Nikita duduk tegang di kursi di ruang tunggu klinik dokter kandungan. Keputusannya untuk melakukan aborsi tidaklah mudah. Bukan karena dia menyanyangi bayi dalam kandungannya, tapi lebih pada rasa sakit yang membuatnya ketakutan. Namun, dia merasa tidak ada pilihan lain. Setelah beberapa saat menunggu, namanya dipanggil oleh perawat."Silakan masuk ke ruang dokter," kata perawat seraya membuka pintu.Nikita mengangguk dan berjalan perlahan menuju ruangan dokter. Dia melihat seorang pria paruh baya dengan kacamata duduk di belakang meja."Dokter, saya datang untuk melakukan aborsi," ucap Nikita dengan suara gemetar.Dokter itu menatap Nikita dengan serius, "Maaf, tetapi saya tidak melakukan aborsi. Saya memiliki keyakinan serta prinsip etika medis yang melarang saya melakukan tindakan tersebut. Dan di negara kita dilarang karena itu melanggar hukum."Nikita terkejut mendengar penolakan dokter itu. Dia merasa putus asa, tidak tahu harus berbuat apa lagi. "Tolonglah, Dok. Saya akan bayar
Akhir pekan, Kinan hanya bermalas-malasan saja. Rebahan di tempat tidur sambil bermain dengan ponselnya. Shaka tidak berangkat ke kantor, tapi pagi itu sudah ada di ruang kerjanya yang ada di rumah. Entah proyek apa lagi yang sedang dia kerjakan dengan ayah Kinan, karena Kinan sudah jarang ke kantor ayahnya untuk belajar, sejak dia hamil. Memikirkan badannya yang terasa aneh saja sudah membuatnya lelah, apa lagi kalau harus melakukan aktifitas di kantor. Tentu saja ayahnya tidak keberatan Kinan belum bisa belajar lagi. Kinan bebas melakukan apa pun yang dia mau. Secara dirinya adalah anak tunggal yang akan menjadi pewaris kerajaan bisnis Arka Gunawan. Bosan berguling-guling saja di atas tempat tidur, Kinan beranjak dari ranjangnya dan hendak menemui Shaka di ruang kerjanya. Sampai di sana, dia melihat suaminya itu sedang sibuk berkutat dengan kertas-kertas file yang bertumpuk. "Weekend loh, Mas. Masih kerja aja," celetuk Kinan dari ambang pintu. Shaka menoleh ke arahnya dan terseny
Kinan senang sekali melihat kedatangan Rena dan Raka. Dipeluknya sahabatnya itu dengan erat. "Akhirnya bisa jalan-jalan sama kamu, terus kamunya nggak sendirian lagi, udah ada pasangannya," ujarnya gembira."Ih, apa sih, Kinan. Mas Raka bukan pasanganku, ya?" Rena meralat ucapan Kinan."Nggak papa kali, Ren ... kalian cocok kok," sahut Kinan sambil menggerakkan dagu ke arah Raka di halaman rumah. Pemuda itu sedang memeriksa mesin mobil untuk memastikan perjalanan mereka nanti aman dan lancar. Sedang Shaka berdiri tak jauh dari Raka. Keduanya terlibat obrolan."Apa sih, dia itu cowok paling kepedean dan nyebelin banget.""Cieh! Udah mulai kenal satu sama lain nih ceritanya."Rena mendesis. "Terserah kamu deh, Kinan," timpalnya pasrah. Kinan tergelak, lalu menggandeng Rena menuju mobil karena Shaka memanggil mereka. Mobil sudah siap dan mereka akan melakukan perjalanan ke Puncak. Raka yang menyetir, Rena duduk di sampingnya, sementara Shaka dan Kinan duduk di kursi belakang. Perjalana
