“Aku hanya ingin mengatakannya sebelum nanti aku lupa mengatakannya. Perpisahan terberat seseorang adalah pergi tanpa pamit.” Hati Winter tertohok, lidahnya terasa kelu, gadis itu kehilangan suaranya untuk waktu beberapa saat. Hati Winter sangat sakit, tercengkram rasa bersalah namun dia kebingungan untuk memberi tahu semuaya. “Aku tidak akan melupakanmu,” lirih Winter terdengar menyakitkan. Sapuan hangat napas Marius mengusap sisi wajah Winter, sepercik kebahagiaan terlihat di mata pria itu seakan jawaban sederhana yang keluar dari mulut Winter sangat berarti untuknya bahkan meski jika itu sebuah dusta. Kepala Marius sedikit memiring, Marius menarik lembut tengkuk Winter dan meraup bibirnya dalam ciuman lembut dan pelukan hangatnya. Seluruh permukaan kulit Winter meremang bereaksi begitu cepat, gadis itu tidak dapat mengartikan situasinya saat ini, dia tidak tahu harus bersedih ata bahagia dengan semua yang terjadi saat ini. Winter membalas ciuman Marius dan mengusap wajahnya,
“Hari ini Felix akan menjemputku untuk melakukan chek up mengenai operasi.” “Kenapa sekarang, bukankah akan di lakukan lusa?” “Para dokter sudah datang lebih awal.” Jenita mengangkat wajahnya, melihat Marius dengan senyuman lembutnya. “Semoga berjalan lancar, ibu tidak sabar ingin melihatmu kembali berjalan.” Marius ikut tersenyum, dia segera memulai sarapan paginya sebelum memulai aktivitas paginya. Jenita yang duduk di hadapan Marius tidak segera makan juga, wanita itu hanya melihat Marius dengan ketelitian, puteranya terlihat kebih banyak menunjukan ekspresi di wajahnya seperti dulu, Jenita merasa sangat senang. “Ibu senang kau seperti ini Marius,” ungkap Jenita dengan senyuman bangganya. “Lebih banyak tersenyum, banyak berbicara dan matamu terlihat lebih hidup.” Marius menelan makanannya perlahan, dia sendiri mengakui perubahan suasana di hatinya akhir-akhir ini setelah banyak berkomunikasi dengan Winter. “Marius” panggil Jenita lagi dengan hati-hati, Jenita tidak ingin mem
“Kenapa diam? Jika tanganmu membusuk, kau hanya perlu mengamputasinya dan kau tinggal memiliki satu tangan. Itu cocok untuk seorang pencuri,” ucap Winter lagi senang hati. Paula bernapas dengan cepat, gadis itu tidak dapat berkata-kata memikirkan seberapa mengerikannya apa yang terjadi di masa depan jika memang tangannya harus di potong. “Kau tidak memiliki sesuatu yang ingin di ucapkan padaku?” tanya Winter lagi. “Kau..” geram Paula penuh tekanan, “Kau merencanakan semua ini?” “Apa maksudmu? Aku tidak mengerti apa yang kau katakan,” sahut Winter tetap berakting polos tidak tahu apa-apa. “Jawab saja sialan. Kau merencakan ini semua kan? Berpura-pura baik padaku, memberiku uang namun diam-diam mengumpulkan semua bukti untuk menjebloskanku ke sini. Mematahkan tanganku dan ingin membuat tanganku membusuk!” Winter menyeringai. “Aku tidak merencanakan apapun, aku hanya memberikan apa yang kau minta dan mengambadikan moment kita berdua melalui rekaman dan cctv.” “Jalang sialan kau W
