Nero masih menggeram kesal di ruang kerjanya saat lagi-lagi Patra meninggalkannya begitu saja. "Sial! Mengapa dia terus meninggalkan aku? Bukankah seharusnya aku yang meninggalkannya? Aku yang tidak menginginkan dia bukan sebaliknya! Sial!"Nero memejamkan matanya frustasi dan seketika makin frustasi saat bayangan Patra muncul di otaknya. Nero pun berakhir dengan menggebrak mejanya keras-keras sampai Juan yang baru saja masuk pun nampak kaget."Hei hei, ada apa, Pak CEO? Tadi waktu datang bersamaku, kau masih baik-baik saja tapi sekarang kau sudah marah-marah lagi. Apa yang membuatmu marah, hah?" tanya Juan sambil melangkah santai dan duduk di kursi di hadapan Nero. "Tidak ada, Juan! Bagaimana Axel?" "Axel sedang ke toilet. Kami sudah berkeliling, tapi masih sepi jadi aku tidak melanjutkannya lagi. Tunggu semua orang mulai beraktivitas baru aku bisa menjelaskan lebih padanya."Nero mengangguk. "Jadi kapan dia mau mulai bekerja?""Haha, kapan mau mulai? Bahkan mau bekerja atau tida
"Manager proyek yang baru?""Benar, namanya Axel.""Wah, namanya keren sekali! Apa orangnya tampan, Patra? Jangan bilang seperti Pak Timo lagi! Melihat wajahnya saja membuatku muak, apalagi tingkahnya yang begitu sok tampan padahal ... huwek ...." Selly bergaya seperti orang yang mau muntah. "Selly, jangan menyebutkan nama itu lagi! Aku benci sekali pada pria itu! Tapi yang ini berbeda. Dia masih muda dan sangat tampan.""Benarkah, Patra? Oh, aku jadi tidak sabar melihatnya. Kapan dia akan mulai bekerja, Patra?""Katanya sih besok.""Wah, aku jadi makin tidak sabar lagi menunggu besok." Selly memekik kegirangan!""Dia juga sangat ramah, Selly. Aku yakin dia akan menjadi idola baru di kantor ini." Patra dan Selly pun terkikik bersama. Mereka pun makan siang bersama di kantin karyawan, sebelum kembali melanjutkan pekerjaan mereka. Di sisi lain, Nero juga mengajak Axel makan siang bersama di luar kantor, sebelum akhirnya ia sendiri yang mengajak Axel berkeliling dan menjelaskan pekerj
Axel terus tersenyum sambil berlari kecil menuruni tangga besar menuju ke lobby.Ia pun segera berlari ke ruangan cleaning service dan mendapati beberapa orang cleaning service di sana. "Eh, maaf, yang mana sandal milik Patra ya?""Oh, ini, Pak," jawab seorang wanita sambil menunjuk sepasang sandal berwarna coklat muda."Ah, terima kasih!" seru Axel sambil langsung meraih sepasang sandal itu. Axel pun langsung berlari kembali ke atas, tempat Patra sudah menunggunya dan Axel begitu senang melihat Patra masih duduk di sana dengan patuh. "Patra!" sapa Axel sambil berlari kecil menghampiri Patra. Patra pun menoleh dan tersenyum ke arah Axel. "Axel!""Aku membawa sandalnya," seru Axel yang langsung berjongkok begitu sampai di depan Patra sampai Patra pun langsung kaget."Astaga, apa yang kau lakukan, Axel? Bangunlah!""Ayo bukalah sepatumu, pakai sandal saja!" kata Axel yang berusaha meraih kaki Patra untuk membukakan sepatunya. "Eh, aku bisa membukanya sendiri, Axel!" sahut Patra sam
