“Sudah siap bertemu Pak Sekretaris?”
Harger mendengkus. Lagi – lagi Howard menggodanya. Lagi – lagi pria itu sengaja membiarkan ujung telunjuk menekan di pipi, dan dia berusaha keras menghindari apa pun yang akan terjadi, lalu menatap Howard tajam.Harger mendesis sinis saat pria itu akan tertawa. Masalahnya, dia yakin Howard juga tahu bahwa mereka akan menghadapi pertemuan khusus. Berada di sebuah gedung yang nyaris tidak pernah Harger bayangkan rasanya benar – benar suatu mimpi nyata. Dia harus meredakan debaran yang masih bertalu – talu di dada. Bertemu Pak Sekretaris untuk kali pertama ... kekhawatiran itu sudah Harger terima jauh sebelum mereka berada di Amerika.Kemudian di sini ....Suara derap kaki seseorang terdengar menggema penuh di sekitar ruangan. Harger mendadak tegang, melirik Howard sesekali supaya pria itu bersikap serius. Namun sepertinya Harger mengambil keputusan yang salah. Setelah Howard hanya menatap lurus ke depan; golakan tak berujung di be[Apa Hargerie Warrance terdengar familiar bagimu?]Sebelah alis Deu terangkat tinggi, mencoba mempertimbangkan hal aneh apa yang dikatakan Pak Sekretaris ketika pria paruh baya itu secara tiba – tiba menghubunginya, bahkan melibatkan Harger yang Deu sendiri tahu persis bahwa Pak Sekretaris tidak pernah mendengar berita pernikahannya, tidak peduli siapa mereka saat kesepakatan untuk tidak terlihat mencolok masih menjadi pertimbangan besar.“Apa yang kau tahu tentang nama itu?” tanya Deu, masih sama sibuknya mengurus beberapa berkas di pengadilan. Seminggu lalu dia memvonis seorang perampok yang telah merenggut nyawa seorang wanita dengan hukuman penjara seumur hidup—kemudian menjatuhkan denda dalam nominal besar, meski hal tersebut tidak menjadi alasan mengapa dia tetap akan diliputi kesibukkan.Deu masih menunggu Pak Sekretaris menjawab dengan suara yang tegas.[Yang aku tahu dia sedang menghindarimu.] Secara naluri lengan Deu berhenti bergerak. Sesuatu mendesak
Sejauh ini, rencana mereka sudah berjalan 50 persen sebagai tiket awal masuk ke dalam gedung putih Moskow (Bely Dom) dengan menyamar sebagai tamu luar negeri—yang akan berhadapan langsung bersama Perdana Menteri Rusia, meski itu tidak akan pernah terjadi. Datang diliputi atribut lengkap—Warne secara keseluruhan telah mengubah penampilan persis seperti menteri luar negeri; masker topeng yang luar biasa membuat penampilan Warne tidak dicurigai, sementara Harger menerima porsi sebagai asisten Warne. Mereka segera berpencar setelah berhasil berjalan sampai di pertengahan gedung. Howard menginterupsi dari balik suara di kepala—sebuah alat pendengar yang berada di telinga sebelah kanan mereka. Pria itu telah mengatur sisanya. Mengacaukan perhatian beberapa orang di pemerintahan Rusia supaya Harger bisa masuk ke dalam satu ruang khusus yang menyimpan berkas mengenai kode peluncuran nuklir, begitu juga dengan Warne.Napas Harger berembus pelan ketika sudah melangkahkan kaki masuk k
Harger terkejut ketika Howard tiba – tiba mengambil berkas berisi kode peluncuran nuklir lalu mendorongnya pergi ke satu ruangan. Pria itu tertawa sangat puas mendengar kata – kata bernada jenaka dari lawan bicaranya, Warne. Menyebalkan. Dan gara – gara mereka, Harger maupun sang hakim akhirnya terlibat di sini. Di satu ruang yang dingin membekukan. Mencekam, benar – benar suram.“Bisa jelaskan padaku mengapa kau ada di gedung putih?” tanya Harger setelah merasa sudah cukup lama keterdiaman menyergap kemampuan mereka dalam berkomunikasi. Dia menatap sang hakim tajam tetapi sepertinya pria itu tidak berniat menyerahkan jawaban.“Jika tidak ada lagi yang ingin kau bicarakan, lebih baik aku pergi. Tugasku belum selesai.”Muak rasanya menunggu sesuatu yang dia tidak tahu kapan akan terjadi. Tangan Harger bersiap menekan ganggang pintu, tidak tahu bahwa itu menjadi dorongan besar kepada sang hakim untuk mengatakan sesuatu yang tak terduga.“Bisakah kau ikut denganku untuk
