5 "Ayo!" ajak Camelia yang diangguki oleh Arabelle. Keduanya berjalan meninggalkan Queenza dan Elliot menuju kamar. Camelia membantu Arabelle untuk menaiki tangga yang menghubungkan mereka ke tempat tujuan. Tepat di depan pintu berwarna sama dengan pintu depan. Camelia memutar knok dan mendorong daun pintu. Arabelle masuk perlahan ke dalam kamar, dimana netranya disambut dengan dinding berwarna biru cerah seterang langit. "Kamar ini baru di cat kemarin, baunya masih sangat menyengat," celetuk Camelia mengibaskan tangan di depan wajah. "Memangnya kamar ini milik siapa?" "Ini kamarku, sebelumnya kamarku berwarna merah muda, tapi karena kamu sekarang juga menjadi pemilik kamar ini, jadi kakak merubah cat kamar ini sesuai dengan warna kesukaanmu." Camelia membantu Arabelle duduk di pinggir ranjang. "Kau menyebut Uncle El kakak? tapi setahuku dia tidak punya adik." Camelia tersenyum lebar, ia sangat senang dengan kehadiran Arabelle di
Tubuh Arabelle seketika menggigil dengan getaran hebat. Dimana nafasnya mulai memburu tidak teratur dan menimbulkan rasa sesak yang sangat menyakitkan."Aaaaa!"Teriak penuh ketakutan Arabelle diiringi tubuh yang langsung ambruk ke lantai membuat Elliot dan Camelia membulatkan mata. Kejadian yang terjadi begitu cepat, hingga membuat mereka terpaku."Ara!" pekik Elliot dan Camelia bersamaan. Elliot segera meraih tubuh Arabelle. Meletakkan kepala gadis itu yang sedikit memar karena terbentur lantai."Ra, buka mata kamu!" seru Elliot panik dengan kecemasan yang meledak. Rasa takut akan kehilangan terpancar begitu jelas dimatanya. Dimana nafas Elliot semakin memburu."Ra, bangun. Keponakan Uncle yang paling cantik. Ayo bangun." Elliot mengguncang lembut tubuh Arabelle serta menepuk pelan kedua pipi chuby gadis itu. "Ara, baru juga ketemu. Lo kok pingsan?" celetuk Camelia asal karena cemas. Ia menutup mulutnya panik."Kakak bawa Ara ke kamar dulu. Kamu pergi keluar lihat darimana ledakan
Elliot, Arabelle, dan juga Camelia kini berada di dalam mobil. Mereka baru saja pulang dari rumah sakit untuk pengecekan teratur Arabelle. Kondisi gadis manis dan polos itu kini semakin membaik. Buktinya, gif dan perban yang menyangga tangannya yang patah sudah dilepaskan."Kak El," panggil Camelia dari kursi penumpang belakang. Membuat Arabelle yang duduk di samping Elliot melirik spion untuk melihat kelakuan Camelia yang kini memangku tangan sambil memasang ekspresi cemberut."Iya, Cam." Elliot menjawab tanpa mengalihkan fokus pada jalanan di depannya."Aku mau sekolah di sekolah Arabelle aja." Ucapan Camelia membuat kecepatan mobil yang dilajukan oleh Elliot memelan."Boleh donk, Uncle. Biar Ara sama Cam sama-sama terus." Arabelle ikut memberikan pendapatnya yang terdengar membujuk."Tapi, Uncle udah daftarin Cam di SMA 1 Angkasa. Deket juga dari rumah dan juga searah sama kantor Uncel," jawab Elliot menghela nafas. Berharap keponakan kecilnya itu tidak tersinggung karena penolakann
