Kembali ke Los Angeles dengan segudang kegiatan rasanya membuat Louisa ingin melarikan diri sebentar di Milan. Setidaknya di sana dia bisa menciptakan ruang sendiri bersama Dean untuk mengulik lebih jauh kepribadian lelaki itu. Namun, pesan teks yang dikirim oleh Christine tentang jadwal casting mengurungkan niat Louisa, sehingga dia terpaksa mengekori Dean kembali ke Amerika di penerbangan paling awal.
Di satu sisi, Louisa lebih banyak diam, merenungkan tiap kata yang dilontarkan Dean di katedral. Menyambungkan satu-persatu benang yang mengaitkan antara ketidakpercayaannya terhadap cinta, masa lalunya yang masih misterius, serta sebuah komitmen. Dean memang tidak secara langsung mengajukan poin terakhir kepada Louisa, hanya saja setiap kali gadis itu ingin pergi , Dean selalu menahan dan berpendapat kalau komitmen hanya diberikan jika dia sudah menaruh sebuah kepercayaan.&n
Tiba giliran Louisa menunjukkan skill sandiwara di depan timcastingyang dihadiri langsung oleh Christine dan disambut senyum sehangat mentari. Kaka Dean yang katanya seperti nenek sihir itu nyatanya berlaku baik kepada Louisa dan memberi dukungan penuh kalau dia bakal bisa memerankan karakter Abby. Louisa senang bukan main, hatinya langsung berbunga-bunga menerima sentuhan positif dari produser sekelas Christine walau ada tatapan tak menyenangkan yang dilontarkan rivalnya, Rachel dan Jean. Louisa tidak peduli dan memilih menunjukkan bakat agar bisa membungkam mulut mereka yang meragukan kemampuannya.Bersama seorang lelaki berperawakan tinggi besar dengan rahang tegas yang membingkai wajah juga sorot mata dalam di balik iris amber, Louisa mengucapkan dialog-dialog Abby penuh penghayatan. Terutama ketika juri memintanya menampilkan adegan di mana Abby mer
Denting gelas bir memenuhi bar Angel City Brewery berbarengan asap-asap rokok membumbung mendesak tiap-tiap sudut ruangan. Meja-meja dipenuhi gelas maupun kaleng bir olahan mereka sendiri. Manalagi interiornya juga didesain sedemikian rupa; graffiti di tembok bergambar sayap, tengkorak, hingga wajah perempuan bergincu merah nan sensual. Rak kayu berpelitur gelap tempat penyimpanan botol-botol bir beraneka rasa dan sensasi yang sengaja dibuat sesuai musim. Meski bangunan ini adalah bangunan tua, tidak menjadikan bar yang ada di distrik seni dekatLittle TokyoLA terasa usang.Diiringi musik Goo Goo Dolls, Louisa dan Theo duduk di salah satu sudut bar dengan dua botol bir dan dua piring camilan sebagai teman bicara. Sesekali mereka menyanyikan bait demi bait lagu Slide dan tidak menyangka bahwa mereka menemukan kesamaan. Mereka tertawa terbahak-bahak hingga
Berdiri di belakang dinding kaca yang menampilkan lanskap Downtown tak lantas membuat pikiran Dean langsung tenang. Gedung-gedung tinggi yang berdiri kokoh di sekitar agensi Cross seakan-akan ingin menghalangi keberadaan Louisa sekarang. Manalagi gerombolan awan yang menggantung di birunya langit tak sama dengan iris mata Dean yang menggelap dan menyorot tajam, mengamati mobil-mobil lalu lalang memenuhi tiap ruas jalan tidak dapat mengalihkan pikirannya dari Louisa. Rahangnya sesekali mengetat, menggeram dan menahan gejolak amarah jikalau bidikan paparazzi yang tersebar di media masih berputar dalam kepala. Andai orang lain bisa melihat, kini kepala Dean dipenuhi asap hitam yang mengepul akibat sikap kekanakan Louisa yang memancing emosi. Lagi dan lagi.Dia melonggarkan ikatan dasi yang terasa begitu mencekik leher, berharap oksigen di sekitar lelaki itu bisa leluasa masuk ke dala