“Urusan kalian sudah selesai? Di mana Don?”Harger baru melangkahkan kaki, berniat memastikan sisa pekerjaan yag dia lakukan. Tetapi pertanyaan Howard secara tidak langsung membuat perasaan Harger kembali terasa suram. Dia sudah berusaha terlihat baik – baik saja setelah memberanikan diri terlibat ke dalam percakapan lain. Hanya Howard di sini. Harger tidak menemukan Warne, dan pantas Howard tiba – tiba menanyakan keberadaan sang hakim. Deu juga tidak terlihat di mana pun setelah meninggalkan kamar.“Aku tidak tahu.”Harger mendengkus, mengambil posisi duduk seraya melipat tangan di atas meja.“Bukankah kalian bicara secara privasi?”“Ya, dia meninggalkanku setelah itu. Jadi, jika kau bertanya tentangnya, jangan padaku, aku tidak tahu.”Berulang kali Harger menegaskan. Sekarang biarkan Howard memahami sendiri. Dia tidak ingin terus – terusan membahas sang hakim. Itu hanya akan menimbulkan suatu perasaan tak terduga, dan Harger nyaris tidak bisa mempertahankan
“Di mana Deu?”Mereka sudah berada di satu titik tetapi Harger sedikitpun tidak menemukan sang hakim akan terlibat. Sejak pria itu meninggalkannya di kamar, Harger tidak pernah lagi mendengar kabar mengenai sang hakim selama menyiapkan beberapa keperluan di markas. Hanya di sini dia merasa harus bertanya ketika bersama Howard berada di satu mobil—terparkir tidak begitu jauh di gedung hotel yang menjulang tinggi.Seharusnya Harger hanya perlu melangkahkan kaki keluar. Tiket undangan sudah di tangannya. Namun, menunggu sang hakim adalah kebutuhan paling penting. Setelah beberapa. Napas Harger berembus lega begitu samar – samar mendapati sebentuk tubuh jangkung yang berjalan sedikit terburu sembari merapikan tuxedo yang dikenakan. Dia terpaku beberapa saat. Mau sejauh apa pun jarak mereka. Selama hari – hari yang berlalu tanpa kebersamaan. Rasanya itu tidak pernah mengubah bahwa sang hakim masih luar biasa tampan. Pakaian yang pas; sisiran rambut yang rapi; tatapan da
[Celaka, mereka sudah beberapa langkah di belakang. Tidak ada waktu membuka pintu kamar—mereka akan melihat kalian baru saja masuk ke dalam—itu akan meninggalkan kecurigaan.]‘Mereka’Satu kata yang ditujukan kepada Harger dan sang hakim. Lalu bagaimana? Harger bertanya – tanya tak mengerti. Seharusnya mereka memang lebih cepat ketika para ekstrimis tiba di lantai yang telah ditentukan. Sekarang tidak ada waktu untuk membuat mereka yakin bahwa pemilik pesta sedang yang menunggu—mereka akan mengira Deu adalah pria kaya dan memegang kode peluncur nuklir—tetapi kali ini rasanya Harger tidak bisa mengatakan apa pun, bahkan saat sang hakim tiba – tiba melakukan hal mengejutkan—menekan Harger di tembok dekat pintu; benar – benar mengunci tubuh mereka bersama. Napas yang berembus saling bertaut di udara. Harger terpaku mendapati wajah sang hakim cukup terlihat tegang. “Jangan memukulku. Aku hanya melakukan tugas.”Pria itu berbisik dan langsung melumat bibirnya, seolah per
