Setelah mendapatkan telepon dari Charlie, Marvelo membawa Winter pergi dengan tergesa, pria itu tidak menjelaskan apapun mengenai situasi yang sedang kini dia hadapi. Winter tidak berkata apapun, gadis itu hanya diam dan memperhatikan sesekali memberitahu Marvelo untuk hati-hati dan tidak terburu-buru. Meski Winter tidak tahu masalah apa yang terjadi, namun dia bisa merasakan kekhawatiran yang begitu besar pada diri Marvelo. Entah masalah apa yang sedang di hadapi Marvelo saat ini, tidak seperti biasanya anak itu bersikap seperti ini. Tidak ada percakapan apapun yang terjadi pada mereka sampai akhirnya Marvelo membawa Winter pada sebuah rumah berlantai tiga, rumah itu adalah kediaman keluarga Marvelo. Masih tanpa penjelasan apapun Marvelo langsung turun dari motornya, Winter yang penasaran ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi langsung berlari mengikuti Marvelo yang langsung masuk ke dalam rumah dan segera pergi menuju lantai dua. Kedatangan mereka di sambut oleh Charlie yang kin
“Ini kan yang kau mau dariku? Melihatku tersiksa dan mati?” Rasa sesak mencekik hati Winter yang kini berdiri melihat semua yang telah terjadi. Marvelo, pria yang selalu bereskpresi dingin dan terlihat sempurna, kuat, cerdas, ternyata dia memiliki luka yang begitu besar di dalam hatinya. Mata Winter memanas, sebuah perasaan penyesalan menghantam hatinya begitu tahu alasan mengapa selama ini Marvelo mau berdandan seperti perempuan. Rupanya semua itu untuk berpura-pura menjadi Vellyncia demi menghibur ibunya. “Marvelo” Bisik Irina sambil menangis terlihat sedih dan bingung karena ini untuk pertama kalinya Marvelo sangat marah kepadanya. “Kenapa kau menatapku seperti itu?” Tanya Marvelo dengan mata berkaca-kaca dan wajah yang terluka. Setetes air mata terjatuh dari sudut matanya, “Kau takut wajahku yang mirip dengan Vellyncia rusak? Apa baru sekarang kau peduli padaku?” “Marvelo..” “Mengapa kau melahirkan aku juga jika sepanjang hidupmu kau hanya mencintai Vellyncia?” Lirih Marvelo
Vellyncia yang ingin pergi jalan-jalan ketika semua orang sibuk mempersiapkan pesta, Vellyncia memaksa Marvelo untuk menemaninya pergi berkeliling di salah satu hutan yang mengelola pabrik kertas milik keluarga mereka. Marvelo dan Vellyncia pergi ke hutan bersama-sama dan menghabiskan waktu mereka dengan berjalan-jalan dan memetik bunga, namun karena hutan yang luas, Marvelo dan Vellyncia tersesat di hutan itu. Dalam perjalanan pulang mencari jalan, mereka sempat berlari ketakutan karena mendengar suara tembakan sekelompok pemburu. Marvelo dan Vellyncia terjatuh ke jurang dan mengalami luka berat, mereka baru bisa di temukan setelah sepuluh jam hilang. Keadaan Marvelo dan Vellyncia yang sama-sama dalam keadaan buruk langsung di bawa ke rumah sakit. Marvelo yang terluka sangat parah mengalami beberapa patah tulang dan kerusakan yang lain, sementara Vellyncia yang memiliki tubuh lemah itu menjadi kritis. Dokter mengatakan salah satu di antara mereka harus di selamatkan, mustahil jika
Lama mereka berada di sisi danau, Marvelo mulai mendapatkan ketenangannya kembali, Winter masih duduk di sisinya sejak tadi. Winter tidak beranjak pergi meski Marvelo sudah meminta. Winter tahu bagaimana perasaan Marvelo, pria itu membutuhkan seseorang yang berada di sampingnya, tidak perlu berbicara, tidak perlu menasihati, cukup saja dengan diam dan menjadi pendengar yang baik untuknya. Malam ini, untuk pertama kalinya Marvelo menceritakan semua yang telah terjadi kepadanya hingga membuat dia sering berpakaian wanita. Melihat kesedihan Marvelo, ada perasaan kuat di hatinya yang membuat dia merasa sangat peduli kepada Marvelo. Jiwa Kimberly tahu ini bukan perasaan miliknya, namun ini perasaan milik Winter Benjamin. “Kau pasti kesal saat aku memanfaatkan kelemahanmu waktu itu,” bisik Winter sedih. Marvelo tersenyum samar mendengarnya, dia memang pernah merasa cukup kesal dengan sikap Winter, namun di balik kejadian itu hubungan mereka menjadi kembali dekat. Sejak mereka saling s