Pagi itu, angin segar menerpa perkebunan teh yang terletak di lereng gunung yang indah. Shaka, Kinan, Raka, dan Rena dengan semangat berjalan-jalan di antara deretan pohon teh yang rimbun."Jalannya disini sejuk banget ya," ujar Shaka sambil menikmati segarnya udara pagi. Ide Kinan mengajak jalan-jalan ke tempat ini ternyata bagus juga. Sudah lama dia tidak menikmati alam yang sejuk. Sehari-hari hanya disibukkan dengan rutinitas pekerjaan, dan juga suasana kota yang berpolusi."Iya, pemandangan di sekeliling juga bikin hati jadi tenang," sahut Kinan sambil memandang keindahan panorama perkebunan teh. Dia menarik napas dalam-dalam menikmati udara pagi yang sejuk. "Ideku bagus kan, Mas?" cebiknya sambil menggandeng lengan suaminya itu."Iyaa, kamu emang pinter, Sayang. Aku juga udah lama banget nggak piknik kaya gini." Kinan tersenyum lebar menanggapi ucapan Shaka.Sementara itu, di belakang mereka, Raka berjalan di sebelah Rena. Mereka berdua saling diam. Terutama Rena yang merasa begi
Pak Danu menerima kedatangan seorang perempuan cantik di ruangan Nikita dirawat. Perempuan itu seketika menangis melihat keadaan Nikita yang begitu memprihatinkan. Namanya Maya. Dia adalah sepupu Nikita, dan otomatis adalah keponakan Pak Danu. Maya dan Nikita bersahabat sejak kecil, selain mereka adalah saudara sepupu. "Om, kenapa Niki bisa kaya gini?" tanyanya di sela-sela tangisnya. "Ceritain, Om," pintanya.Pak Danu menghela napas dalam-dalam sebelum menceritakan semua yang telah dialami Nikita. Dari niat putrinya itu kembali pada Shaka, sampai dengan urusan Doni yang akhirnya malah membuat Nikita berakhir koma di rumah sakit."Jadi semua ini gara-gara mantan pacar Niki itu, Om?" tanya Maya geram. "Ya, semua berawal dari penolakan Shaka yang memilih untuk memperistri perempuan lain."Tangan Maya mengepal erat. Dia tahu betapa cintanya Nikita pada Shaka. Di London, saat mereka berbagi apartemen yang sama, Nikita selalu memikirkan Shaka, meskipun dia berhubungan dengan pria lain. N
Maya duduk di meja rias kamarnya dengan pandangan tajam yang penuh tekad. Dia menyusun rencana strategis yang rumit untuk bisa masuk ke kediaman Shaka. Maya ingin membalas dendam pada Shaka karena telah menolak Nikita, sepupunya, dan menyebabkannya mengalami kecelakaan yang membuatnya koma di rumah sakit.Di kediaman Shaka, Maya akan mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan informasi yang dapat menghancurkan reputasi dan hidupnya. Dia berpikir keras mencari cara yang paling licik untuk menyusup ke dalam rumah Shaka tanpa sepengetahuan siapa pun. Namun, Maya sadar bahwa dia tidak bisa melakukannya dengan sendirian.Maka, Maya pun punya ide brilian. Dia akan mencari kaki tangan untuk membantunya menjalankan rencana ini dengan cara yang tidak mencurigakan. Maya mengatur pertemuan tak terduga dengan Kinan, istri Shaka, dalam sebuah butik. Sebelumnya dia telah menyelidiki aktifitas dari Kinan. Dia menyewa seseorang untuk menjambret tas Kinan, yang akan membuatnya membutuhkan bantuan. Saat
Saat Rena datang ke rumah Kinan di akhir pekan, langit sedang mendung dan angin bertiup kencang. Rena mengetuk pintu rumah Kinan dengan hati yang gembira dan harap-harap cemas. Beberapa saat kemudian, pintu itu terbuka dan Kinan muncul dengan senyum lebar di wajahnya."Rena! Akhirnya kamu datang!" seru Kinan dengan penuh kegembiraan. "Masuklah, aku punya sesuatu yang ingin aku ceritakan padamu." "Apa sih, Kinan. Heboh banget deh kayaknya." Kinan meringis sambil menggandeng lengan Rena masuk.Rena melangkahkan kakinya ke dalam rumah Kinan, memperhatikan perubahan yang terjadi pada temannya itu. Perubahan perut Kinan tentu saja, yang semakin hari semakin besar. Namun, sebelum dia sempat bertanya apa yang sedang terjadi, Kinan memperkenalkan seorang wanita muda yang berdiri di sampingnya."Rena, ini Maya. Dia adalah asisten pribadiku sekarang," ucap Kinan sambil menunjuk Maya yang sedang berdiri tegak. "Maya, ini Rena, sahabatku di kampus."Maya melihat Rena dengan tatapan tajam, seakan
