Seorang lelaki tampan dan gagah keluar dari bandara internasional Soekarno Hatta bersama dengan sahabatnya.
"Aaahh ... Indonesia! Setelah empat tahun, aku bisa kembali!" Sang lelaki menghirup napas dalam. Walaupun yang dia hirup adalah pekatnya udara ibukota yang tidak segar namun baginya udara itu menyejukkannya. Langit malam menyamarkan kabut asap yang menggantung di udara."Sekarang kau hendak kemana?" tanya Roni."Aku akan mengunjungi gadisku dulu, lalu besok aku ke tempat ibuku. Kamu mau ikut?" Lelaki itu balas bertanya."Lain waktu, Rue. Aku akan ke rumah pamanku. Kami sudah hampir 10 tahun tidak bertemu. Nanti aku share lokasi kalau sudah sampai. Bilang saja padaku kalau kamu memerlukan apapun." Roni menepuk bahu kokoh sahabatnya.Pekerjaan mereka sebagai penangkap kepiting di tengah terjangan ombak dan badai laut Utara membuat tubuh mereka terpahat dengan sempurna. Perut sixpack dengan dada bidang dan lemak minimal. Kulit mereka kuning langsat karena tidak terkena panas matahari yang menyengat."Oke. Aku akan mengunjungimu segera. Hati-hati di jalan," sahut Rue yang telah menerima banyak tatapan kagum dari wanita yang berpapasan dengannya sejak dia keluar dari pesawat.Namun lelaki itu tak mempedulikan para wanita yang memandanginya dengan kagum itu. Hatinya telah terisi sepenuhnya oleh seorang wanita tinggi langsing berkulit putih mulus yang didambanya. Bayangan wanita itu sering menghampiri mimpi-mimpinya di tengah guncangan kapal yang diterjang badai."Rue, apa dia berjalan ke arah kita? Apa dia mengenalmu?" Tiba-tiba Roni menganggukkan kepala ke arah jam dua. Sahabatnya mengikutinya pandangannya."Aku tak tahu," bisik Rue kebingungan.Seorang wanita cantik dengan pakaian modis berjalan ke arah mereka sambil tersenyum, memamerkan sederet gigi putih rapi.Roni bertukar pandang dengan Rue. Tebakan terbaik dari keduanya adalah wanita itu seorang sales girl yang akan menawarkan sesuatu kepada mereka, walaupun pakaian yang dikenakan wanita itu terlalu mewah."Malam, Mas. Maaf mengganggu," sapa wanita cantik yang datang itu."Iya, Mbak. Ada apa?" tanya Roni."Aku mau minta tolong. Ponselku mati dalam perjalanan tadi dan aku tidak sempat isi daya. Bolehkah aku pinjam ponsel Mas untuk menelepon supirku?" Sang wanita cantik berkata sambil menatap lekat pada wajah rupawan Rue.Lelaki itu diam sampai Roni menyikut lengannya dan memberi kode 'sadar woy'."Eeh? Iya, boleh, Mbak," sahut Rue. Dia mengeluarkan ponselnya dari saku celana lalu menyodorkannya pada wanita tadi."Terimakasih," ucap wanita itu. Dia menjauh beberapa langkah dan membuat sebuah panggilan singkat.Roni kembali menyikut sahabatnya sambil senyum-senyum penuh makna sementara yang disikut terlihat tidak paham apa arti senyuman Roni."Kenapa kamu cengengesan kayak orang gila?" sungut Rue yang kesal melihat cengiran Roni."Kamu tak tahu kalau baru saja dapat kijang teruit?" Roni balik bertanya."Kamu kira dia jenis kendaraan?" Rue menanggapi sambil lalu. Dia ingin segera pergi menemui wanita yang dirindukannya, namun harus tertahan beberapa menit karena ponselnya dipakai wanita cantik itu.Tak berapa lama kemudian wanita itu selesai lalu mengembalikan ponsel yang tadi dipinjamnya." Aku Vedrya. Boleh tahu mas-mas ini siapa?" Wanita cantik mengulurkan tangan. Senyumnya merekah di bibir indah berwarna pink kemerahan. Matanya bulat, rambutnya keriting gantung berwarna kecoklatan.Jika saja belum ada nama yang lain di hati Rue, akan mudah baginya untuk mengenal lebih jauh wanita di hadapannya ini."Roni.""Andry."