Jangan lupa masukkan ke daftar baca kalian ya~
Embun pagi masih membasahi rerumputan halaman depan kediaman mewah Ariana. Cahaya matahari yang lembut mulai menembus dedaunan, menciptakan bayangan panjang di halaman luas berlapis marmer putih. Andrew berdiri tegap di depan Diego dan teman-temannya yang sudah berkumpul di halaman itu.Diego terlihat gelisah dan kegelisahan yang ia rasakan bukan sekadar kecemasan biasa, melainkan pergolakan batin yang mendalam. Semalam, Andrew secara pribadi memberitahu dirinya, jika pagi ini dia akan mengumumkan posisi baru Diego asisten pribadi Ariana.Bagi Diego, ini adalah momen yang sulit dipercaya. Dia baru bekerja kurang dari sebulan di mansion megah ini, dan kini akan dipercaya mendampingi nyonya rumah. Bayangan tentang reaksi teman-temannya memenuhi pikirannya. Akankah mereka marah karena Diego yang baru bergabung mendapat kenaikan jabatan? Atau menganggap Diego hanya karyawan beruntung?Jorge, sahabat Diego yang merekomendasikan bekerja di tempat ini, menatap Diego dengan tajam. Sepersekian
Sinar matahari pagi yang lembut menyinari kediaman mewah Ariana, membawa kehangatan yang tidak hanya terasa pada kulit, melainkan juga pada hati para karyawan yang bekerja di sana. Hari ini, kebahagiaan terpancar jelas dari wajah semua orang, karena hari ini adalah hari mereka terima gaji.Di lobi mes karyawan, suara tawa dan bisikan-bisikan riang terdengar saat beberapa karyawan sibuk mengatur jadwal mereka malam ini. Di teras yang sedikit lebih tenang, Diego duduk santai bersebelahan dengan Jorge, sahabatnya.Diego memegang secarik kertas terlipat di tangannya, yang berisi rincian gajinya bulan ini. Mata mereka berdua tertuju pada kertas itu, perlahan, Diego membuka lipatan kertas, dan apa yang terungkap membuat mata mereka melebar."What The?" seru Jorge, matanya terbuka semakin lebar.Tangan Diego yang memegang kertas mulai bergetar, nominal yang fantastis tercetak di atas kertas, $11.000 USD. Jumlah yang bahkan membuat Diego sendiri tercengang, tidak percaya."Wow, Diego... seper
Mobil mereka tiba di pusat perbelanjaan fashion tereksklusif di Sevilla, tempat yang selama ini hanya menjadi mimpi bagi kalangan menengah. Diego turun lebih dulu, lalu berjalan ke sisi lain mobil untuk membuka pintu Ariana.Sang majikan masih duduk di dalam, menggeser kedua kakinya hingga menjuntai keluar, tanpa high heels. Tatapan memohonnya bertemu dengan Diego—sebuah tatapan yang sudah ia kenal benar, penuh dengan maksud tersembunyi."Tolong, Diego," pintanya dengan nada lembut yang selalu berhasil meluluhkan pertahanan sang asisten.Diego mengangguk paham. Dia meraih high heels merah dari kursi belakang, kemudian berjongkok di depan Ariana. Jemarinya yang kokoh namun lembut memasang sepatu hak tinggi itu dengan teliti, seakan-akan ia sedang menangani barang yang paling berharga."Terima kasih, Diego," ucap Ariana perlahan sembari turun dari mobil.Keduanya melangkah beriringan memasuki gedung mewah itu. Diego tidak bisa menyembunyikan kekagumannya, ini pertama kalinya dia memasuki