"Ra!" Suara bass terdengar lembut seketika membuat Arabelle menyeka cepat air matanya. Lalu, berbalik dan mendapati Elliot."Uncle belum tidur?" tanya Arabelle basa-basi. Ia menundukkan kepalanya sedikit, menyembunyikan matanya yang sedikit memerah."Seharusnya, Uncle yang bertanya seperti itu. Ini sudah malam, kenapa kamu belum tidur?""Hhh, aku tidak bisa tidur.""Karena kamu menangis."Arabelle terhenyak mendengar ucapan Elliot. Ia sudah berusaha menyembunyikannya, tapi tetap saja pria di depannya ini tahu. Elliot menarik dagu Arabelle. Membuat wajah gadis itu menatap ke arahnya dengan canggung. Kedua tatapan mereka beradu sejenak ditemani cahaya bulan yang bersinar terang. Waktu seakan berhenti bagi mereka. Dimana satu sama lain enggan memalingkan wajah karena begitu tenggelam dalam tatapan satu sama lain. Rasa sesak yang sudah ditahan Arabelle sekuat tenaga meledak begitu saja saat menatap mata teduh sang paman. Arabelle dengan cepat memeluk tubuh Elliot begitu erat. Menenggelam
"Kamu kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Elliot menatap Arabelle yang tersenyum aneh."Ara merasa aneh aja, Uncle. Kita udah kayak suami istri, tidur di ranjang yang sama," jawab Arabelle terkekeh dengan kedua pipi yang merona.Sementara Elliot menelan ludah paksa. Tubuhnya tiba-tiba merasa panas dengan wajah yang juga memerah. Darah yang mengalir dalam tubuhnya berdesir hebat. Seolah-olah kata-kata Arabelle barusan seperti mantra."Uncle," panggil Arabelle menyentuh bahu sang paman karena melihat pria itu malah melamun dengan wajah memerah. Elliot tersentak, ia seketika salah tingkah dengan bola mata yang melirik kesana-kemari."Wajah Uncle kok merah?" tanya Arabelle bingung. Ia menangkupkan kedua telapak tangannya di wajah Elliot. Tindakan yang berhasil membuat Elliot semakin menegang."Uncle sakit? Tapi kok ngak panas." Lagi-lagi Arabelle mengoceh sendiri. Dengan cepat, Elliot menarik tangan Arabelle menjauh dari dirinya. Menetralkan ekpresi wajah sebiasa mungkin."Sekarang kamu
Dengan wajah panik bercampur cemas serta khawatir. Camelia mendobrak pintu kamar Elliot dengan cepat. Ia ingin beritahu sang kakak kalau keponakan kesayangannya hilang.Namun, detik berikutnya. Mulut Camelia membulat sempurna melihat pemandangan di dalam kamar Elliot. Ternyata, orang yang dicari berada di atas ranjang sedang tidur sambil berpelukan dengan sang kakak."Aaaa!"Teriakan Camelia sontak membuat Elliot terbangun dengan wajah kaget dan panik. Ia segera melompat dari ranjang, kemudian membekap mulut sang adik agar berhenti berteriak. Ia tidak ingin Arabelle sampai terbangun dan merasa malu dengan kondisi ini. Elliot menyeret tubuh Camelia keluar dari kamar. Menutup pintu sebelum melepaskan bekapannya dari mulut Camelia."Kamu ngapain pake teriak-teriak segala? Kalau Ara bangun gimana?" cecar Elliot kesal sembari menoyor kepala adiknya yang langsung meringgis."Gimana ngak teriak, aku panik nyariin Arabelle. Aku kira dia hilang, tapi ternyata malah tidur bareng sama Kakak. Ja
"Jangan kasih tahu aku apa?" celetuk Arabelle tiba-tiba.Camelia dan Elliot menoleh ke arah Arabelle yang sedang menuruni tangga dengan kening berkerut. Wajah Elliot seketika pias seperti maling yang tertangkap basah.“Kok pada diam?” Arabelle kembali bertanya. Ia menarik kursi, kemudian duduk.Elliot menelan salivanya paksa, melirik ke arah Camelia yang malah sengaja menyibukkan dirinya dengan sarapan. Elliot mendengus kesal, melihat kelakuan sang adik.“Hmm---““Udahlah, Ra, Lo salah denger kali. Mending lo sarapan aja, daripada lo mikirin omongan Kak El.”“Hah, gue gak budeg kali, Cam,” Arabelle memutar bola malas, kemudian menyuapkan sarapan ke dalam mulutnya.“Lo mau tau banget, apa mau tau aja?”“Udah, kalian jangan pada ngomong terus. Habisin sarapan kalian, terus Uncle anterin ke sekolah,” sela Elliot. Ia menghela nafas ringan, untung Camelia mengecoh fokus Arabelle.“Oke,” timpal Arabelle enteng. Percakapan yang sempat ia dengar dilupakan begitu saja.Setelah selesai sarapan,
