"Kau akan membawaku ke mana?" tanya Lena tanpa menoleh pada Esme. Dia hanya diam memandang ke luar jendela.Esme mengulum senyumnya. "Ke suatu tempat yang bisa membuka matamu tentang Oliver.""Kalau begitu putar balik. Aku tak tertarik pergi ke tempat seperti itu, aku ingin pulang.""Kita sudah sampai!" seru Esme dengan ceria lalu menepikan mobilnya dan berhenti pada sebuah rumah kecil yang sederhana.Sontak saja, Lena pun menoleh pada tempat yang Esme maksud dan pada momen itu pula Lena mematung di tempatnya dengan kedua pupil matanya yang melebar sempurna."Ayo turun," ajak Esme seraya mengetuk kaca disamping Lena. Dan hal itu pun membuat Lena langsung tersadar dari lamunannya, sehingga dia pun bergegas membuka pintu dan melangkah keluar mobil untuk mengikuti ke mana Esme pergi.Panti asuhan.Sebuah rumah sederhana yang mereka kunjungi adalah sebuah panti asuhan. Suara tangis bayi menyambut mereka berdua ketika mulai melangkah masuk ke dalam rumah itu, dan pemandangan yang tersaji
Semua kalimat yang Esme ucapkan benar-benar mengiris hati Lena. Hatinya berdenyut-denyut nyeri."Kenapa kau berkata seolah akulah penjahatnya?" cicit Lena dengan nada suara yang kembali rendah tanpa sekalipun terselip nada sinis seperti sebelum-sebelumya."Sepertinya tanpa aku mengatakannya pun, jauh sebelumnya kau sudah sangat menyadari kalau kebencianmu pada Oliver sudah tak sesuai porsinya. Sedari awal kau sadar kalau kebencianmu sudah sangat berlebihan."Lena tak menjawab."Kenapa Lena? Apa sikap berlebihanmu itu karena kau ingin menyembunyikan perasaan iba, rasa peduli dan segala kekaguman yang tak sengaja hadir karena kau terbiasa hidup berdua dengan Oliver? Apa tanpa sadar kau mulai nyaman dan menyayangi Oliver tapi kau enggan mengakui perasaan itu karena kau harus fokus membencinya?" Cecar Esme tanpa sekalipun memberikan jeda untuk Lena bisa menjawab.Lagi-lagi sindiran tajam yang Esme layangkan seperti sebuah anak panah yang lang
"Boleh aku memelukmu?" tanya Lena meminta izin.Mendengar Lena yang tiba-tiba bertanya seperti itu, membuat Oliver terkesima untuk beberapa saat, sebelum kemudian tersadar dan buru-buru menganggukan kepalanya dengan semangat."Tentu saja," jawabnya dan dengan senang hati membuka tangannya lebar-lebar untuk menyambut Lena.Perlahan, Lena pun beringsut mendekat. Dia membaringkan kepalanya di lengan Oliver, sementara tubuhnya merapat untuk memeluk erat suaminya itu."Entah kenapa hal ini terjadi padaku, tapi Oliver aku suka parfum yang kau pakai hari ini. Aromanya menenangkan dan membuatku mengantuk," gumam Lena sungguh-sungguh seraya menghidu aroma tubuh Oliver sebanyak-banyaknya. Seolah dia ingin menyimpan aroma itu untuk dirinya sendiri.Dengan nyaman, Lena bahkan menenggelamkan wajahnya pada dada Oliver."Padahal aku menggunakan parfum ini sudah sejak lama, kenapa kau baru menyukainya sekarang? Apa ini juga termasuk ngidam yang
"Kemarilah," ujar Lena seraya melambaikan tangannya meminta Oliver untuk mendekat."Ada apa?" Oliver berjalan menghampiri Lena sembari mengancingkan jas kerjanya.Lena tak langsung menjawab. Ketika Oliver berdiri dihadapannya, Lena kemudian menaruh kedua tangannya di belakang leher pria itu."Lena?" "Apa? Aku hanya akan memperbaiki dasimu. Kau memakai dasi yang miring, Oliver," jawab Lena akhirnya.Seketika itu pula senyuman lebar pun terbit di wajah Oliver. Kemudian dengan bangga Oliver mengangkat dagunya tinggi-tinggi agar Lena bisa leluasa memperbaiki dasinya."Sudah," ujar Lena tiba-tiba. Hal itu pun membuat Oliver merengut kecewa."Secepat itu?" "Tentu saja. Memangnya kau berharap berapa lama? 3 jam? Bergegaslah pergi bekerja, Oliver. Kau akan terlambat." Dengan cepat Lena meraih lengan Oliver. Dia menggamitnya, memberikan tas kerja, lalu kemudian bergegas mengajak Oliver untuk segera pergi kelu
