"Finn namanya," gumam Ale menatap foto pria yang sekilas memang mirip dengannya.Ale menelusuri satu demi satu unggahan di akun Sasmaya dalam rentang satu tahun lalu. Tidak banyak memang, tetapi ada beberapa hal yang menarik hatinya."Aku tidak tahu apa yang kau rasakan padaku dari awal kita bertemu. Namun apa yang aku rasakan padamu tidak pernah berubah, dari dahulu hingga sekarang," gumamnya lagi masih di dalam hatinya.@Sasmaya[Ale][Sudah tidur?]Ale tertegun menatap smartphone-nya. Pesan dari Sasmaya muncul di layar. Ragu untuk membalas tetapi dia tidak memungkiri hatinya yang merindukan wanita itu.@Ale[Belum][Kenapa?][Kau rindu padaku?]Ale sengaja membalasnya dengan bercanda. Dia cukup mengerti kondisi Sasmaya yang mungkin masih labil. Setelah ditinggalkan orang-orang yang dicintainya bertubi-tubi.@Sasmaya[Entahlah][Mungkin rindu][Mungkin juga hanya karena terbiasa]Balasan darinya membuat Ale tersenyum. Satu hal yang disukainya dari Sasmaya adalah keterusterangan tanpa
Hingga sore hari keduanya menghabiskan waktu di pantai sunyi itu. Tidak ada orang lain selain mereka berdua. Seakan-akan dunia ini hanya ada mereka berdua tanpa ada yang mengganggu."Lapar?" Ale bertanya pelan sembari membelai rambutnya yang berwarna abu keperakan yang cantik ."Iya. Ayo kita kembali ke hotel!" Ajaknya sembari berdiri dan mengulurkan tangannya pada Ale."Si!" Sahut Ale dan meraih tangan mungil Sasmaya.Keduanya kembali menelusuri pantai bergandengan tangan, kembali ke hotel sembari menikmati indahnya moment matahari tenggelam. Sesekali Sasmaya akan berhenti dan memungut kerang-kerang yang berbentuk lucu dan unik.Mereka tiba di hotel, tepat sebelum gelap, saat matahari sudah tenggelam sempurna di langit barat. Kamar Sasmaya lebih mudah dijangkau karena terletak di lantai dasar sedangkan kamar Ale berada di bagian lain dan lumayan jauh."Mau mampir?" Sasmaya ragu-ragu bertanya."Nanti saja, aku tidak membawa pakaian ganti." Ale menunjuk ke celana pendek dan kemejanya ya
"Ale bagaimana dengan tawaran dari klub Arab? Apa kau berminat?" Alena menyodorkan laptopnya, memperlihatkan email yang diterimanya."Aku harus memikirkannya Alena. Arab Saudi bukan tempat yang cocok untuk Alicia, aku ragu dia akan setuju pindah ke sana." Ale menghela napas kasar."Aku mengerti, tetapi coba pertimbangkanlah. Beberapa pemain besar telah beramai-ramai eksodus ke sana. Aku rasa kau masih memiliki kesempatan untuk berkarir di sana." Alena memberikan sarannya dengan hati-hati."Baiklah aku akan mempertimbangkannya. Adakah tawaran dari klub di luar klub-klub Eropa?" Ale bertanya tanpa mengalihkan perhatiannya dari laptopnya."Ada tawaran dari Turkey dan Jepang. Namun tawaran gajinya lebih menggiurkan dari klub-klub Arab," sahut Alena."Bagaimana dengan Madrid?" Ale tersenyum tipis."Tawaran mereka masih sama." Alena kembali menyahut dengan santai."Posisiku saat ini free transfer, jika aku mau, klub Arab lebih menjanjikan bahkan dari tawaran Andrea sekalipun." Ale terkekeh p
"Ale apa yang terjadi?" Alicia segera mendekatinya, membantunya membersihkan serpihan kaca yang mengenai tangannya."Pergilah!" sentaknya menolak bantuan dari sang kekasih."Mom, biarkan aku sendiri. Tolong sekali ini saja," pintanya setengah memohon pada wanita yang telah melahirkannya itu."Baiklah! Alicia ayo kita keluar!" Senora Paquita meraih tangan Alicia dan mendorongnya keluar dari ruang kerja putranya."Bibi tidak bisa seperti ini! Ale membutuhkan diriku!" Alicia setengah berteriak memprotes tindakan ibu dari kekasihnya itu."Ale tidak membutuhkanmu! Tidak membutuhkan wanita manapun! Dia bisa berdiri sendiri dan mengatasi masalahnya sendiri! Kau dan juga kekasih-kekasihnya lain tidak penting apakah ada atau tidak ada baginya! Kau mengerti!" Senora Paquita menatap tajam wanita cantik yang telah dikencani putranya hampir selama enam tahun ini.Tanpa menunggu reaksi Alicia, Senora Paquita meninggalkannya. Alicia hanya bisa menahan amarah dan emosinya. Selama hampir enam tahun hid