Seminggu setelah berpisah dengan Diego, Valentina dinikahi Javier Torres, seorang pengusaha kaya di Madrid. Perbedaan antara Javier dan Diego begitu nyata, baik dari segi fisik maupun perlakuan. Jika Diego pernah memanjakan Valentina dengan sentuhan dan perhatian, Javier sama sekali berbeda.Malam-malam mereka terasa hampa. Javier hanya memperlakukan Valentina sebagai objek pelepas hasrat, tanpa peduli akan kepuasan istrinya. Seusai mendapatkan apa yang diinginkannya, pria itu langsung terlelap, meninggalkan Valentina dalam keheningan dan kekecewaan.Valentina sendiri tahu alasan sebenarnya ia menerima lamaran Javier karena uang. Materi yang dijanjikan pria kaya itu mampu menjamin masa depannya. Bukan cinta, bukan kecocokan, melainkan sekadar transaksi kehidupan.Kemarin, mereka tiba di Sevilla. Perjalanan ini merupakan perjalanan bisnis Javier dan momen bulan madu mereka. Dan hari ini, Valentina menemani suaminya berbelanja pakaian formal di sebuah stan eksklusif.Saat itulah mata Val
Valentina melangkah dengan emosi yang mendidih, matanya mengunci sosok Diego yang berjalan cepat di depannya. Setiap langkahnya penuh amarah. Sepatu hak tingginya mengetuk keras lantai marmer yang ia lewati.Langkah kakinya semakin cepat, mengejar Diego yang tampak ingin segera menghilang dari pandangannya. Tak pernah terlintas dalam bayangan Valentina jika Diego, pria yang dulu begitu manis, penurut, dan selalu mengikuti kemauannya, kini bersikap sedemikian dingin kepadanya.Dengan langkah tergesa, Valentina mengejar Diego. "Diego! Berhenti!" teriaknya.Begitu jarak mereka sudah sangat dekat, tangannya terulur, meraih jaket lusuh Diego dan menariknya dengan kasar.Srakk!Jaket yang Diego kenakan sobek. Pria itu pun terpaksa berhenti, kemudian berbalik.Matanya tajam, menahan emosi yang siap meledak. "Sebenarnya apa maumu?"Air mata nyaris membasahi pelupuk mata Valentina, "Aku minta waktumu, aku ingin bicara!" raungnya dengan suara gemetar menahan tangis.Diego mendengus sinis. "Bic
Setelah momen menegangkan tadi, Diego dan Ariana singgah di salah satu kafe mewah yang masih terletak di pusat perbelanjaan itu. Interior kafe bernuansa modern minimalis dengan sentuhan kayu gelap.Pelayan berbaju hitam dengan celemek putih datang membawa pesanan mereka. Dua cangkir espresso doppio disajikan di atas piring keramik putih dengan aksen emas. Di samping kopi, tersedia sepiring kecil macaron berbagai warna dan sepotong dark chocolate praline yang tersusun rapi.Ariana tersenyum ramah, "Terima kasih," ucapnya pada pelayan.Aroma kopi espresso yang kuat menguar, mengusir sedikit ketegangan tersisa dari insiden sebelumnya. Mata Ariana lalu menatap Diego, yang duduk di depannya dengan wajah murung. Ekspresi Diego terlihat lelah, seakan membawa beban berat di pundaknya."Siapa wanita tadi?" Ariana membuka percakapan. "Mantan kekasihmu?"Diego mengangkat kepalanya, tatapannya kosong. "Entahlah, bisa jadi ya, bisa juga tidak," jawabnya ragu.Alis Ariana terangkat, "Maksudmu bagai
Ariana dan Diego meninggalkan salon, Diego mendorong troli berisi barang belanjaan mereka. Keduanya berjalan beriringan, langkah mereka sejajar namun penuh ketegangan tersembunyi.Ariana tak bisa mengalihkan pandangannya dari Diego. Sesekali ia melirik, mengamati transformasi pria di sampingnya. Setiap kali tatapan mereka nyaris bertemu, Diego langsung salah tingkah."Nyonya, apa ada sesuatu di wajahku?" tanya Diego cepat, menoleh dengan gerakan mendadak.Ariana tersentak, "Tidak... tidak ada masalah," jawabnya tergagap, mengalihkan pandangannya, sedikit malu karena aksinya ketahuan.Diego mengangguk paham, matanya kembali fokus ke depan. Namun Ariana tak berhenti, dia kembali melirik sembari menahan senyumnya."Apa Diego selalu setampan ini?" batinnya, membandingkan penampilannya sekarang dengan sebelumnya.Sesampainya di parkiran, mata Ariana menangkap sosok Valentina dan Javier yang juga menuju area parkir. Dalam sekejap, ia refleks melingkarkan lengannya di lengan Diego."Nyonya?"
