Alvaro tiba di rumahnya beberapa menit sebelum waktu makan malam. Mereka makan di jam yang sama setiap harinya. Itu merupakan kebiasaan yang telah dipupuk oleh Orlando sejak kecil. Kedisiplinan dan kerja keras yang mengantar Orlando pada kesuksesan, berdampak pula pada hal yang terlihat remeh seperti jam makan.
Alvaro melihat Saskia sedang berbincang dengan Orlando di sofa sambil menonton film di televisi super besar yang ada di ruangan itu. Keduanya menoleh saat Alvaro tiba. Saskia mendekat dan mencium punggung tangan suaminya tanpa berbicara."Kamu dari mana?" tanya Orlando.Alvaro menghembuskan napas lalu duduk di hadapan sang kakek.Saskia yang merasa tidak enak hati, berdiri untuk menghindar."Cucu mantu! Tetaplah di kursimu. Kamu sekarang istrinya Alvaro, tak ada lagi rahasia di antara kalian," titah Orlando tegas.Saskia mengurungkan langkah, kembali duduk di sebelah Orlando. Di seberang meja, Alvaro meliriknya dengan wajah tenang dan dingin seperti biasanya."Aku dari panti asuhan. Kakek masih ingat kan tentang panti asuhan itu?" Alvaro bertanya."Aku ingat. Lalu?""Aku membawakan mereka makanan seperti biasanya. Ada satu anak dari panti yang membutuhkan pekerjaan, jadi aku akan memberinya pekerjaan di kantor kita. Dia juga kuajak tinggal di rumah ini." Alvaro bercerita apa adanya.Alvaro tak pernah berbohong pada kakeknya selama ini. Satu-satunya kebohongan yang dibuat Alvaro adalah mengenai pernikahan kontraknya dengan Saskia.Setelah makan malam, Alvaro pergi ke ruang kerjanya. Sudah beberapa jam dia berkutat di depan laptop ketika pintu ruang kerjanya diketuk.Saskia masuk dengan membawa segelas susu hangat. Wajah cantik dan mata jernihnya memandang ragu-ragu kepada Alvaro."Masuk, Sasi," kata Alvaro datar.Saskia mendegut ludah. Alvaro menyebut namanya, bukan 'mama' seperti sebelumnya.Saskia masuk dan meletakkan susu itu di meja kerja Alvaro."Apa aku mengganggu? Aku ingin bicara," ucap Saskia. Dia berdiri gamang di seberang meja."Tidak. Duduklah," sahut Alvaro, masih datar.Saskia duduk di hadapannya, jari-jarinya saling meremas di pangkuannya."Mengenai apa yang terjadi kemarin malam, aku minta ma...""Tidak perlu dibicarakan. Aku mengerti apa yang terjadi," potong Alvaro segera. Membicarakan hal itu membuat Alvaro merasa dibohongi. Alvaro paling benci dibohongi. Pengkhianatan kekasihnya di Paris membuatnya trauma dengan kebohongan."Aku minta maaf karena membuatmu kecewa," kata Saskia lirih. Saskia menunduk, bulir bening mulai muncul di kedua sudut matanya."Sudahlah. Percuma menangis, air mata tak akan merubah apapun. Sekarang tidurlah dulu. Nanti aku akan menyusul."Alvaro menatap punggung Saskia sampai menghilang di balik pintu. Dia teringat saat pertama kali melihat Saskia, yaitu di pesta pernikahan salah satu manajernya.Saskia datang bersama Hendra. Kecantikan Saskia yang bersinar membuat semua lelaki yang melihatnya menjadi juling, termasuk Alvaro yang sudah biasa melihat gadis cantik. Namun saat itu Alvaro hanya menganggapnya tidak lebih dari seorang gadis cantik. Tidak ada hal istimewa yang membuat Alvaro ingin mengenalnya lebih dekat.Beberapa minggu setelah pertemuan itu, Alvaro kembali melihat Saskia saat dia sedang berolahraga sore di taman kota. Ada seorang nenek berpenampilan lusuh yang terjatuh akibat bersenggolan dengan seorang lelaki. Lelaki itu sedang jogging bersama pasangannya. Pasangan itu berhenti sejenak, menoleh sesaat lalu kembali berlari tanpa menolong nenek