Hari pertama tanpa Dean dipenuhi air mata yang sama seperti ketika Troy mendadak meminta berpisah dari Louisa. Hatinya seperti dilubangi kemudian ditaburi garam dilanjut ditusuk ribuan duri sampai-sampai rasa nyeri itu menjadi teman yang membayangi Louisa. Walau sudah menelan pil tidur dan pereda pusing, nyatanya tidak ada obat yang benar-benar menghilangkan kesedihan dalam satu kali jentikan. Sejak kemarin, meringkuk dalam kamar dan berlindung di bawah selimut seakan menolak kehidupan yang berjalan di sekeliling Louisa, termasuk mengabaikan banyak panggilan bahkan dari Karoline.Alhasil, Corylah yang kelabakan menjawab satu persatu telepon mengapa bintang yang sedang bersinar itu mendadak menghilang. Sengaja tidak mendatangi Covame seperti perjanjian sebelumnya membuat tim pemasaran terpaksa membatalkan kerja sama serta mengolok Louisa sebagai perempuan tak profesiona
"Lihat, kekasih Mr. Cross datang," bisik seseorang menunjuk Louisa yang masuk ke lobi gedung."Wah ... benar-benar penjilat handal," ledek yang lain seraya geleng-geleng kepala mengamati Louisa berjalan bersama Corry menuju lift. "Apa kau sudah dengar gosip?""Tidak. Kenapa?""Covame mau menuntut Louisa karena terlanjur menandatangani kontrak kerja sama, tapi mendadak dia membatalkan tanpa alasan. Dan kau tahu? Mr. Cross yang mengurus semuanya, bahkan bernegosiasi sampai tuntutan itu dicabut tanpa ada denda," terang perempuan berambut blonde itu sambil sesekali melirik Louisa yang kini menunggu pintu lift terbuka."Bukannya belum ada perjanjian kontrak? Yang kudengar seperti itu," balas perempuan di depa
"Serius?" Cory melontarkan ekspresi terkejut manakala mendengar cerita Louisa. Kemudian tergelak seraya melingkarkan jemari kanan ke kaki gelas koktail, menyesap pelan merasakan kombinasi vodka dan jus cranberry yang manis. Dia memiringkan kepala lalu berkomentar, "Dasar bajingan seksi yang aneh. Kupikir dia benar-benar ingin berpisah denganmu."Louisa menjentikkan jari, menyandarkan punggung ke sofa bar ketika sorot matanya beralih ke sosok pria pirang yang berjalan mendekat dan melempar senyum lebar. Louisa mengangkat tangan membuat Cory berpaling. "Aku perlu menarik ulur hati Dean, seperti dia melakukannya padaku.""Hei, girl," sapa Theo. "Hei, Cory.""Hei, pirang," balas Louisa begitu Theo duduk di sisi kiri dan memberikan pelukan hangat seorang teman. "Kau belum memberiku kabar, Theo. Apa kau lolos?"Theo terdiam beberapa saat lalu berseru, "Yeah! I did it!""Fuck man ... kalian akan jadi pasangan serasi," puji Cory tidak menyangka bahwa juri akan memilih lelaki itu. Walau sejuju
"Ketiga ... adalah mimpi burukku, Lou."Louisa memutar kembali ingatan ketika Dean membuka diri padanya. Sebuah luka menganga yang tidak bisa dibayangkan Louisa jika menjadi lelaki itu. Bagaimana dia menanggung sebuah dosa besar itu sendirian di balik tanggung jawab seorang pemimpin agensi yang diturunkan dari keluarganya.Tanpa sadar air mata Louisa kembali mengalir mengamati Dean yang terlelap di sampingnya bagai anak-anak dibuai mimpi indah. Begitu menenangkan dan tampak damai. Tidak ada ekspresi dengan alis mengerut, bibir yang melontarkan pendapat yang memicu pertengkaran, ataugestureposesif yang dipancarkan jika melihat Louisa bersama pria lain. Semua tampak berbeda ketika Dean benar-benar terbaring seperti ini. Walau beberapa kali raut wajah Dean mengerut seperti menggumamkan sesuatu
Salah satu cara untuk bisa berpikir jernih sebelum mengambil keputusan sekaligus menghapus satu persatu rasa yang mengendap di hati Louisa adalah menjauh dari Dean. Sebisa mungkin dia melakukan metodeslow respondbahkan membiarkan pesan-pesan maupun telepon lelaki itu menumpuk. Mungkin kesannya Louisa sedang memantik masalah lagi, tapi ... bagaimana pun juga, apa yang dikatakan Cory benar. Dean dan dirinya hanyalah dua manusia yang dibutakan oleh nafsu dan tidak akan pernah terikat oleh cinta. Menurut Cory, tidak ada ruang lagi bagi Louisa untuk bisa mendiami hati Dean jika lelaki itu masih mencintai Anastasia dan terikat oleh kesalahan yang pernah dibuat."Kau hanya memiliki raganya, bukan hatinya, Lou. Dan itu akan membuatmu sakit hidup bersama orang yang pura-pura bahagia untukmu," ujar Cory.L