"Apa maksudmu?" Andry memasang wajah acuh walaupun dadanya berdebar keras."Foto ini." Ashley mengeluarkan ponselnya lalu menunjukkan sebuah foto pada Andry. Foto Andry dan Vedrya saat sedang makan siang beberapa hari yang lalu."Ooh, itu." Diam-diam Andry bernapas lega. Rahasianya masih aman."Dia kenalanku saat aku tiba di Indonesia. Terus kenapa?" tanya Andry."Nyonya Saskia tak akan senang melihat foto ini. Tuan nampak mesra dengan wanita itu," jawab Ashley."Dia tak perlu melihatnya. Jika sampai dia tahu, maka pasti kamu yang memberitahunya. Awas saja jika kamu berani melakukannya," ancam Andry, matanya berkilat kesal. Harus menyimpan beberapa rahasia sekaligus terasa melelahkan."Saat ini tak ada keuntungan memberitahunya. Aku hanya mengingatkan, jangan sampai Nyonya memergoki sendiri Tuan keluar bersama wanita lain. Itu akan membuat simpati Nyonya hilang." Ashley berkata sambil bangkit dari kursinya. Sambil mengibaskan rambut, wanita seksi itu berlalu.Andry mengacuhkan kepergi
Alvaro mengajak Saskia ke Solana, salah satu dari sekian banyak pusat perbelanjaan di Beijing. Agenda hari itu adalah berbelanja agar Saskia tidak kekurangan pakaian yang sesuai dengan iklim yang sedang berlangsung.Alvaro membelikan tiga mantel bulu angsa yang sangat ringan sekaligus hangat ketika dipakai. Saskia mendapat mantel berwarna hitam, krem dan putih. Selain itu Alvaro juga membeli beberapa sweater dan sepatu boots.Hari sudah menjelang sore ketika mereka selesai berbelanja dan memutuskan untuk kembali ke hotel."Besok kita akan ke Forbidden City. Kita akan berangkat pagi karena semakin siang akan semakin banyak antrean." Alvaro memberitahu Saskia."Siapp," timpal Saskia ceria. "Aku mau ke fitness hotel. Kamu mau ikut?" tanya Alvaro sambil mengganti pakaiannya dengan celana training dan kaos lengan pendek. "Tidak. Aku akan membereskan belanjaan tadi." Saskia menganggukkan kepala ke arah tumpukan tas belanja yang berserak di lantai kamar.Alvaro meringis. Dia jelas tak ingi
Praangg!Hendra dan Dea terbangun dari tidur mendengar suara keras di tengah tidur mereka. Keduanya sedang menginap di rumah lama Hendra karena esok mereka akan berwisata bersama ibunya Hendra.Hiro yang masih balita mulai menangis. Tidurnya terganggu dengan suara berisik itu. Dea segera menenangkan anaknya."Aku akan mengecek keluar." Hendra bergegas turun dari tempat tidur."Hati-hati." Dea memperingatkan. Hendra mengangguk lalu membuka pintu kamar. Di luar kamar nampak baik saja. Tak ada yang bergerak. Jam di atas televisi menunjukkan pukul dua dini hari.Hendra memeriksa pintu depan. Masih terkunci. Kemudian lelaki itu menuju kamar ibunya."Ibu? Apa Ibu baik-baik saja?" Hendra mengetuk pintu kamar. Tak ada sahutan, akan tetapi Hendra mendengar isak tangis perlahan dari dalam kamar.Hendra membuka pintu dan melihat ibunya sedang berlutut sambil memunguti pecahan gelas di samping ranjangnya."Ibu? Ibu kenapa?" Hendra bergegas menghampiri ibunya."Ibu tadi menyalakan alarm karena Ib
Putih. Bau obat memenuhi rongga hidung mancung sang wanita. Matanya mengerjap beberapa kali. Tirai berwarna biru di sisi kanan dan kirinya. Dia berada di atas bed rumah sakit?Lalu ... di mana suaminya?Saskia mencoba duduk dengan kepala yang masih terasa melayang. Dipencetnya bel yang ada di dekat bantalnya.Tak berapa lama terdengar langkah kaki mendekat. Seorang perawat berpakaian krem muncul dari balik tirai. Dalam hati Saskia berdoa agar bisa berkomunikasi dengan perawat itu.Sang perawat menanyakan sesuatu dalam bahasa Mandarin. Saskia menggelengkan kepala tanda tak paham apa yang dibicarakan oleh perawat."Call the doctor, please," kata Saskia.Perawat mengangguk lalu pergi. Dia kembali dengan seorang dokter wanita muda. Dokter itu bicara dalam bahasa Inggris.Dokter menjelaskan kalau Saskia baru siuman dari pingsannya. Dokter itu menanyakan apa yang terjadi. Saskia menjelaskan kronologisnya." Apa ada korban kecelakaan lalu lintas yang dibawa kemari bersamaan denganku?" tanya