yang terduduk di atas paving block taman.Alvaro melihat Saskia yang berada tidak jauh dari sang nenek menghampiri nenek itu dan membantunya duduk di bangku taman. Dia ikut duduk lalu mengulurkan sebotol air mineral dan sepotong roti. Alvaro melihat mereka berbincang dan tertawa, kemudian Saskia beranjak hendak pergi. Namun sebelum pergi, wanita itu menyelipkan beberapa lembar kertas berwarna biru ke tangan si nenek yang menyambutnya dengan mata berkaca-kaca dan wajah penuh syukur.Saskia berhati baik. Itulah salah satu alasan Alvaro meminta pertukaran yang terdengar aneh saat Hendra ketahuan korupsi di perusahaannya. Alvaro yakin gadis seperti Saskia bukanlah gold digger yang akan menguras hartanya selama pernikahan kontrak mereka.Keyakinan Alvaro terbukti sejak awal. Saskia tak meminta apapun untuk maharnya, bahkan kartu debit yang diberinya tidak banyak berkurang sampai saat ini. Saskia hanya membeli barang yang memang dibutuhkan, bukan sekedar diinginkan.Saskia masuk ke kamarnya dan langsung merebahkan diri. Setelah bergerak-gerak gelisah akhirnya Saskia bisa tertidur.Saskia mendengar pintu terbuka. Sesosok bayangan masuk ke dalam kamar dan menyelinap ke belakangnya."Apa kamu sudah minum pilmu?" tanya Alvaro di telinganya."Sudah," jawab Saskia."Sekarang buka bajumu. Aku ingin mencoba sesuatu."Deg!'Mencoba sesuatu? Apa maksudnya?' batin Saskia, mulai merasa takut. Nada suara Alvaro datar, berbeda dengan malam pertama mereka.Saskia melepas pakaiannya satu per satu sedangkan Alvaro menatapnya lekat. Saskia merasa sangat malu diperlakukan seperti itu. Wajahnya sudah merah padam, kontras dengan warna kulitnya yang seputih susu.Setelah Saskia tak berpakaian, Alvaro mengeluarkan tali dari dalam saku celananya."Apa yang Papa lakukan?" tanya Saskia ketakutan.Alvaro tidak menjawab, melainkan mengikat kedua tangan Saskia menjadi satu lalu mengaitkannya di kepala ranjang.Keesokan harinya Saskia terbangun dengan seluruh tubuh terasa sakit. Rasa ngilu merata dari leher sampai paha. Tangannya sudah tidak terikat. Dia berada di balik selimut.Saskia menyingkap selimut dan melihat ke bawah. Seluruh tubuhnya penuh bekas gigitan, meninggalkan biru lebam kemerahan dan rasa sakit yang tak terkatakan.Saskia menghela napas. Inikah yang harus diterimanya karena dia tak bisa mempersembahkan kesucian pada pria yang menjadi suaminya?Saskia melihat Alvaro masih terlelap. Wajah tampannya nampak puas dan damai. Satu tangannya ada di atas perut Saskia.Saskia menyingkirkan tangan kekar itu lalu berusaha turun dari ranjang. Dengan langkah tertatih Saskia berjalan ke kamar mandi.Hampir setiap malam Alvaro bereksperimen dengan berbagai gaya yang dilihatnya di film. Entah dari mana dia mendapatkan fim-film itu.Saskia hanya tahu dirinya akan terbangun dengan tubuh luluh lantak setelah melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri. Saat Alvaro berangkat kerja, Saskia akan mengobati luka-lukanya sambil menangis.Hari resepsi sebentat lagi. Alvaro tidak menyentuh Saskia selama dua malam karena tak ingin Saskia kelelahan dan tampak kesakitan saat berdiri berjam-jam menyambut tamu-tamu penting yang hadir."Kita akan beristirahat dua malam. Bersantailah agar penampilanmu maksimal. Beberapa hari ini kamu terlihat pucat," kata Alvaro pagi itu sebelum pergi bekerja.Saskia mengangguk lalu mencium punggung tangan Alvaro. Alvaro balas mengecup dahi Saskia dengan lembut dan membelai rambut panjang sang istri.Pesta resepsi