“Kenapa melamun?”Suara Darren cukup mengejutkan Dhea. Wanita itu menoleh ke belakang dan melihat kakaknya terlihat sudah rapi.Seperti yang mereka rencanakan. Darren akan pergi ke rumah Elmira untuk mendapatkan maaf juga meminta hak asuh atas bayi yang baru lahir.“Kak, bisa bicara sebentar?” tanya Dhea.Darren menaikkan satu alisnya. Dia melihat raut resah di wajah adiknya itu.“Ya, tentu.” Darren sudah nampak lebih baik sekarang. Penampilannya sudah lebih segar. Bulu halus di dagu telah hilang. Dia juga lebih tenang dan hangat sekarang.Pria itu duduk di depan Dhea, sofa single, samping memperhatikan Dhea.“Ada apa, Ardhea?” tanya Darren.Dhea menggigit bibir bawahnya. Dia sebenarnya ragu mengatakan ini karena takut Darren tersinggung.“Setelah kita berhasil membuatmu diterima oleh keluarga Elmira. Apa aku boleh kembali ke Indonesia?”***Beberapa hari setelah Hexa merasa mendapat penolakan dari Dhea, dia tidak lagi menghubungi perempuan itu.Meski rasanya masih mengganjal.Wajar k
Dhea masuk ke ruang pemeriksaan setelah perawat mengatakan jika Hexa sudah selesai di periksa.“Apa yang terjadi dengan Hexa?” tanya Dhea pada Allice yang sedang bertugas di IGD malam ini. Dia lalu beralih menatap Hexa yang sudah memakai baju pasien. Selang infus sudah terpasang sempurna di salah satu punggung tangannya. Serta pria itu nampak terpejam erat.“Dokter Hexa harus istirahat 100%. Dia terkena tifus. Jadi, paling cepat satu minggu ke depan dia masih harus mendapatkan perawatan di rumah sakit. Kita akan terus meninjau suhu tubuhnya supaya tidak terjadi hal yang lebih buruk lagi,” ungkap Allice.Dhea menghela nafas beratnya. “Bagaimana bisa? Bukannya setiap harinya sepertinya dia baik-baik saja, tidak pernah mengeluh sakit dan sebagainya?” dahi Dhea berkerut, dia benar-benar khawatir melihat kondisi Hexa.“Aku rasa Hexa terlalu sibuk beberapa hari ini hingga dia tidak merasakan perubahan kesehatan dalam tubuhnya. Jam kerja yang tinggi ditambah lagi pola makan yang tidak seimba
Di sebuah ballroom gedung bertingkat yang dihias semegah istana negeri dongeng dengan sentuhan sky blue yang memanjakan mata, sepasang suami istri melangkah mesra menuju panggung utama. Allice Lovania, wanita cantik bergaun indah warna putih gading yang kini menjadi pusat atensi setiap mata yang memandang, tersenyum haru saat rengkuhan di pinggangnya terasa begitu nyaman. Dan siapa lagi kalau bukan dari tangan kekar milik suaminya, Arsenio Mahardika yang tampil gagah dengan tuxedo senada. Ah, rasanya Allice benar-benar kewalahan syukur. Mendapatkan cinta yang begitu besar dari seorang Arsen. Pun dengan sikapnya yang semakin hari membuatnya kian jatuh hati. "Kamu sangat cantik hari ini, Sayangku," bisik Arsen dengan tatapan terpukau ketika bola mata mereka saling bertemu. Rona merah di pipi Allice seketika muncul. Hati ini rasanya kian berbunga-bunga. Tak dipungkiri, walau sudah 7 tahun usia pernikahannya dengan Arsen, tapi setiap pujian yang meluncur dari bibir suaminya itu mampu
“Tenang Arsen, dia sudah jinak,” ucap Hexa kemudian dia beralih pada Darren. "Terima kasih sudah mengantar Dhea ke sini,” sambungnya. "Jangan khawatir. Biar bagaimanpun, aku tetap kakaknya Dhea." Darren tertawa kecil. Ini memang kali pertama Hexa bertemu lagi dengan Darren. Tapi Dhea sudah menceritakan kalau Darren akan hadir di acara Wedding Anniversary Allice untuk meminta maaf. Kini, pandangan Darren tertuju pada Arsen dan Allice. "Selamat untuk anniversary pernikahan kalian ya. Aku turut bahagia. Dan ya, aku ingin meminta maaf atas semua kesalahanku selama ini. Aku sadar, aku terlalu egois." Darren memberikan tangannya pada Arsen ingin menjabat sebagai ucapan selamat. Tapi Arsen disana masih diam mengamati. Dia hampir tidak lagi memiliki kepercayaan pada pria itu. Hingga Darren mengangkat kedua tangannya dan pasrah. “Kamu bisa meminta anak buahmu untuk memeriksaku.” “Emh, Tuan Arsen. Maaf, aku tidak berniat membawa Kak Darren. Dia sendiri yang minta ikut dan sengaja datang
