Samudra langsung bangkit dari duduknya lalu menyambar kunci mobil yang tergeletak di atas meja kerjanya. Tak lupa tas dan jas yang terlampir di kursi turut ia bawa. Dengan langkah cepat lelaki beranak satu itu berjalan keluar meninggalkan Vino sendirian. Sadar ada sesuatu yang tidak beres, Vino segera mengikuti langkah Samudra. Lelaki yang sudah berteman sejak sekolah dengan Samudra itu khawatir terjadi sesuatu di jalan jika membiarkan sahabatnya menyetir sendiri dalam keadaan panik seperti itu. "Biar aku saja yang nyetir, Bro!" Vino mengambil alih kunci yang ada di tangan Samudra. Samudra hanya menurut karena tak punya lagi energi untuk membantah. Lagi pula ia juga nggak yakin bisa selamat sampai tujuan jika menyetir dalam kondisi panik seperti itu. Kalaupun dirinya selamat, bisa jadi mencelakai pengendara lain akibat cara menyetirnya yang brutal.Samudra memutari badan mobil lalu duduk di samping kursi kemudi. Tatapannya lurus ke depan. Sesekali menarik nafas panjang lalu menghem
Sekian lama Samudra merangkai kata sekadar untuk mengungkapkan perasaannya pada wanita yang dinikahinya ini. Namun ia tak memiliki kemampuan untuk itu. Namun saat ia bisa mengungkapkannya, kenapa harus dalam kondisi seperti ini?Kiara masih termangu di depan pintu. Otaknya berusaha mencerna kata-kata suaminya barusan. Namun, hatinya berusaha menyangkal apa yang sudah ia dengar. Kalimat keramat yang selama ini ia tunggu-tunggu akhirnya keluar juga. Senang? Entahlah. Setelah apa yang terjadi pada dirinya, Kiara justru berharap tidak akan pernah mendengar kalimat sakral itu dari bibir suaminya. Susah payah Kiara membangun benteng tinggi-tinggi dalam hatinya. Jika akhirnya sang suami justru membuatnya luluh, ia khawatir benteng itu akhirnya hancur dan dia kembali terjerumus pada jurang yang sama. Akal dan batin Kiara saling berperang. Akal memintanya untuk pergi sejauh mungkin dari kehidupan Samudra tapi hati menentangnya. "Ayolah, Kiara apa kamu rela suatu saat nanti kamu mati sia-sia
Dengan senang hati Samudra langsung naik ke atas ranjang dan berbaring di samping Cantika sehingga posisi gadis kecil itu sekarang diapit oleh kedua orang tuanya. Sesuatu yang sudah sangat lama ia impikan. Tidur bersama kedua orang tuanya.Dalam hati Samudra bersorak senang. Ada untungnya sang buah hati mimpi buruk sehingga bisa menahan kepergian Kiara. "Mama, bacain cerita," ujar Cantika mengedarkan lamunan Kiara. "Cerita apa, Sayang? Bukankah semua cerita sudah Mama bacakan?" Meskipun suasana hatinya sedang tidak baik, tapi Kiara juga tak mampu menolak permintaan putrinya. Wanita itu selalu lemah jika berurusan dengan Cantika. Dan hal itu dimanfaatkan oleh Samudra yang mulai memahami kelemahannya ini. "Ceritakan tentang pangeran air dan putri api," mohon Cantika. Mau tak mau Kiara menuruti permintaan Cantika walau sebenernya dia sudah sangat tidak nyaman berada dalam satu ranjang dengan suaminya. "Dahulu ada seorang pangeran dari negeri air. Dia sangat tampan dan cerdas. Namun