"Maafkan aku, Axel! Aku berpikiran terlalu jauh. Lain kali tidak usah terlalu dekat dengan cleaning service seperti itu, Axel! Apalagi sampai berjongkok di depannya seperti tadi. Itu tidak perlu. Menolong ya menolong tapi mengambilkan sandal untuknya saja itu sudah lebih dari cukup."Axel hanya mengangguk tanpa menyahuti Nero lagi dan mereka pun akhirnya membahas tentang pekerjaan, walaupun sepanjang pembicaraan dengan Axel, otak Nero terus memikirkan hal yang lain. "Kak Nero, kita makan malam di mall saja nanti karena ada yang mau kubeli di sana," kata Axel saat ia dan Nero baru saja keluar dari lift dan melangkah di lobby malam itu. "Baiklah, nanti aku dan Kania akan menyusul, kita bertemu di mall.""Oke! Nanti akan kutelepon Kak Juan juga!""Baiklah!" Nero mengangguk. Mereka pun masih berjalan berdua dengan santai saat tiba-tiba Patra yang baru saja menyelesaikan lemburnya nampak berlari kecil dengan sandal jepitnya ke arah pintu masuk. "Astaga, Patrick pasti sudah menunggu lam
Nero tidak banyak bicara saat Kania mengajaknya berjalan, hingga akhirnya mereka tiba di sebuah toko sepatu. "Mengapa kita ke sini?" tanya Nero sambil mengernyit. "Barusan Axel mengirimiku pesan kalau dia ada di sini," sahut Karina sambil mengutik ponselnya. Nero tertawa pelan. "Jadi benar dia mencari sesuatu untuk wanita?""Tentu saja, Nero! Aku tidak pernah salah! Ayo masuk!" Kania kembali mengamit lengan Nero dan menariknya masuk, namun Nero menahan langkahnya. "Tunggu tunggu, mengapa kita ikut masuk?""Nero, ini toko sepatu wanita dan wanita sangat suka shopping jadi temani aku melihat-lihat sebentar, oke?"Tanpa banyak bicara lagi, Kania pun menarik Nero masuk dan Nero pun hanya bisa mengikuti Kania. Kania langsung melesat memilih sepatu dengan begitu bersemangat sementara Nero seperti biasa sama sekali tidak tertarik. Baru saja Nero bermaksud keluar dari toko dan menunggu di luar, namun mendadak pandangannya menangkap sebuah flat shoes yang sangat cantik terpajang di sana
"Axel, apa menurutmu yang ini tidak bagus? Aku sangat menyukainya." Kania menunjukkan foto sepatu di ponselnya saat mereka sudah duduk di restoran. "Bagus! Tapi yang kau beli tadi lebih bagus.""Tapi aku menyukainya. Apa aku membelinya juga saja ya? Daripada nanti malam aku tidak bisa tidur memikirkan sepatu itu.""Astaga, Kak! Aku membawa 3 kotak sepatu dan milikku hanya 1, yang 2 adalah milikmu, apa kau masih perlu membeli lagi?" sahut Axel tak percaya."Eh, mengapa kau punya 1? Itu kan sepatu wanita!" celetuk Juan tiba-tiba. "Untuk calon kekasihnya." Kania terkikik saat mengatakannya. "Ah, dasar! Baru 2 hari di Indonesia tapi kau sudah punya calon kekasih ya. Benar-benar playboy sejati!" Juan memicingkan mata menatap Axel. "Haha, bukan calon kekasih! Haha, kami masih teman." Axel pun tertawa sendiri. "Teman? Di mana kalian bertemu, hah? Wanita seperti apa dia? Apa dia punya teman yang cantik juga? Aku baru saja putus dengan kekasihku, kenalkan satu padaku!" Juan menyenggol len
"Dia adalah pria terbaik di dunia ini dan aku sangat mencintainya." Kania terus memuji Nero setinggi langit saat mereka akhirnya berkumpul kembali ke restoran. Dengan bangga, Kania menunjukkan sepatunya dan menunjukkan bagaimana ia sangat menyukai pemberian Nero itu. "Haha, aku ikut senang, Kak. Sering-seringlah membuat Kak Kania bahagia!" pesan Axel pada Nero. "Hei, kau anak kecil bicara apa? Tentu saja Nero selalu membuatku bahagia! Tapi sepatu ini membuatku makin bahagia. Rasanya seperti ada Nero di setiap langkahku. Astaga, maafkan kalau aku berlebihan! Aku pasti hanya terlalu bahagia sekarang!" Kania mengipasi wajahnya sambil terus tertawa bahagia. Kania pun menoleh ke arah Nero dan kembali memeluk lengan Nero. "Sekali lagi terima kasih, Calon Suamiku! Aku mencintaimu, Nero." Kania menatap Nero dengan binar-binar penuh cinta di matanya. Axel dan Juan nampak saling melirik dan ikut bahagia melihatnya.Sementara ekspresi Nero saat ini benar-benar tidak terbaca. Bukannya ia t