“Aku harus segera pulang, sampai bertemu di sekolah” perlahan Winter membungkuk dan tanpa terduga dia mengecup kening Marvelo, dengan cepat Winter turun dari ranjang dan berlari keluar meninggalkan Marvelo seorang diri yang masih terbaring di ranjangnya. Suara hembusan napas kasar terdengar dari mulut Marvelo, semu merah malu menghiasi wajah tampannya, namun sorot mata Marvelo menyiratkan perasaan sedih. “Seharusnya kau tidak terlalu dekat dan besikap terlalu lembut dengaku jika kau hanya ingin kita menjadi teman saja Winter,” bisik Marvelo berbicara pada kesunyian di sekitarnya. Marvelo mengusap dadanya dan merasakan degup kencang jantung yang berdebar, ironis untuk Marvelo karena terus menerus terpengaruh oleh semua kebaikan dan kata-kata Winter yang sebenarnya hanya sekadar bercanda. “Bodoh” maki Marvelo pada dirinya sendiri karena dia sudah membodohi dirinya sendiri. Marvelo jatuh cinta kepada Winter sejak pertama mereka bertemu, Marvelo tidak pernah berpaling pada gadis lain
Winter terduduk di sebuah bangku taman sekolah, malam tadi dia mendengar kabar Paula masuk rumah sakit karena terlalu banyak meminum obat diet dan penenang, sepanjang malam Winter mendapatkan banyak panggilan dan pesan dari Paula. Paula sudah mengetahui rencana Winter, meski sudah ketahuan Winter tidak akan berhenti begitu saja dengan rencananya. Kini sudah saatnya Winter mengecoh kecurigaan Paula dan cuci tangan, namun tetap melanjutkan rencananya melalui orang lain. Winter tersenyum lebar melihat kedangan Lizza, teman satu kelas Paula, sekaligus teman nongkrong Paula. Lizza segera duduk di sisi Winter, gadis itu terlihat tidak begitu bersahabat begitu dia tahu Winter mengajaknya bertemu karena masalah Paula. Bibir Winter langsung menyunggingkan senyuman ramahnya, “Terima kasih sudah meluangkan waktumu.” Lizza tidak menjawab, gadis itu bersedekap dan cemberut kesal. Lizza datang karena terpaksa, pengawal Winter terus menerus mengejarnya dan meminta Lizza untuk mau bertemu dengan
“Velo” panggil Winter dengan senyuman lebar, menyapa Marvelo yang kini duduk di sampingnya tengah membaca buku. Marvelo tertunduk mengusap tengkuknya, wajahnya terlihat memerah karena teringat semalam dimana Wnter menghibur dirinya dan mereka menghabiskan waktu bersama sampai pagi. Marvelo kian tertunduk begitu dia teringat kecupan ringan yang Winter berikan kepadanya tadi pagi. Winter langsung menggeser kursinya hingga saling duduk berdempetan, masih dengan senyuman lebarnya Winter melihat Marvelo sambil menopang dagunya dalam kepalan tangan. “Kenapa diam saja?” tanya Winter. Marvelo masih terdiam. Tubuh Winter mencondong, Winter meniup telinga Marvelo yang kini terlihat sangat merah. Pria itu terperanjat kaget langsung menutup kedua telinganya, Marvelo mengalihkan perhatiannya dari buku yang dia baca, perlahan dia menengok dan melihat Winter yang terlalu dekat dengannya. Napas Marvelo tertatahan di dada, kegugupan langsung menyerang dirinya melihat sorot mata Winter yang be
Ingatan Kimberly yang telah kembali sepenuhnya membuat Winter bersikap berbeda, rasa cinta yang hilang hingga asing kini kembali meledak memenuhi hatinya, memenuhi jiwa Kimberly. Winter mulai menemui Marius dan mencarinya lebih dulu. Tiga hari terakhir ini Winter menemui Marius dan mengajaknya berbicara meski terkadang hanya saling menatap saja, Winter tetap menyempatkan diri untuk bertemu Marius di setiap harinya. Tidak ada yang mereka lakukan, berpegangan tanganpun mereka tidak pernah, namun perasaan yang kuat di dalam diri Marius dan juga Winter semakin kuat saling mengikat. Kini, Winter lebih banyak menahan ucapan kasarnya dalam beberapa kesempatan. Beberapa hari setelah ingatannya kembali lalu menghabiskan banyak waktu bersama Marius membuat Winter merasakan perasaan yang tidak menentu, ada rasa sakit, bahagia, penyesalan dan kasihan. Winter merasa kasihan karena kehidupan Marius terlihat sangat kacau setelah kepergian Kimberly. Ada perasaan bahagia di rasakan Winter, karen