“Kamu tidak salah dengar, wanita yang akan saya nikahi adalah kamu.” “Apakah aku tidak bermimpi?” “Apakah saya harus mengulang jawabannya saya?” “Apa yang dikatakan oleh Nak Fahri betul Rum, makanya duduk dulu sini,” ajak Ibu membuat wajahku sepertinya sudah memerah.“Begini Arum, sebenarnya ibu dan Bu Yuni sepakat untuk menjodohkan kalian. Ibu nggak ada menutupi apa pun kalau kamu dulu sudah menikah juga perjodohan Bapak dulu.”“Ibu tahu kamu pasti trauma dengan pernikahan, tetapi kamu sudah menjadi janda sudah hampir dua tahun dan Raina juga sudah besar dia pasti mengerti.”“Dia juga pasti menginginkan orang tua lengkap walaupun baik kamu dan Fahri bukanlah orang tua kandungnya, tetapi kasih sayang kalian akan membuatnya menjadi keluarga yang utuh.”“Dan bukan itu saja jika kalian menikah kalian bisa bekerja sama untuk menggiring si Lingga itu ke tempat yang seharusnya yaitu di balik jeruji.”“Ibu takut kalau kamu kenapa-kenapa sama Lingga, Ibu nggak percaya sama dia Rum, kal
“Lira dengan senang hati mau memberikan bayi itu karena dia juga tidak menginginkannya. Aku juga baru tahu itu karena Mas Ariel sering ke Yogya“Tidak sampai di situ aku baru tahu lagi kalau ada lagi istrinya sebelum aku dan Lira, Mas Ariel juga menikah dengan tenan wanitanya karena ia sangat kaya namanya Kiranti. Dia juga menikahinya. Aku akhir hati dan sepertinya aku sudah dibohongi habis-habisan. Dan Mas tahu siapa Mas Lingga aku pikir dia sangat baik ternyata dia adalah dalang semua kekacauan ini, dia adalah anak tiri Papa Sugeng. Seperti Mas Ariel Papa Sugeng juga seperti itu dan hanya karena harta warisan mereka sangat kejam mengambil nyawa orang. “Jika hanya untuk harta warisan kenapa nggak minta secara baik-baik aku akan pasti mengalihkan semua harta warisan itu ke tangan Mas Lingga. Aku juga tidak mau harta warisan itu.”“Dan satu lagi yang kamu harus tahu Mas?”“Apa?”“Dana apakah kamu tidak mempunyai anak dari Ariel?” “Hahaha ... ya setiap pernikahan pasti tujuannya a
“Ya kalau saya beritahukan sekarang nggak seru lah nanti saja,” ucapnya dengan santai.“Huh bikin kesal saja ini orang tetapi nggak apalah bisa buat penasaran,” ucapku dalam hati.Aku percaya mungkin dia jodohku yang terakhir, aku tidak mau dipermainkan lagi oleh cinta, tetapi aku berharap dia memegang janjinya untuk setia kepadaku.Ah sungguh melelahkan hari ini tetapi ada rasa bahagia yang menyelimuti diriku. Entah kenapa aku merasa yakin dia pernikahan ini. Aku tidak bisa tidur sangat gelisah, lalu aku ambil ponsel pemberian Mas Fahri, tidak buruk hanya memang ponsel lama sehingga tidak banyak fitur yang ditampilkan .Lalu aku membuka ponsel itu dengan hati-hati, untungnya tidak memakai pas Word.Ternyata di dalam ponsel itu sungguh lengkap dan aku mulai membuka galerinya. Betapa terkejut aku saat melihat foto-foto Mas Fahri dan ibunya. Wajahnya yang sangat tampan bersama ibunya, kebersamaan ibu dan anak itu seperti tidak dapat dipisahkan Saat aku menikmati pemandangan waj
