Maya duduk di meja rias kamarnya dengan pandangan tajam yang penuh tekad. Dia menyusun rencana strategis yang rumit untuk bisa masuk ke kediaman Shaka. Maya ingin membalas dendam pada Shaka karena telah menolak Nikita, sepupunya, dan menyebabkannya mengalami kecelakaan yang membuatnya koma di rumah sakit.Di kediaman Shaka, Maya akan mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan informasi yang dapat menghancurkan reputasi dan hidupnya. Dia berpikir keras mencari cara yang paling licik untuk menyusup ke dalam rumah Shaka tanpa sepengetahuan siapa pun. Namun, Maya sadar bahwa dia tidak bisa melakukannya dengan sendirian.Maka, Maya pun punya ide brilian. Dia akan mencari kaki tangan untuk membantunya menjalankan rencana ini dengan cara yang tidak mencurigakan. Maya mengatur pertemuan tak terduga dengan Kinan, istri Shaka, dalam sebuah butik. Sebelumnya dia telah menyelidiki aktifitas dari Kinan. Dia menyewa seseorang untuk menjambret tas Kinan, yang akan membuatnya membutuhkan bantuan. Saat
Saat Rena datang ke rumah Kinan di akhir pekan, langit sedang mendung dan angin bertiup kencang. Rena mengetuk pintu rumah Kinan dengan hati yang gembira dan harap-harap cemas. Beberapa saat kemudian, pintu itu terbuka dan Kinan muncul dengan senyum lebar di wajahnya."Rena! Akhirnya kamu datang!" seru Kinan dengan penuh kegembiraan. "Masuklah, aku punya sesuatu yang ingin aku ceritakan padamu." "Apa sih, Kinan. Heboh banget deh kayaknya." Kinan meringis sambil menggandeng lengan Rena masuk.Rena melangkahkan kakinya ke dalam rumah Kinan, memperhatikan perubahan yang terjadi pada temannya itu. Perubahan perut Kinan tentu saja, yang semakin hari semakin besar. Namun, sebelum dia sempat bertanya apa yang sedang terjadi, Kinan memperkenalkan seorang wanita muda yang berdiri di sampingnya."Rena, ini Maya. Dia adalah asisten pribadiku sekarang," ucap Kinan sambil menunjuk Maya yang sedang berdiri tegak. "Maya, ini Rena, sahabatku di kampus."Maya melihat Rena dengan tatapan tajam, seakan
Rena duduk di ruang tamu dengan wajah yang semrawut. Hari ini adalah hari yang seharusnya mereka berdua menonton film di bioskop, tapi rencana itu batal. Raka terlambat menjemputnya selama dua jam tanpa memberi kabar apa pun. Hatinya terasa tersakiti oleh sikap Raka yang cuek dan tidak memperhatikannya.Tak lama kemudian, terdengar suara klakson mobil di depan rumah Rena. Rena berdiri dari tempat duduknya dan pergi menuju pintu dengan langkah yang cepat. Dia membuka pintunya dengan gerakan kasar, menampilkan raut wajah yang semakin membara."Kamu gimana sih, Mas? Kenapa terlambat dua jam tanpa memberi kabar? Apa kamu merasa nggak ada tanggung jawab sama sekali?" Rena meledakkan amarahnya pada Raka.Raka, yang berdiri di depan pintu dengan wajah yang sedikit terkejut, mencoba menjelaskan dengan nada yang lembut. "Maaf, Rena. Aku terlambat karena macet di jalan. Handphone-ku mati dan aku nggak bisa ngasih kabar kamu. Aku benar-benar menyesal."Rena mengerutkan keningnya, tidak sepenuhny