Arabelle dan Camelia kini berjalan beriringan menuju ruang kepala sekolah. Camelia tak henti-hentinya tercengang dan terkagum-kagum dengan pemandangan di depannya. Sekolah yang sangat besar dengan murid-murid yang sungguh stylis. Bagaimana tidak, semua merek mahal dari mulai pakaian, aksesoris, tas, sepatu, bahkan kendaraan semua ada di tempat ini.Sementara itu, Arabelle hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Camelia. Sudah berapa kali, mereka harus berhenti karena Camelia melihat cowok ganteng. Bahkan, dengan enteng gadis itu merayu serta mengajak mereka berfoto bersama."Gila-gila, kalau kayak gini, Ra. Gue betah banget sekolah di sini!" pekik Camelia antusias bahkan sambil berjingkrak ke kanan dan ke kiri."Lo fokus jalan ke ruang kepala sekolah. Awas aja, kalau lo berhenti lagi mau fotoan sama cowok-cowok." Arabelle memperingati bibi mudanya itu dengan sedikit nada mengancam."Lumayan, Ra. Jadi, koleksi foto cogan gue. Biar bisa mandangin sebelum tidur. Emang l
"Hallo, Ladies!" seru Elliot merentangkan tangan. Dimana Arabelle lansung memeluk tubuh pria itu manja penuh kerinduan. Padahal, mereka hanya tidak bertemu beberapa jam."Sorry, Uncle telat jemput kalian," desah Elliot menunjukkan wajah bersalah."Enak aja Kak El bilang maaf, kita sampai lumutan di sini. Besok pokoknya, aku mau bawa mobil sendiri aja," sungut Camelia mengeluarkan kekesalan serta omelannya."Tadi, Kakak ada urusan penting, maaf." Wajah Elliot menyendu, menunjukkan penyesalan yang sangat."Poko---""Ngak papa kok, Uncle. Lagian nungguinnya cuma sebentar," sela Arabelle cepat yang lansung membuat mulut Camelia mengangga. Ia sudah dalam mode kesal dan menunggu sangat lama, tapi seenak jidatnya Arabelle malah memaafkan Elliot. Ingin sekali ia mencakar-cakar wajah polos itu."Ra---""Kita pulang sekarang, yuk!" Arabelle menarik cepat lengan Elliot masuk ke dalam mobil. Meninggalkan Camelia yang semakin terselubungi awan kekesalan. Tidak ingin ditinggal, Camelia mendengus ka
Arabelle menjauh dari Binar dan Camelia. Lalu mengangkat panggilan tersebut. "Hallo.""El, kok suara kamu jadi cewek, Sayang?" Suara Queenza terkejut terdengar dari sebrang telpon. Akan tetapi, panggilan sayang itu membuat Arabelle merasa tidak nyaman."Ini Ara, bukan Uncle El.""Arabelle ... Kok kamu yang angkat telponnya. Uncle El mana?""Iya, sekarang handphone ini milik Ara bukan Uncle El lagi. Paling, Uncle ada di kantor. Emang kamu mau ngapain cari Uncle?" Kedua alis Arabelle bertaut satu sama lain."Ohh, gitu. Maaf ya, aku jadi ganggu kamu. Queenz, cuma kangen aja sama Uncle El. Biasanya kami juga saling telpon setiap hari. Ya udah kalau gitu. Bye, Ra."Queenza memutus panggilan telpon. Sementara, Arabelle menatap datar layar ponsel di tangannya. Dimana nama kontak gadis itu dihiasi lambang love yang membuat Arabelle mendengus."Ra!" panggil Camelia. Membuat Arabelle berbalik. Binar dan Camelia berjalan mendekat ke arahnya."Siapa?" tanya Camelia lagi."Queen.""Ratu?" beo Bina