“Jadikanlah masa lalu adalah pengalaman dan pelajaran hidup Neng Arum, jangan mengingat-ingat masa lalu terus, lagian mereka sudah pergi meninggalkan kita.”“Mbok, kadang Arum takut untuk melangkah lebih jauh lagi, kadang masih trauma dengan yang lalu, entahlah Mbok.”“Dua Minggu Mbok, Arum akan berganti status menjadi istri dari seseorang, mudah-mudahan kami langgeng ya Mbok.”“Aamiin, pasti Neng.” “Makanya mulai sekarang raihlah masa depan dengan bahagia Neng, jangan menoleh lagi ke belakang teruslah maju ke depan karena kebahagiaan Neng Arum sudah ada di depan Neng Arum sendiri.” “Semangat Neng!” Nasihat Mbok Darmi membuatku lebih semangat dan percaya diri, tidak takut menghadapi tantangan yang sudah ada di depan mataku.Benar kata Mbok Darmi, aku tidak boleh menoleh lagi ke belakang, kini aku harus bangkit dari kertepurukan selama ini.Sudah dua orang pria yang telah membohongi mengatasnamakan tentang cinta tetapi ternyata hanya kepalsuan semata, aku tidak ingin di bodohi
Ibu melirikku untuk memperkenalkan calon suamiku yang tampan rupawan itu, dasar Mas Fahri tersenyum terus kepadaku membuat aku menjadi salah tingkah lagi.“Oh ya Mas, perkenalkan ini namanya Mas Fahri,” ucapku ragu-ragu.Mas Fahri mendekat dan menghampiri Mas Lingga, sekarang mereka sudah berhadapan. “Halo, perkenalkan nama saya Fahri.”“Nama saya Lingga Pratama, teman dekat Arum,” sahutnya dan mereka pun berjabat tangan.“Kamu bekerja di mana dan apa jabatanmu, soalnya saya kenal banyak pengusaha tetapi wajah kamu sangat asing, apakah kamu baru terjun menjadi pebisnis atau ada usaha lain?” tanyanya spontan.“Mas Lingga bertanya seperti reporter saja,” batinku berkata.“Maaf, saya hanya bekerja sebagai Marbot mesjid di dekat sini dan berjualan nasi goreng kalau malam,” sahutnya tanpa mengurangi senyuman di bibirnya.“Apa, saya nggak salah dengar? Marbot mesjid?” “Nggak ada kerjaan lain apa, padahal tampang kamu sangat pas loh menjadi pengusaha, atau bangkrut?” tanya orang itu mem
“Duh romantis banget sih Nak Fahri, jadi nggak sabar nimang cucu ,” celetuk Ibu semakin membuatku terbang melayang.“Tenang saja Arum, kamu jangan takut sama Fahri dia nggak galak kok, tetapi kalau dia macam-macam kasih tahu Mama ya Sayang.”Aku hanya tersenyum kembali bingung untuk mengatakan sesuatu kepada calon mertuaku ini semoga tidak sama dengan Mama Sumi.“Dengar Arum, mungkin kamu masih ada trauma dengan pernikahan kamu waktu itu, pasti kamu menganggap semua mertua itu sama saja, suka membuat menantunya susah.”“Tidak Arum, kamu juga tahu kan kalau dulu Fahri juga pernah menikah, wanita itu adalah seorang model dan lebih memilih kariernya di luar negeri dari pada menjadi Ibu yang baik untuk melahirkan anak-anaknya.”“Tanpa persetujuan kami dia memutuskan untuk menunda memiliki anak, karena katanya kesempatan untuk menjadi model di luar negeri hanya sekali dan jika dia memiliki anak dia merasa tubuhnya akan melar dan tidak menarik lagi, bahkan mungkin tidak ada lagi yang me
“Maaf Ibu tidak apa-apa?” Yola langsung memberikan tisu untuk membersihkan mulutku.“Kenapa kamu tidak memberitahukan saya?” “Maaf Bu, ponsel Ibu tidak aktif.”“Oh ya kamu benar, saya lupa memberikan nomor ponsel saya yang baru.”“Sebentar, mumpung saya ingat.” Aku langsung mengeluarkan ponsel milikku tepatnya punya Mas Fahri seketika kulihat wajah Yola sedikit bingung dengan ponsel yang aku pegang.“Kenapa wajahmu, kok begitu?” “Maaf Bu, itu ponsel lama Ibu?” “Iya kenapa, ada yang salah dengan bentuknya?” “Tidak Bu, siapa pun yang memberikan ponsel itu ke Ibu berarti orang itu sayang dan mencintai Ibu sepenuh hati.”“Kok kamu tahu kalau ini adalah pemberian dari orang lain?”“Sepertinya itu bukan dari Pak Lingga kan Bu?” “Kamu tuh ya dok tahu, tetapi kamu sudah siapkan semuanya kan tidak ada yang ketinggalan?” “Ibu tenang saja semua sudah saya siapkan sampai makanan camilan, tidak perlu khawatir.”“Dan ini semua proposal yang Ibu minta dan itu sesuai dengan Pak Lingga minta
