Ruangan dinding kaca yang dingin dan kedap suara membuat Paula bergerak gelisah terserang setres, Paula sampai mengeluh mual hingga keluar masuk toilet.Sudah lebih dari dua jam dia duduk, seseorang di hadapannya tidak berhenti mengajukan pertanyaan yang membuat Paula sangat frustasi karena pertanyaan itu terus berputar, menjebak Paula dengan detail agar mau mau berkata jujur.Paula tidak tahu kapan dia bisa keluar dari ruangan dingin mencekam itu, beberapa orang yang berdiri di luar ruangan terus memonitornya. Pakar ekspresi ikut memberikan banyak saran setiap kali Paula berbicara. Paula tidak tahu apa yang sedang mereka bicarakan di luar, yang jelas dia sudah tidak tahan lagi untuk duduk lebih lama.“Kapan aku bisa keluar dari sini? Aku sangat lelah,” Paula mengiba, suaranya sudah sangat serak dan tidak lantang karena terlalu banyak menangis.Dolp tersenyum bereksrpesi dingin, pria itu segera menjawab, “Satu minggu lagi.”Paula menelan salivanya dengan kesulitan, dia tidak bisa memb
Marvelo duduk termenung menatap sedih langit di atas kepalanya, hari yang sempat dia pikir akan berakhir dengan sempuran tidak berjalan sesuai dengan apa yang dia harapkan. Marvelo mengusap dadanya, merasakan sesuatu yang sakit di dalamnya, lebih menyakitkannya lagi Marvelo tidak bisa mengungkapkannya kepada siapapun. Hanya Charlie yang mengetahui perasaanya kepada Winter. Marvelo tersenyum ironis memikirkan betapa menyedihkannya dia sekarang. Marvelo sama sekali belum menyampaikan perasaanya kepada Winter, namun dia sudah patah hati dan harus mundur karena seseorang sudah mendapatkan hati Winter. Bibir Marvelo sedikit terbuka, pria itu menghela napasnya dengan berat mencoba untuk kembali bersikap tenang. Suara pintu di belakang Marvelo terdengar sedikit berderak, Winter datang menyusul Marvelo karena dia ingat Marvelo mengajaknya bertemu di atap gedung sekolah. “Apa aku terlambat datang?” Tanya Winter segera duduk di samping Marvelo yang kini berusaha bersikap baik-baik saja dan
“Ibu.. aku mohon, tolong aku. Bantu aku keluar dari sini, aku benar-benar tidak tahan,” isak Paula memohon, gadis itu terlihat begitu tersiksa setelah hampir dua belas jam lamanya tertahan di ruang introgarsi. “Ibu.. aku mohon, carilah penjamin, selamatkan aku dari tempat terkutuk ini,” Paula kembali memohon. Lana terdiam tanpa menggubris sedikitpun permohonan Paula dan tangis derita yang di alami anaknya. Lana termenung duduk dengan tangan yang saling bertautan kuat di atas meja. Lana tidak tahu harus berbuat apa, tidak ada yang bisa dia lakukan. Lana tidak bisa berpikir apapun lagi selain diam, Lana tidak memiliki tempat untuk pergi dan berlindung, dia juga tidak memiliki sandaran dari segala masalahnya. Bebas atau tidaknya Paula dari penjara, kehidupannya akan tetap sama. Yaitu, terbelenggu masalah dan kesengsaraan. Hari-hari yang Lana takutkan akhir-akhir ini, terjadi lebih ganas dari apa yang dia pikirkan. Lana terusir dari tempat tinggalnya, dia di pecat, barang-barang berha