"Sam!" teriak Melinda dari lantai bawah membuat sepasang suami istri itu langsung berlari ke bawah. "Ada apa, Ma?" tahya Samudra dengan wajah panik. Melinda tidak mwnjawab. Hanya tatapan matanya yang mengarah pada sebuah batu yang dibungkus kertas di dekat jendela dengan kaca yang sudah pecah berserakan. Samudra dan Tiara mengikuti arah pandangan Melinda hingga akhirnya mereka tahu bunyi nyaring yang terdengar sampai ke lantai atas tadi. Samudra langsung memungut benda yang menjadi penyebab kegaduhan itu. Kemudian membuka kertas pembungkus batu yang berisi sebuah pesan. "Tinggalkan Samudra atau mati!" Itu adalah bunyi pesan yang tertulis dalam kertas tersebut. Tiara yang ikut membaca tulisan itu, tubuhnya menjadi gemetar. Ia mundur dan menjauhi tempat tersebut tanpa ada seorangpun yang menyadari kepergiannya. "Kurang ajar masih berani dia mengancamku?" geram Samudra."Siapa dia, Sam? Apa kamu mengenalnya?" tanya Melinda. Wanita paruh baya itu juga tampak ketakutan. Baru kemarin
Demi kebaikan Tiara dan menjaga kesehatan mentalnya, dengan berat hati Samudra mengizinkan Tiara pergi. Tentu saja pria itu tidak akan membiarkan sang istri hilang dari pantauannya. Dia segera menghubungi orang-orang kepercayaannya untuk memantau dan mengikuti Kiara. Ibu dan anak itu melepas kepergian sosok wanita yang sangat berharga bagi mereka dengan air mata haru. Sebenarnya tidak rela membiarkan Tiara pergi karena kedatangannya ke rumah ini membuat warna tersendiri dalam keluarga Samudra. "Kalau Cantika bertanya bagaimana, Mas?" tanya Samudra dengan wajah sendu."Biar nanti mama yang jelaskan sama Cantika. Ya pasti mengerti karena kemarin saat teror tikus itu datang ada Cantika juga di sini. Anakmu itu meski umurnya masih belia tapi dia sangat cerdas."Samudra mengangguk membenarkan ucapan namanya. Emang bener cantik adalah anak yang cerdas. Bahkan gadis kecil itu sangat mudah untuk memahami pembicaraan orang lain. Terlebih setelah Kiara mendidiknya gadis itu semakin terlihat k
"Ada apa, Bro?" tanya Vino.Pria berkaca mata itu menunggu sahabatnya berbicara. Dari raut wajahnya npak ada sesuatu yang terjadi. "Benar katamu, Vin. Dari informasi yang dikumpulkan Dion, Melisa didukung seseorang yang memiliki kekuatan. Kamu tahu siapa dia? Pasti kamu akan shock kalau tahu orang yang membantunya selama ini," ujar Samudra."Siapa?" Samudra memberikan ponselnya pada Vino yang berisi bukti-bukti keterlibatan seseorang yang membantu setiap aksi Melisa. "Gila ini sih? Kenapa kamu bisa kecolongan, Bro? Selama ini kamu selalu teliti dalam bertindak. Kenapa sekarang kamu bisa kecolongan seperti ini?"Samudra menyugar rambutnya kasar. Entah kenapa semenjak menikah dengan Kiara, Samudra menjadi gila kerja. Hal itu ia lakukan semata-mata demi menjaga jarak dengan wanita yang sudah dia jerat sendiri dalam kehidupan pernikahan yang sebenarnya juga tak diinginkan oleh Kiara. "Entahlah. Akhir-akhir ini aku fokus pada proyek baru. Karena menurutku Misa hanya sebatas rekan kerja
"Pak, Nyonya sedang melapor ke pak RT. Sepertinya sudah mendapat kenalan warga sini," lapor pria yang mengikuti Kiara pada atasannya."Pantau terus. Jangan sampai lengah. Laporkan setiap kali istri saya bertemu dengan orang baru. Jangan sampai kecolongan!" balas Samudra."Siap, Pak."Beberapa menit kemudian tampak Kiara keluar dari rumah pak RT dengan wanita bernama Santi. Keduanya tampak akrab seperti teman yang sudah dekat bertahun-tahun. Bahkan kini wajah Kiara tampak sumringah dibandingkan ketika masih berada di rumah. Semua itu tak luput dari bantuan anak buah Samudra. Mendengar laporan dari orang-orang kepercayaannya hati Samudra berdenyut nyeri. Terlebih ketika mereka mengatakan kalau Kiara lebih bahagia saat ini dibandingkan sebelumnya. Tentu saja sebagai suami harga dirinya terasa diinjak-injak karena seorang istri lebih bahagia di luar saat jauh darinya dibandingkan berada di dalam rumahnya. Tapi sekarang bukan saatnya untuk menyalahkan sang istri. Semua ini terjadi juga k