Aku beranjak dari tempat dudukku dan menjauh dari tatapan Mas Lingga yang mengiba.“Maaf Mas untuk sekarang aku tidak bisa menjawabnya, karena sekarang kita berada di kantor, bukannya kamu tidak ingin masalah pribadi di campuradukkan di kantor untuk di bahas?”“Hari ini kita fokus tentang proyek kita bersama investor dari Kanada itu bukan?” tanyaku dibalikkan ke dia.“Dan ini apa maksud dari ini?’ kenapa kamu mengambil uang sebanyak ini tanpa persetujuan dariku, dan mulai hati ini Surat Kuasa itu sudah tidak bisa di gunakan lagi.”“Katakan untuk apa uang sebanyak itu?” “Kamu tidak percaya denganku, Rum?” “Kamu tinggal memberikan perincian untuk laporannya, apakah itu sulit?”Mas Lingga kembali menatapku, seolah-olah aku telah menekannya, dia lalu keluar dari ruanganku.Tak lama kemudian dia kembali datang dengan membawa sebuah mam dan melemparkannya di meja kerjaku.“Itu yang kamu mau kan, baiklah.”“Sepertinya aku tidak dibutuhkan lagi di sini, kamu ingin mengambil keputusan send
Hari ini aku sangat bahagia karena. Aku sudah menemukan tambatan hati yang aku mau. Ya namaku Devan Fahrizi Sanjaya. Aku seorang pengusaha dan aku cukup di kenal banyak orang. Pengalaman hidup bersama ibuku yang miskin dan dicemooh oleh orang lain telah mengantarkanku menuju gerbang kesuksesan.Namanya Arumbi Lestari, kami bertemu di sebuah masjid saat aku menjadi marbot di sana, ya karena dari menjadi tukang marbot lah aku bisa sukses seperti sekarang ini.Pandangan pertama aku sudah mulai suka dengannya, cantik, sederhana dan jutek dan itu yang aku suka dengannya. Aku pikir dia akan terpesona dengan ketampananku yang paripurna ini nyatanya tidak dia sangat acuh tetapi itu membuatku menjadi lebih penasaran dengannya.Biasanya wanita yang melihatku langsung meminta perkenalan dan langsung bermain itu, tetapi aku bukan pria seperti ya ... “Aku diajarkan oleh orang tua yang aku panggil mama itu untuk tidak menyakiti seorang wanita dan aku juga tidak mau berhubungan lebih jika
Aku menemukan Lira dan Raina. Ibu dan anak itu akhirnya selamat. Lira memelukku dengan hangat, dia menangis bahagia akhirnya bisa terlepas dari jeratan Lingga.Selama ini ternyata Mas Lingga sudah menjual Lira ke tempat hiburan menjijikkan ini, jika melawan maka Raina akan menjadi tumbalnya. Raina memelukku dengan hangat, dia sangat takut dengan kejadian yang baru saja menimpanya. Dia masih menangis dan belum bisa menenangkan pikirannya.Anak seumur Lina tahun itu mengalami trauma dia harus segera di sembuhkan.“Maafkan Mama Sayang, maafkan Mama.”“Sekarang semua sudah berakhir tidak ada yang akan menyakiti Raina lagi, mereka sudah di tangkap,” ucapku berusaha menenangkan Raina.Raina tetap menangis tetapi tetap memelukku dengan erat. Aku tahu Lira sangat ingin memeluk Raina karena dia ibu kandungnya sendiri.“Mama jangan tinggalkan Raina lagi ya, Raina takut kehilangan Mama, hanya Mama yang Lira punya,” ucapnya dengan penuh haru.Iya Sayang, Mama akan selalu ada buat Rainya,
