Lawan semua iblis yang berusaha menjatuhkanmu dengan kata-kata penghinaan. Kau berharga, Moglie mia. Karena kau adalah nafasku. Itulah arti Siete la mia aria.
~ Gio De Luca ~
♠ ♠ ♠ ♠ ♠
Hari-hari berikutnya Gio habiskan di rumah. Dia bahkan membawa seluruh pekerjaan di rumah agar bisa menemani dan juga menjaga Abby. Seperti halnya saat ini di ruang kerjanya, Gio sedang melakukan pemeriksaan akhir gelang pintar bernama Infinito. Gelang berwarna orange itu melingkar di tangan Gio. Dengan menggunakan Pico Projector yang memiliki delapan sensor dengan kemampuan jarak jauh, gelang ini mampu menampilkan tampilan smartphone<
Tersenyum adalah cara terbaik untuk menghadapi setiap masalah, untuk menghancurkan setiap ketakutan dan untuk menyembunyikan setiap rasa sakit.Kamu tahu seseorang berarti dalam hidupmu ketika tak peduli apa yang terjadi, baik ataupun buruk, dia selalu mampu membuatmu tersenyum.♠ ♠ ♠ ♠ ♠Gio menatap seseorang yang berdiri di tengah ruang kerjanya. Dia melihatnya dari atas hingga ke bawah secara berulang-ulang. Seorang wanita yang mengenakan kaos putih dan ditutupi sebagian oleh bib overalls kotak-kotak berwarna coklat. Wanita itu memiliki rambut pirang sebahu yang sedikit acak-acakan. Seakan dia tidak menyisirnya ketika bangun tidur."Selamat pagi, Mr. De Luca." Suaranya yang
Jangan cepat menilai seseorang berdasarkan penampilannya. Karena kita tidak tahu kemampuan yang dimiliki orang itu. Bisa jadi dia akan membuat kita takjub.♠ ♠ ♠ ♠ ♠Sampai di toko roti miliknya, Lucia benar-benar terpesona dengan Taylor yang berdiri di belakang kaca yang menyimpan berbagai roti. Bahkan sejak memasuki toko roti itu, Lucia tidak mengalihkan pandangannya dari pria yang saat ini mengenakan kemeja biru."Senang melihatmu lagi, Abby." Sapa Taylor dengan senyuman yang ditujukan pada Abby."Aku juga senang melihatmu lagi, Taylor. Apa kau menyukai oleh-oleh yang kubawakan untukmu?""Tentu saja suka. Aku bahkan memamerkan beer stein
Tu seil il sole del mio giorno.Kau adalah matahariku, Gio. Tanpamu aku tidak bisa melihat apapun dan merasakan ketakutan. Tanpamu aku tidak bisa merasakan kehangatan hingga membuatku menggigil kedinginan. Aku sangat mencintaimu.~ Abby De Luca ~♠ ♠ ♠ ♠ ♠Dalam ruang pertemuan, Matthew tampak tidak fokus mendengarkan apapun yang sedang dibicarakan. Pasalnya pikirannya dipenuhi kekhawatiran terhadap putrinya yang saat ini tengah dipenjara. Dia yakin Carla sangat menderita di sana. Matt sudah mengirim seseorang untuk membebaskan putrinya. Sayangnya pengaruh Giorgio De Luca amatlah sangat besar. Inilah yang dia khawatirkan
"Ingat benci dan cinta tuh beda tipis lho. Bisa saja nanti kamu yang sedang jalan di atas kebencian langsung menyebrang ke jalan cinta."~ Abby De Luca ~❇️❇️❇️❇️❇️Kondisi Abby dari hari ke hari semakin membaik. Dia sudah mulai banyak tertawa. Semua berkat cinta Gio dan juga tingkah menggemaskan Lucia yang terus membuatnya tertawa. Bahkan Abby sudah tidak lagi sepanik dulu ketika tidak sengaja bersentuhan dengan Taylor.Seperti saat ini, Abby sedang membawa kue buatannya yang baru matang menuju bagian toko. Dia menyerahkan nampan berisi kue muffin coklat yang menggiurkan itu kepada Taylor. Mencium aroma yang lezat i
Tidak semua hal bisa dihindari. Termasuk masalah. Ketika Tuhan mengijinkan masalah datang dalam hidup kita, maka kita tidak bisa menghindarinya. Bahkan jika kita berlari sejauh apapun, masalah itu akan tetap mengejar kita.❇️❇️❇️❇️❇️Setelah Gio pergi, Abby memilih untuk mengisi perutnya sendirian di ruang makan. Menikmati makan malam disertai dessert buatannya sendiri. Abby merasa kesepian tidak ada Gio yang menemaninya. Karena itu Abby jadi tidak bersemangat dan hanya memakan sedikit dari porsi biasanya.Abby memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Dia meraih ponsel yang dia letakkan di atas meja. Kemudian wanita itu merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Dia menyalakan ponsel itu dan melihat ada satu pesan dari Lucia.
Rencana yang jahat akan berakhir buruk.Rencana yang baik akan berakhir baik.Rencana mudah untuk dipikirkan,Tapi sulit untuk dilakukan.❇️❇️❇️❇️❇️Seorang pria dengan rambut sedikit panjang tengah mempersiapkan kameranya. Pria yang saat ini duduk di bangku tak jauh dari hotel Maranello Palace itu mengangkat kamera dengan lensa panjang itu tepat di depan wajahnya. Manik matanya bisa melihat jendela hotel Maranello Palace. Di jendela itulah dia akan mengambil gambar yang menarik seperti yang diinginkan Lucy. Dia akan mendapatkan berita besar mengenai CEO De Luca Inc. yang sangat tertutup.Terasa ponselnya bergetar di dalam sakunya. Pria bernama Ferrando itu menjauhkan kamera dari wajahnya dan mengambil ponselnya. Dahinya berkerut saat me
Abby layaknya lukisan yang indah. Rambut coklatnya bertebaran di atas bantal. Bibir merahnya terbuka seakan mengundangnya untuk mencicipi kemanisan buah ceri di dalamnya. Dan rona kemerahan tampak kontras dengan kulitnya yang putih. Pemandangan yang selalu membuat Gio terpesona.❇️❇️❇️❇️❇️Matahari pun sudah mulai menyinari kota Maranello. Sinarnya yang hangat mengusik tidur Gio. Pria itu membuka mata dan seketika bibirnya membentuk kurva kebahagiaan tatkala mendapati Abby berada dalam pelukannya. Mata wanita itu sudah terbuka sejak tiga puluh menit yang lalu. Namun dia memutuskan untuk tidak mengusik tidur suaminya dan justru memandanginya dengan penuh kekaguman."Sejak kapan kau bangun?" Gio mengeratkan pelukannya dan mencium kening sang istri.
Kue matang yang dicuri akan tetap tercium aromanya. Seperti itulah sebuah rahasia.Meskipun berusaha disembunyikan seaman mungkin, aku tercium kebenarannya.❇️❇️❇️❇️❇️Dua bulan berlalu dan salju sudah mulai turun di Maranello. Membuat udara menjadi sangat dingin. Meski begitu, Abby yang saat ini berada di dalam kamar mandi merasa panas karena rasa gugup yang melandanya. Manik matanya tertuju lurus pada benda panjang yang tergeletak di atas wastafel. Tangan Abby saling meremas menantikan hasil tes dari benda itu.Namun segala rasa gugup seketika lenyap tatkalatestpackitu menunjukkan garis dua. Bahkan wanita itu memekik dan melompat-lompat kecil saking bahagianya. Sudah dua bulan Abby terlambat datang bulan. Dia pikir hal i