Ingatan Kimberly yang telah kembali sepenuhnya membuat Winter bersikap berbeda, rasa cinta yang hilang hingga asing kini kembali meledak memenuhi hatinya, memenuhi jiwa Kimberly. Winter mulai menemui Marius dan mencarinya lebih dulu. Tiga hari terakhir ini Winter menemui Marius dan mengajaknya berbicara meski terkadang hanya saling menatap saja, Winter tetap menyempatkan diri untuk bertemu Marius di setiap harinya. Tidak ada yang mereka lakukan, berpegangan tanganpun mereka tidak pernah, namun perasaan yang kuat di dalam diri Marius dan juga Winter semakin kuat saling mengikat. Kini, Winter lebih banyak menahan ucapan kasarnya dalam beberapa kesempatan. Beberapa hari setelah ingatannya kembali lalu menghabiskan banyak waktu bersama Marius membuat Winter merasakan perasaan yang tidak menentu, ada rasa sakit, bahagia, penyesalan dan kasihan. Winter merasa kasihan karena kehidupan Marius terlihat sangat kacau setelah kepergian Kimberly. Ada perasaan bahagia di rasakan Winter, karen
“Winter,” panggil Benjamin yang kini duduk di hadapannya. “Ada apa Ayah?” “Vincent sudah memberimu kabar?” Sendok di tangan Winter di letakan di atas piring, gadis itu menggeleng. Sudah beberapa hari ini Vincent tidak memberinya kabar, Winter tidak mengganggunya karena dia tahu bahwa Vincent tengah mempersiapkan diri dalam kelulusannya yang tinggal menghitung hari. “Sepertinya dia lupa” gumam Benjamin dengan senyuman, wajah lelah Benjamin terlihat sedikit berseri menunjukan perasaan senang. “Memangnya ada apa?” “Tadi Vincent memberi kabar bahwa dia sudah lulus dan menyelesaikan S2-nya, dua minggu lagi dia akan segera kembali setelah melakukan wisuda dan mengurus banyak hal di sana. Kau pasti sibuk melakukan ujian sekolah di sini, karena itu ayah akan pergi ke Manchester sendirian. Apa kau tidak apa-apa?” Winter tersenyum, gadis itu menggeleng “Tidak apa-apa Ayah. Aku sangat senang kak Vincent menyelesaikan semuanya dengan cepat.” “Ayah sangat senang atas prestasi yang dia buat
Hari pertama ujian sudah berjalan dengan lancar, semuanya tidak seberat apa yang Winter pikirkan, meski begitu dia berusaha melakukan yang terbaik dan tidak lengah agar mendapatkan nilai yang sempurna. Winter melihat telapak tangannya yang kini kapalan, seminggu terakhir ini dia belajar keras dan mengerjakan beberapa pelajaran yang dulu sempat di lewatkan dan mendapatkan nilai merah karena Winter Benjamin yang asli tidak bisa. Berkat bantuan Cleo, dia sangat membantu Winter menyampaikan banyak tugas yang Winter kerjakan untuk memperbaiki nilai-nilai yang tertinggal. Winter merenggangkan tubuhnya melepaskan rasa pegal, gadis itu melihat ke belakang, menunggu Marvelo yang sejak tadi belum keluar karena berbicara dengan Charlie. “Nona Winter.” Winter langsung menengok dan melihat madam Valleria yang sudah memanggilnya. Sejak audisi pertama di hari itu, mereka tidak pernah bertemu lagi, namun eksistensi madam Valleria yang baik dan berpengaruh sedikit terguncang hingga di pertanyakan
“Winter, aku butuh uang,” pinta Paula tanpa basa-basi lagi, kebutuhan Paula yang mendesak membuat dia tidak bisa lagi berpura-pura bersikap baik di hadapan Winter, apalagi kini sudah tahu jika Winter benar-benar berubah, tidak ada gunanya jika Paula berpura-pura. Paula membutuhkan banyak uang Winter sebelum Winter benar-benar berubah sepenuhnya dan tidak bisa lagi dia kendalikan. “Kenapa kau mengatakannya padaku?” “Karena kau yang selama ini memberikan bantuan kepadaku Winter, aku sangat kesulitan menjalani hidup setelah kak Vincent menekanku dan keluargamu berhenti memberikan bantuan kepadaku. Keluargamu benar-benar membuat hidupku dan ibuku sangat menderita, jadi bisakah kau paham bagaimana sulitnya posisiku sekarang?” Tanya Paula dengan nada mendesak, gadis itu mulai lagi berbicara dengan memojokan. Setelah hampir dua minggu tidak bertemu, Winter pikir Paula akan sedikit berubah, ternyata gadis itu masih sama. Tidak berintropeksi diri dan tidak berkaca dengan apa yang dia lakuk