“Kau sudah memikirkan perguruan tinggi mana yang akan kau masuki?” tanya Marvelo. “Sejujurnya aku belum memiliki rencana apapun, untuk sekarang aku hanya ingin fokus dengan masalah pengadilan.” Marvelo tersenyum. “Berjuanglah.” “Kau juga” Winter bergeser mengikis jarak di antara mereka. Sudah beberapa hari ini mereka tidak bertemu, tiba-tiba saja Marvelo datang mengunjungi rumah Winter tidak seperti biasanya. Lengan Winter menyentuh lengan Marvelo, gadis itu mendongkak melihat Marvelo lebih dekat, dapat dia lihat jika kini Marvelo terlihat memiliki masalah. “Kau terlihat tidak baik-baik saja, apa ada masalah?” tanya Winter hati-hati. Marvelo menggeleng, “Aku tidak tahu ini adalah sebuah masalah atau bukan. Aku merasa gugup dan tidak tahu apa yang akan aku lakukan jika aku pergi keluar dari Neydish.” “Apa mimpimu Marvelo?” Marvelo terdiam, pria itu menatap Winter dengan serius. Selama ini dia tidak pernah memikirkan sedikitpun sebuah mimpi dan tujuannya di masa depan, Marvelo ha
Felix terduduk di kursi kemudi terlihat panik menekan handpoennya, pria itu langsung berbicara agar mereka mau memberikan pengawalan perlindungan. Tidak berapa lama beberapa orang berpakaian serba hitam datang dan mengawal Marius bersama Felix keluar dari area rumah sakit menggunakan dua buah mobil. “Apa kau gugup?” Marius memperhatikan Felix yang menyetir dengan tidak fokus, pria itu bernapas dengan kasar dan kakinya tidak berhenti bergerak gelisah, sesekali Felix melihat ke sekitar. Felix masih merasakan ada yang mengintainya, firasat Felix tidak begitu baik malam ini. “Aku takut jika ini orang yang sama,” cerita Felix setengah berbisik. Marius terbelalak kaget, “Apa maksudmu?” “Satu minggu terakhir ini aku merasa di ikuti oleh seseorang, semua itu terjadi sejak aku memutuskan untuk membantu mengurus keperluan operasimu.” “Kenapa kau tidak menceritakan ini semua padaku?” Marius sedikit berteriak. “Aku pikir ini bukan apa-apa, ku pikir itu mereka hanya orang yang ingin mengaj
Jenita berlari bersama Levon melewati keramaian orang-orang di sekitarnya, keduanya tampak terburu-buru begitu mendengar kabar kecelakaan yang di alami Marius malam ini. Empat orang polisi berdiri di depan pintu menjaga keadaan begitu kecelakaan yang di alami Marius dan Felix adalah sebuah penyerangan yang di sengaja. Jenita tidak dapat membendung tangisannya lagi begitu kedatangannya hanya di sambut oleh polisi karena Marius sedang berada dalam penanganan dokter dan butuh melakukan operasi darurat, sementara Felix yang berada di ruangan sebelah ikut mendapatkan penanganan yang serius karena mengalami banyak pendarahan. Salah satu polisi langsung menenangkan Levon dan Jenita, polisi itu membawa keduanya ke ruangan sepi, lalu menjelaskan apa yang telah terjadi kepada Marius dan Felix. Di sisi lain Winter yang baru sampai ke rumah sakit langsung berlari pergi dengan cepat, gadis itu tidak lagi dapat berpikir rasional karena sebuah kekhawatiran yang begitu mencekik dirinya. Kaki Wint
Winter pulang terburu-buru, gadis itu langsung pergi ke kamarnya mengambil beberapa perhiasana hingga sisa uang yang dia milikinya, memasukannya ke dalam tas. Tanpa pertimbangan Winter berlari pergi ke ruangan kerja Benjamin untuk mencari-cari uang tambahan yang berjumlah besar. Winter menyusuri setiap laci dan meja kerja Benjamin. Setelah cukup lama mencari, akhirnya Winter menemukan brangkas rahasia milik Benjamin yang di letakan di dalam dinding. Beberapa kali Winter menekan tombol, semuanya salah. Gadis itu terlihat cukup frustasi mencoba menebak-nebak kode apa yang Benjamin gunakan di brangkas itu. di percobaan ke empat, Winter mencoba menggunakan tanggal lahir Vincent, dan ternyata brangkas itu terbuka. Ada banyak tumpukan document di dalam, beberapa emas batangan dan beberapa gepok uang yang mungkin tidak seberapa untuk seorang Benjamin. Winter memberanikan diri mengambil dua gepok uang di dalamnya, dia tahu konsekuensinya atas pencurian yang dia lakukan. Namun Winter tidak
