Akhirnya kebutuhan merenovasi kamar selesai.
Sementara Deu pergi membereskan perangkat mengecat yang mereka gunakan. Harger lebih memilih mengamati setiap detil bagian – bagian dari keputusan untuk berbagi ide antara dia dan sang hakim yang kemudian, sekarang, memberi kesan memuaskan di satu kamar ini.Harger akui, beberapa hal memiliki nilai kontras. Beberapa lainnya nyaris begitu sepakat menunjukkan keindahan mereka. Dia sedang memeluk boneka pemberian sang hakim; keroppi yang empuk ketika didekap erat – erat. Lalu segera melangkahkan kaki ke arah ranjang, meletakkan satu boneka itu di tengah – tengah, terapit oleh dua bantal.Rasanya cukup melelahkan. Harger menjatuhkan tubuh sesaat dengan kedua kaki menjuntai di atas lantai. Warna abu gelap di langit – langit kamar menciptakan sesuatu di benaknya. Dia menatap lamat, tetapi tidak memikirkan sesuatu yang terlalu buruk. Pemikiran Harger hanya terompak kalau – kalau ini terlalu misterius. Mungkin memang itu yang disuka“Ada yang ingin kau katakan?”Harger menghentikan kegiatan menggosok sesaat. Air di bath-up telah terisi seperempat penuh. Sang hakim duduk, menuruti setiap kata – kata-nya. Busa – busa sabun perlahan merambat turun. Harger tahu sikap yang mendadak diam; salah satu bagian yang membuat sang hakim bertanya.“Sebenarnya aku sedang memikirkan sesuatu.”Akhirnya Harger memutuskan untuk bicara. Dia tidak peduli akan basah. Segera mengambil tindakan masuk ke dalam bak yang sama dengan masih berpakaian utuh. Kaki Harger terlipat, bersimpuh menyesuaikan porsi tubuh mereka. Dia memeluk leher sang hakim dari belakang, membiarkan wajahnya menembus di garis bahu pria itu. Ini akan disebut percapaian bagus apabila Harger bisa membujuk sang hakim tanpa mengatakan kebenaran kepada suaminya.Napas pria itu begitu tenang.“Aku ingin ....” Sementara Harger dapat merasakan debaran di dada berdebur begitu keras.“Apa?” Suara berat sang hakim sarat rasa ingin tahu. Harger menipiskan bibir, berusaha mengat
Pengiriman selesai. Harger menatap ponselnya lamat. Sebagai ganti, dia harus memesan produk perawatan wajah untuk menghindari kecurigaan sang hakim yang pekat. Harger menduga kalau – kalau pria itu akan bertanya nanti. Dia hanya mencoba membuat semua terlihat baik – baik saja. Kirimannya akan segera sampai setelah beberapa hari ke depan. Harger akan menunggu di depan, di gerbang pembatas hutan. Semalam dia sudah bertanya apakah sang hakim akan keberatan, tetapi pria itu telah memberi Harger sebuah jawaban pasti.Sekarang adalah waktu untuk mencari keberadaan Deu. Paling mungkin adalah halaman belakang. Bunyi tembakan menggelegar sudah memberitahu. Langkah Harger tentatif melewati beberapa ruangan. Masuk ke dapur dan menembus ke taman.Bahu sang hakim terlihat sang liat. Harger menutup kedua kupingnya ketika dia mengambil langkah mendekat. Harusnya satu keinginan yang disepakati di Paris tidak terlupakan; berlatih bela diri. Sekarang Harger tidak akan meninggalkan niat untuk mendesak s
Bugh!Hantaman renyah membuat Harger meringis dengan mata terpejam. Dia baru saja ingin mengunci gerakan sang hakim, tetapi pria itu lebih dulu membanting tubuhnya ke atas matras. Sulur – sulur di hadapan Harger, langit terlihat begitu buram. Panas. Dia diliputi keringat deras. Mencoba mengerahkan tenaga yang telah terkuras. Rasanya otot kaki Harger bergetar ketika dia mengambil kuda – kuda. Setidaknya sedikit, Harger memahami cara perlawanan diri. Sekarang dia mungkin bisa menendang bagian dada sang hakim, atau lewat niat yang buruk melumpuhkan kaki dengan mematahkan tungkai. Itu terdengar seperti bisikan jahat. Harger ingin sekali menertawakan pemikirannya yang konyol. Satu kakinya berjuang menekan posisi sang hakim. Namun, itulah bagian yang menggelikan. Harger bahkan tidak ada apa – apanya dibanding sang hakim yang sedang berkeringat seksi.“Lakukan lebih keras, Pemula!”Kata – kata sang hakim sarat nada persuasif. Harger memutar mata malas. “Jangan panggil aku pemula!” protesnya
