Akhir pekan, Kinan hanya bermalas-malasan saja. Rebahan di tempat tidur sambil bermain dengan ponselnya. Shaka tidak berangkat ke kantor, tapi pagi itu sudah ada di ruang kerjanya yang ada di rumah. Entah proyek apa lagi yang sedang dia kerjakan dengan ayah Kinan, karena Kinan sudah jarang ke kantor ayahnya untuk belajar, sejak dia hamil. Memikirkan badannya yang terasa aneh saja sudah membuatnya lelah, apa lagi kalau harus melakukan aktifitas di kantor. Tentu saja ayahnya tidak keberatan Kinan belum bisa belajar lagi. Kinan bebas melakukan apa pun yang dia mau. Secara dirinya adalah anak tunggal yang akan menjadi pewaris kerajaan bisnis Arka Gunawan. Bosan berguling-guling saja di atas tempat tidur, Kinan beranjak dari ranjangnya dan hendak menemui Shaka di ruang kerjanya. Sampai di sana, dia melihat suaminya itu sedang sibuk berkutat dengan kertas-kertas file yang bertumpuk. "Weekend loh, Mas. Masih kerja aja," celetuk Kinan dari ambang pintu. Shaka menoleh ke arahnya dan terseny
Kinan senang sekali melihat kedatangan Rena dan Raka. Dipeluknya sahabatnya itu dengan erat. "Akhirnya bisa jalan-jalan sama kamu, terus kamunya nggak sendirian lagi, udah ada pasangannya," ujarnya gembira."Ih, apa sih, Kinan. Mas Raka bukan pasanganku, ya?" Rena meralat ucapan Kinan."Nggak papa kali, Ren ... kalian cocok kok," sahut Kinan sambil menggerakkan dagu ke arah Raka di halaman rumah. Pemuda itu sedang memeriksa mesin mobil untuk memastikan perjalanan mereka nanti aman dan lancar. Sedang Shaka berdiri tak jauh dari Raka. Keduanya terlibat obrolan."Apa sih, dia itu cowok paling kepedean dan nyebelin banget.""Cieh! Udah mulai kenal satu sama lain nih ceritanya."Rena mendesis. "Terserah kamu deh, Kinan," timpalnya pasrah. Kinan tergelak, lalu menggandeng Rena menuju mobil karena Shaka memanggil mereka. Mobil sudah siap dan mereka akan melakukan perjalanan ke Puncak. Raka yang menyetir, Rena duduk di sampingnya, sementara Shaka dan Kinan duduk di kursi belakang. Perjalana
Pagi itu, angin segar menerpa perkebunan teh yang terletak di lereng gunung yang indah. Shaka, Kinan, Raka, dan Rena dengan semangat berjalan-jalan di antara deretan pohon teh yang rimbun."Jalannya disini sejuk banget ya," ujar Shaka sambil menikmati segarnya udara pagi. Ide Kinan mengajak jalan-jalan ke tempat ini ternyata bagus juga. Sudah lama dia tidak menikmati alam yang sejuk. Sehari-hari hanya disibukkan dengan rutinitas pekerjaan, dan juga suasana kota yang berpolusi."Iya, pemandangan di sekeliling juga bikin hati jadi tenang," sahut Kinan sambil memandang keindahan panorama perkebunan teh. Dia menarik napas dalam-dalam menikmati udara pagi yang sejuk. "Ideku bagus kan, Mas?" cebiknya sambil menggandeng lengan suaminya itu."Iyaa, kamu emang pinter, Sayang. Aku juga udah lama banget nggak piknik kaya gini." Kinan tersenyum lebar menanggapi ucapan Shaka.Sementara itu, di belakang mereka, Raka berjalan di sebelah Rena. Mereka berdua saling diam. Terutama Rena yang merasa begi
Pak Danu menerima kedatangan seorang perempuan cantik di ruangan Nikita dirawat. Perempuan itu seketika menangis melihat keadaan Nikita yang begitu memprihatinkan. Namanya Maya. Dia adalah sepupu Nikita, dan otomatis adalah keponakan Pak Danu. Maya dan Nikita bersahabat sejak kecil, selain mereka adalah saudara sepupu. "Om, kenapa Niki bisa kaya gini?" tanyanya di sela-sela tangisnya. "Ceritain, Om," pintanya.Pak Danu menghela napas dalam-dalam sebelum menceritakan semua yang telah dialami Nikita. Dari niat putrinya itu kembali pada Shaka, sampai dengan urusan Doni yang akhirnya malah membuat Nikita berakhir koma di rumah sakit."Jadi semua ini gara-gara mantan pacar Niki itu, Om?" tanya Maya geram. "Ya, semua berawal dari penolakan Shaka yang memilih untuk memperistri perempuan lain."Tangan Maya mengepal erat. Dia tahu betapa cintanya Nikita pada Shaka. Di London, saat mereka berbagi apartemen yang sama, Nikita selalu memikirkan Shaka, meskipun dia berhubungan dengan pria lain. N
