengenal kan?
"Aku mau mandi Mas, bersih-bersih dulu Mas!" Jawabku
“Kamu nggak perlu beres-beres rumah! Kan ada pembantu yang ngerjain itu semua! Kalaupun ada yang harus kamu urus di rumah, cukup kebutuhan aku saja! Aku kan suami kamu! Oh ya Nin, aku lebih suka wanita yang penurut, jadi lain kali, kedepannya kamu harus ngerti ya kalau istri itu harus dengerin omongan suami!” kalimatnya penuh dengan penekanan
"Iya Mas!" kataku singkat
“Nah, tunggu aku pulang ya sayang, santai aja dulu! mmuachh!” dia memberikan ciuman di akhir obrolan
Aku menarik napas dalam-dalam, ya ampun, sepertinya aku tidak bisa menebak pikiran Barra. Kalau saja pernikahan ini bukan untuk mengangkat status orang tua ku di desa, aku tidak akan siap menjadi seorang istri.
Tapi kesucianku telah direnggut. Kehidupan baruku akan dimulai setelah pernikahan ini, orang seperti apa Barra sebenarnya?
Aku duduk diam di depan cermin, menatap bayanganku dari sana. Aku tidak terlalu kurus, meskipun terkadang aku bekerja lembur. Hal yang masih aku sesali, Aku mengelus wajahku dengan jemariku “Aku bukan perempuan utuh lagi! Kesucianku sudah direnggut oleh Barra! Tapi kenapa rasanya hambar seperti ini? Tidak, aku yakin Barra adalah pria yang baik! Dia bertanggung jawab untukku! Aku tahu itu!"Aku meyakinkan diri ku sendiri. Siapa lagi yang bisa menenangkanku, kalau bukan diriku sendiri?Satu hal yang aku yakini, bahwa aku pasti akan bahagia setelah pernikahan ini. Barra adalah pria yang hangat, mungkin cara dia menatapku sedikit berbeda. Orang tua kita sudah saling mengenal, jadi apa salahnya jika kita mencoba untuk saling mengenal juga?Tiba-tiba aku merasa canggung,biasalah. Aku sudah terbiasa bekerja, tangan ku cukup sibuk di pabrik. Setelah menikah, aku menjadi ibu rumah tangga. Aku pikir itu memalukan jika aku terus seperti ini. Haruskah aku berbic
Hanya beberapa hari setelah pernikahan, sudah ada kemalangan. Aku mengenal papa nya Barra dengan baik sebelumnya. Bahkan di desa dia adalah orang yang dihormati, reputasinya sangat baik sehingga beberapa orang segan padanya. Aku belum pernah mendengar tentang dia begitu buruk, sampai aku mendengar berita yang menghancurkan hati ku.Aku sangat tersentuh ketika melihat Barra menangis, dia sangat menyayangi papanya, mencintainya sampai-sampai dia tidak tega melihat papa nya terbaring tanpa napas. Sesekali aku mencoba menepuk bahu Barra, aku menenangkannya sebisa mungkin."Nak! Di mana Barra?" ibu bertanya padaku. Orang tua ku tentu saja datang berkunjung, tetapi aku tidak melihat Mama Barra di mana pun. Sejujurnya, hanya pada sekilas aku sepertinya pernah mendengar tentang Mama Barra. Seingat ku, Mama Barra tidak pernah ingin tinggal di desa, baru-baru ini aku juga baru tahu bahwa Papa Barra telah kembali lagi ke desa."Ada Ma, dia di dalam! Ada kerabat lain yang d
Rose sedang memulihkan diri di rumah karena patah tulang ringan. Itu hanya seminggu setelah masa-masa indah, karena Sean terstimulasi oleh hasil akhir ujian tengah semesternya dan mengantarnya ke sekolah. Satu-satunya keuntungan adalah dia memiliki sopir untuk menjemput dan mengantarnya selama cedera. Rose belum beradaptasi dengan kehidupan awal. Dia tidur grogi untuk dua kelas. Dalam keadaan linglung, dia samar-samar merasakan seseorang di depan matanya. Ketika dia membuka matanya, ruang kelas kosong. Hanya Matthew dari Kelas 5 yang berdiri di depannya dan menatapnya dengan cemberut. Rose ingat bahwa Matthew dan Andrew menekannya seperti bukit hari itu, hampir sekarat, dan merasakan lengannya sakit lagi. Dia mendongak dan saling menatap miring. "Mengapa kamu di sini?" Matthew memandang rendah Rose, yang cuek dan frustrasi. Senang melihatnya tanpa jalan memutar, tetapi tidak mungkin. Siapa yang membiarkan dirinya memuk
Hallo Kak? Cerita ini dalam tahap Revisi Ulang! Butuh konsentrasi yang lumayan buat baca cerita ini kak? Jadi hayatilah sampai air matamu tidak tersisa, wkwkwkwk Selamat baca, jangan lupa tinggalin jejak ya kak! ---------------- Sebelum adanya pernikahan maka? Mas, nanti habis kita nikah, kita tinggal dimana Mas? Udah nggak masalah, aku rela kok meskipun tinggal di gubuk bareng kamu! Soalnya kenyaman aku tu dari cintanya kamu! ----------------- Sebelum adanya pernikahan maka? Sayang, aku janji bakalan bikin keluarga kecil kita bahagia. Kamu cuman perlu jadi istri yang penurut, udah kamu nggak perlu capek kerja ya! Aku siap memenuhi kebutuhan kamu dan anak-anak! ------------------- Sekali lagi, lalu bagaimana setelah menikah?
