"Bagaimana ujiannya? " Tanya Davino datar, sejujurnya dia masih kesal dengan ucapan Samira semalam. Tapi tetap saja melihat Samira yang baru saja pulang membuatnya sedikit penasaran, bagaimana istrinya menjalani proses ujian? Apakah lancar atau terasa sulit? "Lancar dong Om.. Heheheh aku gak nyangka kalau aku lancar menjawab soal, otakku benar-benar encer, padahal semalam butek banget." Kekeh Samira. Iya! Padahal dia sudah pesimis saja, semalam sebelum mereka melakukan hal intim, Samira malah merasa sulit untuk memahami setiap pelajaran, bahkan sesuatu yang sudah ia pelajari kemarin lupa begitu saja. Dan bahkan, tadi pagi dia tidak mengulang belajarnya, tapi syukurlah keberuntungan sedang berpihak padanya. Nyatanya Samira melaksanakan ujiannya dengan lancar jaya. "Syukurlah kalau begitu, itu pasti karena tangan saya yang sudah servis kamu sampai keenakan. ""Ih Om ngomongnya vulgar banget. " Celetuk Samira. Sementara Davino hanya tersenyum kecil saja. Seolah tidak ada lagi jawaban
"Makanya hati-hati, jangan seperti anak kecil. " Tukas Davino. Ya meskipun begitu, nyatanya Davino yang mengurus Samira selama dua hari ini. Setelah kejadian dua hari lalu, dimana Samira terjatuh dari ranjang, membuat kakinya terkilir dan sakit apabila digerakan. Davino terpaksa harus cuti selama dua hari agar bisa mengurus istrinya. "Tapi ini lumayan lebih baik Om. Sudah mulai bisa digerakkan. " Kata Samira. "Tentu saja, ramuan itu mahal. Saya carinya susah. ""Iya iyaaa maaf ngerepotin. "Sebuah ramuan herbal yang di oleskan di pergelangan kakinya yang terasa sakit. Konon katanya bisa mengurangi bengkak dan rasa nyeri, tapi memang sulit untuk ditemukan dan mahal untuk di cari, beruntung Davino bisa menemukannya, dan itu berkat informasi dari temannya. Jadi kaki Samira yang sakit bisa cepat membaik. "Yasudah yang penting kondisi kamu sudah jauh lebih baik. Mungkin besok saya harus pergi ke rumah sakit, jadwal besok lumayan padat. Kamu sudah bisa jalan kan? Pelan-pelan saja ya, na
"Di dalam ada dokter Davino Sus? " Tanya seorang wanita pada nurse yang baru saja keluar dari ruangan Davino. "Ada dok. " "Oke, terimakasih. " Senyuman anggun itu mengakhiri perbincangan singkat mereka, sebelum akhirnya wanita itu masuk ke dalam ruangan Davino. Cklek, "Hai Dav…. ""Oh Hai By… " Balas Davino kepada Deby, memang tidak aneh lagi jika Deby masuk begitu saja tanpa mengetuk pintu, dan Davino pun tau seseorang yang tidak pernah mengetuk pintu itu pasti Deby. "Kamu sibuk? " Tanya Deby pada Davino yang terlihat begitu serius memperhatikan berkas laporan yang menumpuk diatas mejanya. "Lumayan," Jawab Davino singkat tanpa menoleh ke arah Deby. "Kamu memang selalu lupa dengan hari spesial mu. HAPPY BIRTHDAY DAVINO… " Ucap Deby antusias dengan sekotak kue berukuran 30x40 yang lumayan besar dari belakang tubuhnya, tak lupa ada lilin yang menyala di sana, dengan tulisan HappyBirthday Davino. Davino langsung menoleh menatap Deby dengan sedikit senyumannya, Deby memang selalu