“Jadi kalian bicara privasi hanya untuk membahas Daisy? Dan Don memintamu ikut bersamanya suaya kau bertemu Daisy?”Harger mengangguk samar mencerna rentetan pertanyaan Howard, yang dia sendiri ragu sekadar mengatakan satu kebenaran lain bahwa sang hakim berusaha menghamili-nya. Lagipula, sesuatu dalam diri Harger terkadang merasa tidak penting untuk membicarakan hal tersebut. Dia yakin Howard mungkin tak akan senang mendengarnya. Terlebih, mengingat sang hakim belum sadarkan diri sejak dua peluru yang menembus di bagian bahu dan perut ... merenggut kesadaran pria itu.Pria yang masih dengan mata terpejam. Harger memperhatikan detil – detil wajah sang hakim. Guratan lelah sepertinya tak pernah meninggalkan di sekitar mata, barangkali sang hakim lebih cenderung melewatkan tidur.Harger berusaha tidak menyakini itu tetapi menjadi suatu hal yang cukup sulit untuk melihat lebih jauh dari kenyataan. Garis hitam yang mencuak samar – samar semacam pembuktian serius. Harger bertanya – tanya ap
Mereka tiba di pedesaan, di gedung pemakaman, bukan di rumah sakit mana pun di Roma. Sebuah berita mengejutkan yang Deu sendiri nyaris tak bisa mengatakan apa – apa saat melangkahkan kaki, bahwa Daisy akan segera dimakamkan.Iris gelap Deu terus memperhatikan satu foto yang terpajang. Daisy begitu cantik dan muda di dalam figura berbingkai; senyum yang begitu tipis seperti hampir mengingatkan Deu betapa wanita itu luar biasa tangguh. Kedekatan bersama seorang ibu yang hampir tidak pernah dia rasakan selama beberapa bulan, karena satu hal dan lain, secara utuh Deu dapatkan semua itu lewat segala bentuk kasih sayang yang Daisy berikan, tetapi sekarang Daisy begitu tenang memejamkan mata.Rasanya benar – benar sulit melangkahkan kaki pada sebentuk tubuh yang telah kaku di dalam peti. Secara tak terduga Deu memang tak sanggup melakukannya. Dengan sorot mata sungguh hanya terpaku, sementara kedua kakinya segera bersimpuh—tersaruk – saruk menepis sisa langkah yang ada untuk mengam
Tidak. Harger tidak ingin mengambil risiko tersebut dengan mengabaikan kebutuhan sekarang. Langsung menerobos masuk hingga sebuah pemandangan tak terduga, sungguh, seolah ingin menyeretnya melangkah mundur. Dia menyaksikan sendiri sebentuk tubuh sang hakim sedang menduduki tubuh seseorang. Tangan pria itu membentuk kepala mantap, yang berulang kali dilayangkan ke wajah pria malang—terkapar—dengan keseluruhan dilimuri darah. “Deu.” Harger tidak mungkin membiarkan suaminya terlarut lama ke dalam angkara murka yang mengerikan. Berlari secepatnya hanya untuk menghentikan pria itu lewat tindakan membabi buka. Deu tidak bisa mengambil tindakan tersebut di saat – saat seperti ini, meskipun bukan hal mudah memisahkan pria yang sungguh telah meledakkan seluruh hal terpendam dalam emosi yang selama ini tertunda. “Sudah, Deu, hentikan.” Napas Harger tak kalah menggebu saat dia harus benar – benar menarik tubuh sang hakim. Untunglah setelah melewati pelbagai kesulitan, dia perlahan men
Harger mungkin menikmati masakan dari suaminya yang telah bersedia meluangkan waktu berkutat lama di dapur, tetapi dia tetap merasa ganjil ketika pria itu menolak ajakan makan bersama. Alih – alih setuju, justru Harger mendapati sang hakim berpamitan pergi—ntah akan ke mana. Dia mencoba menemukan petunjuk. Tanpa sepengetahuan sang hakim, Harger telah melakukan sesuatu tepat saat di mana pria itu beranjak ke kamar. Dia tidak bisa membiarkan rasa ingin tahu yang membludak, terus membara seperti benar – benar ingin membakarnya. Tidak akan sanggup bertahan lebih lama. Itu benar. Secara naluriah tangan Harger meletakkan garpu untuk bersinggungan di atas piring. Bisa menikmati lasagna belakangan waktu. Sekarang dia harus melakukan satu hal pas. Merogoh ponsel di saku celana. Howard. Ya, saat – saat seperti ini Harger akan sangat membutuhkan kemampuan Howard. [Ada apa menghubungiku, Lil’H?] Suara pria itu mencu
