I love you, Dean
Kalimat itu menggema di telinga Dean sampai menimbulkan efek dengung menyakitkan kepala. Dia bergerak mundur, rahangnya mengetat sementara jantungnya kini berdentum begitu cepat manakala lapisan-lapisan momen di masa lalu berputar cepat seperti kotak pandora. Sekujur tubuhnya menegang mengulang kalimat Louisa seakan-akan pernyataan tersebut bagai kutukan maut yang bakal menghancurkan diri Dean lagi. Kedua tangannya mengepal kuat menahan gelombang emosi akibat hantaman masa lalu yang benar-benar tidak ingin dia ingat kembali. Lidah Dean ikutan kelu tak mampu membalas pengakuan mendadak Louisa. Dean tidak menyangka kalau gadis itu jatuh hati padanya. Padahal jelas-jelas sedari awal dia sudah memberi pengertian bahwa semua yang mereka lakukan hanyalah untuk bersenang-senang.
"It's fucking hurt me, D
Cukup lama Louisa mematut diri di depan cermin kamar mandi, memerhatikan betapa memilukan penampilannya sekarang. Lingkaran hitam tampak kentara akibat sering terjaga di malam hari, bibirnya mengerut masam seakan-akan telah kehilangan cara untuk tersenyum, sorot matanya ikutan suram bagai tidak ada pendar cahaya dari sana. Dia berusaha menarik sudut bibir, namun tetap saja orang bakal menangkap ada ratusan kesedihan terpancar dari sana.Menyalakan keran air lalu membasuh muka, kemudian mengamati sekali lagi. Louisa merasakan dirinya jauh lebih kurus dibanding terakhir kali dia bersama Dean. Merenung bahwa sudah seminggu lebih dia mengasingkan diri dari dunia untuk merenungkan betapa mengenaskan kisah cintanya. Bagaimana tidak, semenjak lelaki pecundang itu mematahkan semua ekspektasinya, Louisa enggan makan maupun minum sampai Cory menyuruhnya memasukkan sesuap pancake atau sediki
Troy tertegun cukup lama mendapati Louisa duduk di sana dengan bola mata membeliak ke arahnya. Dua manusia yang pernah terikat oleh cinta tersebut hanya bisa saling memerhatikan tanpa ada yang memulai menyapa. Membeku di tempat masing-masing seakan-akan waktu ikutan membeku di sekitar atau ... dunia sengaja berhenti berputar untuk memberikan satu ruang kepada mantan pasangan tersebut.Sementara Louisa serasa mendapatkan serangan jantung, dadanya berdebar begitu keras mengentak-entak menimbulkan rasa sakit sampai ke tulang. Rasa canggung terlanjur membentang dan tidak akan musnah begitu saja sekali pun Troy menegur dengan senyuman ramah. Bahkan ... atmosfer yang ada di kafeMoonbuckmendadak sedingin antartika merasakan aura mereka membekap kuat.Bagi Troy, masa lalu yang buruk bersama Louisa tidak aka
Telunjuk kanan jari bercat merah menyala itu mengusap bibir gelas, sesekali menghidu aroma kopi yang menenangkan pikiran kalut selagi berhadapan dengan pria bermata hijau emerald di kafe. Tidak ada percakapan, melainkan helaan napas yang berulang kali terdengar seolah-olah beban yang dipikul pundak Louisa berton-ton beratnya. Dia melirik sebentar ekspresi datar Troy dari balik bulu mata lentiknya. Pria itu tak jauh beda, sibuk tenggelam dalam isi kepala dan bingung harus memulai perbincangan setelah lama tak berjumpa.Louisa menarik napas lagi, mengembuskannya melalui mulut lantas berpaling ke sisi kiri menyorot lalu lalang kendaraan. Mungkin sebuah langkah gila saat Louisa justru mengajak Troy minum berdua tuk menghindari Dean yang mengejarnya dari ruang pertemuan. Dan kini, mereka berdua dibelenggu atmosfer kaku.Troy