"I'm still Virgin Om.. Hikss.. ""Kalau begitu, buktikan Samira! ""Tapi bukan seperti ini caranya Om.. Hiksss… Om memaksa aku. "Degh.. Sontak mata Davino langsung terangkat untuk melihat bola mata istrinya yang berlinang air mata dan menyedihkan. Apa Davino luluh? No! Kali ini dia justru berdecak seolah meremehkan, dengan sunggingan di sudut bibirnya, ia menatap remeh Samira yang memohon untuk tidak dipaksa seperti itu. Jika Samira mengira kali ini dia akan luluh lagi, maka jawabannya salah. Davino sudah mengeraskan hatinya, apa ya ia lihat di kampus sang istri sudah sangat keterlaluan. Samira harus tau martabatnya sebagai perempuan yang sudah beristri. Dia tidak pantas berduaan dengan laki-laki lain, apalagi melakukan hal yang tidak sepantasnya. Dan untuk kejadian tadi, dimana Samira keluar bersamaan dengan Raja dari sebuah toilet, bahkan yang tidak ada orang lain disana selain mereka berdua. apakah itu sudah menjelaskan semuanya? BRENGSEK! Kenapa dia bisa kecolongan dengan bocah
Davino melangkah tegap ke ruangannya, baru saja dia mendapat pesan jika ada seseorang yang menunggunya di ruangannya. "Disha? ""Kak.. ""Kamu ke Jerman? Sama siapa? " Tanya Davino menghampiri seorang perempuan berambut hitam legam sebahu yang ia sebut Disha. Dari tatapan Davino, seorang bernama Disha bukanlah orang asing untuknya, tapi dari pertanyaan seperti mereka sudah tidak bertemu untuk waktu yang cukup lama. "Kakak masih cinta sama kak Dinha? " Tanya Disha seolah tidak menanggapi pertanyaan yang Davino ajukan padanya. Mendapat pertanyaan seperti itu, seolah membuat dunia Davino berputar pada masa lalu, dimana Davino dan Dinha berjuang bersama dalam cinta yang mereka bangun bertahun-tahun lamanya. Seolah banyak kenangan manis yang masih ia simpan dengan rapat dan rapih dalam hati dan fikiran nya, dan ketika nama Dinha di sebut, seakan semua terbuka kembali, begitu juga dengan perasaannya. dan kenapa Disha harus tiba-tiba muncul di hadapannya dengan menyebut nama Dinha? satu n
"Samira.. ""Kak Raja? Kak.. Yaampun.. " Samira ternganga ketika melihat wajah tampan Raja yang sekarang malah terlihat mengenaskan, setelah mendapat pukulan dari Davino wajahnya jadi bengep kebiruan. Sudut bibirnya juga memperlihatkan luka yang belum mengering total. "It's Oke. Justru yang aku khawatirkan itu kamu. Kamu gak apa-apa kan? " Tanya Raja seraya menelisik kondisi Samira dari ujung kepala sampai ke ujung kaki. Melihat Davino yang semarah itu kemarin, membuat Raja takut jika Samira akan terkena imbasnya. Padahal Raja tidak tau saja, Davino bahkan melakukan lebih dari itu. laki-laki itu bahkan sudah merenggut sesuatu yang paling berharga dalam diri Samira, tapi itu juga gak Davino sebagai suaminya. "Aku, baik-baik saja kak. Itu lukanya bagaimana? " Tanya Samira, tentu saja dia merasa sangat bersalah perihal kesalahan pahaman antara Davino pada mereka. Padahal yang sebenarnya terjadi adalah, Raja menyelamatkan Samira dari pintu toilet yang terkunci begitu saja dari dalam, en
"Ben!! Benn! " Panggil Davino. "Hmm? ""Lo semalam antar Deby sampai apartment nya kan? " Tanya Davino pada Ben yang menatap ke arah depan dengan tatapan kosong. "Iyaa.""Tidak ada sesuatu terjadi antara kalian kan?! " Tanya Davino lagi memastikan, karena semalam dia dan Deby terpengaruh obat perangsang bersamaan. Beruntung ada Ben, jadi Davino bisa langsung pulang untuk menemui istrinya dan melepaskan hasratnya. Sementara Deby? Davino berpesan agar Ben segera mengantar Deby ke apartemen dan membelikan obat pereda yang sudah ia resep kan pada Ben. Mau bagaimana pun, Deby adalah temannya. Tentu saja Davino tidak ingin ada hal buruk yang menimpa Deby. "Memangnya kenapa kalau ada sesuatu terjadi antara kami? ""Gila lo Ben!! Deby temen gue!! ""Oh cuman temen. Gue kira kalian ada hubungan lebih. " Decih Ben dengan ekspresi datarnya. "Lo bener gak ngelakuin hal aneh kan Ben? ""Nggak, tenang aja. Dia baik-baik aja. Gue sama sekali gak aneh-aneh. ""Thanks Ben. Diantara yang lain, gue