*****Seperti biasanya, malam itu Saskia menemani Kakek Orlando menonton televisi sambil menunggu Alvaro pulang. Keduanya bersenda gurau bersama Wiji, seorang pemuda yang baru lulus sekolah perawat. Alvaro memutuskan untuk memberi kakeknya seorang perawat lelaki karena kesehatan Orlando yang semakin hari semakin menurun. Selain itu juga sebagai teman ngobrol Orlando agar tidak kesepian setelah Saskia mulai disibukkan dengan persiapan gerai es krimnya."Jadi kapan kalian berbulan madu?" Entah sudah keberapa kalinya Orlando menanyakan hal itu.Saskia dan Wiji tertawa."Kakek sudah nanya enam kali. Nggak bosan kah Kek?" goda Saskia."Nggak. Sampai aku dapat cicit, Kakek nggak akan bosan," sahut Orlando dengan wajah serius. Jarinya mengetuk sandaran tangan kursi rodanya sehingga menimbulkan bunyi yang berirama."Tadi kan sudah dijawab Nyonya kalau nunggu Tuan Alvaro tidak sibuk," sela Wiji sambil menggerak-gerakkan alis, menggoda Orlando.Wiji adalah seorang pemuda berusia 22 tahun dengan kulit kecoklatan yang bersih. Dua lesung pipit di pipinya menambah manis wajahnya saat dia tersenyum. Dia berasal dari kota Jogja."Aah, bocah itu! Selalu saja banyak alasan! Aku akan atur bulan madu kalian dan dia harus berangkat!" gerutu Orlando kesal.Saskia tersenyum walaupun hatinya merasa miris. Saskia tak tahu apakah Alvaro mempunyai minat untuk berbulan madu dengannya. Madu apa yang mau direngguk Alvaro? Dia mendapatkan Saskia dalam kondisi tidak manis lagi. Walaupun Saskia melakukannya hanya sekali bersama Andry, namun akibat dari perbuatan itu meninggalkan noda seumur hidupnya.'Jika suatu waktu aku diberi seorang anak perempuan, akan kujaga dia agar tidak melakukan apa yang pernah kulakukan,' tekad Saskia dalam hati.Saskia menyesal. Dia tidak menyesali kisah cintanya dengan Andry. Andry telah memberinya hari-hari terindah dalam hidupnya.Saskia menyesali dirinya sendiri yang tak bisa menjaga miliknya yang paling berharga, yaitu kehormatannya sebagai seorang wanita._Gelas yang sudah pecah tak akan bisa kembali utuh. Harga diri yang sudah terbelah ibarat bunga yang tak lagi merekah_"Nyonya, ponselnya bunyi tuh." Suara Wiji membuyarkan lamunan Saskia. Wiji mencuri pandang pada wajah cantik majikannya. Wajar jika seorang pemuda berusia sepantaran dengan Saskia itu tertarik pada paras Saskia. Apalagi Wiji setiap hari mengobrol dan bercanda dengan Saskia.Saskia meraih ponselnya, terlihat panggilan dari ibunya.Saskia ["Assalamu'alaikum Bu."]Ibu ["Wa alaikumussalam Sasi. Apa kamu bisa ke rumah sekarang?"]Saskia [" Sekarang? Kenapa, Bu? Sebentar lagi Alvaro pulang."]Ibu ["Ada yang mencarimu, Sasi. Dia ... dia..."]Saskia yang mendengar suara ibunya sangat gugup menjadi berpikir yang tidak-tidak.Saskia [" Tenang dulu, Bu. Tarik napas dalam-dalam. Memangnya siapa yang datang?"]Ibu [" A ... Andry ... "]["Haaahh?"]Tangan Saskia gemetar hebat, wajah cantiknya memutih. Ponsel yang sedang digenggamnya lolos dari tangannya., terjatuh, membentur lantai dan mati.'Andry? Benarkah? Atau Ibu sedang ngeprank aku? Atau aku bermimpi?' batin Saskia dengan pandangan kosong.Orlando dan Wiji bertukar pandang."Nyonya? Nyonya kenapa?" Suara Wiji menyadarkan Saskia dari lamunannya."Aku harus ke rumah Ibu. Ada sesuatu yang harus kukerjakan. Assalamu'alaikum," pamit Saskia sambil mencium punggung tangan Orlando lalu berlari keluar rumah begitu saja."Nyonya, ponselnya ketinggalan!" seru Wiji. Pemuda itu hendak berlari mengejar Saskia sambil membawakan ponselnya, akan tetapi Orlando menahan gerakannya. Lelaki tua itu menggelengkan kepala. Intuisi dan pengalaman hidupnya telah mengajarkan banyak hal."Telepon Alvaro," perintah Orlando kepada Wiji.Saskia segera menyuruh supirnya untuk membawanya ke rumah ibunya. Sepanjang perjalanan Saskia meremas jari-jarinya sendiri. Saskia gugup dan bingung. Apa ya