“Apa maksud semua ini Arum? Kamu tahu kan aku menjabat sebagai wakil direktur tetapi kenapa bukan aku yang menggantikan posisi kamu?” tanyanya dengan emosi.Aku masih bersikap tenang menghadapi orang itu untuk menghilangkan rasa takutku. Lalu aku mengambil semua berkas dan bukti tentang kecurangan yang dia lakukan di perusahaan.“Apa ini Arum?”“Apakah aku harus menjelaskan semuanya sat-satu Mas Lingga, masih syukur aku tidak membeberkan masalah ini ke rapat tadi, karena aku masih mempunyai hati untuk tidak mempermalukan kamu di hadapan mereka. Wajahnya kembali pucat ketika semua bukti yang dikumpulkan memang dia pelakunya, selama ini mencuri uang perusahaan.“Aku tidak menyangka Mas Lingga bisa melakukan hal ini denganku?” “Jangan katakan kamu khilaf ya Mas, aku sudah muak dengan kepintaranmu bersilat lidah. Aku selalu mengikuti arahan kamu tetapi apa yang kamu perbuat, kamu sengaja melakukannya kan?” “Apa yang ada di pikiranmu, aku tidak tahu semua ini, aku bodoh begitu?”“Ma
Semua pria sama saja nggak peka, ya pastilah cemburu, apalagi kami mau menikah dan dia tergoda dengan wanita lain, tentu saja aku tidak akan membiarkannya.Aku meninggalkan Mas Fahri dan tetap di tempat itu dan aku segera ingin menemuinya. Aku mau lihat bagaimana ekspresi nya saat bertemu denganku dengan gaya sok alimnya.Aku melangkah dengan penuh percaya diri untuk menghampirinya yang masih sibuk mencari gaun pengantin itu.“Halo, Kiran, apa kabar, masih ingat denganku?” tanyaku dengan tegas.Tampak wajahnya menegang, kedua matanya melotot kearah, dia terdiam terpaku melihat kedatanganku yang secara tiba-tiba menghampirinya. Mungkinkah aku sepeti hantu baginya?“Kenapa Kiran, kenapa kamu terkejut, apakah kamu melihat hantu di sini?” Aku menatap tajam ke arahnya, berani sekali dia membohongi ibu dan berputar -pura teraniaya padahal dia sendiri ikut andil dalam rencana busuk Mas Lingga. “A—Arum, kamu di sini?” “Syukurlah kamu masih mengingatku Kiran dan apa ini? Kamu sekejap me
Aku masih tidak percaya di dalam hidupku akan terjadi pernikahan yang kedua kalinya. Ada rasa bahagia sekaligus rasa takut.Entah kenapa aku merasa di lema, tetapi aku tidak mau menikah dengan Mas Lingga, orang yang pernah aku cintai ternyata hanya memanfaatkan aku sebenarnya. Dia masih berpikir kalau aku tidak mengetahui semuanya, tinggal menunggu waktu dan semuanya akan selesai.Aku juga belum bisa menemukan Lira, entah di mana dia sekarang. Nomor ponselnya sudah tidak aktif, apakah aku harus bertanya dengan Mas Lingga atau Shakira, kedua orang itu pasti tahu di mana Lira sekarang. Sudah seminggu ini semua berjalan dengan lancar, semua persiapan memang Mas Fahri yang melakukan bersama Ibu dan mam Yuni. Karena kami sudah bekerja sama, sehingga ada beberapa orang kepercayaan Mas Fahri ada di kantor ini untuk memastikan kalau Mas Lingga tidak melakukan apa-apa kepadaku.Mas Lingga juga tampak acuh kepadaku, tetapi sikapnya ini membuatku menjadi penasaran, apakah dia merencanakan ses
Aku sangat terkejut dan terdiam sesaat, mataku melotot untung saja tidak keluar. Pria tampan itu lalu menjentikkan jarinya agar aku tersadar.“Ma-Mas Fahri, kok ada di sini, jangan bercanda Mas, aku harus memberi sambutan kepada klien kami dari Kanada,” ucapku ragu tetapi kenapa penampilan Mas Fahri sangat berbeda dengan tampilan seperti orang kaya pada umumnya.“Hei kamu, ngapain lagi kamu di sini siapa yang menyuruhnya masuk ke ruangan ini, kamu itu orang luar Fahri, mau seperti orang kaya makanya kamu berpenampilan seperti ini hah?” hardiknya dengan nada mengejek.“Mas Lingga jaga ucapan kamu, jika kalau mau mengundurkan diri sekarang itu lebih baik dari pada kamu menghina orang lain.”“Ya bela saja tukang marbot itu dasar mental miskin!”“Pak Lingga begini cara kamu menyambut kami untuk menjalin kerja sama?” “Dengarkan baik-baik Pak Lingga. Orang yang kamu rendahkan ini adalah Tuan Devan dari Kanada,” sahutnya dengan meyakinkan. “A-apa maksud Pak Aldi, Anda pasti bercandak