“Pelan – pelan, Deu.”Harger merasa geli mendapati rambut di rahang sang hakim bergesek di kulit lehernya. Gerakan pria itu tentatif menyesap titik yang berdenyut di sana. “Deu ....”Harger mendengar suaranya nyaris mendesah ketika kedua tangan sang hakim menggenggam lembut gumpalan dada yang menantang. Kain – kain di tubuh Harger telah dilucuti. Bra putih berenda miliknya telah teronggok di atas mamer dingin. Semua karena perbuatan sang hakim. Dan pria itu tidak akan berhenti. Mulai menjatuhkan mulut mengecup inci demi inci tubuh Harger.Rasanya menyenangkan. Harger menggeliat saat bibir sang hakim terbuka untuk melilitkan lidah di puncak dadanya. Sementara satu tangan pria itu memberi remasan ringan, dan yang lainnya menekan pergelangan Harger bertaut di puncak kepala. Kaki Harger bergerak gelisah. Sensasi ingin meledak nyaris tak bisa dia cegah saat menghadapi penghakiman Deu di atas ranjang. Sang hakim begitu tahu bagian – bagian paling sensitif di tubuhnya, membuat Harger bergo
“Deu, kau di mana? Paket perawatan-ku sudah sampai. Aku akan mengambilnya sebentar.”Harger berteriak lantang. Suaranya menggelegar memenuhi seisi rumah. Dia tidak melihat Deu sejak sesi latihan berakhir tiga jam sebelumnya. Perlu digarisbawahi bahwa waktu berjalan nyaris tidak terasa. Sudah tiga hari berlalu dan Harger baru saja mendapat notifikasi pesan.Kurir akan mengantar sampai di depan gerbang. Dia perlu menunggu, tetapi ingin memastikan keberadaan sang hakim sebentar.“Deu ....”Sekali lagi Harger bersuara. Samar – samar dia mendengar langkah kaki seseorang berusaha mendekat. Tiba – tiba pintu di samping kamar mereka terbuka. Wajah sang hakim melonggok keluar. Beberapa saat akhirnya pintu terbuka lebar. Harger bisa melihat jelas bagaimana pria itu bertelanjang dada dengan satu tangan memegang buku tebal. Rupanya sedang membaca. Mungkin buku mengenai hukum. Harger tak begitu tahu.“Kurir sudah sampai?” tanya sang hakim ringan. Secara tidak langsung Harger melirik ke layar ponse
Satu minggu berjalan. Harger tidak merasa menyesal telah membeli paket perawatan. Dia senang, wajahnya terasa lebih ringan, dan yang paling penting. Semua yang berjalan di benaknya berjalan baik – baik saja. Ntah Harger maupun sang hakim sama sekali tidak membahas 8000 pound yang hilang di tangan Rob. Sampai detik ini sang hakim tidak pernah tahu. Sesekali Harger mungkin akan merasa bersalah telah mengatakan banyak kebohongan. Tanpa sengaja sering kali Deu terlihat lelah. Bagian paling tidak Harger suka saat pria itu akan tidur sepanjang hari; efek samping obat yang dibawa dari Amerika. Dia bersyukur kalau – kalau kemarin sore merupakan pil terakhir. Bahkan sang hakim tidak mengeluh lagi tentang sakit di kepala.Harger tersenyum tipis. Sudah pagi. Si tukang tidur, masih saja tidur. Harger tidak akan membangunkannya. Dia hanya mengulurkan tangan dengan hati – hati saat ponsel di atas nakas bergetar. Daisy terduga menghubunginya. Wanita tua itu mungkin sedang merindukan sang hakim.
