"Hai pagi Dav, " Davino melangkah ke arah Dinha yang masih sibuk menata makanan.Ya! Betapa jengahnya Samira melihat pemandangan itu. Dinha hanya menyapa Davino, padahal jelas-jelas dia juga melihat Samira. Bukannya ingin disapa, tapi perlakuan seperti itu seolah menunjukkan jika Samira tidak dianggap kehadirannya. Samira langsung duduk ke kursinya dan mengambil sehelai roti dengan slain stoberi nya. "Davino suka mengkonsumsi makanan sehat Mir. Dia biasanya makan dua telur di pagi hari, dilanjut pisang atau berry untuk cuci mulut. " Ucap Dinha seolah menggurui Samira. "Apa gak kurus tuh cacing dalem perut?" Celetuk Samira sambil tetap mengoleskan slei stoberi di lembaran roti miliknya dengan santainya. "Kamu sepertinya tidak terlalu mengenal Davino ya Mir? " tanya Dinha. Sialan. Bahkan Dinha mengatakan itu dengan senyuman dan nada yang lembut. Batin Samira berusaha tidak terpancing emosi nya. "Iya deh yang SI PALING TAU. Lagian selama ini apa yang aku masak selalu dimakan kok s
"Makasih Om Arfa udah anterin dan beliin aku skincare ya, padahal aku bisa beli sendiri. " Ucap Samira senang. wanita mana yang tidak senang dibelanjakan skincare dan beberapa produk kecantikan, seharusnya Samira merogoh kocek sekitar empat juta, tapi karena kebaikan Arfa Samira jadi bisa menyimpan uangnya. Lumayan kan uangnya bisa dihemat dan ditabung. lumayan juga Arfa, dia bisa seroyal itu pada Samira yang notabene baru saja ia kenal. "Jangan panggil Om dong. Berasa jalan sama sugar baby aja hehehe.. " Ucap Arfa, Arfa memang sosok yang mudah akrab dan bisa mengimbangi lawan bicaranya, jadi Samira tidak perlu merasa sungkan meski usia mereka terpaut jauh seperti Davino. "Yasudah, apa dong? " tanya Samira. "Mas aja. Biar akrab. Gimana? ""Mas Arfa? " ulang Samira. "Iya adek mau langsung ke KUA? ""Ihh apaan sih Mas Arfa jayus banget. ""Hehehehe jangan serius-serius dong. Tapi kalau mau lanjut ke jenjang yang lebih serius boleh hehe. ""Basi banget tau gak si. Kaya buaya buntung
"Saya bilang apa Samira!, bicaralah yang sopan mengenai Dinha. Kamu tidak mengenalnya sejauh itu. ! " Tegas Davino. "Justru karena aku tidak mengenalnya, bahkan aku tidak yakin hatinya semanis sandiwaranya. " Jawab Samira lantang. "KETERLALUAN!! ""APA?! MAU PUKUL?? PUKUL SAJA, SETELAH ITU KITA CERAI!! " "AARGHHH.. " Davino menggeram menahan emosinya yang berdegup kencang dalam dada. Ada apa dengan hubungannya saat ini dengan Samira? Baru saja hubungan mereka membaik sampai mencapai titik hubungan suami-istri, namun lihatlah sekarang… Secepat itu semuanya berubah. Davino tidak mengerti lagi bagaimana ia harus bicara dengan Samira, Samira selalu saja memberikan pemberontakan untuk hal yang menyangkut Dinha, padahal Dinha baik-baik saja. Bahkan wanita itu tidak pernah mengasari istrinya. Davino menghembuskan nafasnya kasar, mencoba membuang rasa emosi yang ada dalam dirinya. "Sebagai hukuman untukmu, bereskan barang belanjaan di dapur. " Ucap Davino. "Yang belanja siapa? Kenapa har