Saat perasaan hati Nero tetap tidak baik sampai keesokan harinya, perasaan Axel justru sedang berbunga-bunga. Hari pertamanya bekerja berjalan begitu lancar. Para karyawan menyambutnya dengan antusias dan semua orang sangat ramah kepadanya. Axel sendiri pun begitu antusias karena selain bekerja, ia juga punya rencana lain yaitu memberikan sepatu untuk Patra. Hanya saja, sejak pagi mencari Patra ke ruang cleaning service, Axel belum juga menemukannya. Dan siang ini, setelah berkeliling cukup lama, akhirnya Axel pun menemukan Patra di ruang fotokopi di divisinya. Karena para karyawan yang lain sudah turun untuk makan siang, Axel pun berani membawa kotak sepatunya untuk diberikan pada Patra. "Apa ini, Axel?" tanya Patra tidak yakin."Terimalah dan bukalah, Patra!" Axel tersenyum, sedangkan Patra nampak ragu, namun Patra tetap menerima dan membuka kotaknya. "Astaga, Axel, sepatu? Untukku?" Patra membelalak kaget. Kemarin malam ia sudah membeli sepatu bersama Patrick dan ia sudah
"Selamat siang semuanya, namaku adalah Patra Aurora! Maaf sebelumnya kalau di antara para manager sekalian ada yang pernah melihatku, ada yang juga belum pernah."Dengan tetap tenang, Patra mulai membuka presentasinya dan semua mata pun langsung tertuju padanya. "Sebenarnya aku hanyalah seorang cleaning service, aku tidak malu mengakuinya. Ada sedikit cerita di sana yang akan terlalu panjang kalau kuceritakan di sini. Singkat kata, aku merasa berterima kasih pada Pak Axel yang sudah memberiku kesempatan untuk berdiri di sini."Patra memperkenalkan dirinya dengan begitu formal namun luwes. Dan saat tiga peserta yang lain memilih menjabarkan background pendidikannya dengan lebay, Patra malah memilih mengakui dirinya yang hanya seorang cleaning service. Namun, entah mengapa perkenalan diri Patra malah membuat Kania dan Axel tersenyum senang, begitupun Juan yang sedari tadi hanya melongo pun akhirnya tersenyum tipis. Terlepas dari ini Patra-nya Nero atau bukan, tapi Patra memang berbeda
"Kurasa kau benar, Nero. Mungkin memang ada sesuatu di antara mereka. Lihatlah bagaimana Axel menatap wanita itu." Kania tersenyum menatap Axel dan Patra yang masih berdiri di ujung.Kania dan Nero baru saja berniat masuk ke ruang rapat saat pandangan mereka tersedot ke arah Patra, Axel, Selly, dan Greedy yang masih berdiri bersama. "Tapi entah mengapa aku sangat menyukai wanita itu. Sejak pertama melihatnya bukankah aku sudah bilang kalau nada bicaranya dan sorot matanya berbeda, ternyata aku benar, dia berbeda. Dia punya kemampuan yang memang tidak bisa diremehkan," kata Kania lagi. Namun, Nero yang sudah terbakar oleh kecemburuan tidak jelasnya malah langsung mencibir. "Kita belum melihat apa pun tentang kemampuannya, Kania! Jangan menilai seorang cleaning service terlalu tinggi!"Nero terus menegang dan menatap tajam pada Axel dan Patra, apalagi saat Axel menyentil hidung Patra, rasanya Nero sangat ingin menghajar Axel. Hanya Nero yang boleh menyentil Patra dan menyentuh wajah