Lima menit pertama yang Harger miliki terkuras oleh kebutuhan mencari resep sarapan pagi khas orang Italia. Sebuah risiko yang harus dia hadapi nyaris setiap hari. Harger harus mencocokkan bahan mentah di dapur sebelum dia bisa memilih resep mana yang sekira-nya terdengar mudah dikerjakan. Ibu jarinya masih menggeser layar ponsel dengan tentatif. Hanya ada dua pilihan yang menurutnya akan sang hakim suka. Harger beranjak ke arah kulkas. Mencari – cari bahan mentah tersusun lengkap, salah satunya mendapati tuna segar dalam wadah bening. Dia semakin yakin akan coba membuat panini, roti lapis italia. Akan tetapi sebelum itu. Dia juga harus memastikan bahan utama, apakah masih tersisa stok roti di rak terbawah. Kabar baiknya Harger bisa langsung mengeksekusi semua bahan. Dia mengeluarkan satu demi satu dan membawa apa saja yang perlu diiris ke meja bar. Pisau sudah di tangan, dan seharusnya tidak meninggalkan kesempatan mengiris tomat terlebih dahulu. Pekerjaan Harger sudah separuh j
Tanpa banyak bicara tiba – tiba tangan sang hakim mengangkut tubuh Harger, dan membiarkan Harger duduk di meja bar, sementara pria itu memilih posisi nyaris sama seperti sebelumnya. Menjulang tinggi; mereka saling berhadap - hadapan.“Sekarang katakan apa yang kau sembunyikan dariku?”Kali pertama bicara setelah bersikap aneh. Harger mendengar suara sang hakim seperti menuntutnya, ntah untuk alasan seperti apa. Dia belum sepenuhnya mengerti.“Maksudmu?”Suara Harger tercekat. Dia berusaha meneliti wajah sang hakim, tetapi pria itu cenderung menyembunyikan dengan nyaris menunduk.“Aku mendapat laporan untuk transaksi besar kedua kalinya dalam bulan ini di rekening yang kuberikan padamu.”Pria itu mulai melanjutkan.“Yang pertama anggap kau sudah meminta izinku.”Sesaat sang hakim berhenti sejenak. Iris gelap itu akhirnya menatap ke dalam diri Harger. Secara tidak langsung memancingnya merasakan ketegangan yang begitu besar.“5000 pound, Harger. Kau melakukan transaksi internasional kur
Tidak. Harger tidak ingin mengambil risiko tersebut dengan mengabaikan kebutuhan sekarang. Langsung menerobos masuk hingga sebuah pemandangan tak terduga, sungguh, seolah ingin menyeretnya melangkah mundur. Dia menyaksikan sendiri sebentuk tubuh sang hakim sedang menduduki tubuh seseorang. Tangan pria itu membentuk kepala mantap, yang berulang kali dilayangkan ke wajah pria malang—terkapar—dengan keseluruhan dilimuri darah. “Deu.” Harger tidak mungkin membiarkan suaminya terlarut lama ke dalam angkara murka yang mengerikan. Berlari secepatnya hanya untuk menghentikan pria itu lewat tindakan membabi buka. Deu tidak bisa mengambil tindakan tersebut di saat – saat seperti ini, meskipun bukan hal mudah memisahkan pria yang sungguh telah meledakkan seluruh hal terpendam dalam emosi yang selama ini tertunda. “Sudah, Deu, hentikan.” Napas Harger tak kalah menggebu saat dia harus benar – benar menarik tubuh sang hakim. Untunglah setelah melewati pelbagai kesulitan, dia perlahan men
Harger mungkin menikmati masakan dari suaminya yang telah bersedia meluangkan waktu berkutat lama di dapur, tetapi dia tetap merasa ganjil ketika pria itu menolak ajakan makan bersama. Alih – alih setuju, justru Harger mendapati sang hakim berpamitan pergi—ntah akan ke mana. Dia mencoba menemukan petunjuk. Tanpa sepengetahuan sang hakim, Harger telah melakukan sesuatu tepat saat di mana pria itu beranjak ke kamar. Dia tidak bisa membiarkan rasa ingin tahu yang membludak, terus membara seperti benar – benar ingin membakarnya. Tidak akan sanggup bertahan lebih lama. Itu benar. Secara naluriah tangan Harger meletakkan garpu untuk bersinggungan di atas piring. Bisa menikmati lasagna belakangan waktu. Sekarang dia harus melakukan satu hal pas. Merogoh ponsel di saku celana. Howard. Ya, saat – saat seperti ini Harger akan sangat membutuhkan kemampuan Howard. [Ada apa menghubungiku, Lil’H?] Suara pria itu mencu