Arabelle, Camelia, dan Binar sedang duduk sambil memandang beberapa pria yang tengah berlari sambil mendribel bola basket. Keringat mengucur deras di tubuh mereka. Terlihat begitu mengkilat diterpa sinar matahari yang terik. Saat, ini mereka sedang berada di lapangan basket. Tentu saja, ini adalah ulah Camelia. Dia bersikeras untuk datang menonton para pemuda itu main basket sebelum Elliot datang menjemput mereka.Arabelle hanya memandang tanpa minat. Berbeda dengan Camelia yang sejak tadi bersorak histeris dan berjingkrak serta melompat seperti orang gila."Dilex, GBT-an gue. Semangat, Sayang!" teriak Camelia membuat Arabelle memutar bola mata malas. Urat malu Camelia sepertinya sudah putus."Ra, Aunty heboh bener. Gue tahu Dilex keren dan ganteng, tapi dia ngak tahu apa kalau sebelah sana pacarnya Dilex siap-siap mau nerkam dia," bisik Binar yang duduk di samping Arabelle dengan tatapan tertuju pada empat orang gadis yang berjalan ke arah mereka."Biarin ajalah, dia diterkam. Paling
"Wadoh!" teriak Binar syok melihat Dito terkapar di lantai. Begitupula dengan Arabelle yang lansung menutup mulutnya karena terkejut."Lo jangan berani-berani peluk-peluk Arabelle. Gue patahin kaki tangan lo, baru tahu rasa!" gertak Camelia yang kini berdiri di depan Dito dengan berkacak pinggang. Ia melotot penuh amarah disertai dengan garis wajah yang begitu tegas. Terlihat, begitu menyeramkan, siap untuk melahap tubuh Dito. Ia tidak akan membiarkan pria manapun menyentuh satu inci tubuh Arabelle karena sang kakak sudah memberikan amanah besar itu. Ia akan menjalankan tugas dengan baik agar kantong sakunya tetap tebal.Camelia menarik kerah baju belakang Dito, hingga tubuh pria itu kembali bangkit. Dito masih linglung belum mengerti apa yang terjadi. Pukulan barusan sungguh sangat tiba-tiba."Asal lo tahu, gue pernah patahin leher preman yang berani begal gue!" Camelia mencekik leher Dito dengan kuat membuat Dito seketika sesak nafas."Cam, lepasin Dito!" pekik Arabelle menarik tubu
Arabelle dan Camelia kini berjalan beriringan menuju ruang kepala sekolah. Camelia tak henti-hentinya tercengang dan terkagum-kagum dengan pemandangan di depannya. Sekolah yang sangat besar dengan murid-murid yang sungguh stylis. Bagaimana tidak, semua merek mahal dari mulai pakaian, aksesoris, tas, sepatu, bahkan kendaraan semua ada di tempat ini.Sementara itu, Arabelle hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah Camelia. Sudah berapa kali, mereka harus berhenti karena Camelia melihat cowok ganteng. Bahkan, dengan enteng gadis itu merayu serta mengajak mereka berfoto bersama."Gila-gila, kalau kayak gini, Ra. Gue betah banget sekolah di sini!" pekik Camelia antusias bahkan sambil berjingkrak ke kanan dan ke kiri."Lo fokus jalan ke ruang kepala sekolah. Awas aja, kalau lo berhenti lagi mau fotoan sama cowok-cowok." Arabelle memperingati bibi mudanya itu dengan sedikit nada mengancam."Lumayan, Ra. Jadi, koleksi foto cogan gue. Biar bisa mandangin sebelum tidur. Emang l
"Jangan kasih tahu aku apa?" celetuk Arabelle tiba-tiba.Camelia dan Elliot menoleh ke arah Arabelle yang sedang menuruni tangga dengan kening berkerut. Wajah Elliot seketika pias seperti maling yang tertangkap basah.“Kok pada diam?” Arabelle kembali bertanya. Ia menarik kursi, kemudian duduk.Elliot menelan salivanya paksa, melirik ke arah Camelia yang malah sengaja menyibukkan dirinya dengan sarapan. Elliot mendengus kesal, melihat kelakuan sang adik.“Hmm---““Udahlah, Ra, Lo salah denger kali. Mending lo sarapan aja, daripada lo mikirin omongan Kak El.”“Hah, gue gak budeg kali, Cam,” Arabelle memutar bola malas, kemudian menyuapkan sarapan ke dalam mulutnya.“Lo mau tau banget, apa mau tau aja?”“Udah, kalian jangan pada ngomong terus. Habisin sarapan kalian, terus Uncle anterin ke sekolah,” sela Elliot. Ia menghela nafas ringan, untung Camelia mengecoh fokus Arabelle.“Oke,” timpal Arabelle enteng. Percakapan yang sempat ia dengar dilupakan begitu saja.Setelah selesai sarapan,