Andry mengemudikan mobil dengan ugal-ugalan. Beberapa kali Saskia menahan napas saat mobil yang mereka kendarai hampir menyerempet kendaraan lain. Riuh klakson mobil yang hampir diserempet Andry memekakkan telinga. Beberapa pengendara motor mengacungkan kepalan tangan ke arah mobil yang dikemudikan Andry."Kenapa kamu mengemudi secepat ini? Bagaimana kalau kita celaka?" Saskia memberanikan diri bertanya pada lelaki yang sedang marah itu. "Lebih baik kita mati berdua daripada tidak bisa bersama!" tukas Andry garang."Astaghfirullah Andry, hilangkan pikiran gila itu! Kamu tak ingin melihatku lebih lama? Kamu ingin kita segera berpisah lagi?!" seru Saskia dengan rasa takut yang menjalari tubuhnya. Jika Andry nekat dan menabrakkan mobil, Ibunya pasti akan sedih sekali kehilangan putri satu-satunya semuda ini.Andry menoleh. Wajahnya melunak dan dia mengurangi kecepatan. Diam-diam Saskia menghembuskan napas lega."Kita ke Cafe biasanya, ya," pinta Andry, suaranya yang lembut justru membua
Tangis Saskia meledak. Dia sesenggukan. Dadanya turun naik, berusaha mengendalikan kehancuran yang melanda batinnya. Andry pun sama. Mata yang sedari tadi memerah meluncurkan sebaris air bening di kedua pipinya. Tangannya terulur untuk menggenggam jemari wanita yang dicintainya. Rasa sakit di dada keduanya menganga semakin lebar. Saskia seakan terjatuh ke dalam lubang gelap yang sangat dalam. Dia berteriak minta tolong, namun tak ada yang datang."Tolong ... ceraikan dia, Sasi. Kembalilah kepadaku. Aku memang tidak sekaya dia, namun aku cukup mampu untuk menghidupimu dengan layak." Andry kembali berkata. Suaranya berat dan parau."Aku ... aku terikat kontrak dengannya selama setahun." Dengan susah payah Saskia menyahut. Dia tak bisa begitu saja menceraikan Alvaro karena kontrak yang menjeratnya. Jika Saskia mengakhiri kontrak sebelum setahun, maka Hendra akan dilaporkan ke pihak berwenang. Demikian salah satu pasal di dalam kontrak pernikahannya dengan Alvaro."Jika kamu pergi sebel
Alvaro mematung. Wajahnya pucat pasi, matanya membelalak menatap Saskia.Karena Alvaro tidak mengatakan sesuatu lagi, maka Saskia memberanikan diri untuk mendongak.Keduanya bertukar pandang dengan pikiran masing-masing."Aku mengantuk, aku mau tidur," kata Alvaro kemudian."Baik. Aku akan mematikan lampu." Saskia berdiri lalu mematikan lampu utama yang terang benderang dan menggantinya dengan lampu tidur. Wanita itu bergelung di sofa panjang yang ada di dekat ranjang pasien. Saskia menyelimuti tubuhnya, lalu berusaha memejamkan mata. Diintipnya Alvaro, ingin tahu apa yang dilakukan lelaki itu.Dalam cahaya remang-remang, Saskia melihat Alvaro masih dalam posisi setengah duduk. Dia tidak berbaring lurus untuk mengurangi pembengkakan dan memperparah cedera hidung yang dialaminya.Alvaro menatap langit-langit kamar sambil tersenyum getir. Dia tersenyum getir pada takdir yang harus dijalaninya. Nama yang disebut Saskia tadi adalah ... nama adik yang telah dicarinya selama sekian tahun.
