Alex meneguk ludahnya kasar. Bisikan manja istrinya beberapa menit yang lalu sukses menyihirnya masuk ke dunia lain.
Terbang melayang ke angkasa tanpa sayap. Hingga tanpa sadar, tubuhnya sudah terlentang di atas tempat tidur berukuran king size.Untuk beberapa menit lamanya, pria itu linglung. Tak tahu jika yang dia alami saat ini adalah sebuah kenyataan.Apalagi saat ini, tubuh indah Adelia yang hanya terbalut lingerie merah sudah berada di atasnya. Memberitahu bahwa dialah satu-satunya wanita yang akan memiliki dirinya. Selamanya.
Alex membuka matanya, mendapati bagaimana Adelia mulai bergerak meraih kancing jas beserta kemejanya. Menyingkirkan tanpa mau melepaskan.
Tangan lentik Adelia mulai menari di atas dada polos Alex. Bermain-main, mengirimkan getaran tak kasat mata yang menuntun gairah dalam diri pria itu bergejolak.
Namun sialnya, Alex tak mempunyai kuasa untuk membalikkan keadaan. Ia hanya bisa pasrah, menerima hukuman ata
“Kenapa Baby?” Alex yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan sehelai handuk di pinggangnya, menghampiri Adelia yang termenung di depan meja rias. Pria itu memberikan kecupan di puncak kepala Adelia. Kecupannya turun menuju leher dan memberikan sedikit isapan di sana. “Felix?” lirihnya. Alex menghentikan pergerakannya. “Kenapa? Ada yang mengganggumu, hm?” tanyanya seraya memandang wajah ayu sang istri di dalam pantulan cermin. “Aku gugup, Hubby,” jawabnya pelan. Helaan nafasnya menandakan wanita itu tidak dalam keadaan baik-baik saja. “Tidak usah gugup, Baby. Semuanya akan baik-baik saja,” hiburnya. “Tetap saja aku gugup. Bagaimana mungkin aku bertemu dengan orang-orang yang sudah mencelakaiku. Membuatku melupakanmu dan kenangan kita,” desah Adelia pelan. Alex tahu ini akan menyakiti hati Adelia. Yang bisa ia lakukan adalah memeluk tubuh sang istri erat. Menyalurkan kepercayaan diri dan kehangatan. Mengu
William Johnson mengklarifikasi kejelasan tentang keluarganya yang tertangkap kamera, sedang mengunjungi pengadilan, kemarin. Pria itu menjelaskan rentetan kejadian yang sebenarnya, berikut dengan keputusan pengadilan. Tak hanya itu, dirinya juga membahas mengenai pernikahan Alexander dan Jenny yang akan digelar minggu depan, di salah satu ballroom ‘Glory Hotel’. Tepatnya di akhir pekan. Klarifikasi tersebut tak hanya dari William saja. Di bawah unit Alex tinggal, ada beberapa awak media yang sengaja menunggu untuk mendapatkan kebenaran mengenai berita, kemarin. Hingga siang ini, judul berita diberbagai media sosial dipenuhi oleh klarifikasi dari Keluarga Johnson. Berikut dengan rencana pernikahan yang mengejutkan berbagai pihak. “Aku tak tahan melihat senyum ini,” gumam Alex lirih. Adelia memutar bola mata malas. Alasan saja suaminya ini. “Kalau begitu aku akan memasang muka cemberut dari sekarang!” “Kenapa begitu?” “K
Hari yang telah ditunggu tiba, di mana akan ada dua pasangan pengantin yang akan mengucapkan janji suci bersama, di sebuah ballroom Glory Hotel. Adelia yang sudah selesai mengenakan gaun pilihan Maria berdiri di depan cermin, menatap takjub pada pantulan cermin di depannya. Menampilkan sosok anggun yang terbalut gaun putih dengan ekor memanjang hingga dua meter. “Kakak cantik sekali,” puji Jenny yang sejak tadi tak henti-hentinya memuji kakak iparnya. Gadis itu pun tampak selesai dengan riasan dan gaunnya sendiri. “Kamu juga cantik, Sayang.” Jenny tersenyum mendengarnya. Ia bertahan untuk tidak berhambur untuk memeluk kakak ipar yang kini memujinya. Mereka menjadi dekat setelah Adelia hilang ingatan beberapa minggu yang lalu. “Nona bisa istirahat sebentar. Acaranya mungkin akan mundur 20 menit.” “Terima kasih,” ucap mereka bersamaan. Adelia dan Jenny saling melemparkan senyum, sebelum saling meraih tangan dan menggengga