"Bolehkah jika aku tidur sambil memelukmu?" tanya Aleah ketika Oliver baru saja selesai memakai piyama dan bersiap untuk tidur."Tentu saja boleh," jawabnya . Dengan send]=0ang hati Oliver berbaring dan merentangkan tangannya agar Lena bisa segera memeluknya.Perlahan Lena beringsut mendekati Oliver dan memeluk pria itu erat-erat. Seperti biasa, dalam posisi seperti ini Lena akan menghidu aroma tubuh suaminya itu sebanyak-banyaknya."Kenaoa kau selalu melakukan hal seperti itu, Lena?""Ya?" Lena mengangkat wajahnya dan menatap Oliver dengan tatapan bingung."Kenapa kau selalu mecium aroma tubuhku tiap kali kita berpelukan? Apa aku masih bau?"Sejenak Lena memandangi wajah Oliver dan buru-buru dia pun kembali menenggelamkan wajahnya di dada Oliver. "Karena aku suka aroma parfum dan juga aroma sabun yang kau pakai.""Tapi sebelumnya kau tak pernah seperti ini. Apa kali ini juga dipengaruhi oleh kehamilanmu?"Lena mengangguk. "Setelah mencium aroma tubuhmu aku jadi tak merasa mual. Aku p
"Kenapa aku tak melihat keberadaan istriku?" tanya Oliver pada seorang maid yang datang menghampiri untuk membereskan sepatu Olive untuk disimpan ke dalam rak sepatu."Nona Blade ada di ruangan anda sejak tadi pagi, tuan."Oliver menaikan sebelah alisnya. "Tumben sekali. Apa ada sesuatu yang dia cari di sana?"Maid itu menggelengkan kepalanya, lalu tersenyum. "Beliau tak mencari apapun di sana. Beliau hanya tetidur di sofa sampil memeluk jas kerja anda yang tertinggal di sana. Baru saja saya datang dari sana untuk mengecek keadaan Nona Blade, ternyata beliau masih tertidur lelap. Tumben sekali tidurnya cukup lama.""Baiklah, terima kasih." Dengan semangat Oliver pun melangkah pergi menuju ruang kerjanya sembari membawa bingkisan makanan yang dia janjikan pada Lena.Senyum bahagia tak henti-hentinya merekah di wajah tampan Oliver. Dan senyuman itu pun kian merekah ketika dirinya masuk ke dalam ruang kerjanya, terlebih ketika melihat pemandangan di mana Lena benar-benar tertidur lelap
"Aku pikir kau sudah lupa dengan janjimu yang akan mengajakku senam hamil," ujar Lena setelah selesai berganti pakaian dengan pakaian senamnya."Justru itu. Aku benar-benar hampir melupakannya, jika saja Esme tak bertanya apakah aku sudah mengajakmu senam hamil atau belum.""Esme sepertinya sangat peduli sekali padamu, terutama pernikahan kita. Apa hanya perasaanku saja?" ujar Lena tenang. Namun, sarat akan sindiran.Oliver yang menyadari hal itu pun segera mengendalikan situasi. "Ayo kita segera masuk ke aula, kelas senamnya akan segera dimulai."Lena tahu Oliver sedang menghindari toping pembicaraan tentang Esme yang dia angkat, tapi dia pun tak berniat kembali mengungkitnya ketika respon Olivr seperti itu, sehingga yang dia lakukan hanya bungkam dan menerima uluran tangan Oliver ketika pria itu mengajaknua segera masuk ke dalam aula senam.Seorang instruktur senam ibu hamil itu mulai mengarahkan Lena dan Oliver untuk memulai pemanasan terlebih dahulu. Dan keduanya bergerak mengikut
"Kau membuatku terlihat sangat menyedihkan karena sangat mempercayai kebohonganmu," gumam Oliver. Dengan sangat kecewa, Oliver bangkit berdiri. Sambil menahan rasa sakit di hatinya, dia berniat segera keluar dari kamar ini, tapi kemudian dia mengurungkan niatnya ketika sudut matanya melihat sebuah buku sketsa di atas meja rias.Perasaan ingin tahu tentang apa saja yang digambar oleh Lena, membuat Oliver berubah haluan jadi ingin mengeceknya. Dengan tenang dia duduk di depan meja rias, membuka lembar demi lembar bagian buku yang ternyata kosong tanpa gambar apapun, sampai kemudian dia sampai pada bagian tengah buku dan melihat nama Vincent tertulis di sana. Untuk kesekian kalinya Oliver merasakan hatinya terluka."Meskipun tak lagi bisa saling berkomunikasi, ternyata kau tak pernah melupakannya." Dengan perasaan kecewa itu, Oliver kembali membuka lembaran berikutnya untuk sekadar kembali menemukan ungkapan rindu Lena terhadap Vincent.Oliver membacanya dengan seksama, sampai kemudian l