Saat berjalan-jalan dengan Kinan di mal, Rena memperhatikan sekeliling dengan wajah yang berbinar-binar. Mereka berdua adalah sahabat yang sudah lama tidak bertemu, dan mereka sangat menikmati momen ini. Tertawa riang dan bercerita segala hal, mereka seolah tidak ada yang bisa menghentikan kegembiraan mereka.Namun, tiba-tiba pandangan Rena tertuju pada suatu pemandangan yang membuatnya merasa tidak nyaman. Dalam satu sudut restoran, ternyata ada Raka yang sedang makan siang dengan seorang perempuan yang terlihat sangat cantik dan akrab dengannya. Rena mengerutkan keningnya, merasa ada yang tidak beres."Duh, Kinan, itu Raka," bisik Rena dengan wajah yang mulai memucat.Kinan melihat ke arah yang ditunjuk oleh Rena dan mengangguk mengerti. "Iya, itu Raka. Tapi sama siapa dia?""Mungkin pacar barunya," sahut Rena dengan suara yang penuh ketidakpercayaan. Hatinya mulai terasa sesak dan mood-nya langsung anjlok seketika."Jangan berprasangka buruk dulu. Mungkin hanya teman. Setahuku Raka
Kinan merasa sakit perut yang tak tertahankan setelah makan siang di rumahnya. Dia mengusap-usap perutnya yang terasa begitu kencang. Rintihan kesakitan keluar dari mulutnya. Maya masuk ke dalam kamar dan terkejut melihat majikannya yang sedang meringis. "Non Kinan kenapa?" tanya Maya seraya menghampiri Kinan. "Sakit perutku, Maya. Rasanya seperti ada yang menarik-narik di dalam sana." jawab Kinan dengan meringis menahan rasa sakit.Diam-diam Maya tersenyum sinis, hanya sekilas dan Kinan sama sekali tidak menyadarinya. "Kok bisa sakit perut? Memangnya Non Kinan habis makan apa?""Aku habis makan siang. Atun dan Bi Imah yang memasak, tapi rasanya nggak kaya biasanya."Maya membuat ekspresi marah di wajahnya. "Wah, nggak bener ini mereka masaknya. Pasti ada sesuatu. Tunggu sebentar, Non. Saya temui mereka dulu.""Tapi, Maya ...." Maya tak menggubris panggilan Kinan. Dia melangkah keluar dengan cepat. Maya langsung menuju ke dapur dan menemukan Atun dan Bi Imah sedang sibuk bergerak ke
Duka mendalam dirasakan oleh Shaka dan Kinan pada hari itu. Matahari terbenam di ufuk barat, mewarnai langit dengan sentuhan keemasan, namun hati mereka tertutup oleh kabar yang menyakitkan. Telepon berdering dengan keras di tengah keriuhan mereka di ruang keluarga. Shaka segera mengangkat gagang telepon yang bergetar."Doktor Rumah Sakit? Ada apa?" tanyanya dengan keraguan dalam suaranya."Maaf memberitahu Anda bahwa Nyonya Rose, nenek Anda, telah meninggal dunia. Beliau menghembuskan nafas terakhirnya dengan tenang sore tadi," seseorang berkata di seberang.Segala kesibukan di sekitarnya langsung terhenti. Pikiran Shaka melayang pada kenangan manis bersama sang nenek, sosok yang telah mendukung dan melindunginya sejak ia masih kecil. Air mata mulai mengalir membasahi pipinya, tanpa ia sadari. Kinan yang berada di sampingnya merasa bingung dan buru-buru menghampirinya untuk mencoba menyadarkannya."Mas, ada apa?" Kinan bertanya khawatir.Shaka menatap Kinan dengan mata penuh kepediha
Beberapa waktu berlalu sejak kepergian Nyonya Rose, namun rumah yang dulu penuh kehangatan dan keceriaan, kini terasa lebih sepi dan sunyi dari biasanya. Tak ada lagi suara Nyonya Rose yang ramah dan penuh kasih sayang yang mengisi setiap sudut ruangan. Meskipun semua anggota keluarga mencoba menjalani hari-hari mereka seperti biasanya, namun rasa kehampaan dan kekosongan masih terus menghantui mereka setiap harinya.Pagi itu, ketika Shaka dan istrinya Kinan tengah tertidur nyenyak, mereka mendadak terusik oleh suara dering ponsel yang memecah keheningan pagi. Shaka membuka mata, meraih ponselnya yang tergeletak di nakas. Meskipun masih setengah sadar, ia segera memencet tombol hijau pada ponsel yang berdering dengan keras.Ketika mengangkat telepon itu. Tiba-tiba terdengar suara yang begitu amat familiar namun, terkesan lirih. “Shaka … kau benar-benar membuatku gila. Mengapa kau menikah dengan wanita lain? Mana janjimu?”Shaka merasa jantungnya berdegup kencang saat mendengar suara
