"Apa maksudmu kerajaan dalam masalah, Gossen?" Nonoa melepas sihir telekinesisnya dan berlari menghampiri Gossen, puluhan pisau yang melayang gagah itu jadi jatuh ke tanah.
"Nonoa ..." Gossen menatap sedih pada adiknya.
"Apa yang terjadi Aamon?" Nonoa beralih pada kakak pertamanya, Tanoa dan Violet yang penasaran ikut mendekat pada mereka.
Sebenarnya, hanya Gossen dan Aamon saja yang tau soal dipilihnya Rei dan Celia sebagai kepala diplomat, jadi Aamon bingung harus mulai dari mana, di samping ini adalah masalah yang berhubungan dengan kerajaan tetangga, Nonoa akan marah jika ia mendengar kabar itu tanpa tau alasan yang jelas mengenai dipilihnya Celia dan Rei sebagai kepala diplomat.
"Dan kenapa kalian menceritakan hal penting semacam ini pada Celia?" tanya Nonoa kemudian setelah beberapa saat Aamon terdiam tanpa jawaban, ia menatap mereka bergantian.
Tak mau terjadi salah paham di antara mereka, Celia hanya bisa menceritakan hal yang sebenarnya, "
"Ethelberg? Kurasa aku pernah mendengar nama itu dari kakakku," komentar Violet."Benarkah, Violet-san?" tanya Tanoa sedikit terkejut."Lalu, apa dia mengatakan sesuatu tentang tempat itu?" Aamon bertanya, informasi tentang kerajaan itu terbilang minim. Meski hendak hati Nirin mencari informasi dengan diutusnya lima prajurit itu, siapa sangka kalau mereka dibunuh begitu cepat.Sudah tertulis di atas batu, bilamana sebuah kerajaan membunuh utusan tanpa alasan yang dimaklumi, itu sama saja mereka mengibarkan bendera perang. Keputusan Ethelberg yang tanpa ragu itu membuat mental kerajaan yang lebih lemah darinya itu ciut dibuatnya.Violet sejenak mengingat kemudian menggeleng pelan, "Tidak begitu ingat, tapi kalau tidak salah, aku mendengar sesuatu seperti sesembahan terhadap Sang Pemuas Ketamakan, apakah itu salah satu sebutan penyihir?" tanyanya. Tepat setelah nama itu disebut, terdengar suara buku jatuh dari rak yang mengalihkan perhatian mereka.
Nyonya Paxley menggeleng, "Aku ragu soal itu, dari penglihatanku, aliran mana Rei-dono harusnya terlihat menyatu denganmu, tapi aku sama sekali tidak merasakannya sekarang. Bisa jadi ini akan memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan," jelasnya dengan raut wajah sedih.Kalau nyonya Paxley sudah bicara begitu, apa boleh buat. Celia hanya bisa bersabar untuk sekarang. Melihat seorang tamu yang sudah dianggap bagian dari keluarga ini tampak begitu cemberut, nyonya Paxley kembali bertanya, "Bisa kau ceritakan detil kejadian sebelum Rei-dono berakhir seperti ini, Celia-dono?" tanyanya."Uhmm ... Itu karena sebuah tombak cahaya yang tiba-tiba jatuh dari langit dan menghancurkan tubuhnya, Hima-sama.""Ah, soal itu aku sudah dengar dari Aamon. Dia bilang kalau tombak itu kemungkinan ulah Sang Penyendiri, tapi penglihatanku berkata lain, energinya memang kuat, tapi aku bisa memastikan bahwa itu bukan perbuatannya, meski ada kemungkinan kalau itu ulah penyihir