yang diadakan Alvaro luar biasa mewah. Para tamu undangan terdiri dari pejabat, pengusaha, dan orang-orang penting lainnya yang hanya Saskia lihat di televisi.Jordan dan Felice juga hadir."Saskia, kenapa kamu terlihat lebih kurus dari kemarin?" tanya Jordan. Matanya memindai Saakia yang mengenakan gaun pengantin putih dengan kerudung dan mahkota yang terbuat dari emas putih. Mahkota itu berkilauan memantulkan cahaya lampu.Alvaro menoleh kepada Saskia, menunggu jawaban. Saskia merasa gugup."Tidak ... aku hanya sedang diet," sahut Saskia terbata.Sebenarnya batin Saskia tersakiti karena harus melayani suaminya dengan cara yang tidak wajar. Saskia bertanya-tanya dalam hati, apakah kelakuan suaminya itu normal atau tidak. Namun Saskia tidak akan menceritakan aib keluarganya kepada orang lain. Ibunya selalu berpesan untuk menjaga kehormatan suami dengan menutup mulut.Siksa batin Saskia itu berdampak pada selera makannya. Saskia menjadi tidak bernafsu makan."Apa kamu sedang hamil? Selamat kalau begitu," kata Felice, tampak gembira karena kalau Saskia hamil anak Alvaro, maka Saskia tak akan menarik perhatian Jordan lagi."Tidak, aku hanya sedang diet. Sungguh," ucap Saskia serius.Acara berjalan lancar dan sukses. Semua tamu berpesta dengan gembira. Makanan berlimpah ruah dan semuanya enak.Selesai pesta, Saskia langsung masuk ke kamarnya untuk beristirahat sedangkan Alvaro masih mengobrol bersama Kakek Orlando dan Hendra di lantai bawah.Saskia melepas gaun pengantinnya lalu menatap pantulan dirinya di depan cermin besar setinggi tubuh manusia di hadapannya.Warna biru keunguan bercampur kuning menyebar di tubuhnya seperti penyakit kulit. Paling banyak di bagian dada.Saskia mendesah, lalu mengenakan daster longgar. Setelah membersihkan badan dia naik ke atas ranjangnya. Malam ini pasti Alvaro akan menerkamnya setelah libur dua hari. Entah eksperimen apa lagi yang akan dilakukan pria itu kepadanya.Seorang lelaki tampan dan gagah keluar dari bandara internasional Soekarno Hatta bersama dengan sahabatnya."Aaahh ... Indonesia! Setelah empat tahun, aku bisa kembali!" Sang lelaki menghirup napas dalam. Walaupun yang dia hirup adalah pekatnya udara ibukota yang tidak segar namun baginya udara itu menyejukkannya. Langit malam menyamarkan kabut asap yang menggantung di udara."Sekarang kau hendak kemana?" tanya Roni."Aku akan mengunjungi gadisku dulu, lalu besok aku ke tempat ibuku. Kamu mau ikut?" Lelaki itu balas bertanya."Lain waktu, Rue. Aku akan ke rumah pamanku. Kami sudah hampir 10 tahun tidak bertemu. Nanti aku share lokasi kalau sudah sampai. Bilang saja padaku kalau kamu memerlukan apapun." Roni menepuk bahu kokoh sahabatnya. Pekerjaan mereka sebagai penangkap kepiting di tengah terjangan ombak dan badai laut Utara membuat tubuh mereka terpahat dengan sempurna. Perut sixpack dengan dada bidang dan lemak minimal. Kulit mereka kuning langsat karena tidak terkena panas matah
["Haaahh?"]Tangan Saskia gemetar hebat, wajah cantiknya memutih. Ponsel yang sedang digenggamnya lolos dari tangannya., terjatuh, membentur lantai dan mati.'Andry? Benarkah? Atau Ibu sedang ngeprank aku? Atau aku bermimpi?' batin Saskia dengan pandangan kosong.Orlando dan Wiji bertukar pandang."Nyonya? Nyonya kenapa?" Suara Wiji menyadarkan Saskia dari lamunannya."Aku harus ke rumah Ibu. Ada sesuatu yang harus kukerjakan. Assalamu'alaikum," pamit Saskia sambil mencium punggung tangan Orlando lalu berlari keluar rumah begitu saja."Nyonya, ponselnya ketinggalan!" seru Wiji. Pemuda itu hendak berlari mengejar Saskia sambil membawakan ponselnya, akan tetapi Orlando menahan gerakannya. Lelaki tua itu menggelengkan kepala. Intuisi dan pengalaman hidupnya telah mengajarkan banyak hal."Telepon Alvaro," perintah Orlando kepada Wiji.Saskia segera menyuruh supirnya untuk membawanya ke rumah ibunya. Sepanjang perjalanan Saskia meremas jari-jarinya sendiri. Saskia gugup dan bingung. Apa ya
