Merasa Hancur Sementara itu Jayid sudah tiba di apartemen dan mendapati pintunya yang tidak terkunci, membuatnya heran. Lalu, ia masuk sambil membuka jas dan kancing kemeja serta, mulut yang memanggil istrinya dengan suara lembut. Namun, tidak ada sahutan apa pun dari dalam kamar atau dapur. Bahkan, ketika pria itu memeriksa kamar mandi pun tidak ada siapa pun di dalamnya.“Nawa, ke mana kau, Sayang?” teriak Jayid mulai merasakan hal yang berbeda, detak jantungnya meningkat dua kali lebih cepat, langkahnya melebar keseluruh penjuru apartemen.Kalau tadi dia hanya memanggil sambil melepas pakaian kerja dan sepatunya, sekarang dia mulai menjelajah setiap ruang demi ruang dengan cepat seraya menata hati dari kegundahan yang datang tiba-tiba.Gelanyar dingin memasuki setiap pori-pori kulit, secara bersamaan dengan nyeri yang merayap di dadanya. Keringat justru lebih deras menetes dari pada saat dia bekerja. Napasnya memburu, sesak di saluran pernapasan menggantikan suaranya yang seo
Pendapat MishellaSementara itu Jayid menghubungi Mishella, tapi teleponnya tidak di angkat membuat Jayid semakin marah. Wajahnya memanas dan merah dan ia meremat telepon dalam genggamnya dengan gemetar, seakan mampu menghancurkannya.Jayid hendak menyusul Nawa, tapi di mana? Menghubungi Rasyid untuk menanyakan keberadaannya pun tidak mungkin karena akan sangat memalukan baginya.Nawa sudah diserahkan kepada Jayid untuk dijaga baik-baik, karena gadis itu adalah satu-satunya wanita yang bisa dinikahi olehnya, tapi apalah daya sekarang semua yang dia khawatirkan sudah diketahui olehnya.Jayid tidak menyangka akan secepat ini rahasia itu terbongkar. Bahkan belum genap satu pekan Nawa menjadi istrinya. Kalau bukan karena campur tangan orang lain atau pihak ke tiga, maka tidak mungkin akan terjadi sesuatu yang seharusnya tidak terjadi saat ini.Pria itu melangkah kembali ke kamarnya untuk mengganti pakaian dan duduk di ruang makan untuk minum segelas air penuh. Tidak ada makanan apa pu
Menyembunyikan KebenaranDi tepi sungai yang berair jernih, Nawa duduk di atas batu seorang diri dan memandang ke arah depan dengan tatapan kosong. Gadis itu sedang menata hati, mencoba melupakan hal menyakitkan yang terjadi, beberapa hari lalu.“Kau tahu, Jay! Untung saja aku belum terlalu mencintaimu! Kalau aku benar-benar sudah jatuh dalam kecintaan seperti cintamu padaku, mungkin aku bisa lebih lemah dari ini,” gumam Nawa, berbicara pada alam dan bebatuan yang berada di sekitarnya.Rasa tidak pernah menipu, dan hati tidak punya kaki untuk melangkah. Kalaupun tubuh bisa meninggalkan tempat yang mengingatkan pada hal menyakitkan, tapi hati tidak. Ia hanya bisa mengusir kenangan dengan melupakannya. Namun, melupakan pun tidak mudah, sebab biasanya kenangan menyakitkan jauh lebih berbekas.Nawa berada di pedesaan, menempati sebuah rumah di mana ibu, kakek dan neneknya dulu pernah tinggal. Ia ingat kalau keluarganya masih memiliki rumah itu di sana. Walaupun sedikit tidak terawat, t