Nafas Shaka memburu. Pikirannya tak lagi berkesinambungan dengan tubuhnya. Hari ini seperti hari yang begitu amat menyebalkan untuknya. Diganggu oleh mantan, harus bertemu dengan klien yang begitu amat penting. Namun, ia terlambat untuk datang. Dengan langkah mantap, Shaka masuk ke dalam kantornya. Namun, baru beberapa melangkah, ia sudah di sambut dengan Reni. Wajahnya tersenyum menatap ke arah Shaka. “Apa?” tanya Shaka tak berniat. Ia malas harus berhadapan dengan Reni, apalagi ketika ia tengah buru-buru untuk bertemu dengan klien pentingnya. Wajah Reni berubah menjadi masam. Padahal ia hanya ingin menyambut ya saja. Tak ada jawaban dari Reni, membuat Shaka langsung melengang pergi dari hadapannya. Melihat itu Reni berniat untuk mengikuti langkah Shaka kemanapun ia berada. Shaka tak menanggapinya. Ia hanya terus berjalan, menghiraukan Reni yang berada di belakangnya. “Pak?” panggil Reni membuat Shaka langsung menoleh dengan mata yang mengunus tajam kepadanya.Reni menjadi gugup
Hari itu, Azkayra sudah di perbolehkan pulang oleh Dokter Lisa. Perawatan akan di lanjutkan di Rumah utama. Dengan sangat bahagia Hanzero berkemas di bantu Arwan dan juga Berlinda.Ia terus mendekap sang Hanz Juniornya dengan tatapan mesra pada mata jagoan ciliknya yang mungil itu.Setelah semua siap,mobil mereka pun segera meninggalkan Rumah Sakit itu perasaan yang begitu bahagia.Hanz duduk di jok belakang bersama Azka dengan memangku sang buah hatinya, sementara Berlinda duduk di depan bersama Arwan yang mengemudi.Tak lama setelah melintasi jalan aspal hitam itu, mobil mereka telah memasuki halaman luas milik Rumah Utama keluarga Samudra. Di sambut puluhan penjaga dan juga pelayan dengan ucapan Selamat yang menggebu dari mulut mereka mengelu-elukan Calon Tuan muda mereka. Hanz menuruni mobil dengan senyum lebar menatap mereka.Hanz mengulurkan sang buah hati nya kepada Berlinda yang dengan sigap mengambil alih menggendong tuan muda kecil nya. Sementara Hanz membopong istri nya u
Peluh sudah membasahi wajah dan seluruh tubuh Azkayra, rasanya ia sudah tidak tahan lagi . Namun lagi-lagi Dokter Lisa mengucapkan kata sebentar lagi, karena memang pembukaan belum sepenuh /nya terjadi.Di ruang lain ,Hanzero terus meringis kesakitan. Tapi kali ini, entah mendapat kekuatan dari mana ia berusaha sekuatnya untuk menahannya dan mencoba bangun."Berlinda , kemarilah." ucapnya.Berlinda segera mendekati Tuannya yang sudah duduk di tepi ranjang."Lebih mendekat.!"Berlinda masih dengan kebingungan makin mendekatkan kakinya lagi."Bantu aku berjalan. Aku harus menemui Nona.!" ucap Hanz segera meraih pundak Berlinda."Tuan, anda sedang sakit, Dokter sebentar lagi datang. Suster sedang memanggilnya." cegah Berlinda."Tidak Berlinda, aku harus mendampingi Nona. Pasti dia sedang kesakitan yang lebih dari aku. Ayo Berlinda..! Mumpung sakit ini sedikit berkurang." Hanz langsung berdiri dengan berpegangan pada pundak Berlinda.Mau tidak mau, dengan perasaan sungkan Berlinda akhirny