“Nona.” “Ya?” “Saya” Maxim kembali terdiam mencoba mengumpulkan keberanian. “Sebaiknya saya keluar dari rumah ini, lambat laun semua orang akan tahu identitas saya. Saya sangat begitu berterima kasih atas kebaikan hati Anda, namun saya tidak layak mendapatkan ini semua.” “Apa Anda tidak khawatir dengan orang-orang di luar sana jika mereka tahu puteri Anda adalah seorang criminal dan Anda seorang mantan narapidana?” Maxim tercekat kaget, pupil matanya melebar di penuhi kengerian. “Saya.. saya akan berusaha melaluinya,” jawabnya dengan suara gemetar. “Saat melihat Anda pertama kali” Winter bersedekap dan berdiri di hadapan Maxim. “Saya tidak melihat sedikitpun tatapan seorang pembunuh di mata Anda. Saya tidak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi pada Anda di masa lalu dengan keluarga Anda.” Lidah Maxim mendadak kelu, tatapan tajam Winter menembus pikiran dan hatinya seakan gadis itu melihat semua yang telah terjadi pada Maxim di masa lalu. “Jika Anda memang ingin pergi dari rum
“Nyonya, ada sesuatu lain yang ingin saya katakan kepada Anda.” Dokter itu mengusap dagunya dan berpikir keras memikirkan sesuatu yang berbeda akhir-akhir ini. “Katakanlah.” “Dulu, setiap kali tuan Marius merasakan ada sesuatu yang berbeda pada tubuhnya, saya bisa mengetahuinya karena dia akan mengurung diri di dalam kamar. Namun akhir-akhir ini saya tidak melihatnya seperti itu. Tuan Marius terlihat sangat bahagia, banyak tersenyum dan lebih ekspresif meski kesehatannya tidak begitu baik. Saya tidak tahu apa yang mempengaruhinya, keadaan tubuhnya tidak baik, tuan Marius menyadari itu, akan tetapi dia bersikap lebih tenang. Saya pikir, tuan Marius sudah berdamai dengan keadaannya dan terlihat lebih menikmati hidupnya. Jika Anda berkenan, saya harap Anda memperhatikannya untuk mengetahui siapa yang mempengaruhi tuan Marius, ini sangat penting untuk dirinya. Kita membutuhkan orang itu agar bisa membantu tuan Marius semakin semangat dan optimis untuk kesembuhannya.” Jenita terdiam, wa
“Marius,” Jenita tidak mampu melanjutkan kata-katanya. “Bu, aku tahu kekhawatiran Ibu” potong Marius mendahului. “Aku juga tahu dan sadar siapa aku, jangan khawatir. Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersama dia, aku tidak akan melakukan hal yang buruk kepadanya, bila nanti saatnya telah tiba, aku dan dia akan berjauhan sebagaimana mestinya. Kami berteman dengan sehat meski aku menyukainya.” “Tapi mengapa dia Marius?” “Sudah aku katakan kepada Ibu sebelumnya, aku menyukai dia karena dia mirip dengan Kim.” “Apakah dia tahu itu?” tanya Jenita was-was. Marius mengangguk. Jenita tercekat kaget, “Lalu apa yang terjadi? Jangan menyakitinya,” peringat Jenita dengan serius. “Winter tahu Bu, aku tidak menutupi apapun darinya dan dia tidak keberatan dengan itu. Kami hanya menikmati hubungan sederhana kami seperti hubungan persahabatan, jangan mengkhawatirkan apapun.” Jenita mengusap tengkuknya dengan penuh tekanan, wanita itu terlihat bimbang harus bersikap seperti apa. Tidak mungkin
“Bisakah kita berdansa?” Tanya Winter dengan serius. “Dengan bantuan tongkat itu, aku ingin berdansa dengamu.” Sejenak Marius terdiam untuk menimang-nimang keputusan yang akan dia ambil, tidak berapa lama dia mengangguk menyetujui keinginan Winter. Seketika Winter bangun menarik keluar tongkat Marius dan memasangnya. Gadis itu terlihat perhatian dan tidak terdengar mengeluh sejak tadi mereka pergi bersama, sifatnya yang terkadang berbicara kasar sangat berbanding balik dengan kelembutannya. Marius merasakan sebuah ketulusan yang besar di dalam diri Winter. Ketulusan Winter yang begitu nyata dan besar membuat Marius bertanya-tanya, mengapa bisa gadis sesempurna dia menyukai dirinya yang cacat dan sudah tua? Ini terlalu mustahil hingga tidak dapat masuk ke dalam logika Marius. “Winter,” panggil Marius. Winter mengangkat wajahnya lagi dan pandangan mereka saling bertemu. Tatapan hangat Marius menguliti Winter, ada banyak arti di sorot mata pria itu, Marius mencari-cari celah dirin