Dua bulan kemudian …. Adelia yang baru saja mengantar Alex untuk pergi bekerja, kembali masuk ke dalam toilet yang berada di lantai dasar, dekat dapur. Wanita dengan dres rumahnya bermotif bunga itu, mengeluarkan semua isi perutnya. Huek … huek … Tiba-tiba kepala Adelia pusing, terasa berputar dan hampir terjatuh jika dirinya tak berpegangan pada wastafel di dekatnya. ‘Kenapa pusing sekali?’ gerutu Adelia dalam hati. Wanita itu buru-buru membasuh mulutnya setelah ada kecurigaan yang melintas di benaknya. Ada sesuatu yang harus ia pastikan sebelum suaminya pulang ke rumah. * Seorang pria yang sedang duduk mendengarkan presentasi sang sekretaris yang tak lain adalah adik iparnya, menghela nafas gusar, menahan rasa mual yang tiba-tiba menyerang. “Apa sudah bisa dimengerti?” tanya Tommy seraya mengedarkan pandangan matanya ke arah peserta meeting, pagi ini. Semua mata yang tadinya focus de
Kehamilan Trimester pertama menjadi hal yang tidak mudah dilewati oleh wanita. Banyak hal-hal baru yang akan membuat perubahan hormon dan emosi. Hal itu dialami oleh Adelia. Wanita itu mengalami morning sickness yang tergolong cukup parah. Bahkan tak bisa mencium aroma yang sedikit menyengat. Entah itu aroma keringat, makanan ataupun bunga segar. Yang paling parah, wanita itu tak mau didekati oleh suaminya. Tak hanya itu, Adelia juga merasakan perubahan di beberapa bagian tubuhnya. Terutama di bagian perut yang tampak sedikit menonjol dari sebelumnya. Wanita itu juga merasakan perubahan di bagian payudara disertai rasa nyeri dan menjadi lebih sensitif. Perubahan sikap Adelia adalah wajar bagi wanita hamil. Apalagi ini adalah kehamilan pertama, yang mana pasti ada banyak drama yang menyertainya. Beruntung, calon ibu mud aitu mempunyai mertua dan suami yang begitu pengertian. Bahkan Alex tidak akan berangkat ke kantor jika istrinya tidak mengizink
“Ini terlihat buruk sekali,” gumam Adelia sendirian di depan cermin yang berada dalam kamarnya. Sejak lima belas menit yang lalu, wanita dengan perut membuncit itu memerhatikan pantulan dirinya di depan cermin. Kehamilan ini membuat perubahan drastis di seluruh tubuhnya. Pipi yang menggembung, tangan bergelambir, perut yang membesar diikuti organ intim lainnya yang terlihat berbeda dari sebelumnya. “Aku tidak bisa seperti ini. Bisa saja Felix akan berpaling jika aku menjadi segemuk ini,” gumamnya lagi. Dengan tekad yang menggebu, wanita itu menyusul suaminya yang berada di ruang kerja, tepat di samping kamar yang mereka tempati, di lantai dasar. Ya, semenjak kehamilan Adelia memasuki usia tujuh bulan, Alex memindahkan kamarnya ke lantai bawah. Berikut dengan ruang kerja yang berada di sebelahnya. Ruang kerja Alexander pun sengaja didesain dengan kaca agar bisa melihat sang istri yang suka duduk bersantai di ruang m