Mas Lingga mengikuti kami pergi makan, aku semakin jengah dibuatnya, entah apa yang ada di pikirannya sekarang.“Aku ingin segera mengakhiri sandiwara ini yang pura-pura tidak mengetahui siapa Mas Lingga sebenarnya.Aku semakin takut dengan kehadiran Mas Lingga atau mencelakai Mas Fahri melalui anak buahnya mungkin saja kan, dia bertindak nekat? “Ada apa Arum, kenapa kamu begitu tegang?” tanyanya yang cukup beralasan.“Mas, itu Mas Lingga masih mengikuti kita bagaimana ini?” “Kamu maunya bagaimana?” “Kok malah bertanya denganku sih, yang kumau dia tidak mengikuti kita makan, bete tahu,” aku merajuk sedikit.“Biaklah, sesuai keinginanmu ,” jawabnya santai. Aku tidak tahu apa yang ada di pikiran Mas Fahri saat ini, yang jelas dia berusaha menghilangkan ketakutanku kepada Mas Lingga. Aku menatap wajah Mas Fahri agar terus menerus membuat hatiku tenang.“Sudah Rum, jangan melihat saya seperti itu terus apakah saya seperti cokelat yang siap kamu makan?” “Iya nggak salah lagi,” jawa
Aku beranjak dari tempat dudukku dan menjauh dari tatapan Mas Lingga yang mengiba.“Maaf Mas untuk sekarang aku tidak bisa menjawabnya, karena sekarang kita berada di kantor, bukannya kamu tidak ingin masalah pribadi di campuradukkan di kantor untuk di bahas?”“Hari ini kita fokus tentang proyek kita bersama investor dari Kanada itu bukan?” tanyaku dibalikkan ke dia.“Dan ini apa maksud dari ini?’ kenapa kamu mengambil uang sebanyak ini tanpa persetujuan dariku, dan mulai hati ini Surat Kuasa itu sudah tidak bisa di gunakan lagi.”“Katakan untuk apa uang sebanyak itu?” “Kamu tidak percaya denganku, Rum?” “Kamu tinggal memberikan perincian untuk laporannya, apakah itu sulit?”Mas Lingga kembali menatapku, seolah-olah aku telah menekannya, dia lalu keluar dari ruanganku.Tak lama kemudian dia kembali datang dengan membawa sebuah mam dan melemparkannya di meja kerjaku.“Itu yang kamu mau kan, baiklah.”“Sepertinya aku tidak dibutuhkan lagi di sini, kamu ingin mengambil keputusan send
“Maaf Ibu tidak apa-apa?” Yola langsung memberikan tisu untuk membersihkan mulutku.“Kenapa kamu tidak memberitahukan saya?” “Maaf Bu, ponsel Ibu tidak aktif.”“Oh ya kamu benar, saya lupa memberikan nomor ponsel saya yang baru.”“Sebentar, mumpung saya ingat.” Aku langsung mengeluarkan ponsel milikku tepatnya punya Mas Fahri seketika kulihat wajah Yola sedikit bingung dengan ponsel yang aku pegang.“Kenapa wajahmu, kok begitu?” “Maaf Bu, itu ponsel lama Ibu?” “Iya kenapa, ada yang salah dengan bentuknya?” “Tidak Bu, siapa pun yang memberikan ponsel itu ke Ibu berarti orang itu sayang dan mencintai Ibu sepenuh hati.”“Kok kamu tahu kalau ini adalah pemberian dari orang lain?”“Sepertinya itu bukan dari Pak Lingga kan Bu?” “Kamu tuh ya dok tahu, tetapi kamu sudah siapkan semuanya kan tidak ada yang ketinggalan?” “Ibu tenang saja semua sudah saya siapkan sampai makanan camilan, tidak perlu khawatir.”“Dan ini semua proposal yang Ibu minta dan itu sesuai dengan Pak Lingga minta