“Apa yang kau lihat, Deu?” Mereka sedang berbelanja, tetapi baru saja sang hakim membuatnya seperti bicara kepada patung. Harger tidak mengerti apa terjadi dan mengapa dia harus mendapati Deu terlihat berbeda dari mula – mula mereka memasuki pusat pembelanjaan. Ditambah kenyataan harus menatap cengkeraman tangan yang mengetat di troli bayi, itu makin meninggalkan perasaan ganjil tak tertahan. Nyaris lima bulan setelah masa – masa indah menjadi orang tua, Harger tidak pernah menyaksikan sang hakim menunjukkan sikap tak terbantahkan. Mata gelap itu mendelik tajam. Seperti sembunyi – sembunyi menyimpan sesuatu. Namun, dia sama sekali tak sanggup menggapai satu pun terhadap apa yang sedang suaminya pikirkan. Hanya sekelebat menatap ke mana arah pandang pria itu. Pun ... Harger tidak menemukan sesuatu secara spesifik, selain bahu seseorang yang telah meninggalkan tempat di mana beberapa orang berjalan keluar masuk. Tak tahan. Dia memutuskan untuk menyentuh lengan sang hakim. Pria itu
Harger meletakkan bayi kecil yang baru saja dimandikan ke keranjang. Di rumah sedang kedatangan banyak tamu. Pak Sekretaris bersama seluruh keluarga. Ada Daisy dan Mr. Thamlin. Benar – benar ramai mengagumkan. Harger tidak tahu harus berkata seperti apa bahwa dia sungguh diterima dengan sangat baik. Ada ibu mertua, saudari ipar, dan hal – hal yang sering sekali mereka perhatikan. Rasanya dia nyaris tidak diperbolehkan melakukan apa pun, bahkan meski hanya mengerjakan sesuatu di dapur, yang lagipula sang hakim akan mengajukan diri—menyelesaikan semua, kemudian mereka akan berbincang – bincang, hampir seperti berbisik agar bayi tidak terbangun. Satu hal yang tidak Harger lupakan. Charlene dan Deminti juga sudah mendatanginya, mereka tiba di Italia tanpa sepengetahuan Harger, kecuali sang hakim. Ajaibnya pria itu setuju untuk merahasiakan kenyataan tersebut sesuai permintaan Charlene, bahkan menyiapkan kejutan untuknya. Harger bahagia bahwa semua orang yang dia kenal sangat dekat,
Hari ini .... Tiba pada momen yang menegangkan. Harger tidak tahu bagaimana dia akan menghadapi proses melahirkan yang sudah berada di depan mata. Dimintai untuk berjalan – jalan lebih sering dan melakukan apa pun supaya menghadapi persalinan dengan mudah. Tetapi Harger merasa beruntung memiliki suami seperti sang hakim. Pria itu dengan sabar menemani dia berjalan ke mana pun di taman rumah sakit. Mengerjakan apa saja yang Harger sudah tak bisa lakukan setelah menghadapi perutnya yang membesar. Seperti sekarang terjadi. Harger menahan napas ketika tanpa sengaja menjatuhkan sapu tangan, kemudian sang hakim segera membungkuk, meraih benda tersebut dan menyerahkannya kembali. “Terima kasih, Yang Mulia. Aku mencintaimu.” Saat – saat seperti ini memang dibutuhkan keromantisan. Harger berpengangan erat di lengan suaminya. Mereka berjalan sangat pelan menyusuri jalan yang dibeton, tetapi Harger sedang bertelanjang kaki. Pada beberapa momen tertentu sang hakim