Maya duduk di meja rias kamarnya dengan pandangan tajam yang penuh tekad. Dia menyusun rencana strategis yang rumit untuk bisa masuk ke kediaman Shaka. Maya ingin membalas dendam pada Shaka karena telah menolak Nikita, sepupunya, dan menyebabkannya mengalami kecelakaan yang membuatnya koma di rumah sakit.Di kediaman Shaka, Maya akan mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan informasi yang dapat menghancurkan reputasi dan hidupnya. Dia berpikir keras mencari cara yang paling licik untuk menyusup ke dalam rumah Shaka tanpa sepengetahuan siapa pun. Namun, Maya sadar bahwa dia tidak bisa melakukannya dengan sendirian.Maka, Maya pun punya ide brilian. Dia akan mencari kaki tangan untuk membantunya menjalankan rencana ini dengan cara yang tidak mencurigakan. Maya mengatur pertemuan tak terduga dengan Kinan, istri Shaka, dalam sebuah butik. Sebelumnya dia telah menyelidiki aktifitas dari Kinan. Dia menyewa seseorang untuk menjambret tas Kinan, yang akan membuatnya membutuhkan bantuan. Saat
Saat Rena datang ke rumah Kinan di akhir pekan, langit sedang mendung dan angin bertiup kencang. Rena mengetuk pintu rumah Kinan dengan hati yang gembira dan harap-harap cemas. Beberapa saat kemudian, pintu itu terbuka dan Kinan muncul dengan senyum lebar di wajahnya."Rena! Akhirnya kamu datang!" seru Kinan dengan penuh kegembiraan. "Masuklah, aku punya sesuatu yang ingin aku ceritakan padamu." "Apa sih, Kinan. Heboh banget deh kayaknya." Kinan meringis sambil menggandeng lengan Rena masuk.Rena melangkahkan kakinya ke dalam rumah Kinan, memperhatikan perubahan yang terjadi pada temannya itu. Perubahan perut Kinan tentu saja, yang semakin hari semakin besar. Namun, sebelum dia sempat bertanya apa yang sedang terjadi, Kinan memperkenalkan seorang wanita muda yang berdiri di sampingnya."Rena, ini Maya. Dia adalah asisten pribadiku sekarang," ucap Kinan sambil menunjuk Maya yang sedang berdiri tegak. "Maya, ini Rena, sahabatku di kampus."Maya melihat Rena dengan tatapan tajam, seakan
Rena duduk di ruang tamu dengan wajah yang semrawut. Hari ini adalah hari yang seharusnya mereka berdua menonton film di bioskop, tapi rencana itu batal. Raka terlambat menjemputnya selama dua jam tanpa memberi kabar apa pun. Hatinya terasa tersakiti oleh sikap Raka yang cuek dan tidak memperhatikannya.Tak lama kemudian, terdengar suara klakson mobil di depan rumah Rena. Rena berdiri dari tempat duduknya dan pergi menuju pintu dengan langkah yang cepat. Dia membuka pintunya dengan gerakan kasar, menampilkan raut wajah yang semakin membara."Kamu gimana sih, Mas? Kenapa terlambat dua jam tanpa memberi kabar? Apa kamu merasa nggak ada tanggung jawab sama sekali?" Rena meledakkan amarahnya pada Raka.Raka, yang berdiri di depan pintu dengan wajah yang sedikit terkejut, mencoba menjelaskan dengan nada yang lembut. "Maaf, Rena. Aku terlambat karena macet di jalan. Handphone-ku mati dan aku nggak bisa ngasih kabar kamu. Aku benar-benar menyesal."Rena mengerutkan keningnya, tidak sepenuhny
Saat berjalan-jalan dengan Kinan di mal, Rena memperhatikan sekeliling dengan wajah yang berbinar-binar. Mereka berdua adalah sahabat yang sudah lama tidak bertemu, dan mereka sangat menikmati momen ini. Tertawa riang dan bercerita segala hal, mereka seolah tidak ada yang bisa menghentikan kegembiraan mereka.Namun, tiba-tiba pandangan Rena tertuju pada suatu pemandangan yang membuatnya merasa tidak nyaman. Dalam satu sudut restoran, ternyata ada Raka yang sedang makan siang dengan seorang perempuan yang terlihat sangat cantik dan akrab dengannya. Rena mengerutkan keningnya, merasa ada yang tidak beres."Duh, Kinan, itu Raka," bisik Rena dengan wajah yang mulai memucat.Kinan melihat ke arah yang ditunjuk oleh Rena dan mengangguk mengerti. "Iya, itu Raka. Tapi sama siapa dia?""Mungkin pacar barunya," sahut Rena dengan suara yang penuh ketidakpercayaan. Hatinya mulai terasa sesak dan mood-nya langsung anjlok seketika."Jangan berprasangka buruk dulu. Mungkin hanya teman. Setahuku Raka