Vellyncia yang ingin pergi jalan-jalan ketika semua orang sibuk mempersiapkan pesta, Vellyncia memaksa Marvelo untuk menemaninya pergi berkeliling di salah satu hutan yang mengelola pabrik kertas milik keluarga mereka. Marvelo dan Vellyncia pergi ke hutan bersama-sama dan menghabiskan waktu mereka dengan berjalan-jalan dan memetik bunga, namun karena hutan yang luas, Marvelo dan Vellyncia tersesat di hutan itu. Dalam perjalanan pulang mencari jalan, mereka sempat berlari ketakutan karena mendengar suara tembakan sekelompok pemburu. Marvelo dan Vellyncia terjatuh ke jurang dan mengalami luka berat, mereka baru bisa di temukan setelah sepuluh jam hilang. Keadaan Marvelo dan Vellyncia yang sama-sama dalam keadaan buruk langsung di bawa ke rumah sakit. Marvelo yang terluka sangat parah mengalami beberapa patah tulang dan kerusakan yang lain, sementara Vellyncia yang memiliki tubuh lemah itu menjadi kritis. Dokter mengatakan salah satu di antara mereka harus di selamatkan, mustahil jika
Lama mereka berada di sisi danau, Marvelo mulai mendapatkan ketenangannya kembali, Winter masih duduk di sisinya sejak tadi. Winter tidak beranjak pergi meski Marvelo sudah meminta. Winter tahu bagaimana perasaan Marvelo, pria itu membutuhkan seseorang yang berada di sampingnya, tidak perlu berbicara, tidak perlu menasihati, cukup saja dengan diam dan menjadi pendengar yang baik untuknya. Malam ini, untuk pertama kalinya Marvelo menceritakan semua yang telah terjadi kepadanya hingga membuat dia sering berpakaian wanita. Melihat kesedihan Marvelo, ada perasaan kuat di hatinya yang membuat dia merasa sangat peduli kepada Marvelo. Jiwa Kimberly tahu ini bukan perasaan miliknya, namun ini perasaan milik Winter Benjamin. “Kau pasti kesal saat aku memanfaatkan kelemahanmu waktu itu,” bisik Winter sedih. Marvelo tersenyum samar mendengarnya, dia memang pernah merasa cukup kesal dengan sikap Winter, namun di balik kejadian itu hubungan mereka menjadi kembali dekat. Sejak mereka saling s
“Aku harus segera pulang, sampai bertemu di sekolah” perlahan Winter membungkuk dan tanpa terduga dia mengecup kening Marvelo, dengan cepat Winter turun dari ranjang dan berlari keluar meninggalkan Marvelo seorang diri yang masih terbaring di ranjangnya. Suara hembusan napas kasar terdengar dari mulut Marvelo, semu merah malu menghiasi wajah tampannya, namun sorot mata Marvelo menyiratkan perasaan sedih. “Seharusnya kau tidak terlalu dekat dan besikap terlalu lembut dengaku jika kau hanya ingin kita menjadi teman saja Winter,” bisik Marvelo berbicara pada kesunyian di sekitarnya. Marvelo mengusap dadanya dan merasakan degup kencang jantung yang berdebar, ironis untuk Marvelo karena terus menerus terpengaruh oleh semua kebaikan dan kata-kata Winter yang sebenarnya hanya sekadar bercanda. “Bodoh” maki Marvelo pada dirinya sendiri karena dia sudah membodohi dirinya sendiri. Marvelo jatuh cinta kepada Winter sejak pertama mereka bertemu, Marvelo tidak pernah berpaling pada gadis lain