Hanzero masih saja berguling di atas kasur sambil terus merintih. Sakit perut yang di alaminya bukan hanya biasa , namun lebih dari sekedar sakit perut biasa, mules tingkat tinggi dan kram. Sebentar menghilang dengan sendirinya dan sebentar akan datang kembali lebih sakit dari yang pertama,. Rasanya seperti diremas, dan pinggangnya pun terkadang sakit luar biasa.Sementara Azkayra hanya bisa kebingungan melihat suaminya kesakitan."Hanz,.!" Azka sudah meneteskan air mata."Azka, mana Arwan..? Sakit Azka , aku tidak tahan...!" Hanz yang biasanya selalu kuat menahan rasa sakit, kali ini benar-benar harus merintih menahannya."Sabar ya, sebenar lagi Arwan kemari. Dia sedang menyiapkan mobil." jawab Azka terus mengurut perut Hanz."Azka, aku ingin ke kamar mandi lagi." Hanz merangkak menuruni Ranjang."Biarku bantu Hanz," ucap Azka."Tidak tidak, aku masih kuat. Sakitnya berkurang." sahut Hanz, dengan memegangi pinggangnya mirip seorang kakek-akek osteoporosis ia berjalan tertatih ke kam
Hanzero masih terus berkutat dengan perut Azkayra yang sudah sangat membuncit.Hari ini kandungan istrinya sudah memasuki bulan kesembilan, walau pun baru memasuki dan belum penuh sembilan bulan, namun Hanzero sudah menyiapkan segala sesuatunya. Semua keperluan bayinya pun di siapkan olehnya sendiri. Dari tempat tidur dan seluruh keperluan bayi.Dengan panduan buku , ia bisa mengetahui semua apa yang di butuhkan bayi setelah lahir."Hanz, menurut lmu bayi lmu ini akan laki-laki apa perempuan.?" tanya Azka malam itu."Laki-laki ." jawab Hanz dengan mantapnya."Dari mana kamu tau?" Azka menyerngitkan dahinya."Entahlah, tapi aku begitu yakin." jawab Hanz lagi."Karena kamu menginginkan anak laki-laki.?""Tidak juga, aku malah ingin perempuan. Tapi aku selalu bermimpi menggendong anak laki-laki." jawab Hanz mendekati istrinya ."Laki-laki atau perempuan sama saja Azkayra. Aku akan sangat senang menyambutnya. Asal jangan kembar saja." ucap Hanz."Kenapa kalau kembar ?""Aku tidak tega me
Masih dengan penderitaan yang belum berubah, malah terkesan lebih sengsara, namun membuat Hanzero semakin bersemangat menghadapinya.Meski kadang lelah menggerogoti tulangnya, tapi rasa bahagia menepis kelelahannya. Ia bahkan semakin sabar dan telaten dalam menghadapi masa masa ngidam Azkayra yang baginya menjadi kekuatan tersendiri untuk nya itu.Kulit mulus Azka yang terlihat semakin indah di mata Hanz, namun badan Azka sedikit lebih kurus di banding hari hari sebelum ia di positif kan hamil. Mungkin karena Azka terus memuntahkan asupan gizi yang setiap saat menyinggahi perutnya.Sore itu, Hanz terus menatap perut istrinya yang nampak datar dan belum terlihat membuncit itu. Dalam hati nya ,ia tidak sabar menantikan kapan perut indah itu akan membesar?Ia melangkah menghampiri," Azka, malam ini kamu ingin makan apa.?" mengelus perut istirnya."Tidak ada." jawaban singkat dari Azka tanpa mempedulikan si pemberi pertanyaan."Jangan begitu. Kamu harus punya keinginan.""Hah, kenapa mema
Hanzero tetap saja melangkah menuruni tangga untuk mencari buah strawbery putih yang minta istri nya, padahal ia sendiri masih ragu, Apa ada?"Arwan.!" sempat terkejut ketika menatap Arwan sudah di depan pintu."Tuan, anda mau kemana.?""Kebetulan kamu sudah pulang, ayo ikut aku." Hanz bersemangat, setidaknya ada teman untuk berbagi pusing.Tanpa bertanya Arwan pun mengikuti langkah tuannya dan membuka kan pintu mobil."Kemana ini l, Tuan.?" tanya Arwan masih menginjak gas."Huh.!" menghela nafas."Tuan," Arwan menoleh."Ah, kemana saja . Yang penting bisa mendapatkannya.""Mendapatkan apa Tuan.?" Arwan bingung dengan ucapan Hanz."Arwan, apa ada buah strawberry berwarna putih? Kamu pernah melihatnya ? Mendadak Nona menginginkannya.""Ada, Tuan." spontan Arwan menjawab."Hei, aku sedang tidak bercanda!" Hanz mengira Arwan mengada-ngada."Ada Tuan, serius. Saya pernah melihatnya di internet. Kalau tidak salah, itu tanaman liar dari Amerika Selatan." jawab Arwan."Yang benar saja , apa