"Eh?" Celia terperanjat. Sepasang sayap yang membentang dan mengepak pelan itu tampak menakutkan.Sosok yang mengaku bukan Rei itu menggeleng sambil memijit kening, "Dari caramu berbicara, kau pasti berpikir kalau aku ini punya wajah yang sama persis dengannya," kata sosok itu menghela napas ringan.Kali ini Celia melunak, ia menyeka air mata yang baru saja jatuh, "Kalau bukan Rei, lalu kau siapa?" tanyanya."Sebelum kuberitahu, kujelaskan dulu kondisimu sekarang ini. Dengar Celia-san, saat ini kau berada di alam perantaraku, ini adalah cara seseorang untuk berkomunikasi dari jarak jauh. Wanita yang ada di sebelah sana itu temanku, dia adalah seorang penyihir, aku memanggilnya karena suatu urusan.Lalu kau tiba-tiba datang tanpa undanganku, tidak ada yang bisa melakukannya kecuali dia punya kemampuan telepati yang hebat, dan itu sudah cukup membuktikan kalau apa yang dikatakan Emiri tadi itu benar adanya," jelasnya."Yang dikatakan Emiri-san? Maksu
Nyonya Paxley mengangguk, "Begitulah, apa kau sudah menemukan jawabannya?"Celia sedikit terperanjat, kemudian menggeleng pelan, "Aku belum menemukan perkembangan apa pun. Tadi itu, apa anda membawaku ke alam perantara Rei, Hima-sama? "Alis nyonya Paxley mengkerut, "Apa di sana kau melihat Rei?" tanyanya bingung, dari cara ia berekspresi nampaknya yang terjadi pada Celia barusan hanya kebetulan besar."Uhmm ... Lebih tepatnya, aku bertemu sosok yang mirip Rei ..." jelasnya, tapi kemudian tiba-tiba Celia memegang kepalanya terkejut sendiri, "Aku lupa bertanya siapa namanya!!" sahutnya panik."Ah, begitu ya. Meski bukan Rei, tampaknya orang yang kau temui itu cukup membuatmu terkesan," ujar nyonya Paxley tersenyum padanya."Itu karena dia punya sepasang sayap hitam dan tampak mengerikan, Hima-sama! Aku bahkan bertemu dengan seseorang yang sangat mirip denganku di sana!" tambah Celia."Ara, tampaknya yang terjadi lagi-lagi di luar perkir
"Apa yang terjadi padanya, bu?" Nonoa tak tahan segera bertanya pada seseorang yang hanya menemani Celia di ruangan itu."Oh tidak, sihirku tidak kuat menanganinya!" sahut Violet cemas mendapati sihir penyembuhannya tak sampai ke tubuh Celia. Tubuh gadis ituaa terkulai dalam pangkuan Violet, ia sepenuhnya tak sadarkan diri sekarang."Sebaiknya kita bawa dia dulu ke kamarnya sekarang," perintah Aamon. Enhem yang berada di sampingnya menganggguk lalu membawa tubuh Celia keluar kamar, diikuti beberapa orang yang tadi masuk ke dalam ruangan kecuali Nonoa yang masih menatap ibunya penuh tanda tanya."Maafkan aku Nonoa," ujar Hima Paxley mengalihkan wajahnya dari tatapan putri bungsunya itu.Nonoa yang degup jantungnya masih berdetak cepat berusaha melunak, "Tidak apa, bu," Nonoa tersenyum ringan, "apa yang telah terjadi padanya?" tanyanya kemudian."Kau ingat saat kejadian malam dimana Celia-dono muntah darah?" tanyanya dengan raut wajah sedih.N
Ini kali kedua Celia menapakkan kakinya di ibu kota. Tepatnya halaman istana, karena yang membawa mereka bukan kereta kuda sewaan seperti yang pernah ia naiki bersama Enhem, kereta pribadi ini langsung menurukan mereka di sana.Tak hanya kereta mereka, beberapa kereta yang juga membawa pejabat terpakir berjajar rapi. Istana yang masuk dalam objek pandang Celia kemudian tampak begitu megah dilapisi batu pualam putih hampir di semua permukaannya."Aamon-dono, Gossen-dono, selamat pagi," seorang pria paruh baya yang menggunakan setelan jas rapi menyambut mereka begitu turun."Oh, Paman Talkay, selamat pagi," Aamon dan Gossen membungkukkan setengah badan mereka padanya, "Celia-chan, perkenalkan, dia adalah Talkay, tetua kami di bagian diplomat. Paman Talkay, seperti yang kita bahas di pertemuan sebelumnya, hari ini ia akan menjabat sebagai kepala diplomat baru," jelas Aamon."Salam kenal, Pamam Talkay, juga mohon bantuannya," Celia ikut membungkukkan ba