Ale Dan IbunyaOrang itu adalah Ale, laki-laki yang selama beberapa hari ini menemani Nawa. Dia tetangga yang baik dan tinggal bersama dengan ibu serta adik perempuannya. Mereka cepat menjadi akrab, setelah hampir setiap hari menyapa. Sebelum kedatangan Nawa, Ale dan keluarganya hanya tahu kalau rumah itu tidak pernah ditinggali. Pemiliknya hanya datang untuk singgah saja. Kalau saja atau kakek Ale masih hidup, pasti akan lebih akrab dengan Nawa yang merupaka cucu dari Deono. Kakek Ale sangat mengenal pria tekun, pemilik rumah itu.Kebaikan Ale dan keluarganya, sedikit menghibur Nawa yang saat datang, hanya menghabiskan air mata. Hampir setiap menit dia menangis demi meluapkan perasaannya yang kecewa, marah, serta juga putus asa. Saat ia melihat isi dokumen hari itu di ruang olah raga Jayid, Nawa sangat syok hingga tidak terasa, seluruh lembaran dokumen yang ada di tangannya lepas dan berhamburan begitu saja. Ia tidak sanggup bicara, meski mendengar suaminya terus memanggil di ujun
Sudah Sejak Lama Ale terdiam dan dia segera berlari ke dalam rumah, setelah melirik Lela. Saat itu mereka tengah duduk di halaman rumah yang luas, di sanalah Ale dan Ibunya melakukan aktivitas pertanian menjemur, mengumpulkan serta mengangkut hasil panen mereka untuk dijual.Tak lama setelah itu, Ale keluar lagi dan mengajak Nawa masuk kembali. Liliy pun ikut bersama mereka melangkah ke dalam. Gadis remaja itu melihat ke sekeliling dengan heran.“Ahk, ini biasa saja dari saat aku membereskannya, tidak ada yang berubah!” komentar Lily.“Lily, yang aku maksud kamarku, akan malu kalau Nawa melihatnya dari luar terlihat berantakan!” sahut Ale.“Oh, hanya itu?” tandas Lily.“Eh, kau pikir apa?” ujar Ale sambil berjalan ke dapur dan membuat teh untuk mereka.Nawa begitu terpana, melihat seorang lelaki seperti Ale mau melakukan hal-hal seperti itu untuk keluarganya, ini hal yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Seorang pria yang dengan sangat luwes melakukan pekerjaan wanita di dapur
Pesta Rakyat Ale terus menatap Nawa dan gadis itu hanya menunduk sambil menyesap tehnya.“Kenapa Kakakmu tidak ikut?” tanya Ale.“Kak Rasyid? Dia sibuk, aku lagi ingin sendiri, entah kenapa tiba-tiba aku kangen Ibuku!” Nawa berbohong.“Oh, aku kira Rasyid tidak akan membiarkanmu pergi sendiri, aku tahu pria macam apa dia, Nawa! Kamu tidak kabur, kan?”“Tidak! Dia mengizinkan aku, kok!” “Hmm ... kuharap itu benar. Oh ya? Mau sampai kapan kamu di sini, kalau kamu masih lama, lusa akan ada pesta rakyat di sini. Apa kau mau ikut? Aku kira kau belum pernah mengikuti acara seperti ini, kan?”“Ya. Tentu saja aku ikut kalau memang itu seru.”“Bagiku biasa saja karena aku sering mengikutinya, tapi entahlah kalau menurutmu.”“Maka dari itu, aku ikut. Jemput aku lusa, oke?”Ale mengangguk tanda setuju dengan senyum lebar pada gadis yang duduk di hadapannya itu.Nawa kembali menyesap dan menghabiskan teh di gelasnya, karena ingin segera pulang. Dia tidak enak dengan tatapan Ale yang b
Sudah DihubungiAle tersenyum lebar saat Nawa menyambut uluran tangannya, membuat hatinya yang lama mendambakan hal itu, pun berbunga-bunga. Dia tidak rela kalau hal bagus seperti ini akan hilang. Saat mereka kemarin minum teh bersama di rumah Ale, pria itu sudah menyembunyikan foto sang kakek. Dia tahu kejadian kecelakaan yang menimpa kedua orang tua Nawa serta konflik yang terjadi antara keluarga Lawira. Tanpa sepengetahuan Nawa, Kakek Ale juga memiliki cincin yang sama dengan yang di miliki Deono dan Solomon. Bila gadis itu mengetahuinya, maka tujuannya akan terbongkar.Di pesta rakyat itu, setelah semua orang selesai upacara dengan mengumpulkan semua hasil bumi dan memanjatkan doa, para muda mudi berkumpul dalam satu kerumunan mengelilingi api unggun yang sudah dinyalakan dari sore harinya. Api itu akan terus dinyalakan hingga keesokan harinya saat acara penutupan tiba. Mereka akan mengakhiri dengan membagikan semua hasil bumi yang terkumpul, kepada semua yang hadir pada acara s