Shit!"What are you fucking doing here?" pekik Louisa mendapati Dean mendadak muncul tanpa diundang. Sialnya, mengapa pula lelaki itu memergoki dirinya mengamati potret mereka berdua berciuman, seolah-olah menangkap basah kalau Louisa merindukan sentuhan Dean."Aku meneleponmu berulang kali," tandas Dean mendudukkan diri di sisi Louisa dan refleks dia menjauh seperti tak ingin terkena pengaruh sang CEO lagi. Sebelah alis Dean naik lalu mendengus kesal seraya menumpukan sebelah kaki kirinya ke kaki kanan, bersandar ke sofa menerawang adegan film roman yang mungkin sedang ditonton Louisa. "Kau menjaga jarak dariku padahal tadi memandangi foto kita berdua. Dasar picik!""It's not your bussiness!" semb
Pengambilan video pertama untuk film Last Dancing berada di distrik teater Houston, Texas, ketika Louisa mengenakan gaun balet berwarna ungu berbahan tile. Di bagian pinggang dibuat berlapis-lapis mengingatkan pakaian yang dikenakan Tinkerbell, sementara korset ungu berwarna lebih gelap dihias kilau mutiara di bagian dada bergayaoff shoulder.Rambut cokelat sebahu Louisa dibuat bergelombang dipermanis dengan poni dan jepit rambut bermotif bunga keperakan. Dia makin menawan di balik riasan natural yang menonjolkan pulasaneyeshadowgelap tuk mempertegas mata.Di atas sepatupointe, dia menari-nari begitu luwes bersama penari latar yang mengenakankalasiris--kostum Mesir kuno--yang dimodifikasi menggunakan kain gliter hitam dibelah samping agar memaksimalkan pergerakan. Musik mengalun begitu dramatis berbarengan penc
Bersama Theo, Louisa tengah berdialog di mana Abby dan James tengah duduk dan bermain piano bersama. Menyanyikan sebuah lagu dari Bobby Caldwell yang pernah populer di tahun 70-an sambil sesekali melempar kerlingan mata sebagai interaksi kecil di antara dua tokoh utama. Tidak disangka bahwa suara Theo benar-benar merdu untuk didengar sampai-sampai Louisa merasa dirinya tidak sedang menghadapi James, melainkan diri pria manis tersebut.Selagi sutradara tidak menghentikan adegan mereka di sebuah restoran bertema vintage, Theo menarik tangan Louisa agar menari bersama seraya menjentikkan jari ke arah pelayan untuk memutar lagu dari penyanyi jazz Amerika itu. Pelayan berkulit hitam yang menjadicameomengangguk kemudian memutar musik dari piringan hitam. Aktor dan aktris yang dipasangkan oleh penulis naskah itu berdansa di bawah temaram lampu restoran.Ba
Entah harus menjadi kejutan besar atau bukan ketika sosok Dean muncul secara tiba-tiba di depan pintu kamar hotel Louisa seraya melempar kerlingan mata nan menggoda.Dan tanpa rasa bersalah.Mengulurkan sebuah buket mawar merah kepada Louisa seperti memperlakukan gadis itu sebagai kekasih hati, kemudian menarik tubuh Louisa dalam gaun tidur berwarna merah bata yang kontras dengan kulit. Mendekap erat penuh kerinduan lantas meraup bibir sensual Louisa bak orang dimabuk asmara. Pagutan dalam nan liar, membelai dan mencecap mulut gadis itu bagai menyalurkan hasrat panas yang mampu meningkatkan gairah Louisa bagai bermandikan puluhan liter feromon dalam hitungan detik.Tak sempat mengelak saat Dean menahan tengkuk lehernya, Louisa justru menjatuhkan buket bunga tanpa sadar dan refleks meremas kemeja putih yang dikenakan pria tak tahu diri itu. Mera
Louisa membuka matanya malas ketika dering ponsel membangunkan seluruh mimpi indah yang sedang berputar di bawah alam sadar. Mengumpat pelan manakala tangannya tak kunjung menemukan benda sialan itu. Dia mendecak kesal tidak melihat ponsel di atas laci, melainkan tergeletak tak berdaya di lantai tepat di atas tumpukan pakaiannya. Dia mengernyit, menajamkan penglihatan membaca nama sang ibu menelepon.Louisa menguap lebar, mengumpulkan nyawa lalu berpaling ke arah sosok Dean yang seharusnya masih terlelap di sampingnya. Sialan! rutuk Louisa dalam hati. Sepertinya, menghilang menjadi kebiasaan baru Dean selepas percintaan hebat mereka semalam. Namun, Louisa mendapati secarik kertas di atas bantal Dean. Apakah itu semacam surat cinta? batinnya."Ja, Mama, was ist los?"tanya Louisa menekanloud