Celia spontan berdiri lalu membungkukkan badannya untuk meminta maaf, "Mohon maaf atas kelalaianku Nirin-sama,""Apakah gadis kecil ini yang kau maksud Gossen-san?" tanyanya beralih pada pemuda yang baru saja duduk setelah menyambutnya. Batin Celia spontan mengumpat, kau bahkan tampak lebih muda dariku! pekiknya dalam hati.Gossen mengangguk sebagai jawaban "Benar, Nirin-sama.""Hee, tapi, kenapa aku meragukannya, ya?" cibir Nirin tersenyum kecut menatap Celia.Sejak awal, Celia sudah tau kehadirannya akan diremehkan, sebagai putri CEO yang keras kepala dan penuh ambisi, ini saat yang tepat baginya untuk menunjukkan siapa dia sebenarnya."Maaf Nirin-sama, orang pandai lebih memperhatikan detil dari suatu hal daripada mementingkan sampul yang tidak perlu. Mungkin sosokku ini gadis kecil, tapi apa kau juga berpikir bahwa umurku ini belasan tahun?" tanya Celia dingin, padahal i
Sore harinya, mereka bertiga kembali ke kediaman. Turun dari kereta kuda, menatap ke arah meja taman yang sedang ditempati tiga gadis muda cantik. Mereka asyik bercengkrama, berseru riang mendengar pembahasan yang terdengar menyenangkan. Bayang-bayang masa lalu yang sebelumnya kelam tanpa dilupakan dari ingatan mereka.Lain dengan dua tuan muda yang kini berdiri di kedua sisi Celia. Pikiran mereka sedang dibebani rasa bersalah.Tiga gadis cantik itu menyadari kedatangan penghuni lain kediaman ini. Masing-masing pasang mata yang diciptakan begitu indah spontan terarah pada siapa yang berdiri di sana. Bibir ranum yang sebelumnya tersenyum kini semakin melebar, memperlihatkan deretan gigi putih dan lesung pipi di kedua sisi."Celia-chan! Ah ternyata tanpamu rasanya begitu kurang," Nonoa berseru setelah ia berlari antusias lalu memeluknya."Bagaimana, apa kau menikmatinya Celia-san?" Tanoa bertanya penasaran."Ah, begitulah. Ayolah, apa kalian ti
"Permisi, kami hendak mencari pemimpin karavan dagang Yuminose, bisa tolong antarkan kami padanya?" pinta Rei pada pria paruh baya yang tengah menghirup puntung rokoknya itu."Ah, apa kau juga mau ikut pergi ke kerajaan Guilstone?"Rei mengangguk."Tapi anak muda, mungkin saja perjalanan ini sedikit beresiko, lho," katanya tiba-tiba."Lho, memangnya kenapa?"Pria itu mendekatkan wajahnya untuk membisikan sesuatu, "Ada rumor yang mengatakan bahwa, setiap malam-malam tertentu di jalur desa Bulu Gagak menuju desa Lembah Bergetar, ada sekumpulan hewan iblis yang suka menyerang petualang atau karavan pada malam hari."Fara terkesiap, itu mengingatkannya pada aroma mencurigakan tadi."Apa pemimpin karavan itu juga mengetahuinya?""Tentu saja, tapi bukan berarti tidak akan ada korban meski ia sudah menyiapkan prajurit penjaga, kau hanya perlu berhati-hati jika sudah mantap ingin ikut dengan mereka," ujarnya, lalu ia mengantar mereka k
"Aku tinggal menceritakan situasinya ketika mereka menemukanku," jawab Rei asal."Anda mengatakannya seperti itu hal yang mudah saja," gerutu Fara."Haha," Rei malah tertawa."Mereka hendak melatihku, magister tingkat lanjutan sebagai pelatihnya. Hanya saja, aku merasa ada yang janggal dari keputusan raja tentangku," jelas Rei."Apa mereka membuatmu tidak nyaman?"Rei yang kepalanya dibantalkan pada tangan jadi menoleh ke arahnya, "Bukan begitu, aku hanya merasa suatu saat mereka akan menjadikanku sebagai budak politik," jelasnya, "dan aku tidak mau Celia terlibat.""Hmm, ya pokoknya kalau sampai mereka menyusul kita, aku tidak mau bertanggung jawab," kata Fara."Tenang saja, aku ahli memanfaatkan medan untuk bersembunyi."Rei bangkit, "Sudah saatnya memasang waktu jaga, kita akan gantian berjaga, kau mau duluan istirahat, Fara-chan?"Fara mengangguk, "Baiklah, aku juga sudah cukup mengantuk."Tirai penutup tenda