Kecurigaan Rasyid “Apa kau bercanda?” tanya Rasyid lagi pada pembantu rumah tangga itu.“Aku, Kakak Nyonya di rumah ini, katakan padanya aku ingin bertemu!” Rasyid mengulangi ucapannya, karena asisten perempuan yang datang beberapa kali dalam sepekan itu, memang tidak tahu kalau Nyonya Jayid memiliki seorang kakak.“Maaf, Tuan. Lebih baik sayang hubungi Tuan Jayid dulu!’” Wanita paruh baya itu pun menghubungi majikannya dan mengatakan jika seseorang yang bernama Rasyid sedang mencari adiknya.“Tuan!” kata wanita itu setelah selesai menelepon, “Maaf, Anda diminta kembali saja ke rumah, nanti Tuan Jay yang akan menemui Anda malam ini, begitu pesannya.”Rasyid bergeming, dia merasa percuma kalau untuk bertanya tentang Nawa pada wanita di depannya. Namun, ia pun heran dengan sikap Jay. Dia tiba-tiba curiga kalau ada sesuatu yang disembunyikan suami adiknya itu.Akhirnya Rasyid pun mengalah untuk menuruti Jayid yang memintanya untuk pulang. Dia tidak mungkin membahasnya lebih dalam, deng
Extra Part 20Di negara Singare, Jayid dan Nawa duduk di tepi pantai yang indah, mereka sudah cukup jauh berjalan. Dua orang itu duduk tanpa alas di atas pasir dan memanjangkan kaki, menghadap ke arah laut dengan ombak yang kecil. Sementara Rasyid dan Latisha masih meneruskan langkah mereka sambil bergandengan tangan. Tidak ada beban bagi keduanya karena seolah-olah dunia adalah milik mereka berdua. Saat berencana untuk pergi berbulan madu, sebenarnya Tina ingin ikut juga tetapi dengan keras Latisa menolaknya. Ia tahu adik kembarnya itu akan sangat mengganggu. Lalu, yang ia lakukan hanya meminta Tina untuk menghabiskan waktu bersama dengan Edo. Latisa tidak menampik jika kehadiran laki-laki itu, sangat membantu dalam mengatasi sikap Tina yang kadang-kadang sulit ditebak. Walaupun, baru saja bertemu, Tina sudah merasa cocok dengan Edo, begitu pula sebaliknya. Baik Latisa maupun Rasyid, hanya berharap kelak mereka bisa menjadi pasangan, yang saling mengasihi satu sama lain.Angin
Extra Part 19“Ya, tentu, ceritakan pada kami!” sahut Rasyid, tanpa mengalihkan tatapannya pada Edo.Edo jadi salah tingkah, ia melihat pada tiga orang itu yang juga melihatnya seperti dirinya adalah hantu yang baru keluar dari dalam kubur.“Sebenarnya, apa kalian punya masalah denganku, atau kita pernah bertemu sebelumnya?” tiba-tiba Edo bertanya, sambil melepas topi dan menyimpannya di atas meja. Ia punya perasaan tidak enak terhadap ketiga orang itu. “Bukan! Kita belum pernah bertemu, tapi ada orang yang mirip sekali denganmu dan dia sudah mati!” kata Nawa terus terang dengan Edo. Ia merasa tidak perlu lama-lama berbicara dengan pria seperti itu karena cukup menyebalkan, dan khawatir bayinya akan mirip.Edo tiba-tiba tertawa, dan ia berkata, “Wah! Benarkah? Aku akan tersanjung karena itu berarti ada orang yang sama tampannya denganku, begitu?”Nawa memalingkan pandangan mendengar ucapan Edo itu, sedangkan Jay justru melotot padanya.“Siapa orang yang kau maksud itu?” Tina be
