Selama beberapa hari tinggal di rumah Albert, Akira bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda dari sikap laki-laki itu. Albert mulai lebih stabil mengontrol emosinya. Dia tidak pernah marah atau mencari-cari kesalahan Akira. Sepertinya sedikit demi sedikit Albert memang sudah berubah.Selain itu, Albert juga sering menemani Akira saat harus bangun tengah malam untuk mengurus Elza. Dia tidak membiarkan Akira terjaga seorang diri saja. Sedikit banyak Akira merasakan bebannya lebih ringan. Padahal biasanya dia harus melakukan semua sendirian.Meski sibuk di kantor, Albert selalu menyempatkan waktu untuk bermain dengan Elza. Entah itu pagi hari sebelum bekerja atau sore hari saat dia pulang. Sama seperti hari itu, saat pekerjaan selesai, Albert langsung keluar dari kantor. Belakangan ini dia memang selalu semangat untuk pulang lebih awal.Albert melajukan mobilnya menuju rumah. Setibanya di sana, Albert langsung mendatangi kamar bayi Elza bahkan tanpa berganti pakaian sebelumnya. Ternyata
“Selamat pagi,” ucap Albert mengejutkan Akira karena tiba-tiba memeluk perempuan itu dari belakang. Akira sedang berada di dapur untuk mencuci botol susu milik Elza.“Apa yang kau lakukan, Albert?” tanya Akira sembari bergerak tak nyaman. Dia mencari celah ruang agar posisinya tidak terlalu dekat dengan laki-laki itu. Akira tidak mengerti dengan segala sikap Albert yang tidak mudah ditebak akhir-akhir ini. Albert semakin berani menggodanya.“Aku hanya mengucapkan selamat pagi untuk istriku. Apa itu salah?” ujar Albert.“Dia sudah gila! Kenapa dia selalu bersikap seperti ini padaku,” keluh Akira dalam batinnya.“Sebenarnya ada apa denganmu, Albert?” tanya Akira sembari membalikkan badan. Kini mereka berbicara berhadapan.“Ada apa? Aku baik-baik saja,” jawab Albert dengan santainya.“Jelaskan padaku kenapa kamu selalu bersikap seperti ini? Apa yang sebenarnya kamu inginkan? Kenapa kamu harus repot-repot berlagak menjadi seorang suami yang sesungguhnya untukku?” tanya Akira sudah tak ma
Kesanggupan Akira memberikan kesempatan lagi untuk Albert membuatnya harus selalu menunjukkan sikap baik di hadapan laki-laki itu. Akira harus memainkan perannya dengan rapi agar Albert tidak mencurigai. Di sisi lain dia juga tetap harus melindungi pertahanan hatinya sendiri agar tidak goyah dan terbawa perasaan pada sang suami.Pua-pura membuka hati untuk Albert tidak lantas membuat Akira lupa diri. Dia masih ingat tujuan utamanya kembali ke rumah itu adalah untuk mencari kebenaran masa lalu. Akira harus mulai menjalankan aksinya sesegera mungkin agar tidak terus menunda waktu.Pada suatu hari, Akira berpikir akan mulai mencari petunjuk yang mungkin bisa dia dapatkan di rumah itu. Akira mendapatkan sebuah ide untuk bertanya pada Bibi Lastri. Pembantu itu sudah lama sekali bekerja di sana. Bahkan sejak Albert kecil, Bibi Lastri lah yang turut merawatnya. Oleh sebab itu Albert lebih menghormati Bibi Lastri dibanding asisten rumah tangganya yang lain.Akira berpikir mungkin Bibi Lastri
Usaha penyelidikan Akira tak berhenti begitu saja. Cerita dari Bibi Lastri saja tidak bisa membuatnya puas. Dia bahkan semakin curiga dengan banyal hal. Tentang kecelakaan yang menimpa sosok ayah Albert yang merupakan pengacara besar dan masalah keluarga yang membuat Tiana sampai nekat bunuh diri.Akira yakin seorang perempuan yang sudah menjadi ibu tidak akan dengan mudahnya memutuskan untuk mengakhiri hidup hanya karena suaminya sudah meninggal lebih dulu. Akira sendiri sudah memahami perasaan seorang ibu. Sebagaimana perasaan Akira pada Elza, setidaknya Tiana juga memikirkan tentang anak laki-laki yang akan dia tinggalkan.“Aku yakin masalah keluarga itu tidak hanya tentang kecelakaan ayahnya Albert. Akar masalahnya tidak sesederhana seperti yang diceritakan Bibi Lastri. Pasti ada hal lain yang membuat ibunya Albert tertekan dan akhirnya bunuh diri. Tapi apa masalah itu dan apa hubungannya dengan diriku? Entah dari mana aku bisa mendapatkan petunjuk lainnya,” keluh Akira kebingunga