Sudah 2 bulan Kiara mengasingkan diri di rumah minimalis yang jauh dari peradaban hirup ibukota. Ada rasa rindu di dalam hati Kiara terhadap kedua orang tuanya. Selama 2 bulan itu pula dia hanya berhubungan dengan kedua orang tuanya melalui telepon. Dia juga mengatakan kalau dirinya baik-baik saja dan hidup bahagia bersama suaminya. Andai Ayah dan ibunya tahu kalau saat ini dirinya pergi dari rumah suaminya entah apa yang akan mereka pikirkan. Hari ini Kiara berencana untuk mengunjungi kedua orang tuanya. Selama 2 bulan itu pula dia juga tidak pernah berhubungan dengan samudra. Sengaja dia menutup akses untuk lelaki yang telah membuat hidupnya menderita. Kiara sudah mengganti nomor ponselnya dengan nomor yang baru sehingga tidak ada seorangpun yang bisa menghubungi dirinya kecuali kedua orang tuanya. Dengan menggunakan bus, Kiara berangkat menuju rumah orang tuanya. Karena jalur bus menuju kedua orang tuanya tidak bisa sampai depan rumah, maka dia berhenti di sebuah mall. Terlebih
Sepanjang perjalanan dari mall menuju ke rumah Samudra tidak buka suara. Tiara sendiri hanya bisa takut-takut pada suaminya. Wanita berhijab itu tahu kalau saat ini sang suami sedang menahan emosi. Tapi dia tidak berani untuk mengatakan sesuatu sampai pria itu sendiri yang mengajaknya berbicara. Tepat saat mobil berhenti di lampu merah Samudra menoleh ke samping kiri lalu kedua matanya menatap dalam sang istri. "Sejauh mana hubunganmu dengan Aldo dulu?" Pertanyaan Samudra membuat hati Kiara tergelitik. Bagaimana tidak Tiara tidak pernah menjalin hubungan dengan lelaki manapun sebelum menikah karena dia memiliki prinsip pacaran setelah menikah. Itulah sebabnya dulu meskipun Aldo adalah pria populer di kampusnya dan digilai oleh para mahasiswi dia sendiri tidak tertarik untuk mengenal lebih dekat walaupun pria tersebut berusaha untuk mendekatinya. Kiara menatap suaminya dengan tatapan lembut lalu telapak tangannya diletakkan di atas punggung telapak tangan sang suami yang sedang ber
"Kamu bilang apa barusan?""Gak ada! Aku cuma bilang lanjutkan sampai para jomblo kejer-kejer lihat tingkah kalian berdua yang norak!" Sontak tawa Kiara dan Samudera berderai. Yeni yang semula kesal mendadak terkesima dengan ketampanan Samudra yang meningkat berkali-kali lipat ketika tertawa. "Busyet, ada malaikat tak bersayap," batinnya memuji. "Tuhan, masih adakah stock pria seperti dia," batin Yeni lagi. Namun detik berikutnya iawngucap istigfar karena sudah memuji bahkan menginginkan orang yang dibencinya. Di saat situasi masih belum terkendali, tiba-tiba datang seorang pria. "Maaf, apa saya boleh bergabung?""Maaf apa saya boleh bergabung?"Sontak tiga orang dewasa yang sedang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing itu menoleh. Ketiganya menatap pria yang berdiri dengan pakaian casual itu dengan ekspresi berbeda-beda. Yeni dengan senyumnya yang mengembang sempurna, Kiara dengan ekspresi tak tergambarkan, sedangkan Samudra dengan wajah datar seperti biasanya. "Aldo!" Yeni be