Suara menggema tembakan terdengar keras di dalam sebuah ruangan, Mante menajamkan pandangannya melihat setiap sasaran boneka yang berjalan di hadapannya. Bayangan Jach yang masuk ke dalam ruangan latihan membuat Mante menurunkan pistolnya dan melepaskan penutup telinga. Sekilas dia melihat Jach yang kini tersenyum lebar dan mendekat. “Gadis itu kembali ke sini dan ingin bertemu denganmu lagi,” kata Jach. “Gadis yang mana?” “Winter Benjamin.” Mante tidak menjawab, pria itu melihat jam di tangannya yang sudah menunjukan pukul sebelas malam. “Aku tidak menerima klien di jam segini.” Jach bersedekap, menyandarkan bahunya pada sisi pintu. “Dia bilang ini penting.” “Tidak bisa,” tolak Mante dengan tegas. Dia tidak suka latihan menembaknya terganggu. Jach memperhatikan Mante yang kembali menembak dan tidak mempedulikan apapun di sekitarnya. Jach tetap berdiri di tempatnya sampai Mante gusar sendiri dengan keberadaanya sekarang. “Ada apa lagi?” tanya Mante lagi sambil mengisi peluru.
Dua tahun kemudian.. Kota Den Haag Sebuah gedung hotel tampak sibuk dan ramai malam ini karena ada pesta besar yang sedang merayakan ulang tahun hotel Lessy yang berpusat di kota Neydish. Di dalam sebuah ruangan besar orang-orang berkumpul, mereka terlihat anggun dan tenang, saling berbicara satu sama lainnya menikmati pesta yang sedang berlangsung. Seorang wanita bergaun putih memainkan cello opera di tengah pesta, wanita itu memainkan musik Romeo & Julliet Love Theme. Para tamu undangan yang berdiri dan sibuk bicara di buat terkesima mendengarkan alunan musik yang begitu dalam menghiasi malam pesta. Mereka berbalik melihat sepenuhnya ke arah orang-orang yang bermain musik dan sejenak menghentikan pembicaraan mereka. Di antara banyak orang yang melihat musik, seorang pria berdiri di depan jendela, pria itu sibuk dengan kesendiriannya, memandangi langit malam yang begitu gelap. Alunan musik dalam pendengarannya membawa dia dalam sebuah ingatan indah ketika dia belajar menari di
Sebuah photo terbingkai di pajangkan di atas meja belajar, Winter menopang dagunya melihat photo dirinya saat pelulusan sekolah di hadiri Benjamin dan Vincent. Tidak terasa, tiga bulan telah berlalu sejak kematian Marius dan kepergian Marvelo, kini Winter bisa duduk santai di meja belajarnya, tidak tahu apa yan harus dia lakukan karena semua tujuan hidupnya yang dia cari sudah berada dalam genggaman, yaitu kebahagiaan dan balas dendamnya yang sudah di tuntaskan. Setiap akhir pekan Winter akan mengunjungi makam Kimberly dan Marius, sudah dua kali juga Winter bertemu Jenita akhir-akhir ini. Keadaan Jenita terlihat lebih baik dari sebelumnya, Jenita bersama Levon membangun lebih luas panti asuhan tempat tumbuhnya Kimberly. Keduanya tampak mulai menikmati masa-masa tua mereka, Felix menjaga mereka dengan baik sebagaimana keinginan Marius. Sejak hukuman Paula di tetapkan, kini Winter tidak lagi bertemu dengannya. Untuk Marvelo, sejak kepergiannya ke Belanda, dia tidak memberikan kabar