“Semua barang dan uang yang telah kau curi bernilai lebih dari tiga ratus ribu dollar, semua cctv, bukti pembayaran terkumpul dengan lengkap. Hanya dengan ini saja, kau bisa masuk penjara selama delapan tahun, belum lagi semua intimidasi dan ancaman pembunuhan hingga rencana cuci otakmu. Tidakkah kau sadar, akan berapa puluh tahun lamanya kau di kurung alam ruangan sempit dan dingin.”Terngiang perkataan polisi yang menginterogasinya, polisi itu memutar setiap bukti cctv dan bukti-bukti lain yang membuat Paula mau tidak mau mengakui perbuatannya.Kantung mata Paula membengkak dan menghitam, bibirnya berubah pucat dan kering, gadis itu duduk terkulai lemas setelah melewati interogasi lebih tiga hari tiga malam.Mereka tidak hanya memaksa Paula menjawab, mereka juga tidak segan menempatkan kaki meja di atas kaki Paula, lalu menduduki meja itu. Paula meraung menangis kesakitan, namun tidak ada yang peduli dengan keadaannya.Tidak hanya dengan penyiksaan itu saja yang Paula terima, Paula
Dua tahun kemudian.. Kota Den Haag Sebuah gedung hotel tampak sibuk dan ramai malam ini karena ada pesta besar yang sedang merayakan ulang tahun hotel Lessy yang berpusat di kota Neydish. Di dalam sebuah ruangan besar orang-orang berkumpul, mereka terlihat anggun dan tenang, saling berbicara satu sama lainnya menikmati pesta yang sedang berlangsung. Seorang wanita bergaun putih memainkan cello opera di tengah pesta, wanita itu memainkan musik Romeo & Julliet Love Theme. Para tamu undangan yang berdiri dan sibuk bicara di buat terkesima mendengarkan alunan musik yang begitu dalam menghiasi malam pesta. Mereka berbalik melihat sepenuhnya ke arah orang-orang yang bermain musik dan sejenak menghentikan pembicaraan mereka. Di antara banyak orang yang melihat musik, seorang pria berdiri di depan jendela, pria itu sibuk dengan kesendiriannya, memandangi langit malam yang begitu gelap. Alunan musik dalam pendengarannya membawa dia dalam sebuah ingatan indah ketika dia belajar menari di
Sebuah photo terbingkai di pajangkan di atas meja belajar, Winter menopang dagunya melihat photo dirinya saat pelulusan sekolah di hadiri Benjamin dan Vincent. Tidak terasa, tiga bulan telah berlalu sejak kematian Marius dan kepergian Marvelo, kini Winter bisa duduk santai di meja belajarnya, tidak tahu apa yan harus dia lakukan karena semua tujuan hidupnya yang dia cari sudah berada dalam genggaman, yaitu kebahagiaan dan balas dendamnya yang sudah di tuntaskan. Setiap akhir pekan Winter akan mengunjungi makam Kimberly dan Marius, sudah dua kali juga Winter bertemu Jenita akhir-akhir ini. Keadaan Jenita terlihat lebih baik dari sebelumnya, Jenita bersama Levon membangun lebih luas panti asuhan tempat tumbuhnya Kimberly. Keduanya tampak mulai menikmati masa-masa tua mereka, Felix menjaga mereka dengan baik sebagaimana keinginan Marius. Sejak hukuman Paula di tetapkan, kini Winter tidak lagi bertemu dengannya. Untuk Marvelo, sejak kepergiannya ke Belanda, dia tidak memberikan kabar