"Sayang, apa susah selesai?" Samudra sengaja merangkul pundak sang istri untuk menunjukkan kepemilikannya. "Eh, Ma-mas Sam su-sudah dari tadi di sini?" Mendadak Kiara gagap."Ya lumayan. Sejak temanmu mengatakan ada pria bernama Aldo masih mencintaimu."Sontak dua wanita itu membuka mulutnya karena ucapan Samudra yang terang-terangan.Samudra mengabaikan pertanyaan sang istri lalu memilih untuk duduk di samping wanita yang ia cinta itu. Dengan satu wajah datar yaitu menatap Yeni sekilas lalu kembali menatap sang istri dengan senyum menawannya. "Sudah selesai makannya, sayang?"Meskipun Samudra bertanya dengan bibir tersenyum tapi kilatan cemburu di matanya membuat Kiara senam jantung. Wanita berhijab itu duduk dengan gelisah karena ia tahu persis bagaimana suaminya kalau sedang cemburu. Kedua bola mata Tiara melirik Yeni yang menatap dirinya dan suaminya bergantian. Tidak seperti sebelumnya Yeni tampak tidak suka dengan kedatangan Samudra. Wanita itu merekam semua perkataan ibunya
Kiara melangkah dengan elegan menuju tempat janjian dengan teman lamanya, Yeni. Sementara Samudra berbelok arah menuju ruang manager karena memang tujuannya datang kemari untuk bertemu dengan manager. "Kiara, sini!" Yeni melambaikan tangan dengan antusias melihat kehadiran Kiara. Meskipun mereka sudah lama tidak bertemu, tapi Yeni masih bisa mengenali Kiara. Memang penampilan Kiara sekarang jauh lebih berkelas dan elegan dibanding dulu saat kuliah yang sederhana. Namun cara berjalan dan postur tubuhnya tidak berubah sama sekali sehingga Yeni bisa langsung mengenali meskipun jarak mereka cukup jauh. Kiara mengulas senyum sambil terus melangkah maju. Tidak ada suara ketukan sepatu yang bikin berisik karena Kiara berjalan dengan sangat tenang. Tidak tergesa-gesa dan tidak juga terlalu lambat. "Assalamualaikum my sister!" Kiara tersenyum melihat antusiasme Yeni. Wanita yang dulu sangat tomboi itu kini tampak lebih anggun meski sikapnya yang heboh tetap tidak berubah. Iya langsung ber
"Sudah sampai, Bu."Ucapan Mang Dirman mengagetkan Kiara yang tengah melamun memikirkan sesuatu. Wanita itu segera turun ketika sopir pribadi keluarga Samudra membukakan pintu untuknya. Namun baru satu langkah ia bergeser, tiba-tiba sebuah tangan menarik kerudungnya dari belakang hingga membuat kepalanya mendongak ke atas. "Apa yang-"ucapan Kiara tertahan ketika tarikan itu makin kuat hingga terpaksa dia harus mempertahankan agar kerudungnya tidak lepas. Sementara Mang Dirman yang sudah berada di sana hanya diam mematung mencerna apa yang sedang terjadi.***Dengan gerakan cepat, Kiara memutar tubuhnya sembari mencengkeram tangan seseorang yang tidak sopan telah menarik kerudungnya. Lalu mengunci gerakan wanita itu hingga tak bisa berkutik lagi."Maaf, Mbak ada masalah apa dengan saya?" tanya Kiara dengan tatapan mengintimidasi. "Auw, lepaskan! Kamu menyakitiku tahu!" Wanita berdandan menor itu meringis kesakitan. Sepasang netranya yang dibingkai bulu lebat dengan maskara hitam it
Melinda menatap mantan besan dan putrinya dengan tatapan datar. Sejak tadi dia sudah mendengar perdebatan mereka. Hanya saja, ia tak mau ikut campur ketika melihat Samudera sudah turun tangan untuk membela istrinya. "Be-besan, ma-maaf kami pamit pulang dulu. Ada acara penting yang harus kami hadiri," ucap wanita paruh baya yang semula berapi-api itu. Namun setelah diingatkan akan status kepemilikan rumah yang ia tempati, keberaniannya mendadak surut, dan kinj berubah seperti kerupuk tersiram air. Bahkan suaranya yang tadinya lantang menghina Kiara, mendadak jadi gagap. Wajahnya pun berubah pias."Baiklah, kalau begitu. Saya harap ini terakhir kalinya kalian mengganggu dan menghina menantu saya," ujar Melinda datar. Mantan besan itu langsung menunduk. Tentu saja dia sungkan karena Melinda tidak pernah bersikap demikian selama menjadi besan. Namun kali ini, semua berubah gara-gara perbuatannya sendiri dan putrinya. Entah, ke depan hubungan mereka dengan keluarga Samudra masih bisa di