Tak terasa, waktu berjalan begitu cepat. Yang semula Dhea pikir hanya perawatan biasa, kini semua asumsinya melenceng sempurna.Dhea menatap pantulan dirinya di sebuah cermin full body. Dengan gaun berwarna peach juga make up natural yang flawless, harus Dhea akui dirinya begitu berbeda.Kening Dhea mengerut bingung. "Sebenarnya, Hexa bakal ajak aku ke mana sih sampai rempong make over aku kayak gini?""Masa cuma beli choco lava cake harus se-perfect ini?" gumamnya penasaran.Saat begitu, ponsel Dhea berbunyi. Benda pipih yang sejak tadi tergeletak di meja kaca di depannya pun segera dia tarik.Dokter Hexa, nama itu tertera disana dan langsung Dhea angkat."Halo? Kamu di mana? Aku sudah selesai, Hexa. Aku benar-benar seperti sedang diculik di sebuah kerajaan. Dipaksa memakai make up dan pakaian indah tanpa tau apa yang harus aku lakukan setelahnya.” Dhea panjang lebar menjelaskan isi hatinya yang kesal sekaligus bingung.Namun hal pertama yang Dhea dengar adalah helaan nafas kekasihny
Allice tidak mengerti, kenapa Arsen seperti ini sejak tiga hari lalu dia ijin ke Singapura. Pria itu terlihat begitu manja.Sama seperti pagi kemarin, Allice terbangun dan sulit untuk beranjak. Sebab Arsen memeluknya terlalu erat. Bahkan enggan untuk melepas.“Sayang .... Aku mau masak.” Allice melihat wajah suaminya yang masih tidur. Tapi kaki dan tangan sudah memiliiki tenaga untuk menahan Allice di ranjang.“Arsen, Sayang ....”“Aku maunya begini saja.”Arsen justru kini menarik kepala Allice untuk menempel di dadanya.Allice menghela nafasnya. Dia tersenyum dan membalas pelukan suaminya.“Aku harus berangkat siang ini, Arsen. Jadi pagi ini aku ingin memastikan kebutuhan sekolah anak-anak aman selama beberapa hari ke depan. Aku juga mau cek ulang barang bawaanmu,” ucap Allice dengan lembut.Arsen menggeleng.“Kali ini aku boleh egois? Aku berat kamu pergi, Allice.”Allice memundurkan kepalanya hingga dia bisa melihat mata suaminya yang sudah terbuka. Ekspresi yang Arsen tunjukkan m
Arsen membawa mobilnya melintas cepat melewati banyak pengguna jalan di jalur yang cukup ramai. Pikirannya tidak karuan, begitu pun hatinya yang merasa tidak tenang kali ini.“Sudah ku katakan, Allice. Jangan pergi. Tapi kamu tidak mau mendengar perkataanku,” geram Arsen sambil mencengkeram stir mobilnya.Matanya memerah. Rasanya dia ingin menangis saat ini juga.Tadi sebelum dia membawa mobilnya keluar dari area rumah mewahnya, Arsen sempat membaca pesan yang Imelda kirim.[Arsen, ada kabar buruk. Meski kita belum memastikan apa yang terjadi dengan penerbangan siang ini. Tapi pihak maskapai memberitakan kalau pesawat yang Allice tumpangi hilang dari radar ketika sedang melewati Laut Jawa. Kamu cepat ke Bandara untuk memastikan semuanya.]Jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya. Dalam hati Arsen juga terus merapalkan doa mengenai keselamatan sang istri.Sesampainya di bandara, seperti yang Lucas katakan kalau disana sangat ramai. Arsen menerobos masuk ke arah bagian informasi.
[Pa, papa kapan pulang bawa mama? Papa jangan ikut pergi ya. Kami sama siapa kalau papa ikut pergi kayak mama.]Pesan yang Brian kirim dari nomor ponsel Satria pagi tadi baru bisa Arsen baca sore ini. Pria itu baru saja turun dari kapal dan memilih menunggu ke pencarian berikut.Sudah satu minggu tragedi jatuhnya pesawat AJT66 menggemparkan tanah air. Tim yang dikirim dari beberapa negara sudah dikerahkan untuk mencari badan pesawat yang kemungkinan jatuh di perairan laut lepas.Arsen memaksa untuk ikut mencari bersama Badan SAR Nasional. Selama seminggu, dia tidak merawat diri sama sekali. Rambut di rahangnya mulai muncul. Rambut juga acak-acakan. Serta cuaca panas di atas laut membuat kulitnya tidak seputih biasanya.Pria itu duduk di tepi pantai, memandang jauh ke depan. Harapannya masih tinggi sebelum badan pesawat benar-benar ditemukan. Dia masih berharap, siapa tau pesawat bisa mendarat dengan baik sebelum akhirnya meledak di dekat laut. Hingga penumpang selamat.“Allice, kamu h