Hanzero masih terus menggenggam tangan istrinya dan mengusap wajah Azkayra yang terlihat pucat itu. Sesekali melirik pintu."Kenapa Dokter Lisa lama sekali ya.?" gumamnya.Baru saja Hanz bergumam, Berlinda sudah membuka pintu dengan dokter Lisa di belakangnya. Dengan sedikit tergesa Dokter Lisa menghampiri ."Maaf Tuan, sedikit terlambat. Jalanan macet." ucap Dokter Lisa ."Tolong periksa Nona Azkayra, dia terus mual dan muntah." sahut Hanz tak ingin berbasa basi.Dokter Lisa menagangguk, sementara Hanz langsung beranjak menjauh.Dokter Lisa pun langsung memeriksa Azka.Hanz duduk menunggu dengan cemas, begitu juga dengan Berlinda, masih saja berdiri di sudut ruangan itu.Lama Dokter Lisa memeriksa Azka, dan akhirnya menghampiri Hanz."Tuan,""Bagaimana keadaan Nona, apa sakitnya parah?" tanya Hanz spontan saat mendengar Dokter Lisa memanggilnya.Dokter Lisa tersenyum."Nona Azkayra baik-baik saja Tuan,!""Baik-baik saja bagaimana.? Bahkan dia tadi sempat pingsan!" pekik Hanz ."Tuan,
Hanzero masih memeluk istrinya dengan erat, namun entah mengapa, perasaan Azkayra yang biasanya selalu damai jika berada di pelukan suaminya kini seperti tak di rasakannya.Gelisah, ya kata itu yang tepat untuk suasana hati Azkayra saat ini.Ide gila, hah.! Sungguh kah ia harus mengatakan itu pada Hanz.?Huh, berat rasanya Azka untuk memulai ucapannya. Tapi itulah satu-satunya caranya agar kegelisahannya berakhir.Apa Hanz akan setuju,? Apa Hanz akan menurutinya kali ini.? Benarkah jalan ini yang harus mereka tempuh.?Lagi-lagi Azka berperang dengan pikiran nya.Kembali Azka menimbang."Azka, katakan padaku apa yang ingin kamu bicarakan? Hari ini aku milikmu sepenuhnya. Waktuku akan kupersembahkan untukmu." ucap Hanz masih dalam posisi memeluk pinggang istrinya."Hanz , aku.. Em, kamu tidak akan marah jika aku mengatakannya.?""Tidak Azka, asal itu masuk akal. Katakan saja." jawab Hanz, sudah menangkap hal lain dari istrinya.Azka memutar tubuhnya, menatap dalam mata suaminya. Kedua t
Kini Hanzero tidak lagi banyak menuntut istrinya, dan Azkayra bisa sedikit leluasa untuk sekedar memasak yang memang sudah menjadi impian nya itu. Ia pun sudah sering pergi belanja walau pun harus tetap dengan pengawalan yang super ketat.Namun setidak nya Azka bisa menikmati hari hari nya dengan keceriaan.Hanz pun tersenyum melihat senyum kebahagiaan istrinya yang selalu berkembang mengawali pagi nya dan menyambut nya pulang dari Kantor.Rasa cinta dan sayang nya pun semakin meluap pada istri nya.Waktu terasa cepat berjalan, bulan kini sudah berganti tahun .Tak terasa setahun sudah usia pernikahan mereka.Kebahagiaan dan masa tenang mereka pun kini terusik oleh perasaan khawatir Azka, karena ia tak juga kunjung hamil.Padahal program hamil sudah di lakukan dengan sempurna, belum lagi cara cara lain seperti terapi, ramuan penyubur kandungan bahkan Azka pernah pergi ke Mbah Mbah untuk meminta jampi jampi kuno yang di yakini bisa menolong nya tanpa sepengetahuan Hanz.Hingga akhirnya