Senyum Harger lagi – lagi melebar saat mengamati sesuatu yang terasa indah.Garis dua ....Tadi pagi hampir tanpa sadar dia melompat girang. Melakukan tes, lalu mendapati bahwa dirinya positif hamil, itu merupakan momen tak terlupakan setelah harus menghadapi pelbagai desakan tidak nyaman belakangan ini. Keinginan untuk muntah, golakan mual, dan semua yang menghantam Harger sebagai satu kesatuan paling mengerikan—sebuah alasan serius mengapa kebutuhan – kebutuhan tersebut akhirnya meninggalkan perasaan curiga. Dia telah mengambil keputusan yang tepat dengan mengetahui kebenaran terlalu dini.Langkah Harger tentatif mendekat ke lemari pakaian. Ada sesuatu yang perlu dia lakukan sebelum memberitahu informasi ini kepada suaminya. Ya, meletakkan benda pipih di tanganya ke dalam kotak persegi panjang, lalu pelan – pelan membongkar lipatan kain di dalam rak demi mengambil sesuatu di sana. Pakaian rajut bayi buatan tangan Daisy, yang masih tersimpan utuh di sana, untuk kemudian
“Jika kau tidak pernah siap, kita tidak akan turun, Harger.”Harger mengerjap setelah beberapa saat jatuh ke dalam pemikiran usang di benaknya. Semua sudah saling memaafkan. Sesuatu yang mengikuti di belakang bahunya kan selalu mengingatkan bahwa Laea sudah tenang di mana pun wanita itu berada. Tidak ada yang akan Harger katakan. Dia menatap sang hakim dengan sudut bibir melekuk tipis. Mereka memang memutuskan untuk berziarah ke makam Laea. Banyak yang ingin Harger curahkan, meski dia mungkin tak mengeluarkan suara ke permukaan sementara sang hakim ada di sampingnya. Hanya menatap setengah kosong pada undakan tanah yang indah—terawat begitu baik, dengan rumput – rumput terpotong begitu rapi merata.Ujung tangan Harger terulur meletakkan buket mawar, kemudian menyentuh nisan atas nama saudari perempuannya. Sedikit rasa sesak seperti berusaha menumbuk jantung Harger. Berulang kali dia berusaha menarik napas pelan, dan mengembuskan ke udara, tetapi kadang – kadang matanya
“Apa yang kau pikirkan, Deu?” Harger bertanya sarat nada lambat. Hati – hati dia menyentuh punggung tangan sang hakim. Perlahan menautkan jari – jari tangan mereka, lalu meremasnya lembut. “Kau kepikiran soal adikmu? Apa yang benar – benar sudah kalian bicarakan? Aku hanya dengar beberapa, tapi yakin kau tidak akan seperti ini jika bukan karena sesuatu. Sekarang ceritakan padaku?'" Tadinya, Harger memang tak berniat mencampuri lebih banyak. Merasa tidak berhak. Namun, jika pada akhirnya Deu akan terus – terusan terpengaruh, dia tidak akan bisa menahan diri. Tidak tahu kapan sang hakim akan selesai dengan perselisihan batin yang terlihat luar biasa mencolok. Harger akan menunggu. Semenit, dua menit, hingga waktu yang berjalan seperkian saat. Cukup lama ... lalu embusan napas sang hakim terdengar kasar. “Astoria menolak perintahku untuk meninggalkan bajingan itu.” “Dengan mengakui bahwa Orion tidak pernah tahu dia hamil, aku rasa bukan
“Aku bingung bagaimana alat peledak bisa berada di kepala Orion. Memangnya seberapa kecil ukuran alat peledak itu?”Harger bicara sayup – sayup di dapur sambil memegangi senter untuk menerangi pemandangan di sekitar suaminya. Sang hakim sibuk menyiapkan lasagna menjadi potongan sama rata setelah tadi ... menyalakan kembali ke api oven, dan mereka menunggu beberapa saat.Wajah tampan itu benar – benar begitu serius. Harger mengembuskan napas cukup kasar ... ntah kapan sang hakim akan menjawab pertanyaannya.“Deu.”Harger tidak akan tahan ketika sang hakim hanya diam. Masing – masing potongan lasagna diletakkan di atas piring, yang kemudian disusun di atas nampan—akan siap dibawa ke ruang tamu. Tetapi sebelum itu, iris gelap sang hakim mendadak fokus menatap lurus ke depan, seolah sedang memikirkan sesuatu, atau mungkin telah berniat memberi Harger tanggapan.“Ukurannya sebesar kapsul obat, yang dimasukkan melalui rongga hidung dengan cara ditembak.”Seharusnya