Winter terduduk di sebuah bangku taman sekolah, malam tadi dia mendengar kabar Paula masuk rumah sakit karena terlalu banyak meminum obat diet dan penenang, sepanjang malam Winter mendapatkan banyak panggilan dan pesan dari Paula. Paula sudah mengetahui rencana Winter, meski sudah ketahuan Winter tidak akan berhenti begitu saja dengan rencananya. Kini sudah saatnya Winter mengecoh kecurigaan Paula dan cuci tangan, namun tetap melanjutkan rencananya melalui orang lain. Winter tersenyum lebar melihat kedangan Lizza, teman satu kelas Paula, sekaligus teman nongkrong Paula. Lizza segera duduk di sisi Winter, gadis itu terlihat tidak begitu bersahabat begitu dia tahu Winter mengajaknya bertemu karena masalah Paula. Bibir Winter langsung menyunggingkan senyuman ramahnya, “Terima kasih sudah meluangkan waktumu.” Lizza tidak menjawab, gadis itu bersedekap dan cemberut kesal. Lizza datang karena terpaksa, pengawal Winter terus menerus mengejarnya dan meminta Lizza untuk mau bertemu dengan
“Velo” panggil Winter dengan senyuman lebar, menyapa Marvelo yang kini duduk di sampingnya tengah membaca buku. Marvelo tertunduk mengusap tengkuknya, wajahnya terlihat memerah karena teringat semalam dimana Wnter menghibur dirinya dan mereka menghabiskan waktu bersama sampai pagi. Marvelo kian tertunduk begitu dia teringat kecupan ringan yang Winter berikan kepadanya tadi pagi. Winter langsung menggeser kursinya hingga saling duduk berdempetan, masih dengan senyuman lebarnya Winter melihat Marvelo sambil menopang dagunya dalam kepalan tangan. “Kenapa diam saja?” tanya Winter. Marvelo masih terdiam. Tubuh Winter mencondong, Winter meniup telinga Marvelo yang kini terlihat sangat merah. Pria itu terperanjat kaget langsung menutup kedua telinganya, Marvelo mengalihkan perhatiannya dari buku yang dia baca, perlahan dia menengok dan melihat Winter yang terlalu dekat dengannya. Napas Marvelo tertatahan di dada, kegugupan langsung menyerang dirinya melihat sorot mata Winter yang be
Ingatan Kimberly yang telah kembali sepenuhnya membuat Winter bersikap berbeda, rasa cinta yang hilang hingga asing kini kembali meledak memenuhi hatinya, memenuhi jiwa Kimberly. Winter mulai menemui Marius dan mencarinya lebih dulu. Tiga hari terakhir ini Winter menemui Marius dan mengajaknya berbicara meski terkadang hanya saling menatap saja, Winter tetap menyempatkan diri untuk bertemu Marius di setiap harinya. Tidak ada yang mereka lakukan, berpegangan tanganpun mereka tidak pernah, namun perasaan yang kuat di dalam diri Marius dan juga Winter semakin kuat saling mengikat. Kini, Winter lebih banyak menahan ucapan kasarnya dalam beberapa kesempatan. Beberapa hari setelah ingatannya kembali lalu menghabiskan banyak waktu bersama Marius membuat Winter merasakan perasaan yang tidak menentu, ada rasa sakit, bahagia, penyesalan dan kasihan. Winter merasa kasihan karena kehidupan Marius terlihat sangat kacau setelah kepergian Kimberly. Ada perasaan bahagia di rasakan Winter, karen
“Winter,” panggil Benjamin yang kini duduk di hadapannya. “Ada apa Ayah?” “Vincent sudah memberimu kabar?” Sendok di tangan Winter di letakan di atas piring, gadis itu menggeleng. Sudah beberapa hari ini Vincent tidak memberinya kabar, Winter tidak mengganggunya karena dia tahu bahwa Vincent tengah mempersiapkan diri dalam kelulusannya yang tinggal menghitung hari. “Sepertinya dia lupa” gumam Benjamin dengan senyuman, wajah lelah Benjamin terlihat sedikit berseri menunjukan perasaan senang. “Memangnya ada apa?” “Tadi Vincent memberi kabar bahwa dia sudah lulus dan menyelesaikan S2-nya, dua minggu lagi dia akan segera kembali setelah melakukan wisuda dan mengurus banyak hal di sana. Kau pasti sibuk melakukan ujian sekolah di sini, karena itu ayah akan pergi ke Manchester sendirian. Apa kau tidak apa-apa?” Winter tersenyum, gadis itu menggeleng “Tidak apa-apa Ayah. Aku sangat senang kak Vincent menyelesaikan semuanya dengan cepat.” “Ayah sangat senang atas prestasi yang dia buat