Kiara berusaha menyembunyikan kesedihannya di hadapan sang imam. Dia tak mau mengingatkan masa kelam itu di saat sedang bahagia. Melihat binar di wajah Cantika membuat Kiara merasa bersalah karena sempat berandai-andai. Bukankah masih ada banyak waktu untuk berusaha membuatkan adik untuk Cantika lagi?Seketika wajah wanita berhijab itu bersemu merah membayangkan apa yang ia pikirkan barusan. Sebuah elusan di puncak kepala kembali menarik Kiara ke dunia nyata. "Kenapa? Apa ada masalah, Sayang?" tanya Samudra.Lelaki tampan itu tak ingin membuat Kiaranya kembali bersedih setelah apa yang ia perjuangkan. Ia sudah berjanji dalam hati untuk selalu membahagiakan keluarga kecilnya. Cukup sudah ia kehilangan bayinya dan senyum Kiara. Kini dirinya tak mau lagi kehilangan senyum wanita yang sudah menghuni seluruh ruang hatinya itu untuk ke sekian kalinya. Kesempatan yang diberikan oleh sang bidadari hati tak boleh dia sia-siakan begitu saja terlebih setelah tahu kalau sahabat dekatnya adalah m
Tanpa Vino sadari Samudra diam-diam mengikutinya. Dia sudah mendengar semua percakapan antara Vino dengan Melisa yang seolah ingin menusuk dirinya dari belakang dengan cara bernegosiasi. Entah apa yang diinginkan Vino sampai-sampai lelaki yang sudah dianggap sahabatnya itu tega melakukan negosiasi dengan penjahat yang jelas-jelas sudah merusak rumah tangganya.Mendengar teriakan Samudra Vino langsung mundur dan memasang wajah datar kembali seolah-olah tidak terjadi apa-apa sebelum ini. Pria itu menatap sahabatnya dengan tatapan misterius. "Penjahat sepertimu tidak akan pernah mendapatkan kebebasan dari sini karena di sinilah tempat yang cocok untukmu!" ucap Samudra tajam kepada Melisa. "Samudra kamu salah paham. Please keluarkan Aku dari sini. Kamu tahu kan aku melakukan semua ini karena aku sangat mencintaimu. Aku nggak mau kehilangan kamu, Samudra. Tolong bebaskan aku dari tempat terkutuk ini!" Melisa menatap Samudra dengan tatapan memohon. Wanita itu benar-benar merendahkan harg
Melisa mengamuk saat dirinya diseret ke kantor polisi. Semua bukti-bukti kejahatan yang pernah ia lakukan tak bisa ia tampik. Samudra menyerahkan urusan Melisa pada kuasa hukumnya yang selama ini sudah ia percaya. Semua bukti-bukti jelas memberatkan Melisa dan itu membuatnya tak bisa lolos meskipun kakak kandungnya berusaha untuk menjamin. Melisa seperti orang kesetanan ketika dia harus mendekam di balik jeruji besi dengan kondisi yang sangat mengenaskan. Tak ada spring bed atau fasilitas mewah lainnya seperti yang biasa ia dapatkan. Di sini ia diperlakukan sama dengan para narapidana lainnya meskipun dirinya mantan model terkenal. Bahkan kedatangannya disambut dengan hardikan dan semua mohon oleh penunggu lapas yang sudah lama di sini. Melisa mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari para senior penghuni lapas. "Berisik! bisa diam tidak?" hardik seorang wanita dengan rambut dipotong cepak dan tato hampir memenuhi seluruh tubuhnya. Dibentak seperti itu Melisa tidak terima. Wan