"Sebelum menikah dengan Maureen, Djendro mempunyai kekasih bernama Larasati. Larasati adalah anak buruh cuci di rumah Baskoro. Baskoro ini mempunyai pabrik pengolahan kayu yang dirintis oleh Hadiwinoto. Hubungan mereka ditentang keras oleh Baskoro dan istrinya. Lalu pabrik itu hampir bangkrut. Baskoro menikahkan Djendro dengan Maureen untuk menyelamatkan pabriknya. Djendro menerima perjodohan itu. Djendro tak tega jika sekian ribu karyawan yang mencari nafkah di pabriknya harus kehilangan sumber penghasilan. Djendro tak sanggup membayangkan wajah anak-anak kelaparan jika orangtuanya sampai tidak bekerja lagi. Itu yang dikatakannya kepadaku saat aku bertanya kenapa dia mau menikahi Maureen. Pada tahun keenam pernikahan mereka, Maureen menerima seorang wanita untuk menjadi pengasuhmu. Saat itu kamu baru berusia empat tahun. Maureen yang tak tahu apa-apa mengenai masa lalu Djendro sama sekali tidak pernah mengira kalau wanita itu adalah mantan pacar Djendro. Ya, dia Larasati. Larasat
Saskia memesan sepiring nasi uduk dengan telur dadar dan sambal kacang, namun tidak menyentuhnya. Selera makannya hilang entah kemana.Dia duduk di pinggir, dekat dengan jendela yang menghadap ke taman rumah sakit. Kantin yang terletak di lantai dasar itu mempunyai menu yang cukup lengkap dan rasanya juga lumayan enak. Kadang menu di kantin rumah sakit rasanya seperti hati yang terluka, sepahit apapun harus diterima.'Kenapa Ibu memukulku? Apa Ibu sangat marah karena aku pergi bersama Andry? Aku akan pulang dan meminta maaf,' batin Saskia sambil melamun." Permisi Mbak." Saskia mendongak, di sebelah mejanya berdiri seorang pria mengenakan kaos dan celana jeans. "Iya ?" sahut Saskia bingung."Maaf, apa kursi ini kosong? Kursi lain terisi," sahut pria itu.Saskia mengedarkan pandang, baru sadar kalau kantin itu penuh. Serombongan anak sekolah ramai memakan soto. Sepertinya mereka habis menjenguk atau mengantar temannya. Rombongan anak sekolah itu menghabiskan sebagian besar Kursi di k
"Haaahh?" Saskia terperangah. Baru kali ini Alvaro meminta hal seperti itu di dalam mobil. "Buka sendiri atau aku yang membukanya," kata Alvaro dengan nada datar yang dingin. Saskia merasa seperti berhadapan dengan ular phyton yang tenang namun siap mematuk mangsanya. "B ... baik." Dengan tangan gemetar Saskia meloloskan celananya melewati kedua kaki jenjangnya. Wanita itu tak berani lagi untuk sekedar melirik pada wajah setampan dewa di sebelahnya.Tangan kiri Alvaro menyibak rok yang dipakai Saskia lalu mulai beraksi. Saskia menahan napas namun tak tahan lagi. Desahannya lolos dari bibirnya, membuat gerakan tangan Alvaro semakin cepat.Dua kali Saskia mencapai pelepasan sepanjang perjalanan menuju ke rumah mereka. Alvaro memarkirkan mobil lalu membuka seat belt. Dilihatnya Saskia tak bergerak karena lemas setelah pelepasannya. Alvaro keluar dari mobil dan membuka pintu di sisi Saskia.Alvaro melepas seat belt istrinya. Dia meraih celana dalam yang teronggok di karpet mobil lalu me