Andry mengemudikan mobil dengan ugal-ugalan. Beberapa kali Saskia menahan napas saat mobil yang mereka kendarai hampir menyerempet kendaraan lain. Riuh klakson mobil yang hampir diserempet Andry memekakkan telinga. Beberapa pengendara motor mengacungkan kepalan tangan ke arah mobil yang dikemudikan Andry."Kenapa kamu mengemudi secepat ini? Bagaimana kalau kita celaka?" Saskia memberanikan diri bertanya pada lelaki yang sedang marah itu. "Lebih baik kita mati berdua daripada tidak bisa bersama!" tukas Andry garang."Astaghfirullah Andry, hilangkan pikiran gila itu! Kamu tak ingin melihatku lebih lama? Kamu ingin kita segera berpisah lagi?!" seru Saskia dengan rasa takut yang menjalari tubuhnya. Jika Andry nekat dan menabrakkan mobil, Ibunya pasti akan sedih sekali kehilangan putri satu-satunya semuda ini.Andry menoleh. Wajahnya melunak dan dia mengurangi kecepatan. Diam-diam Saskia menghembuskan napas lega."Kita ke Cafe biasanya, ya," pinta Andry, suaranya yang lembut justru membua
Tangis Saskia meledak. Dia sesenggukan. Dadanya turun naik, berusaha mengendalikan kehancuran yang melanda batinnya. Andry pun sama. Mata yang sedari tadi memerah meluncurkan sebaris air bening di kedua pipinya. Tangannya terulur untuk menggenggam jemari wanita yang dicintainya. Rasa sakit di dada keduanya menganga semakin lebar. Saskia seakan terjatuh ke dalam lubang gelap yang sangat dalam. Dia berteriak minta tolong, namun tak ada yang datang."Tolong ... ceraikan dia, Sasi. Kembalilah kepadaku. Aku memang tidak sekaya dia, namun aku cukup mampu untuk menghidupimu dengan layak." Andry kembali berkata. Suaranya berat dan parau."Aku ... aku terikat kontrak dengannya selama setahun." Dengan susah payah Saskia menyahut. Dia tak bisa begitu saja menceraikan Alvaro karena kontrak yang menjeratnya. Jika Saskia mengakhiri kontrak sebelum setahun, maka Hendra akan dilaporkan ke pihak berwenang. Demikian salah satu pasal di dalam kontrak pernikahannya dengan Alvaro."Jika kamu pergi sebel
Alvaro mematung. Wajahnya pucat pasi, matanya membelalak menatap Saskia.Karena Alvaro tidak mengatakan sesuatu lagi, maka Saskia memberanikan diri untuk mendongak.Keduanya bertukar pandang dengan pikiran masing-masing."Aku mengantuk, aku mau tidur," kata Alvaro kemudian."Baik. Aku akan mematikan lampu." Saskia berdiri lalu mematikan lampu utama yang terang benderang dan menggantinya dengan lampu tidur. Wanita itu bergelung di sofa panjang yang ada di dekat ranjang pasien. Saskia menyelimuti tubuhnya, lalu berusaha memejamkan mata. Diintipnya Alvaro, ingin tahu apa yang dilakukan lelaki itu.Dalam cahaya remang-remang, Saskia melihat Alvaro masih dalam posisi setengah duduk. Dia tidak berbaring lurus untuk mengurangi pembengkakan dan memperparah cedera hidung yang dialaminya.Alvaro menatap langit-langit kamar sambil tersenyum getir. Dia tersenyum getir pada takdir yang harus dijalaninya. Nama yang disebut Saskia tadi adalah ... nama adik yang telah dicarinya selama sekian tahun.
