Hai, readers. Terima kasih sudah berkenan membaca cerita ini. Tunggu terus kelanjutan ceritanya ya. Kalian juga bisa follow author melalui akun @anitariza99. See you next :)
Setelah meminta waktu selama beberapa hari, akhirnya Akira menyatakan kesanggupan untuk pulang ke rumah Albert. Albert sangat senang dengan keputusan Akira. Kini dia tidak perlu jauh lagi dari putrinya. Dia tidak harus mengunjungi rumah Dannish setiap pagi untuk bertemu dengan Elza.Albert sendiri merasa heran. Entah kekuatan apa yang dimiliki bayi kecil itu sehingga mampu menariknya dengan kerinduan-kerinduan yang tak kunjung reda. Wajah mungil itu selalu membuat Albert ingin berada di dekatnya.Sebelum benar-benar pindah ke rumah Albert, Akira merasa harus berpamitan dulu pada Dannish dan juga Maria. Keluarga mereka sudah sangat baik mau menampung Akira selama itu. Tidak hanya dari segi tempat tinggal tapi juga biaya hidup.Dannish tidak menghalangi Akira untuk pergi. Dia justru ikut senang karena rencana mereka berjalan sesuai yang diharapkan. Tapi Maria yang tidak tahu apa-apa tentang misi itu tak ayal merasa sedih harus berpisah dengan Akira dan Elza. Meski begitu dia tidak bisa
Kedatangan Akira dan Elza disambut antusias oleh seluruh pekerja di rumah Albert. Mereka senang akhirnya istri tuannya telah kembali pulang. Apalagi kehadiran si bayi juga akan menambah ramai suasana rumah yang sudah terlalu lama hampa.Bibi Lastri, Dewi dan para pekerja lainnya berkumpul untuk menyambut kedatangan Akira. Albert memperkenalkan nama putrinya pada seluruh pekerja. Satu persatu mereka maju untuk melihat wajah cantik Elza yang berada dalam dekapan Akira. Albert juga meminta salah satu dari para pekerjanya untuk memindahkan barang bawaan Akira dari bagasi mobil.Setelah acara perkenalan selesai, Albert langsung mengajak Akira menuju kamar bayi yang sudah dia siapkan untuk Elza. Kamar itu didominasi perpaduan warna pink dan biru langit. Kombinasi warna yang sangat manis untuk kamar bayi perempuan.Akira tidak menyangka Albert akan mempersiapkan semuanya untuk putri mereka. Di sana ada sebuah tempat tidur bayi dan banyak boneka dengan beragam karakter.“Untuk apa kamu membel
Kecanggungan kembali terasa saat malam semakin larut. Akira merasa lelah setelah seharian mengurus Elza. Akira merasa mengantuk tapi dia kebingungan bagaimana dirinya harus menempati satu ranjang bersama Albert.“Kenapa kau berdiri saja? Apakah kau tidak ingin beristirahat?” sergah Albert.“Di mana aku harus tidur?” Itu adalah pertanyaan paling bodoh yang pernah Akira ucapkan.“Ya tentu saja di tempat tidur,” jawab Albert dengan mudahnya.“Maksudku bukan begitu. Apakah kita harus tidur di atas satu ranjang?” tanya Akira menatap ragu.“Akira, aku masih suamimu dan kamu masih istriku. Jadi tidak masalah jika kita tidur bersama. Tidak akan ada warga atau petugas keamanan yang akan menggrebek kita berdua,” ujar Albert dengan mudahnya.“Maaf, Al. Aku memang menerimamu sebagai ayah untuk Elza. Tapi sebagai suami, aku belum bisa memposisikan dirimu seperti dulu lagi. Kita memang masih suami istri secara status. Tapi secara perasaan, aku bahkan tidak yakin kamu pernah merasa menjadi seorang s
Selama beberapa hari tinggal di rumah Albert, Akira bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda dari sikap laki-laki itu. Albert mulai lebih stabil mengontrol emosinya. Dia tidak pernah marah atau mencari-cari kesalahan Akira. Sepertinya sedikit demi sedikit Albert memang sudah berubah.Selain itu, Albert juga sering menemani Akira saat harus bangun tengah malam untuk mengurus Elza. Dia tidak membiarkan Akira terjaga seorang diri saja. Sedikit banyak Akira merasakan bebannya lebih ringan. Padahal biasanya dia harus melakukan semua sendirian.Meski sibuk di kantor, Albert selalu menyempatkan waktu untuk bermain dengan Elza. Entah itu pagi hari sebelum bekerja atau sore hari saat dia pulang. Sama seperti hari itu, saat pekerjaan selesai, Albert langsung keluar dari kantor. Belakangan ini dia memang selalu semangat untuk pulang lebih awal.Albert melajukan mobilnya menuju rumah. Setibanya di sana, Albert langsung mendatangi kamar bayi Elza bahkan tanpa berganti pakaian sebelumnya. Ternyata