Seorang pria dengan wajah kusut mondar-mandir di depan pintu ruang operasi. Ya, setelah dirinya tiba di rumah sakit, dokter menyarankan untuk segera mengambil tindakan operasi caesar, karena pasien telah banyak kehilangan air ketuban dan mengeluarkan banyak darah. Mendapati itu, dunia Alex seketika runtuh. Ia terus menyalahkan dirinya sendiri karena lalai menjaga sang istri dan bayi mereka. “Oh Tuhan! Tolong selamatkan istri dan anakku,” gumamnya dengan air mata yang mengalir deras. Tak lama kemudian, suara tangisan bayi menggema dari dalam ruang operasi, di mana Adelia berada. Alex yang semula terduduk di lantai, seketika berdiri dengan seutas harapan. Berharap bahwa istri dan bayinya akan baik-baik saja. “Bagaimana dokter?” tanya Alex tak sabaran setelah dokter Priscilla keluar dengan seulas senyum di bibirnya. “Selamat ya, Tuan Alexander. Bayinya laki-laki. Keadaannya normal dan saat ini sedang dibersihkan oleh perawat. Nant
Kehadiran Gabriel Emilio Johnson membuat suasana rumah utama menjadi ramai dan lebih berwarna. Bayi yang berusia 1 bulan itu akan menangis di setiap jam 1 malam dan tak akan berhenti sebelum Maria menggendongnya. “Kamu menangis lagi, hm?” Itulah ucapan Maria ketika Baby Gabriel sudah berada dalam dekapannya. Setelah Baby Gabriel menangis, Maria akan membawa bayi itu masuk ke kamarnya sendiri. Beruntung William tak pernah keberatan. “Menangis lagi, Mom?” “Iya, Dad.” William yang baru saja membuka kedua matanya, mengubah posisi tidurnya menjadi miring untuk melihat bayi yang kini mulai berceloteh. “Kamu mirip dengan Daddy-mu, Nak,” ucap William seperti biasanya. Maria tersenyum geli mendengar ucapan itu lagi. Memang tak bisa dielak jika Gabriel dan Alexander memiliki sifat yang sangat mirip. Menangis adalah salah satu contohnya. Akan tetapi, tidak dengan wajah Baby Gabriel. Paras bayi itu seratus persen mi
“Apa kau yakin ini semua akurat?” “Tentu, Sir,” jawab pria di seberang sana dengan yakin. Bahkan Alexander tidak perlu bertanya dua kali untuk hal seperti itu.“Dan apa kau tahu di mana tempat tinggal Gabriel sekarang?” tanya Alexander penasaran. Karena sampai saat ini ia tidak berhasil menemukan keberadaan putranya.Terdengar helaan napas singkat di seberang sana. “Maaf Sir, saya tidak bisa mencari tahu. Semua akses tentang Gabriel Johnson telah dikunci. Pun dengan keberadaan Rebecca Annastasia.”Tangan Alexander mengepal hingga urat-uratnya menonjol. Emosi seketika mendominasi otak pintarnya yang menjadi bodoh karena merasa dikelabuhi oleh anak-anak muda nakal.“Tapi, saya bisa mencari tahu lewat akses orang tua Rebecca Annastasia jika Anda mengijinkan.”Mengingat siapa orang tua Becca saja membuat Alexander terus murka. Apalagi jika diingatkan bagaimana Gerald membuat kekacauan hingga nyaris membuat keluarganya berantakan. Ingat! Gara-gara ulah Gerald bukan hanya Adelia, tapi Jenn
Suasana meja makan di Keluarga Johnson tampak hening setelah Maria dan William duduk di tempatnya. Alexander yang sedari tadi lebih banyak diam pun hanya membalas tatapan Maria sebentar sebelum kembali berpura-pura fokus dengan sarapan di piringnya.“Besok kita akan pergi berlibur,” ucap Maria yang kemudian menatap satu per satu anggota keluarga di sana. “Kalian bisa berkemas mulai hari ini.”Christian dan Christopher mengangkat wajahnya sejenak hanya untuk memperhatikan atmosfer dingin, lalu berpaling ke arah sang nenek. Mereka tersenyum sebelum kembali kompak menundukkan wajah. Tak terkecuali Clara yang diam-diam hanya mengintip tanpa berani menyela seperti kebiasaannya.Namun berbeda dengan Alexander yang memang tak bisa menerima begitu saja. Putra satu-satunya William dan Maria itu menegakkan punggung untuk menatap kedua orang tuanya yang masih terlihat sangat santai.“Kita tidak akan pergi tanpa Gabriel!” tolak Alexander tiba-tiba.Bukan Maria dan William saja yang terkejut, tapi