"Sebelum menikah dengan Maureen, Djendro mempunyai kekasih bernama Larasati. Larasati adalah anak buruh cuci di rumah Baskoro. Baskoro ini mempunyai pabrik pengolahan kayu yang dirintis oleh Hadiwinoto. Hubungan mereka ditentang keras oleh Baskoro dan istrinya. Lalu pabrik itu hampir bangkrut. Baskoro menikahkan Djendro dengan Maureen untuk menyelamatkan pabriknya. Djendro menerima perjodohan itu. Djendro tak tega jika sekian ribu karyawan yang mencari nafkah di pabriknya harus kehilangan sumber penghasilan. Djendro tak sanggup membayangkan wajah anak-anak kelaparan jika orangtuanya sampai tidak bekerja lagi. Itu yang dikatakannya kepadaku saat aku bertanya kenapa dia mau menikahi Maureen. Pada tahun keenam pernikahan mereka, Maureen menerima seorang wanita untuk menjadi pengasuhmu. Saat itu kamu baru berusia empat tahun. Maureen yang tak tahu apa-apa mengenai masa lalu Djendro sama sekali tidak pernah mengira kalau wanita itu adalah mantan pacar Djendro. Ya, dia Larasati. Larasat
Saskia memesan sepiring nasi uduk dengan telur dadar dan sambal kacang, namun tidak menyentuhnya. Selera makannya hilang entah kemana.Dia duduk di pinggir, dekat dengan jendela yang menghadap ke taman rumah sakit. Kantin yang terletak di lantai dasar itu mempunyai menu yang cukup lengkap dan rasanya juga lumayan enak. Kadang menu di kantin rumah sakit rasanya seperti hati yang terluka, sepahit apapun harus diterima.'Kenapa Ibu memukulku? Apa Ibu sangat marah karena aku pergi bersama Andry? Aku akan pulang dan meminta maaf,' batin Saskia sambil melamun." Permisi Mbak." Saskia mendongak, di sebelah mejanya berdiri seorang pria mengenakan kaos dan celana jeans. "Iya ?" sahut Saskia bingung."Maaf, apa kursi ini kosong? Kursi lain terisi," sahut pria itu.Saskia mengedarkan pandang, baru sadar kalau kantin itu penuh. Serombongan anak sekolah ramai memakan soto. Sepertinya mereka habis menjenguk atau mengantar temannya. Rombongan anak sekolah itu menghabiskan sebagian besar Kursi di k
"Haaahh?" Saskia terperangah. Baru kali ini Alvaro meminta hal seperti itu di dalam mobil. "Buka sendiri atau aku yang membukanya," kata Alvaro dengan nada datar yang dingin. Saskia merasa seperti berhadapan dengan ular phyton yang tenang namun siap mematuk mangsanya. "B ... baik." Dengan tangan gemetar Saskia meloloskan celananya melewati kedua kaki jenjangnya. Wanita itu tak berani lagi untuk sekedar melirik pada wajah setampan dewa di sebelahnya.Tangan kiri Alvaro menyibak rok yang dipakai Saskia lalu mulai beraksi. Saskia menahan napas namun tak tahan lagi. Desahannya lolos dari bibirnya, membuat gerakan tangan Alvaro semakin cepat.Dua kali Saskia mencapai pelepasan sepanjang perjalanan menuju ke rumah mereka. Alvaro memarkirkan mobil lalu membuka seat belt. Dilihatnya Saskia tak bergerak karena lemas setelah pelepasannya. Alvaro keluar dari mobil dan membuka pintu di sisi Saskia.Alvaro melepas seat belt istrinya. Dia meraih celana dalam yang teronggok di karpet mobil lalu me