“Bukankah dia Winter Benjamin? Ini tidak benar, kita harus melaporkannya agar tidak menjadi masalah lagi. Aku tidak mau keluarga Benjamin menghancurkan sekolah ini hanya karena kita diam melihat Winter di rundung.” “Kalian salah paham!” teriak Paula panik, dengan cepat Paula meraih tangan Winter dan menariknya untuk mendekat, “Winter katakan yang sebenarnya terjadi, ini salah paham kan? Aku dan kau bersahabat, hal seperti ini sudah terbiasa untuk kita dan kau sudah menganggapku seperti keluarga. Katakan kepada mereka Winter,” desak Paula meminta. Alih-alih membenarkan ucapan Paula, dengan handalnya Winter berakting semakin menangis ketakutan hingga tubuhnya gemetar dan terjatuh ke rerumputan lagi saat Paula menariknya untuk berdiri. Orang-orang yang melihat semakin yakin jika Winter tidak baik-baik saja. “Berhenti menekannya!” Teriak salah satu anak sekolah seraya berlari mendekat dan menjauhkan Winter dari Paula. “Di sini banyak cctv, pihak keamanan sekolah akan membuktikan keben
“Jantungmu berdebar dengan kencang saat dekat denganku. Kau merasa senang tidak karuan sampai lupa melihat hal-hal di sekitarmu.” Semburat merah menghiasi pipi Marvelo, apa yang di katakan Winter sama persis dengan apa yang dia rasakan setiap kali bersama Winter. “Memangnya kenapa?” tanya Marvelo terbata. Winter mengerjap bingung, jiwa Kimberly bertanya-tanya mengapa perasaan Winter Benjamin yang asli harus dia rasakan juga? Apakah Winter Benjamin ingin Marvelo mengetahui perasaannya?. Tapi, perasaan berdebar ini perasaan apa? Apakah persahabatan yang berharga, atau cinta pertama yang berantakan karena tidak bisa di ungkapkan?. Batin Winter bertanya-tanya. Repleks saja Winter menarik sisi seragam Marvelo dan membuat pria itu semakin membungkuk, sekali lagi Winter menariknya dalam satu sentakan, wajah Winter terangkat dan sedikit memiring. Winter meraup bibir Marvelo dan menciumanya. Tubuh Marvelo menegang kaku, pupil matanya melebar kaget merasakan lembut bibir Winter yang kini
“Saya benar-benar tidak tahu dengan apa yang sebenarnya Anda pikirkan, Nona Paula,” Cleo bersedekap, duduk di antara Paula dan Albert, seorang kesiswaan. Paula hanya bisa tertunduk diam seribu bahasa. Seseorang telah melaporkan tindakan Paula kepada Winter, hal itu mendapatkan respon yang begitu cepat dari sekolah karena mereka tidak ingin lagi melakukan kesalahan yang sama dan semakin merugikan sekolah karena telah lalai menjaga keselamatan siswa mereka. Kini kasus perundungan apapun yang terjadi pada sekolah, selalu menjadi sorotan dan prioritas semua orang. Kurang dari dua puluh menit dari kejadian itu, kini akhirnya Paula di seret masuk ke dalam ruangan kesiswaan. Paula di cecar oleh banyak pertanyaan, orang-orang terlihat marah kepadanya karena dia sudah membuat kegaduhan di tengah-tengah masalah yang baru saja mereda. “Anda dan Winter Benjamin di kenal sebagai teman dekat sejak kecil, dan sekolah Anda di biayai oleh keluarga mereka, namun apa ini?” Albert menunjuk-nunjuk t
Paula tertunduk tidak bertenaga, gadis itu melangkah gontai keluar dari ruangan, wajahnya masih begitu pucat pasi karena masih kaget dengan situasi dan masalah baru yang harus dia hadapi sekarang hanya karena tindakannya yang ceroboh. Tanpa sadar Paula menjatuhkan air matanya, gadis itu melihat ke sekitar dan mulai tersadar jika kini beberapa orang melihat dirinya dengan penuh kebencian. Rupanya, apa yang dia lakukan sudah tersebar di antara banyak orang dengan cepat. Orang-orang berbicara, gerak bibir mereka yang memaki dirinya begitu jelas terlihat. Paula menatap dengan pasif, seluruh kulitnya meremang merasakan sebuah ketakutan dengan tatapan intimidasi dan jijik semua orang kepada dirinya. Tiba-tiba Paula tersadar dengan situasinya sekarang, situasi ini biasanya selalu di alami oleh Winter di setiap kali gadis itu terjebak dalam masalah dan rumor yang sering Paula buat untuk menghancurkan mentalnya dan membuat Winter terjatuh dalam jurang depresi yang membuat dia ketakutan den