“Selamat pagi,” ucap Albert mengejutkan Akira karena tiba-tiba memeluk perempuan itu dari belakang. Akira sedang berada di dapur untuk mencuci botol susu milik Elza.“Apa yang kau lakukan, Albert?” tanya Akira sembari bergerak tak nyaman. Dia mencari celah ruang agar posisinya tidak terlalu dekat dengan laki-laki itu. Akira tidak mengerti dengan segala sikap Albert yang tidak mudah ditebak akhir-akhir ini. Albert semakin berani menggodanya.“Aku hanya mengucapkan selamat pagi untuk istriku. Apa itu salah?” ujar Albert.“Dia sudah gila! Kenapa dia selalu bersikap seperti ini padaku,” keluh Akira dalam batinnya.“Sebenarnya ada apa denganmu, Albert?” tanya Akira sembari membalikkan badan. Kini mereka berbicara berhadapan.“Ada apa? Aku baik-baik saja,” jawab Albert dengan santainya.“Jelaskan padaku kenapa kamu selalu bersikap seperti ini? Apa yang sebenarnya kamu inginkan? Kenapa kamu harus repot-repot berlagak menjadi seorang suami yang sesungguhnya untukku?” tanya Akira sudah tak ma
Kesanggupan Akira memberikan kesempatan lagi untuk Albert membuatnya harus selalu menunjukkan sikap baik di hadapan laki-laki itu. Akira harus memainkan perannya dengan rapi agar Albert tidak mencurigai. Di sisi lain dia juga tetap harus melindungi pertahanan hatinya sendiri agar tidak goyah dan terbawa perasaan pada sang suami.Pua-pura membuka hati untuk Albert tidak lantas membuat Akira lupa diri. Dia masih ingat tujuan utamanya kembali ke rumah itu adalah untuk mencari kebenaran masa lalu. Akira harus mulai menjalankan aksinya sesegera mungkin agar tidak terus menunda waktu.Pada suatu hari, Akira berpikir akan mulai mencari petunjuk yang mungkin bisa dia dapatkan di rumah itu. Akira mendapatkan sebuah ide untuk bertanya pada Bibi Lastri. Pembantu itu sudah lama sekali bekerja di sana. Bahkan sejak Albert kecil, Bibi Lastri lah yang turut merawatnya. Oleh sebab itu Albert lebih menghormati Bibi Lastri dibanding asisten rumah tangganya yang lain.Akira berpikir mungkin Bibi Lastri
Usaha penyelidikan Akira tak berhenti begitu saja. Cerita dari Bibi Lastri saja tidak bisa membuatnya puas. Dia bahkan semakin curiga dengan banyal hal. Tentang kecelakaan yang menimpa sosok ayah Albert yang merupakan pengacara besar dan masalah keluarga yang membuat Tiana sampai nekat bunuh diri.Akira yakin seorang perempuan yang sudah menjadi ibu tidak akan dengan mudahnya memutuskan untuk mengakhiri hidup hanya karena suaminya sudah meninggal lebih dulu. Akira sendiri sudah memahami perasaan seorang ibu. Sebagaimana perasaan Akira pada Elza, setidaknya Tiana juga memikirkan tentang anak laki-laki yang akan dia tinggalkan.“Aku yakin masalah keluarga itu tidak hanya tentang kecelakaan ayahnya Albert. Akar masalahnya tidak sesederhana seperti yang diceritakan Bibi Lastri. Pasti ada hal lain yang membuat ibunya Albert tertekan dan akhirnya bunuh diri. Tapi apa masalah itu dan apa hubungannya dengan diriku? Entah dari mana aku bisa mendapatkan petunjuk lainnya,” keluh Akira kebingunga
“Selamat pagi, Akira!” ucap Albert menggeliat malas. Dia membuka mata di pagi hari dengan melihat sosok Akira sebagai pemandangan pertama. Istrinya itu sudah tampak bersih dan rapi. Entah sejak kapan Akira bangun setelah kejadian semalam.“Selamat pagi,” jawab Akira sembari tersenyum datar. Ada rasa canggung ketika dia harus bersitatap dengan Albert lagi setelah semua yang terjadi. Akira masih merasa malu meski pada suaminya sendiri.“Sejak kapan kamu bangun?” tanya Albert.“Kamu lupa ya kalau kita sudah memiliki Elza? Dini hari tadi aku sudah terbangun karena harus memberinya ASI. Setelah itu pun aku tidak tidur lagi,” jawab Akira mengingatkan bahwa mereka tidak bisa seenaknya karena sudah memiliki seorang bayi.“Lalu kenapa kamu tidak membangunkan aku juga?” tanya Albert.“Sepertinya kamu tidur sangat lelap.”“Iya juga. Sebenarnya kepalaku juga masih sedikit pusing. Mungkin karena terlalu banyak minum. Emm…terima kasih untuk semalam, Akira” ucap Albert membuat wajah istrinya bersem