Alvaro berdehem sambil menarik kursi di seberang Andry, lalu duduk."Apa yang kamu lakukan?" tanya Alvaro."Aku menu*uk perut ba*ingan yang mencelakai Saskia. Aku akan bertanggungjawab.""Apa kamu sudah mempertimbangkannya dengan baik? Aku akan mengirim pengacara terhebat di negara ini untuk membebaskanmu.""Aku tak memerlukannya. Pengacaraku akan membereskan semuanya. Kamu tak perlu ikut campur," tolak Andry tanpa ekspresi."Kamu keras kepala," kata Alvaro."Pergi. Jaga Saskia dan keponakanku baik-baik." Kali ini Andry berkata sambil memandang lurus pada manik biru Alvaro.Di bawah lampu ruangan yang tidak terlalu Terang, Alvaro melihat kalau mata Andry memerah dan kedua sudutnya basah. Andry membuang muka, menghindari tatapan Alvaro.Terdengar ketukan di pintu, menadakan waktunya telah habis. Alvaro berdiri, memindai sekali lagi adiknya yang akan mendekam lama di penjara. Andry masih membuang muka ke arah lain."Jaga dirimu baik-baik. Kami akan mengunjungimu," ucap Alvaro.Andry Tak
Alvaro berpikir keras setelah menerima laporan dari Sega. Pria yang mengaku bernama Bramantyo luka parah, apakah karena tertembak olehnya atau anak buahnya? Namun Alvaro tak melihat ceceran darah saat mengejar dua sosok yang melarikan diri ke belakang pondok. Jika Bramantyo tertembak, maka pasti ada jejak darahnya. Hmm ... aneh."Pil, apa kamu melihat orang lain selain kita di sekitar pondok? Drone Sega fokus pada kedatangan polisi dan mencari jalan keluar bagi kita. Dia tidak melihat ada yang lain." Alvaro menegur Pil yang sedang mengemudi."Hanya Tuan dan kedua orang itu yang saya lihat keluar dari pintu belakang. Saya dan anak buah lainnya keluar dari pintu depan. Saya tidak melihat orang lain, Tuan," sahut Pil yakin.Alvaro dan para pengawalnya sampai di rumah menjelang Subuh. Anak buah Pil sudah dilatih untuk tidak membuka mulut jika tertangkap. Mereka akan bilang kalau mereka diajak oleh Ketua geng yang berhasil melarikan diri. Mereka juga tidak membawa identitas diri. Kecuali a
Sega menerbangkan dronenya di ketinggian, di atas mobil yang hampir sampai di pondok.Seorang pria keluar dari dalam mobil. Sega memperbesar dan mengambil foto wajah pria itu. Seperti yang telah diduga Alvaro, wajah pria bernama Bramantyo lah yang muncul. Jadi benar, Bernard dan Bramantyo adalah orang yang sama. Sega segera mengirimkan hasil fotonya kepada Alvaro.Dua orang lelaki menyambut Bernard. Sega mengenalinya salah satunya. Dia Monte, karyawan yang pergi saat terjadi kebakaran di rumah Alvaro yang lama. Rupanya Monte lah pengkhianat yang membiarkan Bernard masuk ke dalam rumah!Sega kembali mengambil foto dan mengirimkannya pada Alvaro. Sega melihat lelaki yang bersama Bernard dan Monte menatap ke arah dronenya yang terbang di kegelapan malam. Sega segera meninggikan dronenya dan menyembunyikannnya di balik pepohonan sambil berharap agar lelaki yang tampak waspada itu tidak curiga. Jika musuh tahu kedatangan mereka, akan semakin sulit bagi Alvaro untuk meraih kemenangan karena