Nero langsung mematung mendengar nama itu. Sial! Axel ingin menjadikan Patra sebagai asisten pribadinya? Lalu Patra harus mengikuti Axel ke mana-mana, melakukan semua hal untuk Axel, mereka akan terus bersama selama di kantor, bahkan mungkin di luar jam kerja juga. Tidak! Nero tidak akan membiarkannya! Nero tidak akan membiarkan Patra dan Axel sedekat itu."Tidak boleh!" seru Nero tegas. Axel pun langsung kehilangan senyumnya. "Eh, mengapa tidak boleh, Kak? Kau kan sudah bilang akan menuruti apa saja mauku?""Axel, memang benar kau adalah adiknya Kania dan aku sudah berjanji akan menuruti maumu, tapi bukan berarti kau bisa melakukan hal yang di luar batas seperti itu!" seru Nero berapi-api. "Apanya yang di luar batas, Kak?""Menjadikan seorang cleaning service sebagai asisten pribadi itu sudah di luar batas, Axel! Kau mau mempermalukan perusahaan, hah? Bagaimana mungkin seorang cleaning service rendahan mendadak diangkat menjadi asisten manager?""Tapi kita tahu sendiri background
Nero tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya, tapi ia sudah muak mendengar Patra yang terus membantahnya. Dan melihat bibir Patra yang terus bergerak, Nero pun tidak tahan lagi. Tanpa bisa dicegah, Nero merengkuh Patra dan langsung menyatukan bibir mereka sampai Patra membelalak kaget. Patra memberontak sambil terus memukul dada Nero, tapi pria itu begitu keras. Nero pun terus mendesak bibir Patra, merasakan kembali bibir yang sangat ia rindukan dan walaupun sedang terpaksa, nyatanya Nero masih sangat menikmati bibir itu. Nero terus memagut bibir Patra yang masih tertutup rapat itu. Patra sendiri masih terus bergerak tidak beraturan sampai Nero pun kesal.Dengan gerakan cepat, Nero langsung mendorong Patra sampai ke tembok dan menghimpitnya di sana. Patra yang ingin berteriak pun membuka mulutnya dan Nero pun akhirnya berhasil menjelajah di sana, menikmati sendirian pagutan bibir dengan wanita yang dicintainya, walaupun wanita itu sama sekali tidak kooperatif. Patra yang sudah t
Suasana masih begitu hening saat Patra mendongak dan kedua pria sedang menyodorkan gelas padanya. Patra yang masih terbatuk kecil pun tampak salah tingkah. Patra menatap Nero dan Axel secara bergantian, sebelum ia pun mengambil gelas minuman dari Axel. "Hmm, terima kasih!" kata Patra sambil langsung meneguk minumannya. Sedangkan Nero yang ditolak hanya bisa mendesis kesal dan menatap tajam pada PatraKania yang melihatnya pun hanya mengerjapkan matanya sambil saling melirik dengan Axel, sebelum ia mengalihkan tatapan pada Nero. "Eh, Nero ... kau ... kenapa?" tanya Kania sambil menurunkan tangan Nero yang masih menggantung di udara. "Kau ... jangan membuat Patra takut! Kau menyodorkan gelasmu sendiri!" Kania mengedikkan kepalanya ke arah gelas Nero.Nero pun langsung mendesis kesal. "Sial, aku refleks, Kania! Lagipula bukankah sudah kubilang aku tidak mau makan di sini?" Nero langsung mengangkat gelas minumannya lagi dan meneguknya banyak-banyak lalu meletakkannya lagi dengan ke
"Ayo kita ke kantin sebentar, sudah beberapa hari aku tidak menyapa Greedy dan makan masakannya" Kania terus menggandeng tangan Nero. "Kita bisa menyuruh Greedy membawa makanannya ke atas seperti biasa, tidak perlu ke kantin," tolak Nero. "Ayolah, Nero! Jangan seperti ini! Ayo!" Kania terus menarik Nero hingga akhirnya Nero pun tidak punya pilihan lain selain melangkah ke kantin. Namun, perasaan Nero begitu tidak jelas karena biasanya Patra makan siang di kantin. Ada perasaan ingin melihat Patra, namun Nero juga masih kesal karena kedekatan Patra dengan Axel. Dan seketika Nero pun makin kesal saat ia masuk ke kantin karena pemandangan pertama yang dilihatnya adalah Axel dan Patra yang sedang makan bersama dengan mesra. Posisi duduk Axel dan Patra tepat menghadap ke arah pintu masuk dan Nero pun langsung mengepalkan tangannya. Sementara Karina sendiri juga langsung menangkap kemesraan itu. "Wah, Axel dan Patra lagi? Eh, Greedy di sana, ayo kita ke sana!"Kania menarik Nero yang