Satu bulan setelah kepergian Marius, kini Winter kembali harus melanjutkan kehidupannya seperti biasa, sedikit demi sedikit gadis itu berusaha menyembuhkan hatinya dan kembali menemukan kekuatannya lagi. Winter harus berjuang lebih kuat karena Marvelo juga sudah menghilang dari sisinya, tidak ada lagi seseorang yang bisa menjadi teman penghapus kesedihannya. Jiwa Kimberly sempat berpikir, melepaskan Marvelo akan membuat perasaan dia lebih baik karena tidak lagi membuat Marvelo tersiksa karena memendam perasaannya. Rupanya tidak semudah itu, karena jiwa Kimberly merasakan kekosongan besar di dalam hatinya. Ternyata, Marvelo memiliki tempat yang begitu spesial dia dalam hati Winter Benjamin. Meski kini mereka berpisah jauh, kini Winter hanya bisa mendo’akan yang terbaik untuk Marvelo. Hari ini adalah hari persidangan pertama Paula, persidangan akan di adakan secara terbuka sehingga siapapun dapat menyaksikannya. Winter sudah siap untuk menghadirinya. Winter berdiri di depan jende
Marvelo menarik kopernya melewati beberapa orang yang ada di depannya, sekilas pria itu melihat ke belakang, Marvelo tersenyum hangat melihat Charlie dan Lessy melambaikan tangan mereka mengantar kepergian Marvelo. Marvelo kembali melangkah, pria itu tetap tersenyum menyembunyikan suatu perasaan yang mengganjal di hatinya. Kepergian Marvelo terasa tidak begitu menyenangkan karena dia meninggalkan Winter dalam keadaan sedang terluka. Tidak ada maksud untuk dia meninggalkan Winter sendirian, namun keadaan yang memaksa Marvelo harus mengambil keputusan ini. Meski Marvelo ingin menemaninya dan membantu gadis itu bangkit dari kesedihannya, namun Marvelo juga tidak berani terus mendekat karena dia harus segera melenyapkan perasaannya. Marvelo tidak ingin menjadi pria lemah yang hidup tanpa tujuan dan tidak berani mengambil keputusan karena sebuah keraguan. Marvelo harus melangkah ke depan. Andaipun suatu hari nanti dia masih tidak bisa melupakan Winter dan masih memiliki kesempatan un
Payung yang meneduhi Winter menghilang, Nai pergi ke belakang dan berdiri dengan para pengawal lainnya. Sementara Winter, gadis itu masih tetap berdiri di tempatnya melihat makam dirinya dan Marius yang berdampingan berada di tempat yang jauh dari pemakaman yang lainnya. “Aku akan merindukanmu Marius, sama seperti saat kau merindukanku ketika aku hilang. Namun aku juga akan bangkit Marius, seperti apa yang kau inginkan, aku akan bahagia dan menjalani kehidupanku dengan baik. Terima kasih telah menjadikanku cinta pertama dan terakhirmu, aku merasa begitu terhormat.” Winter membungkuk,meletakan bunga yang sejak tadi tidak lepas dari pelukannya. “Aku tidak akan melupakanmu Marius, aku mencintaimu.” Matahari yang turun mulai kehilangan cahayanya, pohon-pohon besar yang berdiri menjulang mengelilingi area pemakaman mulai menghalangi sore terakhir hari ini. Angin berhembus lebih kuat menggerakan rumput-rumput dan bunga liar di sekitarnya. Winter tercekat kaget, samar dia melihat bayang
Marvelo terduduk di kursinya melihat keluar jendela, memperhatikan Irina yang kini tengah makan siang bersama Lessy dan juga Charlie. Marvelo menghela napasnya dengan berat, dua hari ini terakhir ini dia sempat di buat galau karena mendengar pengakuan Winter, rupanya gadis itu sudah tahu mengenai perasaannya, sayangnya Winter tidak ingin mendengarkan pengakuan cinta Marvelo. Marvelo sedikit marah dan kecewa, jika saja Winter tidak terlalu menggodanya dan menunjukan sikap seperti seseorang yang suka kepadanya, mungkin Marvelo tidak akan menaruh harapan yang banyak dan berpikir bahwa gadis itu memiliki perasaan juga kepadanya. Marvelo malu karena ternyata dia terlalu terbawa perasaan dengan kebaikan yang Winter berikan kepadanya. Ini sangat menyakitkan, mengecewakan dan membuat Marvelo beberapa kali harus duduk termenung memikirkan bagaimana cara mengatasi patah hatinya. Kini, tidak ada lagi alasan yang bisa menahan Marvelo berlama-lama di Neydish, Marvelo akan segera pergi. Di am