Extra Part 18“Ayo nanti temui dia sama-sama!” bunyi pesan Rasyid pada ponsel milik Jayyid.“Baiklah!” Makan malam telah selesai. Rasyid meminta izin untuk tetap berada di ruang perjamuan dan menyuruh istrinya, untuk beristirahat dan menunggunya di kamar pengantin mereka. Beberapa saudara dan kerabat yang rumahnya jauh, sudah lebih dulu pergi meninggalkan gedung itu. Namun, masih ada yang bertahan karena mereka ingin menghabiskan malam dengan makan dan minum. Ada juga yang ingin bernyanyi dengan grup idola mereka. Suasana gedung sudah sedikit lengang, hanya ada beberapa kerabat yang duduk di meja-meja bundar dengan pasangan dan teman mereka masing-masing.Latisha kembali ke kamar hotel, tempat di mana ia dirias dan bergantian pakaian. Di kamar itu pula ia akan bermalam dengan sang suami sebagai pengantin baru.Rasyid masih ingin memastikan sesuatu dan ia tidak ingin Latisha tahu masalah itu. Ia ingin istrinya tetap konsentrasi pada malam pertamanya nanti.Saat itu, Nawa Jayid
Extra Part 17Tina menatap Jayid dengan tatapan mata tidak percaya.“Jadi, kalau kau tidak ingin celaka, maka menjauhlah dariku!” kata Jayid sambil menyeringai. Ia melihat perubahan pada raut wajah Tina dan merasa puas, karena tipuannya berhasil untuk mengelabuhi gadis itu agar menjauh darinya. Ia benar-benar tidak tahan dengan sikap vulgar yang ditunjukkan Tina tentang perasaannya.Bagaimana mungkin ada seorang wanita yang begitu membuka diri, dan tidak tahu malu mengakui perasaannya dengan cara yang aneh seperti Tina.Tina membuang pandangan, lalu pergi meninggalkan Jayid yang sudah selesai mengambil buah segar. Gadis itu menemui Misella yang sekarang menjadi sangat dekat dengannya. Hasil latihan yang dilakukan kakak ipar Nawa itu mulai terlihat, dari cara Tina membawa diri dan berkata-kata. Gadis itu sedikit lebih tenang. Hanya masalah perasaannya pada Jayid yang masih sama.Namun, masih panjang perjalanan Tina untuk menjadi seorang model. Misella baru mengajarkan bagaimana g
Extra Part 16“Jadi, kapan aku bisa mulai jadi model?” tanya Tina antusias, “apa aku bisa mendapatkan uang banyak kalau aku berhasil?”“Tentu saja, tapi bukan hari ini ... kau akan siap kapan? Bagaimana kalau kau besok? Aku akan menjemputmu!” sahut Mishella tak kalah antusiasnya.“Besok?” tanya latisha dan ibunya secara bersamaan.Baik Nawa, Mishella dan Tina, sama-sama menoleh ke arah dua orang yang duduk berseberangan itu.“Oh, ya! Maafkan aku, seharusnya aku membicarakan hal ini dengan kalian lebih dulu ... bagaimana kalau besok, apa kalian mengizinkan aku membawa Tina ke sekolah itu?” tanya Mishella, dua wanita yang menjadi ibu dan anak itu pun mengangguk setuju.Mereka akhirnya mempunyai kesepakatan dan pembicaraan serta pertemuan itu pun berakhir. Misela akan menjemput Tina keesokan harinya di rumah itu.Misella dan Nawa akhirnya berpamitan dan pulang, setelah merasa cukup puas untuk membuat kesepakatan.Setelah berada di dalam mobil yang dikendarai oleh sopir dengan kece
Extra Part 15“Tina! Apa kau mendengar semuanya?” tanya Latisa, wajahnya terlihat khawatir pada saudara perempuannya itu. Ia pikir Tina belum pulang dari rumah jompo untuk merawat ayah angkatnya.“Ya!”Tina mendekat sambil menganggukkan kepala, ia sudah pulang dari rumah jompo beberapa saat yang lalu. Namun, ia langsung menuju dapur saat turun dari mobil yang mengantar ke mana pun ia pergi, sejak secara resmi menempati rumah keluarga aslinya. Gadis itu membawa ikan besar yang ia beli saat lewat di pasar tadi. Ia jarang bepegian dan melihat sesuatu yang menarik, hingga saat melihat ikan besar dijual di pasar, ia langsung membelinya. Ketika pulang tadi, kebetulan mobil melintas di jalanan yang macet karena ada keramaian rakyat menengah ke bawah di pasar, keramaian kota yang jarang ia lihat sebelumnya.“Apa yang kau lakukan tadi, kenapa bajumu basah?” tanya Latisha, dia sungguh tidak terbiasa melihat orang-orang di sekitarnya, dalam keadaan kotor atau tidak rapi seperti Tina. Padaha