“Apa yang kau lihat, Deu?” Mereka sedang berbelanja, tetapi baru saja sang hakim membuatnya seperti bicara kepada patung. Harger tidak mengerti apa terjadi dan mengapa dia harus mendapati Deu terlihat berbeda dari mula – mula mereka memasuki pusat pembelanjaan. Ditambah kenyataan harus menatap cengkeraman tangan yang mengetat di troli bayi, itu makin meninggalkan perasaan ganjil tak tertahan. Nyaris lima bulan setelah masa – masa indah menjadi orang tua, Harger tidak pernah menyaksikan sang hakim menunjukkan sikap tak terbantahkan. Mata gelap itu mendelik tajam. Seperti sembunyi – sembunyi menyimpan sesuatu. Namun, dia sama sekali tak sanggup menggapai satu pun terhadap apa yang sedang suaminya pikirkan. Hanya sekelebat menatap ke mana arah pandang pria itu. Pun ... Harger tidak menemukan sesuatu secara spesifik, selain bahu seseorang yang telah meninggalkan tempat di mana beberapa orang berjalan keluar masuk. Tak tahan. Dia memutuskan untuk menyentuh lengan sang hakim. Pria itu
Harger meletakkan bayi kecil yang baru saja dimandikan ke keranjang. Di rumah sedang kedatangan banyak tamu. Pak Sekretaris bersama seluruh keluarga. Ada Daisy dan Mr. Thamlin. Benar – benar ramai mengagumkan. Harger tidak tahu harus berkata seperti apa bahwa dia sungguh diterima dengan sangat baik. Ada ibu mertua, saudari ipar, dan hal – hal yang sering sekali mereka perhatikan. Rasanya dia nyaris tidak diperbolehkan melakukan apa pun, bahkan meski hanya mengerjakan sesuatu di dapur, yang lagipula sang hakim akan mengajukan diri—menyelesaikan semua, kemudian mereka akan berbincang – bincang, hampir seperti berbisik agar bayi tidak terbangun. Satu hal yang tidak Harger lupakan. Charlene dan Deminti juga sudah mendatanginya, mereka tiba di Italia tanpa sepengetahuan Harger, kecuali sang hakim. Ajaibnya pria itu setuju untuk merahasiakan kenyataan tersebut sesuai permintaan Charlene, bahkan menyiapkan kejutan untuknya. Harger bahagia bahwa semua orang yang dia kenal sangat dekat,
Hari ini .... Tiba pada momen yang menegangkan. Harger tidak tahu bagaimana dia akan menghadapi proses melahirkan yang sudah berada di depan mata. Dimintai untuk berjalan – jalan lebih sering dan melakukan apa pun supaya menghadapi persalinan dengan mudah. Tetapi Harger merasa beruntung memiliki suami seperti sang hakim. Pria itu dengan sabar menemani dia berjalan ke mana pun di taman rumah sakit. Mengerjakan apa saja yang Harger sudah tak bisa lakukan setelah menghadapi perutnya yang membesar. Seperti sekarang terjadi. Harger menahan napas ketika tanpa sengaja menjatuhkan sapu tangan, kemudian sang hakim segera membungkuk, meraih benda tersebut dan menyerahkannya kembali. “Terima kasih, Yang Mulia. Aku mencintaimu.” Saat – saat seperti ini memang dibutuhkan keromantisan. Harger berpengangan erat di lengan suaminya. Mereka berjalan sangat pelan menyusuri jalan yang dibeton, tetapi Harger sedang bertelanjang kaki. Pada beberapa momen tertentu sang hakim