Rena duduk di ruang tamu dengan wajah yang semrawut. Hari ini adalah hari yang seharusnya mereka berdua menonton film di bioskop, tapi rencana itu batal. Raka terlambat menjemputnya selama dua jam tanpa memberi kabar apa pun. Hatinya terasa tersakiti oleh sikap Raka yang cuek dan tidak memperhatikannya.Tak lama kemudian, terdengar suara klakson mobil di depan rumah Rena. Rena berdiri dari tempat duduknya dan pergi menuju pintu dengan langkah yang cepat. Dia membuka pintunya dengan gerakan kasar, menampilkan raut wajah yang semakin membara."Kamu gimana sih, Mas? Kenapa terlambat dua jam tanpa memberi kabar? Apa kamu merasa nggak ada tanggung jawab sama sekali?" Rena meledakkan amarahnya pada Raka.Raka, yang berdiri di depan pintu dengan wajah yang sedikit terkejut, mencoba menjelaskan dengan nada yang lembut. "Maaf, Rena. Aku terlambat karena macet di jalan. Handphone-ku mati dan aku nggak bisa ngasih kabar kamu. Aku benar-benar menyesal."Rena mengerutkan keningnya, tidak sepenuhny
Hari itu, Azkayra sudah di perbolehkan pulang oleh Dokter Lisa. Perawatan akan di lanjutkan di Rumah utama. Dengan sangat bahagia Hanzero berkemas di bantu Arwan dan juga Berlinda.Ia terus mendekap sang Hanz Juniornya dengan tatapan mesra pada mata jagoan ciliknya yang mungil itu.Setelah semua siap,mobil mereka pun segera meninggalkan Rumah Sakit itu perasaan yang begitu bahagia.Hanz duduk di jok belakang bersama Azka dengan memangku sang buah hatinya, sementara Berlinda duduk di depan bersama Arwan yang mengemudi.Tak lama setelah melintasi jalan aspal hitam itu, mobil mereka telah memasuki halaman luas milik Rumah Utama keluarga Samudra. Di sambut puluhan penjaga dan juga pelayan dengan ucapan Selamat yang menggebu dari mulut mereka mengelu-elukan Calon Tuan muda mereka. Hanz menuruni mobil dengan senyum lebar menatap mereka.Hanz mengulurkan sang buah hati nya kepada Berlinda yang dengan sigap mengambil alih menggendong tuan muda kecil nya. Sementara Hanz membopong istri nya u
Peluh sudah membasahi wajah dan seluruh tubuh Azkayra, rasanya ia sudah tidak tahan lagi . Namun lagi-lagi Dokter Lisa mengucapkan kata sebentar lagi, karena memang pembukaan belum sepenuh /nya terjadi.Di ruang lain ,Hanzero terus meringis kesakitan. Tapi kali ini, entah mendapat kekuatan dari mana ia berusaha sekuatnya untuk menahannya dan mencoba bangun."Berlinda , kemarilah." ucapnya.Berlinda segera mendekati Tuannya yang sudah duduk di tepi ranjang."Lebih mendekat.!"Berlinda masih dengan kebingungan makin mendekatkan kakinya lagi."Bantu aku berjalan. Aku harus menemui Nona.!" ucap Hanz segera meraih pundak Berlinda."Tuan, anda sedang sakit, Dokter sebentar lagi datang. Suster sedang memanggilnya." cegah Berlinda."Tidak Berlinda, aku harus mendampingi Nona. Pasti dia sedang kesakitan yang lebih dari aku. Ayo Berlinda..! Mumpung sakit ini sedikit berkurang." Hanz langsung berdiri dengan berpegangan pada pundak Berlinda.Mau tidak mau, dengan perasaan sungkan Berlinda akhirny