Nero melangkah ke ruang kerjanya dengan kekesalan yang begitu memuncak. Begitu banyak pertanyaan berputar di otaknya sekarang. Ada hubungan apa sebenarnya antara Axel dan Patra? Mengapa mereka bisa bersama? Mengapa mereka bergandengan dan mengapa juga mereka terlihat seakrab itu? Nero terus gelisah hingga mengempaskan tubuh di kursinya dengan begitu kesal. Kania yang melihatnya pun mengernyit bingung. "Kau kenapa, Nero? Mengapa mendadak kau terlihat tidak senang? Apa kau tidak senang karena lift yang kita naiki terlalu sesak tadi?""Tidak, Kania. Aku hanya tidak senang Axel harus berdekatan dengan cleaning service. Wanita itu tidak sederajat dengan kita, Kania!""Astaga, Nero! Ayolah! Jangan membicarakan derajat sampai seperti itu. Lagipula apa salahnya sih berteman dengan cleaning service? Aku juga menyukai Patra saat pertama kali melihatnya di kantin jadi aku tidak terkejut saat tau Axel juga menyukainya. Dia terlihat seperti wanita yang baik dan menyenangkan," sahut Kania santai
Nero dan Kania berangkat bersama ke kantor siang itu. Mereka pun langsung masuk ke dalam lift yang akan membawa mereka ke ruang kerja Nero. Nero berdiri tegak dengan Kania yang terus menggelayut di lengan Nero dengan manja. Dan Nero membiarkannya karena hal tersebut sudah biasa dilakukan oleh Kania. Mereka pun menunggu sampai pintu lift tertutup, tapi baru saja pintu bergerak, seorang pria terdengar berlari mendekat dan menekan tombol buka sampai pintu lift terbuka lagi. "Eh, tunggu!" seru pria itu. Kania pun langsung tersenyum cerah melihat adiknya yang nampak terburu-buru. "Axel! Apa yang kau lakukan? Kau tidak masuk?" tanya Kania. "Sebentar, aku menunggu seseorang," sahut Axel sambil menaikkan alisnya menatap Kania dan Nero.Kania pun mengernyit penasaran. "Siapa yang kau tunggu? Cepat sekali kau mendapat teman baru ya!"Axel hanya tersenyum sebelum ia menoleh ke arah temannya. "Ayo cepat, Patra!" panggil Axel sambil melambaikan tangannya. Kania yang mendengar nama Patra p
Juan menahan napasnya mendengar nama itu. "P-Patra? Patra? Kau ... masih memikirkan wanita itu, Nero?" Dengan cepat Juan pun kembali menghampiri Nero dan memapah Nero. Juan cukup mengetahui kisah cinta tentang Nero dan Patra di masa lalu termasuk bagaimana sakit hatinya Nero setelah ditinggalkan oleh Patra. Juan pun tahu kalau Nero masih menyimpan perasaan untuk Patra, karena itu, Nero belum bisa mencintai Kania. Namun, Juan hanya tidak menyangka akan mendengar nama itu lagi dari mulut Nero. Selama ini Nero sudah berusaha melupakan Patra dan tidak pernah menyebutkan nama itu sama sekali di depan Juan. Bahkan saat Nero mencari tahu tentang Patra pun, Nero meminta bantuan dari anak buah ibunya. Sedangkan urusan menjegal karir Patra, Nero meminta bantuan dari salah satu temannya yang cukup bisa dipercaya. Juan sama sekali tidak tahu apa pun tentang usaha Nero mencari Patra, karena itu, Juan sangat kaget sekarang. "Astaga, sudah, Nero! Kau meresahkan sekali! Kita pulang saja, Ne