Ting! [Dav, maaf tidak bisa membuatkan sarapan pagi ini untukmu. Tubuhku masih lemas, belum bisa bangun dari ranjang ] - Dinha. Davino membaca pesan dari Dinha, mereka memang masih satu atap yang sama, namun sedari semalam Davino memang belum bertemu dengan Dinha. Dinha masih di dalam kamarnya, mendapat kabar barusan bahwa Dinha belum bisa bangun, membuat dirinya melangkah ke kamar Dinha, Davino hanya ingin memastikan jika Dinha baik-baik saja. Sementara Samira sudah menunggu Davino di mobil, seperti biasa, Davino akan mengantar Samira terlebih dahulu ke kampus baru dia akan berangkat ke rumah sakit, dan itupun jika jadwal mereka tidak berbenturan. "Om Davino lama banget sih.. " Gerutu Samira mulai merasa bosan, pasalnya tadi Davino berjanji tidak akan lama, dia akan menyusul setelah merapikan berkasnya. Namun karena tidak kunjung muncul juga, Samira berniat untuk melihat Davino ke dalam, khawatir ada sesuatu didalam sana. "Hikss… hiksss.. Aku menyesal Dav.. " Isak tangis seseoran
Entah setan apa yang telah merasuki Davino saat ini, sesuatu yang sangat mustahil baginya justru ia lakukan sekarang. Davino yang selalu menjaga pola hidupnya kini terlihat begitu berantakan tanpa memedulikan kesehatan dan profesi nya sebagai dokter. Dalam sekali seumur hidup, ini pertama kalinya dia meminum alkohol untuk melupakan segala kepenatan yang terjadi di rumahnya. Antara Istri atau mantan pacar nya, dua duanya memiliki peran penting dalam hidupnya. Namun pengakuan yang dibuat Dinha pagi tadi, seolah sudah menjungkir balikan kewarasannya, hatinya terus memanggil nama Dinha sementara pikirannya terus mengingatkan bahwa Samira adalah istrinya. Kenapa kembalinya Dinha harus terlambat dalam hidupnya? Sedikit saja Dinha lebih cepat kembali sebelum dia menerima perjodohan dirinya antara Samira, pasti perasaan ini tidak akan terjebak di dua wanita. Ada Samira seorang istri sah yang harus dia jaga seumur hidupnya, namun ada nama Dinha yang menetap dalam hatinya. Seakan semuanya ter
Samira berjalan dengan sedikit merintih akibat perbuatan suaminya semalam, sementara Davino? Dia masih terlelap dalam tidurnya, mungkin karena baru dapat jatah jadi kualitas tidurnya lebih baik dan terasa nyaman. "Apa Om akan ingat siapa yang Om paksa bercinta semalam? Hufhh… " Samira menghembuskan nafasnya berat, berusaha menyingkirkan perasaan yang terasa berat dalam hati dan pikiran nya, kemudian ia menatap nanar sang suami yang masih terpejam sebelum dia pergi meninggalkan kamar. Meski hari telah berganti, namun nyatanya ingatan semalam masih berputar sangat jelas dimana Davino menyebut dirinya dengan nama Dinha sebegitu lembutnya, dan meski jam sudah berlalu, namun nyatanya perasaan sakit itu masih terasa utuh dalam hati Samira. Samira melangkah ke arah dapur, sepertinya hari ini dia tidak ingin pergi ke kampus dulu, hati dan tubuhnya sedang tidak baik-baik saja. Dia tidak perlu mandi untuk bersiap, Samira hanya perlu mengisi perutnya yang terasa keroncongan. "Hai Samira, kena
hiksss… "Jangan pernah mau menjalin hubungan dengan seseorang yang bahkan belum selesai dengan masa lalunya, sekeras apapun kamu berusaha menjelaskan, tetap saja bukan kamu yang ia menangkan. " Ucap Arfa. "Sakit banget Mas, " Lirih Samira sambil memegangi dadanya. "Menangislah kan kau juga manusia, mana ada yang bisa berlarut-larut berpura-pura sempurna. ""Mas please… aku sedang sedih. Aku tau itu lirik lagu. " Protes Samira pada Arfa, yang memang tidak bisa di ajak serius dan mencoba menghibur Samira. "Iya itu pas banget untuk jiwa yang bersedih seperti kamu. ""Mas Arfa! … ""Iyaa maaf, aku baru tau, ternyata kalian suami-istri, ""Kami sepakat untuk merahasiakan nya. "Setidaknya Samira tidak jalan sendirian dengan derai air matanya kan? Dia bahkan tidak peduli dengan orang yang berlalu lalang menatapnya penuh pertanyaan, karena pada dasarnya hatinya sudah teramat sakit untuk mempedulikan tatapan orang lain, cukup ada seseorang yang ada di sisiNya sekarang. Itu sudah lebih ba