Atas permintaan Saskia, Alvaro mengantar Saskia melihat bayi-bayi mereka yang masih berada di inkubator. Alvaro mendorong kursi roda Saskia sampai di depan jendela besar ruang PICU, lalu berdiri di samping sang istri sambil berulang kali meliriknya. Alvaro sangat penasaran dengan reaksi Saskia.Saskia menatap kedua bayinya dengan mimik yang berubah-ubah. Kadang dia mengerutkan kening, kadang wajahnya kosong, kadang pula menggelengkan kepala, di waktu lain dia menggigit bibirnya sendiri.Melihat itu, diam-diam Alvaro menghembuskan napas panjang. Sepertinya Saskia belum mengingat Mimi dan Mimo."Ma, kita kembali ke kamar, yuk. Sebentar lagi jadwal visit dokter." Alvaro mengingatkan."Pa ... aku ... aku ... tak bisa mengingat anak-anak. Kurasa aku gila." Saskia mendongak kepada Alvaro. Air mata menganak sungai di pipinya yang pucat.Alvaro berjongkok di hadapan Saskia, lalu menggenggam kedua tangan istrinya."Mama hanya perlu istirahat. Jangan memaksakan diri, oke?" kata Alvaro lembut. S
"Sasi ... Sayang, kembalilah. Aku ingin membesarkan anak-anak kita bersama," ucap Alvaro sambil membelai rambut tebal Saskia. Suaranya serak dan air matanya tak bisa ditahannya lagi. Alvaro membiarkan air mata itu mengalir. Dia sudah tak peduli lagi pada rasa malu karena menangis. Dia tak pernah membiarkan orang lain melihatnya menangis, tetapi saat ini dia tak peduli. Bahkan kehadiran keluarga Saskia di belakangnya pun tak membuatnya berhenti menangisi sang istri.Ibunya Saskia dan Hendra berdiri diam, keduanya juga sibuk dengan air mata masing-masing. Sega dan Miranda sudah pulang karena Sega harus melakukan banyak pekerjaan.Alvaro mengangkat jemari Saskia yang ada dalam genggamannya lalu mengecupnya lama. Mata Alvaro terpejam rapat dan bulir bening terus mengalir di wajah tampannya."Jangan pergi, Sasi. Masih banyak yang ingin aku lakukan bersamamu. Hanya bersamamu aku bisa melakukan banyak hal yang tadinya tidak terpikir olehku. Kamulah Bintang paling terang yang pernah hadir di
Langkah tiga orang pria berderap ramai, menuju ke sebuah kamar yang pintunya tertutup rapat. Dua dari mereka berhenti di depan pintu yang menghalangi, sedangkan satu orang yang paling tampan bergegas masuk ke ruang rawat inap."Sasi!" Teriakan pria itu membangunkan Alvaro yang tertidur kelelahan sambil menggenggam tangan istrinya. Belum sempat Alvaro bangkit, Andry sudah berdiri di sebelahnya. Kedua tangan Andry bertumpu pada sisi ranjang Saskia. Dia memperhatikan Saskia dengan seksama, lalu menoleh pada Alvaro. Wajahnya berang."Apa ini? Kenapa kamu tidak bisa melindunginya?!" maki Andry pada sang kakak yang sudah berdiri dari kursinya.Biasanya Alvaro tidak akan menanggapi nada tinggi seperti itu, namun kali ini kelelahan hatinya sudah sampai pada puncaknya."Kamu yang menyebabkan semua ini terjadi! Berkacalah sebelum menyalahkan orang lain!" bentak Alvaro dingin."Aku?! Aku ada di luar negeri, ribuan kilometer jauhnya! Bagaimana bisa semua ini kesalahanku?" sangkal Andry."Jangan b