“Sungguh, aku sangat malu.” Kedua pipi Becca masih merona setelah William dan Maria meninggalkan ruang perawatan sejak satu jam yang lalu. Jelas, tuntutan yang terang-terangan ditujukan padanya menjadi tanggung jawab.Melihat tingkah sang istri Gabriel justru tersenyum geli. “Kemari.”Membawa langkahnya yang lesu, Becca segera mendekat. “Bagaimana nanti aku bertemu mereka lagi, Gabriel?”Dada Gabriel bergetar menahan tawa. Lalu, tangannya meraih pipi merona sang istri yang membuatnya sangat gemas. Ia tersenyum. “Kenapa mesti malu, hm? Mereka pernah muda, tentu saja hal seperti tadi sangat wajar.”“Tapi tetap saja aku malu,” kelit Becca masih tak mampu menjabarkan perasaannya sendiri. “Bagaimanapun juga kau masih sakit dan bisa-bisanya aku berbuat seperti tadi. Oh ….”Melihat kegusaran Becca, Gabriel mengabaikan tangannya yang cedera hanya untuk mencium bibir sang istri. Hal spontan itu tentu saja membuat Becca terkejut hingga kedua matanya membulat sempurna.“Daripada memikirkan hal
Jari-jari yang memiliki kuku panjang itu mengepal erat. Amarahnya sudah mendominasi hingga ia nyaris berbuat ceroboh.“Dasar jalang tak tahu malu!” desisnya tak suka. Masih memperhatikan aktivitas kedua orang di atas ranjang perawatan, pemilik nama Celine Addison mengambil kamera dan membidik beberapa foto.“Aku ingin tahu apa yang akan dilakukan Uncle Alexander mengetahui ini.”Seolah mendapat kemenangan, Celine menatap sinis wanita yang baru saja turun dari tubuh pria yang ia inginkan.“Tunggu pembalasanku!”**Bukan hanya Adelia yang pulang setelah memastikan Gabriel dan Becca baik-baik saja. Gerald yang melihat bagaimana pasangan muda dimabuk asmara itu bersama juga memutuskan untuk memberi mereka privasi.Pria yang saat ini telah tiba di halaman rumahnya langsung masuk dan mengabaikan sapaan para pelayan. Tentu saja mereka bingung, tapi tak berani bertanya.“Bagaimana keadaan menantu kita, Gerald?” tanya Lucia cemas karena sepulang dari rumah sakit Gerald belum mengatakan apa pun
“Belum puas memandangiku, hm?”Becca menggeleng. Bibirnya masih terasa kebas setelah Gabriel menciumnya dengan isapan dalam.“Sini.” Gabriel menepuk tempat di sampingnya yang masih muat untuk Becca berbaring, tapi hingga beberapa saat lamanya wanita yang telah ia nikahi itu masih tak bergeming. Hanya menatap tanpa berucap sepatah kata pun.Gabriel maklum. Pasti sang istri masih syok. Dan bukan Gabriel jika tak mampu membujuk.“Ayolah, Baby. Jika kau ingin aku sembuh, kau juga harus menemaniku tidur,” bujuk Gabriel yang sudah tak sabar untuk memeluk sang istri setelah beberapa hari ia harus tidur sendiri di apartemen mereka.“Kau membuatku takut,” ucap Becca lirih. Matanya kemudian terpejam demi menghalau butiran-butiran kristal yang telah menggenang.Gabriel tertegun.“Kau begini karena aku.” Lagi, Becca masih menyalahkan dirinya sendiri sebagai penyebab Gabriel celaka. Jika saja ia tidak menolak untuk permintaan pria itu, maka kecelakaan ini tidak akan terjadi.“Kalau kau menyesal, s
Entah apa kalimat yang cukup untuk menggambarkan perasaan Becca saat ini. Belum kering air mata mengalir di pipinya, ia kembali dikejutkan oleh kabar dari sang ibu mertua.Becca syok hingga ponsel yang masih tersambung dengan Adelia jatuh ke lantai. Tenggorokannya seketika kering dan kedua kakinya gemetar.“Mama!” teriak Becca begitu kesadaran menghampirinya.Lucia yang kebetulan akan keluar dari kamar pun segera mencari sumber suara. Matanya membulat saat putri semata wayangnya sudah terduduk di lantai dengan tangisan yang tersendat.Buru-buru Lucia turun setelah memanggil Gerald yang tak lama kemudian menyusulnya keluar. Lucia segera mendekat dan memeluk Becca yang masih menangis.“Kenapa, Sayang?” tanya Lucia cemas. Namun sayangnya, Becca tak mampu menjawab. Wanita dengan wajah memerah dan basah karena air mata itu balas memeluk dan malah histeris.“Ada apa?” Gerald terkejut melihat keadaan putrinya, tapi ia mencoba tenang saat kedua wanita yang menempati posisi tertinggi di hatiny