Saskia dan Bude Darsi duduk di baris ketiga di majelis taklim yang semua pesertanya adalah wanita di sekitar masjid. Karena rumah Alvaro terletak di daerah elit, hanya sedikit nyonya rumah yang mengikuti kajian itu. Peserta kajian lebih banyak merupakan asisten rumah tangga seperti Bude Darsi. Jika pun ada pemilik rumah yang hadir, biasanya mereka yang sudah sepuh.Tema kajian kali itu adalah mengenai nafkah istri. Saskia mendengarkan dengan cermat. Ternyata Alvaro sudah mengaplikasikan bagian itu dengan tepat. Alvaro membedakan uang belanja keperluan rumah tangga dengan nafkah yang diberikannya untuk keperluan pribadi Saskia.Setelah selesai, Saskia dan Bude Darsi berjalan kaki kembali ke istana Alvaro. Mereka memilih berjalan karena jarak ke masjid hanya sekitar 600 meter."Nyonya, ada seorang gadis yang menunggu Nyonya di ruang tamu. Katanya dia ditugaskan oleh Tuan Alvaro untuk menjadi asisten pribadi Nyonya," lapor security yang membukakan pintu gerbang."Oke Pak Rahman. Terimaka
Alvaro berdehem sambil menarik kursi di seberang Andry, lalu duduk."Apa yang kamu lakukan?" tanya Alvaro."Aku menu*uk perut ba*ingan yang mencelakai Saskia. Aku akan bertanggungjawab.""Apa kamu sudah mempertimbangkannya dengan baik? Aku akan mengirim pengacara terhebat di negara ini untuk membebaskanmu.""Aku tak memerlukannya. Pengacaraku akan membereskan semuanya. Kamu tak perlu ikut campur," tolak Andry tanpa ekspresi."Kamu keras kepala," kata Alvaro."Pergi. Jaga Saskia dan keponakanku baik-baik." Kali ini Andry berkata sambil memandang lurus pada manik biru Alvaro.Di bawah lampu ruangan yang tidak terlalu Terang, Alvaro melihat kalau mata Andry memerah dan kedua sudutnya basah. Andry membuang muka, menghindari tatapan Alvaro.Terdengar ketukan di pintu, menadakan waktunya telah habis. Alvaro berdiri, memindai sekali lagi adiknya yang akan mendekam lama di penjara. Andry masih membuang muka ke arah lain."Jaga dirimu baik-baik. Kami akan mengunjungimu," ucap Alvaro.Andry Tak
Alvaro berpikir keras setelah menerima laporan dari Sega. Pria yang mengaku bernama Bramantyo luka parah, apakah karena tertembak olehnya atau anak buahnya? Namun Alvaro tak melihat ceceran darah saat mengejar dua sosok yang melarikan diri ke belakang pondok. Jika Bramantyo tertembak, maka pasti ada jejak darahnya. Hmm ... aneh."Pil, apa kamu melihat orang lain selain kita di sekitar pondok? Drone Sega fokus pada kedatangan polisi dan mencari jalan keluar bagi kita. Dia tidak melihat ada yang lain." Alvaro menegur Pil yang sedang mengemudi."Hanya Tuan dan kedua orang itu yang saya lihat keluar dari pintu belakang. Saya dan anak buah lainnya keluar dari pintu depan. Saya tidak melihat orang lain, Tuan," sahut Pil yakin.Alvaro dan para pengawalnya sampai di rumah menjelang Subuh. Anak buah Pil sudah dilatih untuk tidak membuka mulut jika tertangkap. Mereka akan bilang kalau mereka diajak oleh Ketua geng yang berhasil melarikan diri. Mereka juga tidak membawa identitas diri. Kecuali a
Sega menerbangkan dronenya di ketinggian, di atas mobil yang hampir sampai di pondok.Seorang pria keluar dari dalam mobil. Sega memperbesar dan mengambil foto wajah pria itu. Seperti yang telah diduga Alvaro, wajah pria bernama Bramantyo lah yang muncul. Jadi benar, Bernard dan Bramantyo adalah orang yang sama. Sega segera mengirimkan hasil fotonya kepada Alvaro.Dua orang lelaki menyambut Bernard. Sega mengenalinya salah satunya. Dia Monte, karyawan yang pergi saat terjadi kebakaran di rumah