Hanzero masih saja berguling di atas kasur sambil terus merintih. Sakit perut yang di alaminya bukan hanya biasa , namun lebih dari sekedar sakit perut biasa, mules tingkat tinggi dan kram. Sebentar menghilang dengan sendirinya dan sebentar akan datang kembali lebih sakit dari yang pertama,. Rasanya seperti diremas, dan pinggangnya pun terkadang sakit luar biasa.Sementara Azkayra hanya bisa kebingungan melihat suaminya kesakitan."Hanz,.!" Azka sudah meneteskan air mata."Azka, mana Arwan..? Sakit Azka , aku tidak tahan...!" Hanz yang biasanya selalu kuat menahan rasa sakit, kali ini benar-benar harus merintih menahannya."Sabar ya, sebenar lagi Arwan kemari. Dia sedang menyiapkan mobil." jawab Azka terus mengurut perut Hanz."Azka, aku ingin ke kamar mandi lagi." Hanz merangkak menuruni Ranjang."Biarku bantu Hanz," ucap Azka."Tidak tidak, aku masih kuat. Sakitnya berkurang." sahut Hanz, dengan memegangi pinggangnya mirip seorang kakek-akek osteoporosis ia berjalan tertatih ke kam
Hanzero masih terus berkutat dengan perut Azkayra yang sudah sangat membuncit.Hari ini kandungan istrinya sudah memasuki bulan kesembilan, walau pun baru memasuki dan belum penuh sembilan bulan, namun Hanzero sudah menyiapkan segala sesuatunya. Semua keperluan bayinya pun di siapkan olehnya sendiri. Dari tempat tidur dan seluruh keperluan bayi.Dengan panduan buku , ia bisa mengetahui semua apa yang di butuhkan bayi setelah lahir."Hanz, menurut lmu bayi lmu ini akan laki-laki apa perempuan.?" tanya Azka malam itu."Laki-laki ." jawab Hanz dengan mantapnya."Dari mana kamu tau?" Azka menyerngitkan dahinya."Entahlah, tapi aku begitu yakin." jawab Hanz lagi."Karena kamu menginginkan anak laki-laki.?""Tidak juga, aku malah ingin perempuan. Tapi aku selalu bermimpi menggendong anak laki-laki." jawab Hanz mendekati istrinya ."Laki-laki atau perempuan sama saja Azkayra. Aku akan sangat senang menyambutnya. Asal jangan kembar saja." ucap Hanz."Kenapa kalau kembar ?""Aku tidak tega me
Masih dengan penderitaan yang belum berubah, malah terkesan lebih sengsara, namun membuat Hanzero semakin bersemangat menghadapinya.Meski kadang lelah menggerogoti tulangnya, tapi rasa bahagia menepis kelelahannya. Ia bahkan semakin sabar dan telaten dalam menghadapi masa masa ngidam Azkayra yang baginya menjadi kekuatan tersendiri untuk nya itu.Kulit mulus Azka yang terlihat semakin indah di mata Hanz, namun badan Azka sedikit lebih kurus di banding hari hari sebelum ia di positif kan hamil. Mungkin karena Azka terus memuntahkan asupan gizi yang setiap saat menyinggahi perutnya.Sore itu, Hanz terus menatap perut istrinya yang nampak datar dan belum terlihat membuncit itu. Dalam hati nya ,ia tidak sabar menantikan kapan perut indah itu akan membesar?Ia melangkah menghampiri," Azka, malam ini kamu ingin makan apa.?" mengelus perut istirnya."Tidak ada." jawaban singkat dari Azka tanpa mempedulikan si pemberi pertanyaan."Jangan begitu. Kamu harus punya keinginan.""Hah, kenapa mema
Hanzero tetap saja melangkah menuruni tangga untuk mencari buah strawbery putih yang minta istri nya, padahal ia sendiri masih ragu, Apa ada?"Arwan.!" sempat terkejut ketika menatap Arwan sudah di depan pintu."Tuan, anda mau kemana.?""Kebetulan kamu sudah pulang, ayo ikut aku." Hanz bersemangat, setidaknya ada teman untuk berbagi pusing.Tanpa bertanya Arwan pun mengikuti langkah tuannya dan membuka kan pintu mobil."Kemana ini l, Tuan.?" tanya Arwan masih menginjak gas."Huh.!" menghela nafas."Tuan," Arwan menoleh."Ah, kemana saja . Yang penting bisa mendapatkannya.""Mendapatkan apa Tuan.?" Arwan bingung dengan ucapan Hanz."Arwan, apa ada buah strawberry berwarna putih? Kamu pernah melihatnya ? Mendadak Nona menginginkannya.""Ada, Tuan." spontan Arwan menjawab."Hei, aku sedang tidak bercanda!" Hanz mengira Arwan mengada-ngada."Ada Tuan, serius. Saya pernah melihatnya di internet. Kalau tidak salah, itu tanaman liar dari Amerika Selatan." jawab Arwan."Yang benar saja , apa