Winter tertunduk mengenggam tangan Marius, gadis itu bernapas dengan tersenggal tidak mampu menutupi apapun lagi yang selama ini dia rahasiakan. Winter meletakan bunga itu tangan Marius agar pria itu menggenggamnya. Rahasia yang begitu sulit untuk Winter beritahu mengenai siapa dia sebenarnya kini akhirnya meledak mendorong Winter lebih berani berkata jujur. “Dulu, saat masih kecil, tepat di hari kasih sayang, kita menjual bunga mawar di jalanan hingga malam hari agar aku kita bisa membeli sepatu baru karena sepatu lamaku harus di pakai adik-adikku. Aku masih ingat, saat itu tiba-tiba saja kau berlari pergi mengambil sebuah simpul kain berwarna biru yang mengikat beberapa cangkang kado, kau menutup mataku dan memaksaku untuk pergi dari tempat itu. Kau bilang kau akan memberiku kejutan. Sebenarnya aku tahu, alasan kenapa saat itu kau terburu-buru membawaku. Di dekat toko kita berjualan, ada ayahku yang tengah makan malam bersama isteri dan anaknya, mereka terlihat bahagia, kau membaw
Levon dan Jenita yang tertidur di sofa langsung di buat terbangun begitu merasakan pergerakan orang yang lewat. Mereka melihat ke penjuru ruangan, memperhatikan kedatangan dua dokter dan satu perawat memasuki ruangan tempat Marius berada, para ahli medis itu mereka langsung menuju ranjang dan melakukan suatu tindakan yang terlihat darurat karena Marius semakin kesulitan bernapas. Perlahan Levon bangkit, dari balik kaca Levon melihat para pekerja medis yang terlihat sangat berusaha membantu Marius agar kembali stabil. Wajah Levon tampak pucat di penuhi oleh kekhawatiran, padahal dua jam yang lalu keadaan Marius terlihat membaik bahkan Marius sempat berbicara dengan akrab bersamanya dan juga Jenita, namun ternyata kini keadaan dia kembali memburuk. Jenita meminta Levon terduduk lemah, rapalan do’a dan harapan tidak pernah putus, namun suara kesakitan Marius yang teramat dalam begitu menyiksa pendengaran Jenita dan Levon. “Masa depanku sudah gelap semenjak melihat Marius kembali ter
Levon duduk dengan tegak di samping Marius, pria itu kembali datang dengan cepat dan memilih mengesampingkan semua pekerjaannya yang selama ini selalu menjadi prioritasnya. Sejak Marius terbangun kembali, tidak ada pembicaraan yang berarti terjadi di antara mereka. Levon sendiri sadar, terlalu banyak kesalahan yang telah dia buat hingga tidak dapat lagi di jabarkan dengan kata-kata. Kini Levon sedang berusaha membuka kasus di balik penyerangan yang di alami puteranya, namun yang menjadi masalahnya adalah Shanom dan Sean tiba-tiba menghilang sejak beberapa hari yang lalu. Perginya mereka secara bersamaan semakin menguatkan kecurigaan Levon jika keduanya memang dalang dari semua masalah yang terjadi. Jika Marius semakin tidak berdaya dengan keadaan tubuhnya, hal ini akan menciptakan guncangan hebat untuk perusahaan dan Sean akan terpilih sebagai peminpin selanjutkan ketika Levon pensiun di karenakan Sean lebih berpengalaman. Hak Marius tidak mungkin juga di ambil Jenita begitu saja