Hari pertama ujian sudah berjalan dengan lancar, semuanya tidak seberat apa yang Winter pikirkan, meski begitu dia berusaha melakukan yang terbaik dan tidak lengah agar mendapatkan nilai yang sempurna. Winter melihat telapak tangannya yang kini kapalan, seminggu terakhir ini dia belajar keras dan mengerjakan beberapa pelajaran yang dulu sempat di lewatkan dan mendapatkan nilai merah karena Winter Benjamin yang asli tidak bisa. Berkat bantuan Cleo, dia sangat membantu Winter menyampaikan banyak tugas yang Winter kerjakan untuk memperbaiki nilai-nilai yang tertinggal. Winter merenggangkan tubuhnya melepaskan rasa pegal, gadis itu melihat ke belakang, menunggu Marvelo yang sejak tadi belum keluar karena berbicara dengan Charlie. “Nona Winter.” Winter langsung menengok dan melihat madam Valleria yang sudah memanggilnya. Sejak audisi pertama di hari itu, mereka tidak pernah bertemu lagi, namun eksistensi madam Valleria yang baik dan berpengaruh sedikit terguncang hingga di pertanyakan
Dua tahun kemudian.. Kota Den Haag Sebuah gedung hotel tampak sibuk dan ramai malam ini karena ada pesta besar yang sedang merayakan ulang tahun hotel Lessy yang berpusat di kota Neydish. Di dalam sebuah ruangan besar orang-orang berkumpul, mereka terlihat anggun dan tenang, saling berbicara satu sama lainnya menikmati pesta yang sedang berlangsung. Seorang wanita bergaun putih memainkan cello opera di tengah pesta, wanita itu memainkan musik Romeo & Julliet Love Theme. Para tamu undangan yang berdiri dan sibuk bicara di buat terkesima mendengarkan alunan musik yang begitu dalam menghiasi malam pesta. Mereka berbalik melihat sepenuhnya ke arah orang-orang yang bermain musik dan sejenak menghentikan pembicaraan mereka. Di antara banyak orang yang melihat musik, seorang pria berdiri di depan jendela, pria itu sibuk dengan kesendiriannya, memandangi langit malam yang begitu gelap. Alunan musik dalam pendengarannya membawa dia dalam sebuah ingatan indah ketika dia belajar menari di
Sebuah photo terbingkai di pajangkan di atas meja belajar, Winter menopang dagunya melihat photo dirinya saat pelulusan sekolah di hadiri Benjamin dan Vincent. Tidak terasa, tiga bulan telah berlalu sejak kematian Marius dan kepergian Marvelo, kini Winter bisa duduk santai di meja belajarnya, tidak tahu apa yan harus dia lakukan karena semua tujuan hidupnya yang dia cari sudah berada dalam genggaman, yaitu kebahagiaan dan balas dendamnya yang sudah di tuntaskan. Setiap akhir pekan Winter akan mengunjungi makam Kimberly dan Marius, sudah dua kali juga Winter bertemu Jenita akhir-akhir ini. Keadaan Jenita terlihat lebih baik dari sebelumnya, Jenita bersama Levon membangun lebih luas panti asuhan tempat tumbuhnya Kimberly. Keduanya tampak mulai menikmati masa-masa tua mereka, Felix menjaga mereka dengan baik sebagaimana keinginan Marius. Sejak hukuman Paula di tetapkan, kini Winter tidak lagi bertemu dengannya. Untuk Marvelo, sejak kepergiannya ke Belanda, dia tidak memberikan kabar