Satu bulan setelah kepergian Marius, kini Winter kembali harus melanjutkan kehidupannya seperti biasa, sedikit demi sedikit gadis itu berusaha menyembuhkan hatinya dan kembali menemukan kekuatannya lagi. Winter harus berjuang lebih kuat karena Marvelo juga sudah menghilang dari sisinya, tidak ada lagi seseorang yang bisa menjadi teman penghapus kesedihannya. Jiwa Kimberly sempat berpikir, melepaskan Marvelo akan membuat perasaan dia lebih baik karena tidak lagi membuat Marvelo tersiksa karena memendam perasaannya. Rupanya tidak semudah itu, karena jiwa Kimberly merasakan kekosongan besar di dalam hatinya. Ternyata, Marvelo memiliki tempat yang begitu spesial dia dalam hati Winter Benjamin. Meski kini mereka berpisah jauh, kini Winter hanya bisa mendo’akan yang terbaik untuk Marvelo. Hari ini adalah hari persidangan pertama Paula, persidangan akan di adakan secara terbuka sehingga siapapun dapat menyaksikannya. Winter sudah siap untuk menghadirinya. Winter berdiri di depan jende
Marvelo menarik kopernya melewati beberapa orang yang ada di depannya, sekilas pria itu melihat ke belakang, Marvelo tersenyum hangat melihat Charlie dan Lessy melambaikan tangan mereka mengantar kepergian Marvelo. Marvelo kembali melangkah, pria itu tetap tersenyum menyembunyikan suatu perasaan yang mengganjal di hatinya. Kepergian Marvelo terasa tidak begitu menyenangkan karena dia meninggalkan Winter dalam keadaan sedang terluka. Tidak ada maksud untuk dia meninggalkan Winter sendirian, namun keadaan yang memaksa Marvelo harus mengambil keputusan ini. Meski Marvelo ingin menemaninya dan membantu gadis itu bangkit dari kesedihannya, namun Marvelo juga tidak berani terus mendekat karena dia harus segera melenyapkan perasaannya. Marvelo tidak ingin menjadi pria lemah yang hidup tanpa tujuan dan tidak berani mengambil keputusan karena sebuah keraguan. Marvelo harus melangkah ke depan. Andaipun suatu hari nanti dia masih tidak bisa melupakan Winter dan masih memiliki kesempatan un
Payung yang meneduhi Winter menghilang, Nai pergi ke belakang dan berdiri dengan para pengawal lainnya. Sementara Winter, gadis itu masih tetap berdiri di tempatnya melihat makam dirinya dan Marius yang berdampingan berada di tempat yang jauh dari pemakaman yang lainnya. “Aku akan merindukanmu Marius, sama seperti saat kau merindukanku ketika aku hilang. Namun aku juga akan bangkit Marius, seperti apa yang kau inginkan, aku akan bahagia dan menjalani kehidupanku dengan baik. Terima kasih telah menjadikanku cinta pertama dan terakhirmu, aku merasa begitu terhormat.” Winter membungkuk,meletakan bunga yang sejak tadi tidak lepas dari pelukannya. “Aku tidak akan melupakanmu Marius, aku mencintaimu.” Matahari yang turun mulai kehilangan cahayanya, pohon-pohon besar yang berdiri menjulang mengelilingi area pemakaman mulai menghalangi sore terakhir hari ini. Angin berhembus lebih kuat menggerakan rumput-rumput dan bunga liar di sekitarnya. Winter tercekat kaget, samar dia melihat bayang
Marvelo terduduk di kursinya melihat keluar jendela, memperhatikan Irina yang kini tengah makan siang bersama Lessy dan juga Charlie. Marvelo menghela napasnya dengan berat, dua hari ini terakhir ini dia sempat di buat galau karena mendengar pengakuan Winter, rupanya gadis itu sudah tahu mengenai perasaannya, sayangnya Winter tidak ingin mendengarkan pengakuan cinta Marvelo. Marvelo sedikit marah dan kecewa, jika saja Winter tidak terlalu menggodanya dan menunjukan sikap seperti seseorang yang suka kepadanya, mungkin Marvelo tidak akan menaruh harapan yang banyak dan berpikir bahwa gadis itu memiliki perasaan juga kepadanya. Marvelo malu karena ternyata dia terlalu terbawa perasaan dengan kebaikan yang Winter berikan kepadanya. Ini sangat menyakitkan, mengecewakan dan membuat Marvelo beberapa kali harus duduk termenung memikirkan bagaimana cara mengatasi patah hatinya. Kini, tidak ada lagi alasan yang bisa menahan Marvelo berlama-lama di Neydish, Marvelo akan segera pergi. Di am