"Kenapa terkejut? Kau juga kesini jalan kaki, kan?""Muuh, tidakkah kalian terlalu nekat?""Hey, lihatlah siapa yang berbicara," sahut Rei berkacak pinggang.Fara menghela napas, ia menyerah, mereka sama-sama keras kepalanya. Matahari juga hampir tumbang di sisi timur, waktu mereka tinggal sedikit sebelum hari menjadi gelap."Memangnya, apa tujuanmu pergi ke sana, Rei-san, Celia-san?" tanya Fara."Entahlah ...""Heee?!""Singkatnya, kami hanya ingin menjelajahi dunia yang penuh misteri ini," jawab Rei tanpa keraguan di wajahnya."Apa itu, aneh sekali," cibir Fara."Kok aneh?""Kalian suka sekali ya melakukan hal-hal yang merepotkan," ujarnya. "Tapi ... Terima kasih ya, maaf aku kurang benar mengatakannya kemarin itu," tambahnya lagi.Benar-benar sosok Fara yang terlihat berbeda di mata Rei dan Celia, sampai bingung bagaimana menanggapi perkataannya."Kenapa menatapku seperti itu?""Eh, hahaha
Fara mengucek kedua matanya yang sembab saat terbangun. Ya, setelah ia menutupkan pintu begitu Rei keluar, ia hampir tidak bisa berhenti menangis. Tirai dibuka, cahaya yang terlalu terang mengejutkan bola matanya yang masih terasa perih.Ia membetulkan kerah piyama yang turun ke bahu. Mengorek isi tas untuk mengambil pakaian ganti. Di penginapan ini terdapat pemandian air panas, sempurna untuk pagi hari setelah malam yang melelahkan. Fara meregangkan tubuhnya, lalu mengingat ada sesuatu yang kurang."Astaga, aku tidak punya sabun," gumamnya."Mungkin aku bisa meminjamnya dari kamar sebelah," Fara lalu merapikan isi tas itu dan beranjak ke kamar sebelah.Pintu diketuk, "Permisi."Tepat setelah pintu dibuka, handuk yang bawa di tangannya jatuh, mulutnya menganga tak percaya."Ah, Ohayou Fara-chan.""Ohayou Fara-chan," ujar suara yang lebih feminim."Rei-sama, apa yang kau lakukan di sini?!" tanya Fara penuh keterkejutan.R
Sebelum kejadian itu terjadi."Celia-sama, ada apa?" tanya Lumine melihat ia datang ke kamarnya tepat setelah Fara pergi."Apa, Fara-chan meninggalkan sesuatu?""Entahlah, kau bisa mengecek lemarinya."Tanpa disuruh dua kalipun Celia segera melakukan apa yang Rei minta sebelumnya."Mungkin ini agak sulit, tapi jika ada barang yang membangkitkan kenangan Fara, seharusnya kita bisa membujuknya," kata Rei sebelum itu.Celia mengorek isi lemari, mendapati sebuah kotak dan membukanya."Rei-kun, bukankah benda ini adalah ...?""Ah, sepertinya ini keberuntungan kita."Mereka juga mendapati sapu tangan Rei disitu."Anu, mau kau apakan barang-barang itu Celia-sama?" tanya Lumine"Izinkan kami menyimpannya sebagai kenang-kenangan," jawab Rei."Eh, aku sih tidak masalah, tapi mungkin yang lain merasa ingin menyimpan barang itu juga.""Aku tidak keberatan kok," kata Reina yang tiba-tiba muncul, Lucia juga