"Dari mana saja kamu? " Davino menghentikan langkahnya, kepalanya mengadah mencari pemilik suara di tengah malam ini, suaranya terdengar begitu ketus tanpa kelembutan. "Kamu belum tidur? Apa Disha belum pulang? " Tanya Davino tanpa menghiraukan wanita yang tengah menatap tajam ke arahnya. "Aku tidak membahas Disha, aku sedang membahas dirimu. " Ucap wanita itu angkuh, seolah sedang menangkap basah suaminya yang pulang malam, padahal nyatanya hubungan mereka tidak selegal itu"Aku baru saja mencari Samira, dia masih belum bisa ku temukan. " Ucap Davino lesu. "Kenapa mencarinya? Kau mencintainya? " Tanya Dinha dingin nan angkuh. "Tentunya saja karena dia masih jadi istriku. " "Ohh.. Jadi kamu masih menganggapnya sebagai istri? Bukankah terakhir kali saat dia mencelakaiku, kau ingin menceraikannya? ""Yaa memang, tapi saat ini dia masih jadi istriku. Keselamatannya masih tanggung jawabku. " Ucap Davino tak kalah tegas. "Hanya sebatas tanggungjawab atau kamu memang merindukannya? "
"Mau peluk cium. " Ucap Samira dengan manjanya membuat Davino langsung merengkuh tubuh istrinya dengan gemas. Entah siapa yang memulai, tapi bisa dipastikan itu diawali oleh Davino yang menempelkan bibirnya di atas bibir sang istri. Samira melebarkan matanya saat Davino tiba-tiba menempelkan bibir nya di atas bibir Samira. Tentu saja, meski sudah pernah berciuman, namun rasanya selalu menggetarkan jiwanya. Apalagi sekarang, mereka baru saja saling berbincang ringan dari hati ke hati. Samira sedikit terkejut sebelum akhirnya mampu menetralkan dirinya. Samira memejamkan matanya, melihat sang istri yang seolah memberi lampu hijau. Kini Davino, mulai berani untuk menggerakan bibirnya di atas bibir Samira. Davino memagut dan menghisap bibir yang jadi candu dan kerinduannya. "Aku mencintaimu Samira. " Ucap Davino melepaskan pagutannya. ""Aku juga mencintai Om. " Balas Samira yang padahal hatinya bergemuruh hebat didalam sana. Kemudian, Davino kembali melahap bibir ranum sang istri. Di
"Akhh Om… uhhh, geli banget. "Tok, Tok, Tok!! TOK, TOK, TOK!!!! "Shit! Pengganggu saja! Sepertinya kita harus pindah rumah agar tidak ada yang mengganggu. " Keluh Davino. Davino melangkah lebar dengan mulut yang terus menggerutu kesal. Siapa di balik pintu sana yang berani mengganggu kemesraan nya dengan sang istri? Jengkel sekali. Ingin rasanya mengabaikan, tapi ketukan pintu dan suara bel itu justru semakin bising dan mengganggu. Cklek, "Ada apa?! " Tanya Davino ketus dengan raut wajah tak bersahabat. "Dokter Vander? " Ucap Davino mengendalikan emosinya, dia harus profesional untuk teman seprofesi nya. "Dokter Davino, maaf mengganggu waktunya. Tapi kita ada panggilan dari rumah sakit sekarang juga. Keadaan benar-benar genting, Dokter Deby sudah menghubungi anda namun tidak ada jawaban. Beruntung saya sedang dijalan menuju rumah sakit dan berbelok ke rumah anda untuk memberitahu soal ini. " Ucap Dokter Vander cepat karena situasi mereka benar-benar terdesak. Meski Davino seh