Satu bulan setelah kepergian Marius, kini Winter kembali harus melanjutkan kehidupannya seperti biasa, sedikit demi sedikit gadis itu berusaha menyembuhkan hatinya dan kembali menemukan kekuatannya lagi. Winter harus berjuang lebih kuat karena Marvelo juga sudah menghilang dari sisinya, tidak ada lagi seseorang yang bisa menjadi teman penghapus kesedihannya. Jiwa Kimberly sempat berpikir, melepaskan Marvelo akan membuat perasaan dia lebih baik karena tidak lagi membuat Marvelo tersiksa karena memendam perasaannya. Rupanya tidak semudah itu, karena jiwa Kimberly merasakan kekosongan besar di dalam hatinya. Ternyata, Marvelo memiliki tempat yang begitu spesial dia dalam hati Winter Benjamin. Meski kini mereka berpisah jauh, kini Winter hanya bisa mendo’akan yang terbaik untuk Marvelo. Hari ini adalah hari persidangan pertama Paula, persidangan akan di adakan secara terbuka sehingga siapapun dapat menyaksikannya. Winter sudah siap untuk menghadirinya. Winter berdiri di depan jende
Marvelo menarik kopernya melewati beberapa orang yang ada di depannya, sekilas pria itu melihat ke belakang, Marvelo tersenyum hangat melihat Charlie dan Lessy melambaikan tangan mereka mengantar kepergian Marvelo. Marvelo kembali melangkah, pria itu tetap tersenyum menyembunyikan suatu perasaan yang mengganjal di hatinya. Kepergian Marvelo terasa tidak begitu menyenangkan karena dia meninggalkan Winter dalam keadaan sedang terluka. Tidak ada maksud untuk dia meninggalkan Winter sendirian, namun keadaan yang memaksa Marvelo harus mengambil keputusan ini. Meski Marvelo ingin menemaninya dan membantu gadis itu bangkit dari kesedihannya, namun Marvelo juga tidak berani terus mendekat karena dia harus segera melenyapkan perasaannya. Marvelo tidak ingin menjadi pria lemah yang hidup tanpa tujuan dan tidak berani mengambil keputusan karena sebuah keraguan. Marvelo harus melangkah ke depan. Andaipun suatu hari nanti dia masih tidak bisa melupakan Winter dan masih memiliki kesempatan un
Payung yang meneduhi Winter menghilang, Nai pergi ke belakang dan berdiri dengan para pengawal lainnya. Sementara Winter, gadis itu masih tetap berdiri di tempatnya melihat makam dirinya dan Marius yang berdampingan berada di tempat yang jauh dari pemakaman yang lainnya. “Aku akan merindukanmu Marius, sama seperti saat kau merindukanku ketika aku hilang. Namun aku juga akan bangkit Marius, seperti apa yang kau inginkan, aku akan bahagia dan menjalani kehidupanku dengan baik. Terima kasih telah menjadikanku cinta pertama dan terakhirmu, aku merasa begitu terhormat.” Winter membungkuk,meletakan bunga yang sejak tadi tidak lepas dari pelukannya. “Aku tidak akan melupakanmu Marius, aku mencintaimu.” Matahari yang turun mulai kehilangan cahayanya, pohon-pohon besar yang berdiri menjulang mengelilingi area pemakaman mulai menghalangi sore terakhir hari ini. Angin berhembus lebih kuat menggerakan rumput-rumput dan bunga liar di sekitarnya. Winter tercekat kaget, samar dia melihat bayang
Marvelo terduduk di kursinya melihat keluar jendela, memperhatikan Irina yang kini tengah makan siang bersama Lessy dan juga Charlie. Marvelo menghela napasnya dengan berat, dua hari ini terakhir ini dia sempat di buat galau karena mendengar pengakuan Winter, rupanya gadis itu sudah tahu mengenai perasaannya, sayangnya Winter tidak ingin mendengarkan pengakuan cinta Marvelo. Marvelo sedikit marah dan kecewa, jika saja Winter tidak terlalu menggodanya dan menunjukan sikap seperti seseorang yang suka kepadanya, mungkin Marvelo tidak akan menaruh harapan yang banyak dan berpikir bahwa gadis itu memiliki perasaan juga kepadanya. Marvelo malu karena ternyata dia terlalu terbawa perasaan dengan kebaikan yang Winter berikan kepadanya. Ini sangat menyakitkan, mengecewakan dan membuat Marvelo beberapa kali harus duduk termenung memikirkan bagaimana cara mengatasi patah hatinya. Kini, tidak ada lagi alasan yang bisa menahan Marvelo berlama-lama di Neydish, Marvelo akan segera pergi. Di am