“Selamat pagi, Akira!” ucap Albert menggeliat malas. Dia membuka mata di pagi hari dengan melihat sosok Akira sebagai pemandangan pertama. Istrinya itu sudah tampak bersih dan rapi. Entah sejak kapan Akira bangun setelah kejadian semalam.“Selamat pagi,” jawab Akira sembari tersenyum datar. Ada rasa canggung ketika dia harus bersitatap dengan Albert lagi setelah semua yang terjadi. Akira masih merasa malu meski pada suaminya sendiri.“Sejak kapan kamu bangun?” tanya Albert.“Kamu lupa ya kalau kita sudah memiliki Elza? Dini hari tadi aku sudah terbangun karena harus memberinya ASI. Setelah itu pun aku tidak tidur lagi,” jawab Akira mengingatkan bahwa mereka tidak bisa seenaknya karena sudah memiliki seorang bayi.“Lalu kenapa kamu tidak membangunkan aku juga?” tanya Albert.“Sepertinya kamu tidur sangat lelap.”“Iya juga. Sebenarnya kepalaku juga masih sedikit pusing. Mungkin karena terlalu banyak minum. Emm…terima kasih untuk semalam, Akira” ucap Albert membuat wajah istrinya bersem
Kepergian Albert membuat Akira merasa memiliki kesempatan bagus untuk mencari tahu lebih banyak informasi. Dia bisa lebih bebas mencari petunjuk yang mungkin bisa dia temukan di rumah itu. Akira semakin penasaran dengan kisah masa lalu orang tua Albert. Akira yakin setidaknya Albert masih menyimpan benda-benda kenangan dari mendiang ayah dan ibunya.Setelah Albert pergi dan Akira berhasil menidurkan Elza kembali, perempuan itu tak menunda waktu lagi untuk beraksi. Akira memulai dari kamar yang dia dan Albert tempati. Dulunya kamar itu adalah kamar milik Tiana. Akira berpikir barangkali masih ada sesuatu yang tertinggal di sana.Akira menggeledah seluruh isi lemari, laci nakas, dan tempat-tempat lainnya. Meski sudah melakukan itu semua, nyatanya Akira tetap tidak mendapatkan hasil apa-apa. Perempuan itu berkacak pinggang memikirkan di mana lagi dia bisa menemukan petunjuk yang dia inginkan.Akira berpikir hanya ada lima kamar di rumah Albert. Kamar yang mereka tempati, kamar bayi Elza,
Pikiran Akira semakin kacau setelah menemukan foto masa lalu keluarga Albert. Meski sudah kembali ke dalam kamarnya, tetap saja dia masih merasa gelisah sendiri. Foto itu tidak membuktikan apa-apa baginya.Memikirkan semua itu membuat Akira tidak fokus dalam mengurus putrinya. Bahkan nasi kuning yang sudah dibawakan Bibi Lastri juga tak tersentuh. Selera makan Akira mendadak lenyap.Ada banyak pertanyaan dan penolakan yang tersimpan dalam benaknya. Bahkan ada satu kemungkinan yang sangat tidak bisa Akira terima.“Tidak mungkin aku adalah hasil hubungan terlarang antara papa dan mama ketika papa masih memiliki istri yang lain. Mama Sofia juga bukan wanita simpanan karena aku pernah melihat sendiri foto pernikahan yang pernah ditunjukkan mama. Kenapa masalah ini semakin rumit. Bahkan semakin ke sini, semakin aku mencari tahu lebih jauh, semakin pula aku terluka dan mempertanyakan identitasku sendiri,” keluh Akira.Kata orang ada kalanya lebih baik tidak mencari tahu sesuatu yang hanya a
Setelah hampir satu tahu lamanya akhirnya Akira kembali ke rumah itu. Langkah kaki Akira terpaku di depan pintu. Keberaniannya kembali menciut setelah selangkah lagi dia akan bertemu dengan sang ibu. Dia masih belum mampu merangkai kata-kata menjadi kalimat yang utuh. Rasanya tak sanggup mengejutkan Sofia dengan segala fakta yang dia bawa.Akira masih terdiam juga. Dia tak kunjung memencet bel atau mengetuk pintu sampai akhirnya Elza menangis lebih dulu. Akira mulai panik dan berusaha mendiamkan bayinya kembali. Dia tidak ingin tangisan Elza didengar oleh penghuni rumah.Namun bagaimana pun Akira berupaya menghentikan Elza, tetap saja bayi dalam gendongannya itu tak kunjung tenang. Seolah si bayi kecil mengetahui kegundahan yang tengah dirasakan oleh ibunya.“Akira,” sapa seorang perempuan sontak mengejutkan Akira. Pandangannya dari wajah Elza beralih menatap Sofia yang tiba-tiba sudah berdiri di ambang pintu rumah yang terbuka.“Mama,” ucap Akira pelan. Dunianya terasa terhenti seket