BUGH! "Fuck! " Umpat Davino seraya memegangi sudut bibirnya yang terkena pukulan tiba-tiba dari Arfa."Akh!! Mas Arfa!! Apa-apaan sih?! Om, sudah Om! Jangan bertengkar lagi. " Samira menatap marah pada Arfa yang tiba-tiba memukul suaminya, kemudian dia langsung menghadang tubuh Davino yang siap menyerang Arfa. "Sudah, tenang. " Kata Samira menenangkan suaminya, sementara Davino langsung diam ketika Samira memeluknya dari samping, sepertinya Davino sudah menemukan pawangnya. "Dia menyakitimu lagi Mir? " Tanya Arfa nyalang menatap Davino yang tak kalah sengit menatap tajam. "Mas maaf, sepertinya aku salah paham. Om Davino tidak menyakitiku, maaf ya Mas sudah membuat khawatir. Sampaikan maafku juga pada Tante. " Ucap Samira dengan mata mengiba. Sungguh malu sekali, dia menyimpulkan terlalu cepat. Ketika Samira mendengar nama Dinha disebut, dia langsung mengirimkan pesan pada ibunya Arfa jika Davino kembali membohonginya. Tapi ternyata semua hanya salah paham ketika Samira melihat b
"Makan yang lahap ya, ini jus buah untukmu. Katakan apa yang kamu mau? Aku pasti akan mengusahakan nya, paham? " Davino bertutur begitu lembut diiringi senyuman hangatnya, dia mengusap perlahan perut Samira yang masih rata, sementara Samira terdiam merasakan sentuhan hangat dari suaminya. Andai sosok Dinha tidak pernah ada, mungkin masa kehamilan di trimester pertamanya akan terasa hangat. Namun sayang, setelah kejadian itu, Samira justru lebih menutup dirinya, seseorang yang biasanya ekspresif itu, kini nampak pasif. Samira hanya mengangguk patuh, beberapa hari belakangan ini, Davino benar-benar memperlakukannya bak tuan putri. Mual sedikit saja Samira langsung dapat perhatian intens, Davino bahkan selalu memberinya pijatan setiap malam sampai dia benar-benar tertidur lelap. "Aku senang kamu kembali, aku kacau saat kamu pergi Mir. " Davino membawa istrinya ke dalam dekapannya, entah sudah berapa puluh kali Davino mengatakan itu. Tapi sepertinya, laki-laki itu tidak pernah bosan m
"Wajahmu tampak pucat, langsung istirahat ya? Atau mau makan dulu? Kamu sudah makan belum? Mau makan apa? " Rentetan pertanyaan keluar dari bibir Davino ketika mereka sudah tiba di rumah. Rumah yang Samira tinggalkan sejak tiga minggu yang lalu. Selama perjalanan, Davino merasa cemas pada gelagat Samira yang terlihat tidak nyaman, sesekali wanita itu memegangi perutnya, sesekali terlihat meringis, dan sesekali terlihat sedang menahan mual. Tapi Davino urung untuk membuka pertanyaan, dia masih sangat terbebani dengan perasaan bersalahnya pada sang istri. Sampai tiba dirumah, barulah Davino menumpahkan segala pertanyaan yang ia tahan sejak perjalanan tadi. Samira menggelengkan kepalanya sebagai jawaban, membuat Davino tidak puas dengan jawaban istrinya, Davino memegangi kedua bahu Samira dari belakang seraya mengelus nya begitu lembut, menggiring Samira ke dalam kamar mereka, kamar yang terlihat kacau tidak seperti biasanya. Samira sampai diam sejenak mendapati ruangan yang biasanya
Hari ini, Davino memutuskan untuk menjemput istrinya, tiga minggu sudah ia tidak melihat Samira, dan hari ini dia harus membawa pulang sang istri. Tidak bohong, ada rasa rindu yang terselip di bagian dalam perasaannya, ada rasa kecewa dan amarah yang ingin ia ceritakan pada sang istri, kini perasaan dan pikirannya mantap untuk mempertahankan rumah tangga mereka, Davino agaknya telah mencintai istri kecilnya meski tanpa ia sadari kapan cinta itu tumbuh dalam hatinya. Dan nampaknya, ia sedang mematahkan statement 'Jika laki-laki hanya jatuh cinta sekali seumur hidup, sisanya hanya melanjutkan hidup. ' karena di kehidupannya yang sekarang, dia masih mencintai wanita lain selain cinta pertamanya. Semua bisa terasa jelas, jika kisah masa lalunya sudah selesai, Davino tidak lagi menginginkan Dinha ataupun kisah kenangan mereka. Dia sudah menutup buku tentang masa lalunya. Davino hanya menginginkan istrinya untuk merajut kisah cinta yang sempurna dalam ikatan janji suci pernikahan, untuk di