Winter tertunduk mengenggam tangan Marius, gadis itu bernapas dengan tersenggal tidak mampu menutupi apapun lagi yang selama ini dia rahasiakan. Winter meletakan bunga itu tangan Marius agar pria itu menggenggamnya. Rahasia yang begitu sulit untuk Winter beritahu mengenai siapa dia sebenarnya kini akhirnya meledak mendorong Winter lebih berani berkata jujur. “Dulu, saat masih kecil, tepat di hari kasih sayang, kita menjual bunga mawar di jalanan hingga malam hari agar aku kita bisa membeli sepatu baru karena sepatu lamaku harus di pakai adik-adikku. Aku masih ingat, saat itu tiba-tiba saja kau berlari pergi mengambil sebuah simpul kain berwarna biru yang mengikat beberapa cangkang kado, kau menutup mataku dan memaksaku untuk pergi dari tempat itu. Kau bilang kau akan memberiku kejutan. Sebenarnya aku tahu, alasan kenapa saat itu kau terburu-buru membawaku. Di dekat toko kita berjualan, ada ayahku yang tengah makan malam bersama isteri dan anaknya, mereka terlihat bahagia, kau membaw
Levon dan Jenita yang tertidur di sofa langsung di buat terbangun begitu merasakan pergerakan orang yang lewat. Mereka melihat ke penjuru ruangan, memperhatikan kedatangan dua dokter dan satu perawat memasuki ruangan tempat Marius berada, para ahli medis itu mereka langsung menuju ranjang dan melakukan suatu tindakan yang terlihat darurat karena Marius semakin kesulitan bernapas. Perlahan Levon bangkit, dari balik kaca Levon melihat para pekerja medis yang terlihat sangat berusaha membantu Marius agar kembali stabil. Wajah Levon tampak pucat di penuhi oleh kekhawatiran, padahal dua jam yang lalu keadaan Marius terlihat membaik bahkan Marius sempat berbicara dengan akrab bersamanya dan juga Jenita, namun ternyata kini keadaan dia kembali memburuk. Jenita meminta Levon terduduk lemah, rapalan do’a dan harapan tidak pernah putus, namun suara kesakitan Marius yang teramat dalam begitu menyiksa pendengaran Jenita dan Levon. “Masa depanku sudah gelap semenjak melihat Marius kembali ter
Levon duduk dengan tegak di samping Marius, pria itu kembali datang dengan cepat dan memilih mengesampingkan semua pekerjaannya yang selama ini selalu menjadi prioritasnya. Sejak Marius terbangun kembali, tidak ada pembicaraan yang berarti terjadi di antara mereka. Levon sendiri sadar, terlalu banyak kesalahan yang telah dia buat hingga tidak dapat lagi di jabarkan dengan kata-kata. Kini Levon sedang berusaha membuka kasus di balik penyerangan yang di alami puteranya, namun yang menjadi masalahnya adalah Shanom dan Sean tiba-tiba menghilang sejak beberapa hari yang lalu. Perginya mereka secara bersamaan semakin menguatkan kecurigaan Levon jika keduanya memang dalang dari semua masalah yang terjadi. Jika Marius semakin tidak berdaya dengan keadaan tubuhnya, hal ini akan menciptakan guncangan hebat untuk perusahaan dan Sean akan terpilih sebagai peminpin selanjutkan ketika Levon pensiun di karenakan Sean lebih berpengalaman. Hak Marius tidak mungkin juga di ambil Jenita begitu saja