Alvaro yang lama. Rupanya Monte lah pengkhianat yang membiarkan Bernard masuk ke dalam rumah!Sega kembali mengambil foto dan mengirimkannya pada Alvaro. Sega melihat lelaki yang bersama Bernard dan Monte menatap ke arah dronenya yang terbang di kegelapan malam. Sega segera meninggikan dronenya dan menyembunyikannnya di balik pepohonan sambil berharap agar lelaki yang tampak waspada itu tidak curiga. Jika musuh tahu kedatangan mereka, akan semakin sulit bagi Alvaro untuk meraih kemenangan karena
Atas permintaan Saskia, Alvaro mengantar Saskia melihat bayi-bayi mereka yang masih berada di inkubator. Alvaro mendorong kursi roda Saskia sampai di depan jendela besar ruang PICU, lalu berdiri di samping sang istri sambil berulang kali meliriknya. Alvaro sangat penasaran dengan reaksi Saskia.Saskia menatap kedua bayinya dengan mimik yang berubah-ubah. Kadang dia mengerutkan kening, kadang wajahnya kosong, kadang pula menggelengkan kepala, di waktu lain dia menggigit bibirnya sendiri.Melihat itu, diam-diam Alvaro menghembuskan napas panjang. Sepertinya Saskia belum mengingat Mimi dan Mimo."Ma, kita kembali ke kamar, yuk. Sebentar lagi jadwal visit dokter." Alvaro mengingatkan."Pa ... aku ... aku ... tak bisa mengingat anak-anak. Kurasa aku gila." Saskia mendongak kepada Alvaro. Air mata menganak sungai di pipinya yang pucat.Alvaro berjongkok di hadapan Saskia, lalu menggenggam kedua tangan istrinya."Mama hanya perlu istirahat. Jangan memaksakan diri, oke?" kata Alvaro lembut. S
"Sasi ... Sayang, kembalilah. Aku ingin membesarkan anak-anak kita bersama," ucap Alvaro sambil membelai rambut tebal Saskia. Suaranya serak dan air matanya tak bisa ditahannya lagi. Alvaro membiarkan air mata itu mengalir. Dia sudah tak peduli lagi pada rasa malu karena menangis. Dia tak pernah membiarkan orang lain melihatnya menangis, tetapi saat ini dia tak peduli. Bahkan kehadiran keluarga Saskia di belakangnya pun tak membuatnya berhenti menangisi sang istri.Ibunya Saskia dan Hendra berdiri diam, keduanya juga sibuk dengan air mata masing-masing. Sega dan Miranda sudah pulang karena Sega harus melakukan banyak pekerjaan.Alvaro mengangkat jemari Saskia yang ada dalam genggamannya lalu mengecupnya lama. Mata Alvaro terpejam rapat dan bulir bening terus mengalir di wajah tampannya."Jangan pergi, Sasi. Masih banyak yang ingin aku lakukan bersamamu. Hanya bersamamu aku bisa melakukan banyak hal yang tadinya tidak terpikir olehku. Kamulah Bintang paling terang yang pernah hadir di
Langkah tiga orang pria berderap ramai, menuju ke sebuah kamar yang pintunya tertutup rapat. Dua dari mereka berhenti di depan pintu yang menghalangi, sedangkan satu orang yang paling tampan bergegas masuk ke ruang rawat inap."Sasi!" Teriakan pria itu membangunkan Alvaro yang tertidur kelelahan sambil menggenggam tangan istrinya. Belum sempat Alvaro bangkit, Andry sudah berdiri di sebelahnya. Kedua tangan Andry bertumpu pada sisi ranjang Saskia. Dia memperhatikan Saskia dengan seksama, lalu menoleh pada Alvaro. Wajahnya berang."Apa ini? Kenapa kamu tidak bisa melindunginya?!" maki Andry pada sang kakak yang sudah berdiri dari kursinya.Biasanya Alvaro tidak akan menanggapi nada tinggi seperti itu, namun kali ini kelelahan hatinya sudah sampai pada puncaknya."Kamu yang menyebabkan semua ini terjadi! Berkacalah sebelum menyalahkan orang lain!" bentak Alvaro dingin."Aku?! Aku ada di luar negeri, ribuan kilometer jauhnya! Bagaimana bisa semua ini kesalahanku?" sangkal Andry."Jangan b