"Mau disembunyikan? " Tanyaku pada Deby yang masih menangis tersedu, sementara aku mulai bisa mengkondisikan keterkejutan ku. Dia menggeleng sambil menutupi wajahnya yang masih menangis. Meskipun aku kecewa dan marah, tapi tetap saja aku tidak bisa mengambil keputusan sendiri, terlebih ada Deby yang akan terlibat, sudah cukup dia sakit hati karena cintanya aku tolak, ditambah sekarang dia sedang hamil muda, jangan sampai masalah perselingkuhan ayahnya menambah beban untuk dirinya sekarang, jika Deby masih mau menyembunyikan fakta ini, maka aku akan Terima, biar Dinha jadi urusanku. "Aku akan mengatakan ini pada Mama. Kasihan Mama sudah dibohongi bertahun-tahun oleh ayah… Hikss.. " Kata Deby di tengah tangisannya. "Keluarga mu pasti tidak akan baik-baik saja jika mengetahui soal ini," Jawabku yang tidak langsung memberitahukan dampak jika Deby memberitahukan kasus ini kepada tante Sassy. Padahal bisa saja aku langsung mengatakan hal yang mungkin terjadi pada kedua orang tuanya, misal
Sore ini, Deby langsung pulang dengan segera ke rumahnya, ada sesuatu yang harus ia cari tau, yaitu tentang ayahnya yang bernama Burhan yang menjabat sebagai direktur rumah sakit di tempat mua bekerja. Setelah perbincangan tadi dirumah sakit dengan Davino, akhirnya hubungan mereka baik-baik saja, bahkan Davino tidak segan menghajar Ben jika laki-laki itu tidak mau tanggung jawab atas kehamilannya. Dan nampaknya, sosok Davino saat ini seperti seorang kakak bagi Deby, dan dia bersyukur jika dia masih bisa menjadi teman bagi Davino. Tapi ada satu hal yang Davino pinta darinya, Davino meminta Deby untuk mencari tau hal yang mencurigakan soal kepergian Dinha beberapa tahun silam untuk bertugas ke pulau terpencil, awalnya memang sangat menjengkelkan karena itu semua demi Dinha, tapi setelah Davino memohon, agaknya Deby langsung menyetujuinya. Deby juga penasaran, apa yang membuat ayahnya menugaskan Dinha ke pulau terpencil yang sangat minim internet. Mungkin dengan menuruti permintaan Dav
"Dari mana saja kamu? " Davino menghentikan langkahnya, kepalanya mengadah mencari pemilik suara di tengah malam ini, suaranya terdengar begitu ketus tanpa kelembutan. "Kamu belum tidur? Apa Disha belum pulang? " Tanya Davino tanpa menghiraukan wanita yang tengah menatap tajam ke arahnya. "Aku tidak membahas Disha, aku sedang membahas dirimu. " Ucap wanita itu angkuh, seolah sedang menangkap basah suaminya yang pulang malam, padahal nyatanya hubungan mereka tidak selegal itu"Aku baru saja mencari Samira, dia masih belum bisa ku temukan. " Ucap Davino lesu. "Kenapa mencarinya? Kau mencintainya? " Tanya Dinha dingin nan angkuh. "Tentunya saja karena dia masih jadi istriku. " "Ohh.. Jadi kamu masih menganggapnya sebagai istri? Bukankah terakhir kali saat dia mencelakaiku, kau ingin menceraikannya? ""Yaa memang, tapi saat ini dia masih jadi istriku. Keselamatannya masih tanggung jawabku. " Ucap Davino tak kalah tegas. "Hanya sebatas tanggungjawab atau kamu memang merindukannya? "