"Jaga sikapmu Samira! ""Aku kan hanya menjelaskan Om. ""Minta maaf! " tegas Davino. "Tapi ak.. ""Saya bilang minta maaf! " ulang Davino dengan intonasi yang lebih berat penuh penegasan. Hening sesaat.. Samira langsung menatap Davino tidak suka, kenapa hal segitu saja harus minta maaf? Lagian salah Dinha sendiri yang menyuarakan pertanyaan konyol seperti itu, batin Samira. Daripada harus merendahkan harga dirinya lebih baik Samira langsung bergegas ke meja makan dan duduk di sana. "Tidak masalah Dav, istrimu terlihat masih terlalu kecil, bahkan dia lebih muda dari Disha. Jadi tidak heran kalau fikiran nya belum dewasa. " Ucap Dinha. "AKU DENGAR HEIII… " Teriak Samira dari arah meja makan yang memang tidak jauh dari ruang TV. Bahkan posisi Davino, Dinha dan Disha masih bisa di lihat dari tempat duduknya. Davino menghembuskan nafas kasarnya. Untuk pertemuan pertama, Samira bersikap cukup keterlaluan. "Maaf Din. " Ucap Davino mewakili sikap Samira yang kekanakan. Sementara Dinh
"Mau peluk cium. " Ucap Samira dengan manjanya membuat Davino langsung merengkuh tubuh istrinya dengan gemas. Entah siapa yang memulai, tapi bisa dipastikan itu diawali oleh Davino yang menempelkan bibirnya di atas bibir sang istri. Samira melebarkan matanya saat Davino tiba-tiba menempelkan bibir nya di atas bibir Samira. Tentu saja, meski sudah pernah berciuman, namun rasanya selalu menggetarkan jiwanya. Apalagi sekarang, mereka baru saja saling berbincang ringan dari hati ke hati. Samira sedikit terkejut sebelum akhirnya mampu menetralkan dirinya. Samira memejamkan matanya, melihat sang istri yang seolah memberi lampu hijau. Kini Davino, mulai berani untuk menggerakan bibirnya di atas bibir Samira. Davino memagut dan menghisap bibir yang jadi candu dan kerinduannya. "Aku mencintaimu Samira. " Ucap Davino melepaskan pagutannya. ""Aku juga mencintai Om. " Balas Samira yang padahal hatinya bergemuruh hebat didalam sana. Kemudian, Davino kembali melahap bibir ranum sang istri. Di
"Akhh Om… uhhh, geli banget. "Tok, Tok, Tok!! TOK, TOK, TOK!!!! "Shit! Pengganggu saja! Sepertinya kita harus pindah rumah agar tidak ada yang mengganggu. " Keluh Davino. Davino melangkah lebar dengan mulut yang terus menggerutu kesal. Siapa di balik pintu sana yang berani mengganggu kemesraan nya dengan sang istri? Jengkel sekali. Ingin rasanya mengabaikan, tapi ketukan pintu dan suara bel itu justru semakin bising dan mengganggu. Cklek, "Ada apa?! " Tanya Davino ketus dengan raut wajah tak bersahabat. "Dokter Vander? " Ucap Davino mengendalikan emosinya, dia harus profesional untuk teman seprofesi nya. "Dokter Davino, maaf mengganggu waktunya. Tapi kita ada panggilan dari rumah sakit sekarang juga. Keadaan benar-benar genting, Dokter Deby sudah menghubungi anda namun tidak ada jawaban. Beruntung saya sedang dijalan menuju rumah sakit dan berbelok ke rumah anda untuk memberitahu soal ini. " Ucap Dokter Vander cepat karena situasi mereka benar-benar terdesak. Meski Davino seh