Suasana di meja makan sangat hening. Hanya ada suara alat makan yang mengisi kesunyian di sana. Lucia dan Gerald yang tak ingin ikut campur pun segera beranjak begitu makanan di atas piring telah habis.“Jaga putri Daddy, Gabriel,” pesan Gerald sebelum ia benar-benar pergi dari ruangan itu.Tak ada sahutan dari bibir Gabriel yang masih mengunyah dan tampaknya Gerald pun tidak sedang menuntut balasan.Lima menit telah berlalu. Waktu terasa lambat bagi Becca yang baru saja menghabiskan bubur di dalam mangkoknya. Tanpa menoleh ke arah Gabriel yang juga selesai sarapan, Becca meneguk air putih di gelas miliknya. Hal itu tak luput dari lirikan mata Gabriel yang mengintai.“Masih tak mau bicara,” gumam Gabriel seraya menunggu. Ia ingin melihat seberapa lama wanita yang telah menjadi istrinya itu bertahan. Namun, prediksi Gabriel lagi-lagi salah. Buktinya, setelah air dalam gelas itu tandas, Becca hendak bangkit tanpa menoleh ke arah Gabriel.Dengan gerakan lincah Gabriel menahan tangan Bec
“Bagaimana hasilnya, Derick?” tanya seorang pria dengan tatapan tajam yang kini duduk di kursi kebesarannya. Rahang yang dipenuhi bulu halus itu terlihat mengeras hingga urat-uratnya menonjol.“Maaf Tuan, saya tidak menemukan petunjuk apa pun.”Brak!Meja tak bersalah itu digebrak dengan kencang hingga pria bernama Derick itu terlonjak kaget.“Apa kau bilang?” desis pria itu dingin.Derick meneguk ludahnya kasar. Ia tak mampu menatap mata pria yang telah beberapa tahun menjadi bosnya.“Kau tahu ... aku paling tidak suka mendengar kegagalan.”“Maaf Tuan. Ini semua benar-benar di luar kendali saya. Tuan tentunya sudah tahu kinerja Baron selama ini,” jawab Derick mencoba menjelaskan. Berharap setelah ini sang tuan bisa menerima. Brak!Lagi, meja bersalah itu menjadi pelampiasan pemilik nama Albert Dominic dalam menuntaskan amarahnya. Ia seketika bangkit dan menghampiri sang asisten dan langsung menarik kemeja pria itu hingga terdongak.BUGH!Satu pukulan tangan Albert melayang ke pipi D
Sesuai kata dokter, keesokan harinya Lucia sudah diperbolehkan pulang. Betapa bahagia wanita yang sejak beberapa menit lalu tak meredupkan senyumannya.Ya. Tepatnya setelah dokter mengatakan dirinya bisa pulang. Dengan begitu, ia bisa membawa putri satu-satunya itu pulang bersamanya.“Becca.”Wanita dengan rambut ikal sebahu itu menoleh. Ia tersenyum setelah memasukkan pakaian sang ibu ke dalam tas.“Ada apa, Ma?”Lucia tersenyum. “Kemarilah.”Mau tak mau pemilik nama Rebecca Annastasia itu mendekat. Mencoba mempertahankan senyuman di wajahnya.“Duduklah,” perintah Lucia dengan lembut.Becca menurut. Sejurus kemudian ia menggenggam tangan Lucia erat.“Ada yang ingin Mama katakan?” tanya Becca tanpa mengurai genggaman tangannya. Napas Lucia berembus pelan. “Apakah hubunganmu dengan Gabriel baik-baik saja?” Deg!Mendapat pertanyaan yang tak pernah Becca duga mampu membuat debaran dadanya bertalu. Lebih kencang daripada saat ia mendengar tawa wanita yang sudah tidur dengan suaminya sen