"Nak Al? Apa yang terjadi? Kenapa bisa seperti ini? Kemana cucu-cucuku?!" Teriakan histeris ibunya Saskia menyambut Alvaro yang baru saja memasuki ruang rawat inap Saskia. Wanita paruh baya itu datang bersama Hendra. Dea tidak bisa ikut karena masih punya anak kecil yang tidak boleh masuk ke rumah sakit.Ibunya Saskia berlari menghampiri Alvaro dan mengguncang lengan menantunya dengan kuat. Wajah tuanya shock dengan air mata bercucuran. Hendra segera mendekap ibunya dari belakang, agar tidak terus menyerang Alvaro."Sega, bawa ibu ke ruang sebelah dan ceritakan apa yang terjadi. Aku ingin di sisi Saskia. Nanti kalau Ibu sudah tenang, Ibu boleh kembali kemari." Alvaro menatap ibu mertuanya, memohon pengertian. Alvaro juga sangat lelah, tak ada tenaga untuk menangani mertuanya yang sedang tantrum."Silakan ikut saya dulu," ajak Sega sambil mempersilakan ibunya Saskia dan Hendra ke arah ruangan bersofa. "Anakku ... cucuku ...." Ibunya Saskia berucap lemah sementara Hendra menarik ibunya
Mang Deden memacu mobil secepat mungkin ke rumah sakit. Sega dan Miranda mengekor di belakang.Sesampainya di depan lobby rumah sakit, Alvaro langsung melompat turun dan berlari menuju kamar rawat inap Saskia. Dibukanya pintu kamar dengan tergesa. Pil yang berdiri di dekat pintu menoleh kaget.Kamar Saskia adalah kamar VVIP yang mempunyai ranjang tambahan dan sofa panjang di depan televisi. Warna coklat muda mendominasi ruangan itu. Tempat tidur pasien ada di ruang yang berbeda dengan ruang televisi.Alvaro berbicara dengan Pil sebelum masuk ke ruangan yang berisikan tempat tidur Saskia. Alvaro perlu memberi instruksi."Tuan," sapa Pil sopan. "Bagaimana keadaan Nyonya?" Alvaro bertanya dengan napas memburu. Pil pun menyampaikan yang dikatakan oleh dokter kepadanya."Oke. Kamu boleh pulang dan istirahat. Suruh Pakde Gito dan Bude Darsi kemari, bawakan aku dan Nyonya baju ganti untuk beberapa hari ke depan," perintah Alvaro."Apa Tuan baik-baik saja tanpa pengawal?" Piliang nampak bera
Alvaro mematung. Otaknya mencerna dan menghubungkan semua petunjuk yang berserakan di sekitarnya. Vedrya mencari Andry. Vedrya adalah keturunan dari keluarga terhormat, kecil kemungkinan kalau wanita itu mencari Andry karena masalah uang. Pasti lebih dari itu. Apakah mereka ... sepasang kekasih?"Kita harus menuntaskan semua ini segera. Hidupku tak tenang kalau ini belum selesai, " kata Alvaro kemudian."Ya, aku setuju denganmu," timpal Sega. "Aku akan mengerahkan lebih banyak orang untuk mencari dalang semalam dan China.""Aku punya firasat, lelaki yang mengobrol dengan Saskia semalam adalah Bernard Tumaritis. Dia sudah pulang dari oplas di Korea, 'kan? Kita tak akan mengenalinya jika dia muncul. Ini benar-benar berbahaya. Dia bisa berada di mana saja. Kita harus segera menangkapnya dan meminta pertanggungjawaban," kata Alvaro tegas."Jika itu Bernard, ada satu hal yang tak kumengerti. Kenapa dia mengincar keluargamu? Kenapa dia tidak membuat perhitungan dengan Andry saja?" Sega meng