Hanzero masih terus menggenggam tangan istrinya dan mengusap wajah Azkayra yang terlihat pucat itu. Sesekali melirik pintu."Kenapa Dokter Lisa lama sekali ya.?" gumamnya.Baru saja Hanz bergumam, Berlinda sudah membuka pintu dengan dokter Lisa di belakangnya. Dengan sedikit tergesa Dokter Lisa menghampiri ."Maaf Tuan, sedikit terlambat. Jalanan macet." ucap Dokter Lisa ."Tolong periksa Nona Azkayra, dia terus mual dan muntah." sahut Hanz tak ingin berbasa basi.Dokter Lisa menagangguk, sementara Hanz langsung beranjak menjauh.Dokter Lisa pun langsung memeriksa Azka.Hanz duduk menunggu dengan cemas, begitu juga dengan Berlinda, masih saja berdiri di sudut ruangan itu.Lama Dokter Lisa memeriksa Azka, dan akhirnya menghampiri Hanz."Tuan,""Bagaimana keadaan Nona, apa sakitnya parah?" tanya Hanz spontan saat mendengar Dokter Lisa memanggilnya.Dokter Lisa tersenyum."Nona Azkayra baik-baik saja Tuan,!""Baik-baik saja bagaimana.? Bahkan dia tadi sempat pingsan!" pekik Hanz ."Tuan,
Hanzero masih memeluk istrinya dengan erat, namun entah mengapa, perasaan Azkayra yang biasanya selalu damai jika berada di pelukan suaminya kini seperti tak di rasakannya.Gelisah, ya kata itu yang tepat untuk suasana hati Azkayra saat ini.Ide gila, hah.! Sungguh kah ia harus mengatakan itu pada Hanz.?Huh, berat rasanya Azka untuk memulai ucapannya. Tapi itulah satu-satunya caranya agar kegelisahannya berakhir.Apa Hanz akan setuju,? Apa Hanz akan menurutinya kali ini.? Benarkah jalan ini yang harus mereka tempuh.?Lagi-lagi Azka berperang dengan pikiran nya.Kembali Azka menimbang."Azka, katakan padaku apa yang ingin kamu bicarakan? Hari ini aku milikmu sepenuhnya. Waktuku akan kupersembahkan untukmu." ucap Hanz masih dalam posisi memeluk pinggang istrinya."Hanz , aku.. Em, kamu tidak akan marah jika aku mengatakannya.?""Tidak Azka, asal itu masuk akal. Katakan saja." jawab Hanz, sudah menangkap hal lain dari istrinya.Azka memutar tubuhnya, menatap dalam mata suaminya. Kedua t
Kini Hanzero tidak lagi banyak menuntut istrinya, dan Azkayra bisa sedikit leluasa untuk sekedar memasak yang memang sudah menjadi impian nya itu. Ia pun sudah sering pergi belanja walau pun harus tetap dengan pengawalan yang super ketat.Namun setidak nya Azka bisa menikmati hari hari nya dengan keceriaan.Hanz pun tersenyum melihat senyum kebahagiaan istrinya yang selalu berkembang mengawali pagi nya dan menyambut nya pulang dari Kantor.Rasa cinta dan sayang nya pun semakin meluap pada istri nya.Waktu terasa cepat berjalan, bulan kini sudah berganti tahun .Tak terasa setahun sudah usia pernikahan mereka.Kebahagiaan dan masa tenang mereka pun kini terusik oleh perasaan khawatir Azka, karena ia tak juga kunjung hamil.Padahal program hamil sudah di lakukan dengan sempurna, belum lagi cara cara lain seperti terapi, ramuan penyubur kandungan bahkan Azka pernah pergi ke Mbah Mbah untuk meminta jampi jampi kuno yang di yakini bisa menolong nya tanpa sepengetahuan Hanz.Hingga akhirnya