Extra Part 14 Beberapa hari kemudian, Misella mengajak Nawa untuk pergi bersamanya ke rumah Latisa. Kakak perempuan Jayid itu membawa sebuah bingkisan untuk diberikan pada keluarga saudara kembar yang kelak akan diajak kerja sama olehnya. Nawa yang menyerahkan bingkisan itu, ketika sudah berada di rumah Latisha dan keluarganya, sebagai hadiah dari calon saudara iparnya. Walaupun, bingkisan itu dibeli oleh Misella, tapi ia dengan senang hati jika mengatasnamakan sebagai pemberian dari Nawa. Selain itu sebagai salah satu cara untuk mendekati Latisha dan Tina. Itu adalah, alasan yang paling tepat untuk penarik hati keluarga Latisha. Daripada Mishella yang langsung memberikannya atas nama dirinya sendiri. Kalau itu ia lakukan, maka terlihat sekali sebagai hadiah sogokan Dua wanita itu disambut dengan hangat oleh Latisa dan ibunya, dan dipersilakan duduk di ruang tamu yang nyaman. Michella sebagai orang yang profesional, ia berpengalaman dan terbiasa berbicara dengan banyak orang, ata
Extra Part 13“Dia blak-blakan sekali,” pikir Nawa sambil tersenyum kecut. Ia memalingkan muka ke arah pintu dan berharap Jayid ada di sana, memberikan senyuman terindah, lalu memanggil namanya. Tiba-tiba saja ia ingin pulang dan bermesraan dengan suaminya itu.Laki-laki yang diharapkan Nawa muncul di kejauhan. Setelah memarkirkan mobil, Jayid menghampirinya. Ia datang menjemput istri tercinta, sesuai permintaan dan lokasi yang telah ia bagikan beberapa saat yang lalu.Sekarang Jayid lebih sering mengemudikan mobilnya sendiri. Sejak kejadian kecelakaan itu dan Rizal harus menggantikan dirinya di perusahaan. Apalagi berduaan dengan Nawa di dalam mobil ternyata lebih menyenangkan.Sementara itu, panggilan video dari Tina kepada Latisha, masih berlangsung, otomatis bayangan tubuh Jayid yang melintas di belakang para wanita, pun terlihat olehnya.“Hai! Bukankah itu laki-laki yang baru saja aku bicarakan?” tanya Tina, antusias pada Latisha. Sementara Latisha justru menjadi tidak enak d
Extra Part 12“Apa yang terjadi padamu, apa kau baik-baik saja?” tanya Rasyid sambil melepaskan pelukannya, lalu ia melihat dengan sekasmu wajah kekasihnya yang tampak tidak biasa.Nawa yang melihatnya pun turut prihatin, sampai-sampai Ia berpikir buruk jika telah terjadi sesuatu pada calon kakak iparnya itu.“Tidak ada masalah, aku baik-baik saja,” jawab Latisa tenang. Rasyid menarik satu kursi untuk Latisha yang berada di hadapan Nawa, sedangkan ia sendiri duduk di sampingnya. Setelah itu ia memanggil pelayan untuk memesan minuman ringan.Mendapati kedua orang kakak beradik yang menatapnya penuh curiga, Latisha tersenyum manis dan kemudian menyalahkan ponsel untuk bercermin.“Apa kalian curiga dengan wajahku? aku baik-baik saja, percayalah!” katanya.“Tapi kau terlihat seperti orang yang habis menangis semalaman!” sahut Nawa.“Dari mana kau tahu, apa kau juga pengalaman, pernah menangis semalaman dan matamu bengkak?” Latisa tertawa saat berkata.Nawa tersipu malu, ia pernah