Beberapa jam sebelumnya ...Alvaro mengikuti Sandra ke lounge hotel. Keduanya duduk di kursi bar dan memesan minuman ringan."Apa yang hendak kau bicarakan? Jangan buang waktuku." Alvaro bertanya dengan pandangan ke arah televisi yang sedang menayangkan klip video Girl band dari negeri ginseng. Satu dari anggota Girl band itu mengingatkannya pada wajah cantik sang istri. Mereka mirip."Apa yang terjadi dulu adalah ketidaksengajaan. Aku di bawah pengaruh obat. Aku korban, Al. Aku tak tahu apa-apa. Bisakah kamu memaafkan aku?" Sandra menatap langsung ke wajah tampan di sebelahnya. Alvaro terlihat semakin mempesona di usianya yang 35 tahun."Ya. Sudah itu saja?" Alvaro menyahut singkat. Sandra menghela napas. Alvaro begitu ... dingin. Semua keromantisan dan tatapan mata penuh cinta yang dulu selalu ditujukan padanya hilang entah kemana."Apa kita bisa berteman?" Sandra berkata dengan nada memohon."Terserah.""Aku ingin berteman dengan istrimu."Kali ini Alvaro menoleh. Ditatapnya Sandr
Piipp. Piipp. Piipp.Suara mesin terdengar teratur. Sepertinya itu bunyi detak jantung. Bau obat memenuhi ruangan. Ini pasti rumah sakit.'Aku hidup,' batin Alvaro, perlahan-lahan membuka matanya. Cahaya lampu di langit-langit kamar menyilaukan mata. Rasa sakit yang teramat sangat menderanya, namun Alvaro tak bisa mengucapkan apapun. Lidahnya kelu.Satu suara terdengar mendayu dari arah kiri. Alvaro melirik ke asal suara dan mendapati Saskia sedang menderas Al Qur'an. Ternyata suaranya sangat indah, kenapa baru sekarang Alvaro mengetahuinya?Alvaro menikmati lantunan ayat suci sambil kembali memejamkan mata. Rasa sakit yang menusuk beberapa bagian tubuhnya terasa berkurang. Saskia yang tak menyadari apapun terus membaca. Suaranya indah, namun beberapa kali terhenti oleh isakan. Dia menangis."Sasi, istirahatlah. Seharian kamu tidak tidur." Suara Andry membuat Alvaro membuka mata sedikit. Alvaro mengintip ke arah Saskia yang duduk di sofa. Dilihatnya Andry mendekat lalu ikut duduk di s
Dokter menjelaskan banyak hal pada Alvaro dan semua yang berada di dalam kamar. Saat ini yang bisa dilakukan adalah mengobservasi kondisi Alvaro beberapa waktu ke depan. Bisa beberapa hari, minggu ataupun bulan.Alvaro mendengarkan dengan mata terpejam. Dia tak ingin melihat tatapan mereka semua kepadanya karena semua menatapnya dengan sorot mata kasihan. Alvaro benci dikasihani. Seumur hidupnya, tak pernah ada orang yang memandangnya dengan pandangan seperti itu. Dulu semua memandangnya dengan kagum. Semua ingin menjadi dirinya. Namun sekarang dia hanyalah seonggok daging yang bernapas. Setelah dokter keluar, suasana menjadi cukup hening. Alvaro berpikir, bagaimana keadaan istrinya? Apa yang dilakukannya bersama adiknya sekarang?"Aku akan tinggal di sini bersama Al," kata Orlando yang sedang berdiskusi dengan Sega. Wiji bermain dengan ponselnya sendiri di sofa."Bagaimana kita akan memberitahu Dewan Komisaris?" Sega menyuarakan apa yang ada di pikirannya. "Pak Zul akan mengurusnya
Alvaro membuka mata karena ada yang mengetuk pintu kamar rawat inapnya. Wiji bangkit lalu membuka pintu. Dua orang berseragam polisi masuk ke dalam ruangan. Satu orang berbicara dalam bahasa Inggris dengan Orlando sedangkan satunya hanya diam sambil mengamati sekeliling. Matanya yang sipit dan tajam menatap Alvaro.Orlando mempersilakan keduanya duduk di sofa. Polisi yang berbicara itu menanyakan keadaan Alvaro. Dia juga berkata bahwa Plat nomor kendaraan yang menabrak Alvaro telah diketahui. Polisi menanyakan apakah pihak keluarga Alvaro hendak memperkarakan kasus ini ke jalur hukum. Orlando bertukar pandang dengan Sega. Keduanya bertanya dalam hati, dari mana Polisi China memperoleh Data Alvaro sedemikian cepat? Atau memang respon Polisi China sangat cepat? Baik Orlando maupun Sega belum pernah berurusan dengan Polisi negeri Tirai Bambu sehingga mereka tidak tahu.Orlando meminta waktu untuk berdiskusi kepada kedua polisi itu. Orlando dan Sega menjauh, pindah ke dekat jendela yang