Barra POVAku hanya tahu, begitu dia menjadi milikku, maka aku berhak atas segalanya dalam hidupnya. Karena aku adalah kapten kapal yang berlayar ini.-------------------Kulempar tubuhku ke sandaran sofa, aku pulang ke rumah atas permintaan papaku. Hampir seminggu dia membujuk aku untuk menikah, umur ku sudah lebih dari cukup untuk menikah. Bahkan dari sudut pandang keuangan, aku sudah sangat mapan.“Nak, apa yang papa bicarakan juga merupakan keuntungan untukmu! Aninda lebih muda darimu kan? Kamu masih bisa membimbingnya, karena dia tidak akan banyak menuntut, anaknya juga sangat cantik. Kamu harusnya senang, dia akan menjadi istri yang penurut, apalagi sepuluh tahun lebih muda darimu. Jika kamu tidak menikah sekarang, berapa lama lagi? Mau jadi perjaka tua? "Kata-kata papa membuatku tersedak, selama ini aku terbiasa menghabiskan hidupku untuk mencapai cita-citaku, aku ambisius dengan segala kesempurnaan. Bahkan aku tidak ingin kehilangan
Rose sedang memulihkan diri di rumah karena patah tulang ringan. Itu hanya seminggu setelah masa-masa indah, karena Sean terstimulasi oleh hasil akhir ujian tengah semesternya dan mengantarnya ke sekolah. Satu-satunya keuntungan adalah dia memiliki sopir untuk menjemput dan mengantarnya selama cedera. Rose belum beradaptasi dengan kehidupan awal. Dia tidur grogi untuk dua kelas. Dalam keadaan linglung, dia samar-samar merasakan seseorang di depan matanya. Ketika dia membuka matanya, ruang kelas kosong. Hanya Matthew dari Kelas 5 yang berdiri di depannya dan menatapnya dengan cemberut. Rose ingat bahwa Matthew dan Andrew menekannya seperti bukit hari itu, hampir sekarat, dan merasakan lengannya sakit lagi. Dia mendongak dan saling menatap miring. "Mengapa kamu di sini?" Matthew memandang rendah Rose, yang cuek dan frustrasi. Senang melihatnya tanpa jalan memutar, tetapi tidak mungkin. Siapa yang membiarkan dirinya memuk
Hanya beberapa hari setelah pernikahan, sudah ada kemalangan. Aku mengenal papa nya Barra dengan baik sebelumnya. Bahkan di desa dia adalah orang yang dihormati, reputasinya sangat baik sehingga beberapa orang segan padanya. Aku belum pernah mendengar tentang dia begitu buruk, sampai aku mendengar berita yang menghancurkan hati ku.Aku sangat tersentuh ketika melihat Barra menangis, dia sangat menyayangi papanya, mencintainya sampai-sampai dia tidak tega melihat papa nya terbaring tanpa napas. Sesekali aku mencoba menepuk bahu Barra, aku menenangkannya sebisa mungkin."Nak! Di mana Barra?" ibu bertanya padaku. Orang tua ku tentu saja datang berkunjung, tetapi aku tidak melihat Mama Barra di mana pun. Sejujurnya, hanya pada sekilas aku sepertinya pernah mendengar tentang Mama Barra. Seingat ku, Mama Barra tidak pernah ingin tinggal di desa, baru-baru ini aku juga baru tahu bahwa Papa Barra telah kembali lagi ke desa."Ada Ma, dia di dalam! Ada kerabat lain yang d