Senyum Harger lagi – lagi melebar saat mengamati sesuatu yang terasa indah.Garis dua ....Tadi pagi hampir tanpa sadar dia melompat girang. Melakukan tes, lalu mendapati bahwa dirinya positif hamil, itu merupakan momen tak terlupakan setelah harus menghadapi pelbagai desakan tidak nyaman belakangan ini. Keinginan untuk muntah, golakan mual, dan semua yang menghantam Harger sebagai satu kesatuan paling mengerikan—sebuah alasan serius mengapa kebutuhan – kebutuhan tersebut akhirnya meninggalkan perasaan curiga. Dia telah mengambil keputusan yang tepat dengan mengetahui kebenaran terlalu dini.Langkah Harger tentatif mendekat ke lemari pakaian. Ada sesuatu yang perlu dia lakukan sebelum memberitahu informasi ini kepada suaminya. Ya, meletakkan benda pipih di tanganya ke dalam kotak persegi panjang, lalu pelan – pelan membongkar lipatan kain di dalam rak demi mengambil sesuatu di sana. Pakaian rajut bayi buatan tangan Daisy, yang masih tersimpan utuh di sana, untuk kemudian
“Jika kau tidak pernah siap, kita tidak akan turun, Harger.”Harger mengerjap setelah beberapa saat jatuh ke dalam pemikiran usang di benaknya. Semua sudah saling memaafkan. Sesuatu yang mengikuti di belakang bahunya kan selalu mengingatkan bahwa Laea sudah tenang di mana pun wanita itu berada. Tidak ada yang akan Harger katakan. Dia menatap sang hakim dengan sudut bibir melekuk tipis. Mereka memang memutuskan untuk berziarah ke makam Laea. Banyak yang ingin Harger curahkan, meski dia mungkin tak mengeluarkan suara ke permukaan sementara sang hakim ada di sampingnya. Hanya menatap setengah kosong pada undakan tanah yang indah—terawat begitu baik, dengan rumput – rumput terpotong begitu rapi merata.Ujung tangan Harger terulur meletakkan buket mawar, kemudian menyentuh nisan atas nama saudari perempuannya. Sedikit rasa sesak seperti berusaha menumbuk jantung Harger. Berulang kali dia berusaha menarik napas pelan, dan mengembuskan ke udara, tetapi kadang – kadang matanya
“Apa yang kau pikirkan, Deu?” Harger bertanya sarat nada lambat. Hati – hati dia menyentuh punggung tangan sang hakim. Perlahan menautkan jari – jari tangan mereka, lalu meremasnya lembut. “Kau kepikiran soal adikmu? Apa yang benar – benar sudah kalian bicarakan? Aku hanya dengar beberapa, tapi yakin kau tidak akan seperti ini jika bukan karena sesuatu. Sekarang ceritakan padaku?'" Tadinya, Harger memang tak berniat mencampuri lebih banyak. Merasa tidak berhak. Namun, jika pada akhirnya Deu akan terus – terusan terpengaruh, dia tidak akan bisa menahan diri. Tidak tahu kapan sang hakim akan selesai dengan perselisihan batin yang terlihat luar biasa mencolok. Harger akan menunggu. Semenit, dua menit, hingga waktu yang berjalan seperkian saat. Cukup lama ... lalu embusan napas sang hakim terdengar kasar. “Astoria menolak perintahku untuk meninggalkan bajingan itu.” “Dengan mengakui bahwa Orion tidak pernah tahu dia hamil, aku rasa bukan
“Aku bingung bagaimana alat peledak bisa berada di kepala Orion. Memangnya seberapa kecil ukuran alat peledak itu?”Harger bicara sayup – sayup di dapur sambil memegangi senter untuk menerangi pemandangan di sekitar suaminya. Sang hakim sibuk menyiapkan lasagna menjadi potongan sama rata setelah tadi ... menyalakan kembali ke api oven, dan mereka menunggu beberapa saat.Wajah tampan itu benar – benar begitu serius. Harger mengembuskan napas cukup kasar ... ntah kapan sang hakim akan menjawab pertanyaannya.“Deu.”Harger tidak akan tahan ketika sang hakim hanya diam. Masing – masing potongan lasagna diletakkan di atas piring, yang kemudian disusun di atas nampan—akan siap dibawa ke ruang tamu. Tetapi sebelum itu, iris gelap sang hakim mendadak fokus menatap lurus ke depan, seolah sedang memikirkan sesuatu, atau mungkin telah berniat memberi Harger tanggapan.“Ukurannya sebesar kapsul obat, yang dimasukkan melalui rongga hidung dengan cara ditembak.”Seharusnya