BUGH! "Fuck! " Umpat Davino seraya memegangi sudut bibirnya yang terkena pukulan tiba-tiba dari Arfa."Akh!! Mas Arfa!! Apa-apaan sih?! Om, sudah Om! Jangan bertengkar lagi. " Samira menatap marah pada Arfa yang tiba-tiba memukul suaminya, kemudian dia langsung menghadang tubuh Davino yang siap menyerang Arfa. "Sudah, tenang. " Kata Samira menenangkan suaminya, sementara Davino langsung diam ketika Samira memeluknya dari samping, sepertinya Davino sudah menemukan pawangnya. "Dia menyakitimu lagi Mir? " Tanya Arfa nyalang menatap Davino yang tak kalah sengit menatap tajam. "Mas maaf, sepertinya aku salah paham. Om Davino tidak menyakitiku, maaf ya Mas sudah membuat khawatir. Sampaikan maafku juga pada Tante. " Ucap Samira dengan mata mengiba. Sungguh malu sekali, dia menyimpulkan terlalu cepat. Ketika Samira mendengar nama Dinha disebut, dia langsung mengirimkan pesan pada ibunya Arfa jika Davino kembali membohonginya. Tapi ternyata semua hanya salah paham ketika Samira melihat b
"Makan yang lahap ya, ini jus buah untukmu. Katakan apa yang kamu mau? Aku pasti akan mengusahakan nya, paham? " Davino bertutur begitu lembut diiringi senyuman hangatnya, dia mengusap perlahan perut Samira yang masih rata, sementara Samira terdiam merasakan sentuhan hangat dari suaminya. Andai sosok Dinha tidak pernah ada, mungkin masa kehamilan di trimester pertamanya akan terasa hangat. Namun sayang, setelah kejadian itu, Samira justru lebih menutup dirinya, seseorang yang biasanya ekspresif itu, kini nampak pasif. Samira hanya mengangguk patuh, beberapa hari belakangan ini, Davino benar-benar memperlakukannya bak tuan putri. Mual sedikit saja Samira langsung dapat perhatian intens, Davino bahkan selalu memberinya pijatan setiap malam sampai dia benar-benar tertidur lelap. "Aku senang kamu kembali, aku kacau saat kamu pergi Mir. " Davino membawa istrinya ke dalam dekapannya, entah sudah berapa puluh kali Davino mengatakan itu. Tapi sepertinya, laki-laki itu tidak pernah bosan m
"Wajahmu tampak pucat, langsung istirahat ya? Atau mau makan dulu? Kamu sudah makan belum? Mau makan apa? " Rentetan pertanyaan keluar dari bibir Davino ketika mereka sudah tiba di rumah. Rumah yang Samira tinggalkan sejak tiga minggu yang lalu. Selama perjalanan, Davino merasa cemas pada gelagat Samira yang terlihat tidak nyaman, sesekali wanita itu memegangi perutnya, sesekali terlihat meringis, dan sesekali terlihat sedang menahan mual. Tapi Davino urung untuk membuka pertanyaan, dia masih sangat terbebani dengan perasaan bersalahnya pada sang istri. Sampai tiba dirumah, barulah Davino menumpahkan segala pertanyaan yang ia tahan sejak perjalanan tadi. Samira menggelengkan kepalanya sebagai jawaban, membuat Davino tidak puas dengan jawaban istrinya, Davino memegangi kedua bahu Samira dari belakang seraya mengelus nya begitu lembut, menggiring Samira ke dalam kamar mereka, kamar yang terlihat kacau tidak seperti biasanya. Samira sampai diam sejenak mendapati ruangan yang biasanya
Hari ini, Davino memutuskan untuk menjemput istrinya, tiga minggu sudah ia tidak melihat Samira, dan hari ini dia harus membawa pulang sang istri. Tidak bohong, ada rasa rindu yang terselip di bagian dalam perasaannya, ada rasa kecewa dan amarah yang ingin ia ceritakan pada sang istri, kini perasaan dan pikirannya mantap untuk mempertahankan rumah tangga mereka, Davino agaknya telah mencintai istri kecilnya meski tanpa ia sadari kapan cinta itu tumbuh dalam hatinya. Dan nampaknya, ia sedang mematahkan statement 'Jika laki-laki hanya jatuh cinta sekali seumur hidup, sisanya hanya melanjutkan hidup. ' karena di kehidupannya yang sekarang, dia masih mencintai wanita lain selain cinta pertamanya. Semua bisa terasa jelas, jika kisah masa lalunya sudah selesai, Davino tidak lagi menginginkan Dinha ataupun kisah kenangan mereka. Dia sudah menutup buku tentang masa lalunya. Davino hanya menginginkan istrinya untuk merajut kisah cinta yang sempurna dalam ikatan janji suci pernikahan, untuk di