Aku duduk diam di depan cermin, menatap bayanganku dari sana. Aku tidak terlalu kurus, meskipun terkadang aku bekerja lembur. Hal yang masih aku sesali, Aku mengelus wajahku dengan jemariku “Aku bukan perempuan utuh lagi! Kesucianku sudah direnggut oleh Barra! Tapi kenapa rasanya hambar seperti ini? Tidak, aku yakin Barra adalah pria yang baik! Dia bertanggung jawab untukku! Aku tahu itu!"Aku meyakinkan diri ku sendiri. Siapa lagi yang bisa menenangkanku, kalau bukan diriku sendiri?Satu hal yang aku yakini, bahwa aku pasti akan bahagia setelah pernikahan ini. Barra adalah pria yang hangat, mungkin cara dia menatapku sedikit berbeda. Orang tua kita sudah saling mengenal, jadi apa salahnya jika kita mencoba untuk saling mengenal juga?Tiba-tiba aku merasa canggung,biasalah. Aku sudah terbiasa bekerja, tangan ku cukup sibuk di pabrik. Setelah menikah, aku menjadi ibu rumah tangga. Aku pikir itu memalukan jika aku terus seperti ini. Haruskah aku berbic
Aninda POVAku terengah-engah ketika Barra mengucapkan kata-kata itu kepadaku. Maksudku, aku tahu akan ada malam pertama untuk setiap pengantin. Tapi kenapa secepat ini? Aku pikir akan ada istirahat untuk ku. Sedikit ruang bagi ku untuk menerima pernikahan ini.Aku belum pernah disentuh secara intens oleh seorang pria, bahkan mantan kekasih yang aku putuskan secara sepihak beberapa hari yang lalu, hanya berani menempelkan jarinya di antara sela-sela jemariku. Barra menekankan haknya sebagai suami kepadaku."Astaga, aku takut Mas! Aku masih belum siap untuk itu, Mas !" Aku merengek. Barra membelai pipiku, dan garis bibirnya membentuk senyuman padaku."Sayang, kita lakuin pelan-pelan oke? Kamu masih malu? Kamu tahu seorang istri tidak bisa menolak jika suaminya meminta kan?" Barra mengelus lenganku.Dia terus mendorong ku dengan permainan kata-katanya. Ya, aku tahu dia suami ku, tetapi bisakah aku berhubungan intim ketika aku sama sekali tidak yakin
Barra POVAku hanya tahu, begitu dia menjadi milikku, maka aku berhak atas segalanya dalam hidupnya. Karena aku adalah kapten kapal yang berlayar ini.-------------------Kulempar tubuhku ke sandaran sofa, aku pulang ke rumah atas permintaan papaku. Hampir seminggu dia membujuk aku untuk menikah, umur ku sudah lebih dari cukup untuk menikah. Bahkan dari sudut pandang keuangan, aku sudah sangat mapan.“Nak, apa yang papa bicarakan juga merupakan keuntungan untukmu! Aninda lebih muda darimu kan? Kamu masih bisa membimbingnya, karena dia tidak akan banyak menuntut, anaknya juga sangat cantik. Kamu harusnya senang, dia akan menjadi istri yang penurut, apalagi sepuluh tahun lebih muda darimu. Jika kamu tidak menikah sekarang, berapa lama lagi? Mau jadi perjaka tua? "Kata-kata papa membuatku tersedak, selama ini aku terbiasa menghabiskan hidupku untuk mencapai cita-citaku, aku ambisius dengan segala kesempurnaan. Bahkan aku tidak ingin kehilangan
Hallo Kak? Cerita ini dalam tahap Revisi Ulang! Butuh konsentrasi yang lumayan buat baca cerita ini kak? Jadi hayatilah sampai air matamu tidak tersisa, wkwkwkwk Selamat baca, jangan lupa tinggalin jejak ya kak! ---------------- Sebelum adanya pernikahan maka? Mas, nanti habis kita nikah, kita tinggal dimana Mas? Udah nggak masalah, aku rela kok meskipun tinggal di gubuk bareng kamu! Soalnya kenyaman aku tu dari cintanya kamu! ----------------- Sebelum adanya pernikahan maka? Sayang, aku janji bakalan bikin keluarga kecil kita bahagia. Kamu cuman perlu jadi istri yang penurut, udah kamu nggak perlu capek kerja ya! Aku siap memenuhi kebutuhan kamu dan anak-anak! ------------------- Sekali lagi, lalu bagaimana setelah menikah?