Di ruang tamu kediaman mewah Ariana, Diego tampak gelisah. Langkahnya mondar-mandir tak beraturan. Sesekali, ia melirik ke arah pintu ruang kerja Andrew, berharap segera mendengar kabar tentang Ariana.Wajahnya terlihat cemas, "Tuan Andrew pasti sangat marah. Aku mengkhianati kepercayaannya dan juga mengkhianati amanah Tuan Sergio."Keringat dingin mulai membasahi dahinya. Jemarinya gemetar ringan, setiap langkah yang ia ambil terlihat gelisah, ia sangat mengkhawatirkan kondisi Ariana yang saat ini sedang di interogasi oleh Andrew terkait insiden pegangan tangan tadi.Tak berselang lama, pintu ruang kerja terbuka. Andrew muncul dengan wajah dingin dengan tatapan mata tajam yang mampu membuat siapa pun gemetar."Diego, sekarang giliranmu," ucapnya dengan nada datar namun menusuk."Iya, Tuan," jawab Diego patuh. Ia bergegas melangkah mengikuti Andrew.Memasuki ruangan kerja yang megah, Diego mengedarkan pandangannya. Ruangan itu kosong, tidak ada sosok Ariana di sana."Apa Nyonya baik-b
“Nyo... Nyonya...” ucap Diego, yang begitu terkejut dengan tindakan majikannya. Ariana, dengan tatapan penuh hasrat, kembali menarik wajah Diego mendekat. Namun kali ini, Diego berpaling, berusaha keras menahan diri agar tidak melewati batas.“Nyonya... Anda sedang mabuk,” ucapnya, ia menganggap tindakan sang majikan sebagai pengaruh dari minuman yang ia konsumsi.“Tidak, aku tidak akan mabuk hanya karena itu. Aku sadar dengan permintaanku,” balas Ariana.Matanya menatap dalam mata Diego yang terus menghindar. Ada ketegangan yang tak terucapkan di antara mereka, dan itu membuat Diego semakin gugup.“Anda sedang mabuk. Lebih... lebih baik Anda beristirahat,” Diego berusaha meyakinkan dengan suara yang bergetar. Ia dapat merasakan tarikan tangan Ariana semakin kuat, menarik wajahnya semakin mendekat. Walau begitu ia tetap bertahan, hingga tarik-menarik antara keduanya tak terelakkan.“Diego...” desah Ariana.Perlahan, tarikan lengan Ariana melemah. Diego memberanikan diri menoleh.“Apa
Malam memeluk kediaman mewah Ariana dalam keheningan yang memesona. Cahaya remang lilin bergoyang lembut di sekitar kolam renang, menciptakan panorama romantis yang membelai setiap sudut taman. Rerumputan hijau dan bunga-bunga malam seakan berbisik dalam keheningan, menunggu momen istimewa yang sebentar lagi akan terjadi.Diego berdiri di pinggir kolam, jantungnya berdebar tak karuan. Di tangannya, dua botol wine koleksi pribadi Andrew—Château Margaux 2015 keluaran terbatas yang harganya mencapai ratusan juta rupiah. Kemeja navy gelapnya tersusun rapi, rambut hitam klimis tersisir ke belakang dengan teliti. Jemarinya gemetar ringan saat meletakkan botol wine di atas meja kaca.Bayangan siang tadi terlintas di benaknya. Saat Ariana melompat dan menindihnya di atas sofa, wajah mereka begitu dekat hingga Diego nyaris kehilangan kendali. Dan di sore hari dia dan Ariana menghabiskan waktu berdua mendekorasi area ini, tertawa dan bercanda dengan keintiman yang tak biasa. Setiap gerak-gerik s