"Mau disembunyikan? " Tanyaku pada Deby yang masih menangis tersedu, sementara aku mulai bisa mengkondisikan keterkejutan ku. Dia menggeleng sambil menutupi wajahnya yang masih menangis. Meskipun aku kecewa dan marah, tapi tetap saja aku tidak bisa mengambil keputusan sendiri, terlebih ada Deby yang akan terlibat, sudah cukup dia sakit hati karena cintanya aku tolak, ditambah sekarang dia sedang hamil muda, jangan sampai masalah perselingkuhan ayahnya menambah beban untuk dirinya sekarang, jika Deby masih mau menyembunyikan fakta ini, maka aku akan Terima, biar Dinha jadi urusanku. "Aku akan mengatakan ini pada Mama. Kasihan Mama sudah dibohongi bertahun-tahun oleh ayah… Hikss.. " Kata Deby di tengah tangisannya. "Keluarga mu pasti tidak akan baik-baik saja jika mengetahui soal ini," Jawabku yang tidak langsung memberitahukan dampak jika Deby memberitahukan kasus ini kepada tante Sassy. Padahal bisa saja aku langsung mengatakan hal yang mungkin terjadi pada kedua orang tuanya, misal
Sore ini, Deby langsung pulang dengan segera ke rumahnya, ada sesuatu yang harus ia cari tau, yaitu tentang ayahnya yang bernama Burhan yang menjabat sebagai direktur rumah sakit di tempat mua bekerja. Setelah perbincangan tadi dirumah sakit dengan Davino, akhirnya hubungan mereka baik-baik saja, bahkan Davino tidak segan menghajar Ben jika laki-laki itu tidak mau tanggung jawab atas kehamilannya. Dan nampaknya, sosok Davino saat ini seperti seorang kakak bagi Deby, dan dia bersyukur jika dia masih bisa menjadi teman bagi Davino. Tapi ada satu hal yang Davino pinta darinya, Davino meminta Deby untuk mencari tau hal yang mencurigakan soal kepergian Dinha beberapa tahun silam untuk bertugas ke pulau terpencil, awalnya memang sangat menjengkelkan karena itu semua demi Dinha, tapi setelah Davino memohon, agaknya Deby langsung menyetujuinya. Deby juga penasaran, apa yang membuat ayahnya menugaskan Dinha ke pulau terpencil yang sangat minim internet. Mungkin dengan menuruti permintaan Dav
"Dari mana saja kamu? " Davino menghentikan langkahnya, kepalanya mengadah mencari pemilik suara di tengah malam ini, suaranya terdengar begitu ketus tanpa kelembutan. "Kamu belum tidur? Apa Disha belum pulang? " Tanya Davino tanpa menghiraukan wanita yang tengah menatap tajam ke arahnya. "Aku tidak membahas Disha, aku sedang membahas dirimu. " Ucap wanita itu angkuh, seolah sedang menangkap basah suaminya yang pulang malam, padahal nyatanya hubungan mereka tidak selegal itu"Aku baru saja mencari Samira, dia masih belum bisa ku temukan. " Ucap Davino lesu. "Kenapa mencarinya? Kau mencintainya? " Tanya Dinha dingin nan angkuh. "Tentunya saja karena dia masih jadi istriku. " "Ohh.. Jadi kamu masih menganggapnya sebagai istri? Bukankah terakhir kali saat dia mencelakaiku, kau ingin menceraikannya? ""Yaa memang, tapi saat ini dia masih jadi istriku. Keselamatannya masih tanggung jawabku. " Ucap Davino tak kalah tegas. "Hanya sebatas tanggungjawab atau kamu memang merindukannya? "