"Kau sengaja mencariku?""Maaf, seharusnya aku lebih memikirkan keadaanmu," kata Rei."Tapi, kenapa?" Air mata yang menumpuk di pelupuk mata Fara tiba-tiba saja tumpah, "Padahal aku sudah mencoba membunuhmu." Gadis itu mengusapnya dengan lengan kain panjang yang penuh noda bekas serangan Hidomi."Aku senang kau tampak baik-baik saja, Fara-chan." kata Celia."Wah, wah, tampaknya ada reuni mengharukan di sini."Rei meningkatkan kewaspadaan menatap tajam pada Hidomi."Rei-sama, pergilah, dia bukan lawanmu," ujar Fara lirih.Tentu saja Rei yang keras kepala tidak akan mendengarnya. Ia menerjang, Hidomi yang mendapati tindakan ini tak tinggal diam. Tangan mereka sama-sama memancarkan aura sihir.Bicara soal kekuatan, daun kering tentu akan kalah dilahap api, tapi yang jadi penentu saat ini adalah pengalaman, bukan seberapa kuat.Rei memukul, Hidomi menghindar, dan terjadi sebaliknya. Rei terus memusatkan tenaganya setiap ia m
"Keluarlah, kalian tidak perlu bersembunyi," ujarnya."Wah, wah sepertinya kau sudah melunak ya, apa itu artinya kau menerima tawaran kami?" sahut pria yang sepertinya pemimpin kelompok serangga ini."Pergilah, atau kalian rasakan akibatnya," ancam Fara tanpa ekspresi."Hmm, kau mengancam kami? Sungguh tidak tau diri."Mereka mendekatinya dengan tatapan penuh hasrat. Fara sejengkalpun tak menggeserkan kakinya. Ia menghela napas, padahal baru saja menyesali sesuatu. Sekarang ia harus menodai tangannya lagi.Pria itu mencoba menyentuh pundaknya, Fara menepis. Merasa geram, ia mencengkram kuat pundak Fara dengan kedua tangan."Aku sudah memperingatkanmu, lho."Cengkraman itu tak berlangsung lama, Fara melompat ke belakang dan melepasnya. Keseimbangan pria itu otomatis berkurang, Fara dengan sekuat tenaga melayangkan tendangan salto dan memusatkan serangannya pada dagu si pria. Serangan cepat itu membuatnya mundur beberapa langkah sambil
"Guilstone mungkin banyak celah, tapi yang mulia Nelhon adalah sosok bijaksana yang sangat memegang nilai kepercayaan." Sebagai bagian yang memegang kepengurusan tentang kerajaan ini, kalimat itu menjadi jawaban Aamon.~~~Hari yang dikhawatirkan pun tiba. Berkat pijatan detoksin dari tabib Stela, tiga hari setelahnya akhirnya Celia bisa beraktifitas seperti biasa.Bukannya ceria, pagi yang cerah ini malah disambutnya dengan ekspresi murung. Itu karena Fara akan duduk di kursi pengadilan pada hari yang sama.Sang raja mendengar semua kesaksian yang diungkapkan oleh Lewith Paxley, sementara penghuni kediaman Paxley, termasuk Enhem, dan juga para maid yang duduk di kursi pengantar menatapnya dengan hati terenyuh.Reina menatap ke arah Celia yang jarak bangkunya cukup jauh, terlihat sekali tatapan harapnya yang tengah mengelap tangis dengan sapu tangan supaya Celia bersuara untuk menolak pidana ini.Celia ingin sekali melakukannya, tapi yang te
"Tolong lakukan lebih lembut, Stela-san, uhh ....""Kalau aku melakukannya lebih pelan lagi, bukannya menguap, racun itu malah menyebar di tubuhmu," sahutnya membuat Celia jadi pasrah.Meski tidak bisa melihat, desah dan erangan yang dibuat Celia saat dipijat membuat Rei berkomentar, "Akhirnya kau menunjukkan sisi erotismu, Celia-chan.""Ahh, berisik Rei-kun!""Bertahanlah sebentar. Meski tidak terlalu parah, racun yang diakibatkan oleh sihir gelap ini bisa merusak imunitas tubuh, itu membuatmu sangat mudah terserang demam," jelas Stela di sela-sela pijatan itu."Aku baru tau dalam sihir itu bisa membuat racun mengendap dalam aliran mana seseorang," ujar Rei."Semua sihir memang dapat mengganggu aliran mana seseorang, tapi jenis dan tingkatannya berbeda-beda. Ada yang sangat lemah sehingga larut begitu saja, dan yang paling berbahaya adalah sampai menghancurkan aliran mana itu sendiri," jelas Dania.Rei dan Celia tertegun, ia pernah m