“Iya Nyonya, Tuan Sergio yang merencanakan semuanya,” jawab Andrew, meletakkan tangannya di punggung Ariana dan memandunya menuju sofa.Ariana duduk di sofa, masih tertegun dan tidak bisa mempercayai apa yang baru saja Andrew sampaikan."Andrew, ceritakan semuanya kepadaku," pintanya, siap mendengar apa yang mendiang suaminya sembunyikan.Andrew mengangguk pelan. “Seperti yang Nyonya sudah ketahui, penyakit Tuan Sergio sudah menggerogoti tubuhnya. Jujur, suatu keajaiban karena ia masih bisa bertahan selama itu.”“Tuan bahkan sering bercanda, berkata akan hidup selama seratus tahun. Dia selalu berusaha terlihat tegar dan kuat, padahal aku tahu tubuhnya menjerit kesakitan. Alasan dari sikapnya yang seperti itu adalah karena dia mengkhawatirkan Anda,” lanjut Andrew.Wajah Ariana semakin sedih, mengusap air matanya yang kembali mengalir di pipi.“Dan semua berubah ketika Diego hadir. Ia begitu nyaman, begitu rileks bersama Diego. Saat berinteraksi dengan Diego, tawa Tuan Sergio benar-bena
Di ruang tamu kediaman mewah Ariana, Diego tampak gelisah. Langkahnya mondar-mandir tak beraturan. Sesekali, ia melirik ke arah pintu ruang kerja Andrew, berharap segera mendengar kabar tentang Ariana.Wajahnya terlihat cemas, "Tuan Andrew pasti sangat marah. Aku mengkhianati kepercayaannya dan juga mengkhianati amanah Tuan Sergio."Keringat dingin mulai membasahi dahinya. Jemarinya gemetar ringan, setiap langkah yang ia ambil terlihat gelisah, ia sangat mengkhawatirkan kondisi Ariana yang saat ini sedang di interogasi oleh Andrew terkait insiden pegangan tangan tadi.Tak berselang lama, pintu ruang kerja terbuka. Andrew muncul dengan wajah dingin dengan tatapan mata tajam yang mampu membuat siapa pun gemetar."Diego, sekarang giliranmu," ucapnya dengan nada datar namun menusuk."Iya, Tuan," jawab Diego patuh. Ia bergegas melangkah mengikuti Andrew.Memasuki ruangan kerja yang megah, Diego mengedarkan pandangannya. Ruangan itu kosong, tidak ada sosok Ariana di sana."Apa Nyonya baik-b
Ariana dan Diego meninggalkan salon, Diego mendorong troli berisi barang belanjaan mereka. Keduanya berjalan beriringan, langkah mereka sejajar namun penuh ketegangan tersembunyi.Ariana tak bisa mengalihkan pandangannya dari Diego. Sesekali ia melirik, mengamati transformasi pria di sampingnya. Setiap kali tatapan mereka nyaris bertemu, Diego langsung salah tingkah."Nyonya, apa ada sesuatu di wajahku?" tanya Diego cepat, menoleh dengan gerakan mendadak.Ariana tersentak, "Tidak... tidak ada masalah," jawabnya tergagap, mengalihkan pandangannya, sedikit malu karena aksinya ketahuan.Diego mengangguk paham, matanya kembali fokus ke depan. Namun Ariana tak berhenti, dia kembali melirik sembari menahan senyumnya."Apa Diego selalu setampan ini?" batinnya, membandingkan penampilannya sekarang dengan sebelumnya.Sesampainya di parkiran, mata Ariana menangkap sosok Valentina dan Javier yang juga menuju area parkir. Dalam sekejap, ia refleks melingkarkan lengannya di lengan Diego."Nyonya?"