Winter tertunduk mengenggam tangan Marius, gadis itu bernapas dengan tersenggal tidak mampu menutupi apapun lagi yang selama ini dia rahasiakan. Winter meletakan bunga itu tangan Marius agar pria itu menggenggamnya. Rahasia yang begitu sulit untuk Winter beritahu mengenai siapa dia sebenarnya kini akhirnya meledak mendorong Winter lebih berani berkata jujur. “Dulu, saat masih kecil, tepat di hari kasih sayang, kita menjual bunga mawar di jalanan hingga malam hari agar aku kita bisa membeli sepatu baru karena sepatu lamaku harus di pakai adik-adikku. Aku masih ingat, saat itu tiba-tiba saja kau berlari pergi mengambil sebuah simpul kain berwarna biru yang mengikat beberapa cangkang kado, kau menutup mataku dan memaksaku untuk pergi dari tempat itu. Kau bilang kau akan memberiku kejutan. Sebenarnya aku tahu, alasan kenapa saat itu kau terburu-buru membawaku. Di dekat toko kita berjualan, ada ayahku yang tengah makan malam bersama isteri dan anaknya, mereka terlihat bahagia, kau membaw
Levon dan Jenita yang tertidur di sofa langsung di buat terbangun begitu merasakan pergerakan orang yang lewat. Mereka melihat ke penjuru ruangan, memperhatikan kedatangan dua dokter dan satu perawat memasuki ruangan tempat Marius berada, para ahli medis itu mereka langsung menuju ranjang dan melakukan suatu tindakan yang terlihat darurat karena Marius semakin kesulitan bernapas. Perlahan Levon bangkit, dari balik kaca Levon melihat para pekerja medis yang terlihat sangat berusaha membantu Marius agar kembali stabil. Wajah Levon tampak pucat di penuhi oleh kekhawatiran, padahal dua jam yang lalu keadaan Marius terlihat membaik bahkan Marius sempat berbicara dengan akrab bersamanya dan juga Jenita, namun ternyata kini keadaan dia kembali memburuk. Jenita meminta Levon terduduk lemah, rapalan do’a dan harapan tidak pernah putus, namun suara kesakitan Marius yang teramat dalam begitu menyiksa pendengaran Jenita dan Levon. “Masa depanku sudah gelap semenjak melihat Marius kembali ter
Levon duduk dengan tegak di samping Marius, pria itu kembali datang dengan cepat dan memilih mengesampingkan semua pekerjaannya yang selama ini selalu menjadi prioritasnya. Sejak Marius terbangun kembali, tidak ada pembicaraan yang berarti terjadi di antara mereka. Levon sendiri sadar, terlalu banyak kesalahan yang telah dia buat hingga tidak dapat lagi di jabarkan dengan kata-kata. Kini Levon sedang berusaha membuka kasus di balik penyerangan yang di alami puteranya, namun yang menjadi masalahnya adalah Shanom dan Sean tiba-tiba menghilang sejak beberapa hari yang lalu. Perginya mereka secara bersamaan semakin menguatkan kecurigaan Levon jika keduanya memang dalang dari semua masalah yang terjadi. Jika Marius semakin tidak berdaya dengan keadaan tubuhnya, hal ini akan menciptakan guncangan hebat untuk perusahaan dan Sean akan terpilih sebagai peminpin selanjutkan ketika Levon pensiun di karenakan Sean lebih berpengalaman. Hak Marius tidak mungkin juga di ambil Jenita begitu saja