"Bagaimana Ale?" Lorenzo Ortis menatap Ale sembari mengguncang gelas berkaki di tangannya dengan santai."Tawaran anda cukup menarik Senor," sahut Ale, tersenyum tipis.Dahulu dia selalu merasa gugup setiap bertemu dengan pemilik klub di mana dia bermain semenjak beberapa tahun lalu itu. Namun sekarang dia merasa biasa saja meski tak mengurangi rasa segan dan hormatnya pada pria tua itu."Aku tahu, Andrea pun menawari hal yang sama. Aku rasa kau menyadari nilai dirimu sendiri saat ini Ale." Lorenzo menatapnya lekat-lekat."Anda berlebihan Senor. Saya tetaplah saya yang dahulu, tidak banyak yang berubah selain bertambah tua." Ale tersenyum tipis.Dia tidak sedang merendahkan diri atau berbasa-basi. Kenyataannya dia sekarang sudah mendekati usia di mana bintang-bintang lapangan hijau yang lain satu persatu memilih untuk pensiun."Namun kau masih memiliki daya saing yang tinggi sekalipun dengan talenta-talenta muda yang bermunculan. Justru pengalaman dan kematanganmu sangat dibutuhkan set
"Kemana dia?" Ale bergumam sembari menatap ke sekeliling rest room."Apa masih di dalam?" bisiknya pelan seraya melayangkan tatapannya pada pintu yang tertutup rapat.Tiba-tiba saja pintu terbuka dan seorang wanita keluar dari ruangan yang memang dikhususkan untuk para wanita."Ale, kenapa kau ada di sini?" Alena menatapnya bingung."Aku...." Ale menjawab terbata-bata dan menggaruk kepalanya."Ah, sudahlah ayo kembali ke mejamu. Jangan membuat Senorita Daniela tidak nyaman dengan sikapmu." Alena menggandeng dan menyeretnya meninggalkan lorong rest room."Eh setan kecil!" Ale memprotes tindakan sahabat sekaligus asisten pribadinya itu.Alena tidak mempedulikan protesnya dan terus membawanya kembali ke restauran. Ale dengan enggan mengikutinya, sekilas dilihatnya Sasmaya keluar dari ruangan yang sama di mana Alena tadi berada.Wanita itu berjalan di belakang mereka. Ale tidak bisa berbuat apapun, apalagi setelah ada seorang wanita yang menyala dan mengajak Sasmaya mengobrol sebentar.Ale
"Apa maksudmu Ale? Aku tidak mengerti." Alena menjawab dengan tenang."Aku tidak terlibat langsung dalam proses pencarian donor. Semua diproses oleh pihak rumah sakit dan bank, aku hanya memastikan semuanya sesuai dengan keinginanmu. Hanya itu!" lanjutnya dengan tegas."Kau yakin?" Ale kembali bertanya dan menatapnya tajam.Alena mengangguk mantap. Ale memicingkan matanya, menatapnya cukup lama."Baiklah! Atur saja seperti yang aku ucapkan tadi. Kau tidak perlu berhubungan dengan Sasmaya, hanya pastikan saja Alicia tidak mengetahuinya." Ale melepaskan kemejanya dan berjalan menuju tempat tidur."Baiklah! Aku rasa kau harus beristirahat. Selamat malam Ale!" Alena menatapnya sekilas dan meninggalkan kamarnya.Ale mendesah pelan dan mengambil smartphone-nya dari saku celananya. Menyentuh fitur penghantar pesan. Tidak ada pesan yang masuk sekalipun itu dari Alicia."Sudah lama sebenarnya dia tidak peduli padaku ataupun anak-anak. Mungkin karena dia sudah tidak lagi membutuhkanku," gumamnya
"Buenos días Senor!" Daniela menyambutnya dengan ramah saat Ale dan Alena tiba di kantornya.Gadis itu mengajak mereka ke ruang pribadinya. Di sana sudah menunggu beberapa petinggi klub lainnya."Ale, ini sungguh berat harus melepaskanmu!" Enrique Morales, direktur sport klub merangkulnya begitu dia memasuki ruangan."Hei, setiap bintang memiliki masanya, dan masaku sudah habis. Pasti akan muncul lagi bintang-bintang baru di klub ini." Ale tertawa dan menepuk bahu pria itu dengan akrab."Alejandro Castillo? Saya rasa akan ada saatnya dia menjadi bintang lapangan hijau. Bakatnya sungguh luar biasa, sejujurnya saya tertarik dengan semua bakat yang dimilikinya tetapi kita lihat saja nanti bagaimana tanggapan Andrea." Ale sekali lagi teringat ucapan Sasmaya saat awak media bertanya padanya mengenai dirinya."Setiap bintang memiliki masanya, tidak perlu khawatir akan meredup karena hadirnya bintang dan bakat baru. Semua akan berjalan sesuai role-nya, patah tumbuh hilang berganti." Kembali t