Setelah momen menegangkan tadi, Diego dan Ariana singgah di salah satu kafe mewah yang masih terletak di pusat perbelanjaan itu. Interior kafe bernuansa modern minimalis dengan sentuhan kayu gelap.Pelayan berbaju hitam dengan celemek putih datang membawa pesanan mereka. Dua cangkir espresso doppio disajikan di atas piring keramik putih dengan aksen emas. Di samping kopi, tersedia sepiring kecil macaron berbagai warna dan sepotong dark chocolate praline yang tersusun rapi.Ariana tersenyum ramah, "Terima kasih," ucapnya pada pelayan.Aroma kopi espresso yang kuat menguar, mengusir sedikit ketegangan tersisa dari insiden sebelumnya. Mata Ariana lalu menatap Diego, yang duduk di depannya dengan wajah murung. Ekspresi Diego terlihat lelah, seakan membawa beban berat di pundaknya."Siapa wanita tadi?" Ariana membuka percakapan. "Mantan kekasihmu?"Diego mengangkat kepalanya, tatapannya kosong. "Entahlah, bisa jadi ya, bisa juga tidak," jawabnya ragu.Alis Ariana terangkat, "Maksudmu bagai
Valentina melangkah dengan emosi yang mendidih, matanya mengunci sosok Diego yang berjalan cepat di depannya. Setiap langkahnya penuh amarah. Sepatu hak tingginya mengetuk keras lantai marmer yang ia lewati.Langkah kakinya semakin cepat, mengejar Diego yang tampak ingin segera menghilang dari pandangannya. Tak pernah terlintas dalam bayangan Valentina jika Diego, pria yang dulu begitu manis, penurut, dan selalu mengikuti kemauannya, kini bersikap sedemikian dingin kepadanya.Dengan langkah tergesa, Valentina mengejar Diego. "Diego! Berhenti!" teriaknya.Begitu jarak mereka sudah sangat dekat, tangannya terulur, meraih jaket lusuh Diego dan menariknya dengan kasar.Srakk!Jaket yang Diego kenakan sobek. Pria itu pun terpaksa berhenti, kemudian berbalik.Matanya tajam, menahan emosi yang siap meledak. "Sebenarnya apa maumu?"Air mata nyaris membasahi pelupuk mata Valentina, "Aku minta waktumu, aku ingin bicara!" raungnya dengan suara gemetar menahan tangis.Diego mendengus sinis. "Bic
Seminggu setelah berpisah dengan Diego, Valentina dinikahi Javier Torres, seorang pengusaha kaya di Madrid. Perbedaan antara Javier dan Diego begitu nyata, baik dari segi fisik maupun perlakuan. Jika Diego pernah memanjakan Valentina dengan sentuhan dan perhatian, Javier sama sekali berbeda.Malam-malam mereka terasa hampa. Javier hanya memperlakukan Valentina sebagai objek pelepas hasrat, tanpa peduli akan kepuasan istrinya. Seusai mendapatkan apa yang diinginkannya, pria itu langsung terlelap, meninggalkan Valentina dalam keheningan dan kekecewaan.Valentina sendiri tahu alasan sebenarnya ia menerima lamaran Javier karena uang. Materi yang dijanjikan pria kaya itu mampu menjamin masa depannya. Bukan cinta, bukan kecocokan, melainkan sekadar transaksi kehidupan.Kemarin, mereka tiba di Sevilla. Perjalanan ini merupakan perjalanan bisnis Javier dan momen bulan madu mereka. Dan hari ini, Valentina menemani suaminya berbelanja pakaian formal di sebuah stan eksklusif.Saat itulah mata Val
Mobil mereka tiba di pusat perbelanjaan fashion tereksklusif di Sevilla, tempat yang selama ini hanya menjadi mimpi bagi kalangan menengah. Diego turun lebih dulu, lalu berjalan ke sisi lain mobil untuk membuka pintu Ariana.Sang majikan masih duduk di dalam, menggeser kedua kakinya hingga menjuntai keluar, tanpa high heels. Tatapan memohonnya bertemu dengan Diego—sebuah tatapan yang sudah ia kenal benar, penuh dengan maksud tersembunyi."Tolong, Diego," pintanya dengan nada lembut yang selalu berhasil meluluhkan pertahanan sang asisten.Diego mengangguk paham. Dia meraih high heels merah dari kursi belakang, kemudian berjongkok di depan Ariana. Jemarinya yang kokoh namun lembut memasang sepatu hak tinggi itu dengan teliti, seakan-akan ia sedang menangani barang yang paling berharga."Terima kasih, Diego," ucap Ariana perlahan sembari turun dari mobil.Keduanya melangkah beriringan memasuki gedung mewah itu. Diego tidak bisa menyembunyikan kekagumannya, ini pertama kalinya dia memasuki