"Nak Al? Apa yang terjadi? Kenapa bisa seperti ini? Kemana cucu-cucuku?!" Teriakan histeris ibunya Saskia menyambut Alvaro yang baru saja memasuki ruang rawat inap Saskia. Wanita paruh baya itu datang bersama Hendra. Dea tidak bisa ikut karena masih punya anak kecil yang tidak boleh masuk ke rumah sakit.Ibunya Saskia berlari menghampiri Alvaro dan mengguncang lengan menantunya dengan kuat. Wajah tuanya shock dengan air mata bercucuran. Hendra segera mendekap ibunya dari belakang, agar tidak terus menyerang Alvaro."Sega, bawa ibu ke ruang sebelah dan ceritakan apa yang terjadi. Aku ingin di sisi Saskia. Nanti kalau Ibu sudah tenang, Ibu boleh kembali kemari." Alvaro menatap ibu mertuanya, memohon pengertian. Alvaro juga sangat lelah, tak ada tenaga untuk menangani mertuanya yang sedang tantrum."Silakan ikut saya dulu," ajak Sega sambil mempersilakan ibunya Saskia dan Hendra ke arah ruangan bersofa. "Anakku ... cucuku ...." Ibunya Saskia berucap lemah sementara Hendra menarik ibunya
Mang Deden memacu mobil secepat mungkin ke rumah sakit. Sega dan Miranda mengekor di belakang.Sesampainya di depan lobby rumah sakit, Alvaro langsung melompat turun dan berlari menuju kamar rawat inap Saskia. Dibukanya pintu kamar dengan tergesa. Pil yang berdiri di dekat pintu menoleh kaget.Kamar Saskia adalah kamar VVIP yang mempunyai ranjang tambahan dan sofa panjang di depan televisi. Warna coklat muda mendominasi ruangan itu. Tempat tidur pasien ada di ruang yang berbeda dengan ruang televisi.Alvaro berbicara dengan Pil sebelum masuk ke ruangan yang berisikan tempat tidur Saskia. Alvaro perlu memberi instruksi."Tuan," sapa Pil sopan. "Bagaimana keadaan Nyonya?" Alvaro bertanya dengan napas memburu. Pil pun menyampaikan yang dikatakan oleh dokter kepadanya."Oke. Kamu boleh pulang dan istirahat. Suruh Pakde Gito dan Bude Darsi kemari, bawakan aku dan Nyonya baju ganti untuk beberapa hari ke depan," perintah Alvaro."Apa Tuan baik-baik saja tanpa pengawal?" Piliang nampak bera
Alvaro mematung. Otaknya mencerna dan menghubungkan semua petunjuk yang berserakan di sekitarnya. Vedrya mencari Andry. Vedrya adalah keturunan dari keluarga terhormat, kecil kemungkinan kalau wanita itu mencari Andry karena masalah uang. Pasti lebih dari itu. Apakah mereka ... sepasang kekasih?"Kita harus menuntaskan semua ini segera. Hidupku tak tenang kalau ini belum selesai, " kata Alvaro kemudian."Ya, aku setuju denganmu," timpal Sega. "Aku akan mengerahkan lebih banyak orang untuk mencari dalang semalam dan China.""Aku punya firasat, lelaki yang mengobrol dengan Saskia semalam adalah Bernard Tumaritis. Dia sudah pulang dari oplas di Korea, 'kan? Kita tak akan mengenalinya jika dia muncul. Ini benar-benar berbahaya. Dia bisa berada di mana saja. Kita harus segera menangkapnya dan meminta pertanggungjawaban," kata Alvaro tegas."Jika itu Bernard, ada satu hal yang tak kumengerti. Kenapa dia mengincar keluargamu? Kenapa dia tidak membuat perhitungan dengan Andry saja?" Sega meng