Dengan wajah panik bercampur cemas serta khawatir. Camelia mendobrak pintu kamar Elliot dengan cepat. Ia ingin beritahu sang kakak kalau keponakan kesayangannya hilang.Namun, detik berikutnya. Mulut Camelia membulat sempurna melihat pemandangan di dalam kamar Elliot. Ternyata, orang yang dicari berada di atas ranjang sedang tidur sambil berpelukan dengan sang kakak."Aaaa!"Teriakan Camelia sontak membuat Elliot terbangun dengan wajah kaget dan panik. Ia segera melompat dari ranjang, kemudian membekap mulut sang adik agar berhenti berteriak. Ia tidak ingin Arabelle sampai terbangun dan merasa malu dengan kondisi ini. Elliot menyeret tubuh Camelia keluar dari kamar. Menutup pintu sebelum melepaskan bekapannya dari mulut Camelia."Kamu ngapain pake teriak-teriak segala? Kalau Ara bangun gimana?" cecar Elliot kesal sembari menoyor kepala adiknya yang langsung meringgis."Gimana ngak teriak, aku panik nyariin Arabelle. Aku kira dia hilang, tapi ternyata malah tidur bareng sama Kakak. Ja
"Kamu kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya Elliot menatap Arabelle yang tersenyum aneh."Ara merasa aneh aja, Uncle. Kita udah kayak suami istri, tidur di ranjang yang sama," jawab Arabelle terkekeh dengan kedua pipi yang merona.Sementara Elliot menelan ludah paksa. Tubuhnya tiba-tiba merasa panas dengan wajah yang juga memerah. Darah yang mengalir dalam tubuhnya berdesir hebat. Seolah-olah kata-kata Arabelle barusan seperti mantra."Uncle," panggil Arabelle menyentuh bahu sang paman karena melihat pria itu malah melamun dengan wajah memerah. Elliot tersentak, ia seketika salah tingkah dengan bola mata yang melirik kesana-kemari."Wajah Uncle kok merah?" tanya Arabelle bingung. Ia menangkupkan kedua telapak tangannya di wajah Elliot. Tindakan yang berhasil membuat Elliot semakin menegang."Uncle sakit? Tapi kok ngak panas." Lagi-lagi Arabelle mengoceh sendiri. Dengan cepat, Elliot menarik tangan Arabelle menjauh dari dirinya. Menetralkan ekpresi wajah sebiasa mungkin."Sekarang kamu
"Ra!" Suara bass terdengar lembut seketika membuat Arabelle menyeka cepat air matanya. Lalu, berbalik dan mendapati Elliot."Uncle belum tidur?" tanya Arabelle basa-basi. Ia menundukkan kepalanya sedikit, menyembunyikan matanya yang sedikit memerah."Seharusnya, Uncle yang bertanya seperti itu. Ini sudah malam, kenapa kamu belum tidur?""Hhh, aku tidak bisa tidur.""Karena kamu menangis."Arabelle terhenyak mendengar ucapan Elliot. Ia sudah berusaha menyembunyikannya, tapi tetap saja pria di depannya ini tahu. Elliot menarik dagu Arabelle. Membuat wajah gadis itu menatap ke arahnya dengan canggung. Kedua tatapan mereka beradu sejenak ditemani cahaya bulan yang bersinar terang. Waktu seakan berhenti bagi mereka. Dimana satu sama lain enggan memalingkan wajah karena begitu tenggelam dalam tatapan satu sama lain. Rasa sesak yang sudah ditahan Arabelle sekuat tenaga meledak begitu saja saat menatap mata teduh sang paman. Arabelle dengan cepat memeluk tubuh Elliot begitu erat. Menenggelam